INDUSTRI RUMAH TANGGA KONVEKSI PAKAIAN ANAK SEBAGAI BENTUK EKONOMI KREATIF MASYARKAT KAMPUNG PULO KALIBATA KELURAHAN KALIBATA KECAMATAN PANCORAN JAKARTA SELATAN
on
1
INDUSTRI RUMAH TANGGA KONVEKSI PAKAIAN ANAK SEBAGAI BENTUK EKONOMI KREATIF MASYARKAT KAMPUNG PULO
KALIBATA KELURAHAN KALIBATA KECAMATAN PANCORAN
JAKARTA SELATAN
Ibnu Ryan Gumilang
Program Studi Antropologi Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana
Abstract
Clothing is a basic human needs, in addition to food and shelter. One of the central areas of the apparel industry in South Jakarta child is Kampung Pulo, Kampung Pulo Kalibata that initially people's livelihood are growers of fruits and vegetables. Along with the increasing needs of life and the rapid development of Jakarta so many people are selling their land because of unfavorable life as a farmer. The money from selling the land, they used to buy a sewing machine and initiating convection and grow until now which is a form of creative community in maintaining the economic stability of the family.
Based on the description above issues examined in this study as follows: the basic motivation of the community to develop convection, how the activity of convection industrial business, how the business implications of industrial convection.
This research was conducted by using qualitative methods, which were analyzed with the theory put forward by David C. Mclelland concept of 'Need For Achievement'.
Keywords: Creative Economy, Industry Household, Kids Apparel Convection.
Dalam operasional pembangunan, faktor manusia merupakan faktor sentral sebagai subjek dan objek pembangunan tersebut. Dengan demikian, aspek sosial budaya yang sebagai sektor dasar dalam strategi pembangunan menjadi sangat penting (Suwena, 1990: 2). Pengertian pemerataan tidak hanya sekadar memperluas kesempatan kerja, tetapi juga kesempatan berusaha, distribusi pendapatan, serta keselarasan pembangunan antara wilayah dan lingkungan (Swastina, 1990:2). Kreativitas muncul dari imajinasi pikiran yang paling dalam kemudian direalisasikan dalam bentuk kreativitas yang bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan. Bagi individu atau kelompok, kreativitas adalah sebuah imajinasi yang berkembang atau dikembangkan. Imajinasi dapat muncul dari berbagai sumber
perenungan atau pengembangan dari proses melihat, membaca, mendengar dan, bertata laku (Murjana, 2009: 2).
Pakaian merupakan kebutuhan pokok manusia selain makanan dan tempat berteduh/tempat tinggal (rumah). Manusia membutuhkan pakaian untuk melindungi dan menutup dirinya. Argumen untuk kesopanan berada di seputar ide bahwa bagian tubuh tertentu adalah tak senonoh atau memalukan dan hendaknya ditutupi sehingga tidak kelihatan. Berdasarkan pengalaman sehari-hari, pakaian dipilih sesuai dengan apa yang akan dilakukan pada hari itu, bagaimana suasana hati seseorang, siapa yang akan ditemuinya dan seterusnya, tampaknya menegaskan pandangan bahwa fashion dan pakaian dipergunakan untuk mengirimkan pesan tentang diri seseorang pada orang lain (Bernard 1996: 32).
Salah satu daerah sentra industri pakaian jadi di wilayah Jakarta Selatan adalah Kampung Pulo, Kampung Pulo Kalibata pada awalnya merupakan daerah yang terdiri dari rawa-rawa, meskipun demikian di Kampung Pulo banyak tumbuh tanaman sayur dan buah-buahan yang sengaja ditanam oleh masyarakat sehingga saat itu mata pencaharian masyarakat adalah petani sayur dan buah-buahan. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan hidup dan pesatnya pembangunan Kota Jakarta maka masyarakat banyak yang menjual tanah mereka karena kehidupan sebagai petani kurang menguntungkan. Uang hasil menjual tanah mereka gunakan untuk membeli mesin jahit dan memulai usaha konveksi.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
-
1. Mengapa masyarakat Kampung Pulo Kalibata mengembangkan industri konveksi pakaian anak-anak?
-
2. Bagaimana proses kegiatan usaha industri konveksi pakaian anak-anak di Kampung Pulo Kalibata?
-
3. Bagaimana implikasi usaha industri konveksi pakaian anak-anak terhadap masyarakat Kampung Pulo Kalibata?
-
1. Untuk mengetahui faktor-faktor pendorong eksistensi para pemilik konveksi.
-
2. Untuk memahami mekanisme industri rumah tangga konveksi pakaian anak.
-
2. Untuk mengetahui implikasi usaha industri rumah tangga konveksi pakaian anak terhadap Masyarakat Kampung Pulo.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, kepustakaan, dokumentasi dan menggunakan instrumen penelitian. Informan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan sejumlah kriteria sebagai berikut: a) pemilik konveksi yang telah menjalankan usahanya lebih dari 20 tahun, b) memiliki pendapatan 3-5 juta rupiah dalam 1 minggu, c) memiliki tenaga kerja 5-10 orang dalam 1 unit usaha.
Seiring perkembangan jaman maka jumlah penduduk semakin meningkat yang berimplikasi semakin menyempitnya luas lahan yang dimiliki oleh masyarakat. Kondisi ini disebabkan oleh pemilikan tanah yang pada umumnya didasarkan sebagian dari tanah keluarga. Peralihan mata pencaharian hidup mereka menjadi pemilik usaha konveksi, disebabkan oleh semakin meningkatnya kebutuhan hidup mereka namun tidak dapat diiringi oleh peningkatan pendapatan di sektor pertanian. Kondisi ini mendorong beberapa anggota keluarga melakukan inovasi di bidang mata pencaharian hidup dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga.
Industri konveksi merupakan industri rumah tangga yang awalnya didirikan oleh beberapa orang saja di antaranya Bapak H. Husain dan Bapak H. Abdul Rosyid sekitar tahun 1947-an. Melihat perkembangan pesat yang dialami oleh para pendiri konveksi seperti meningkatnya penghasilan pendapatan ekonomi dan banyaknya permintaan pasar, dapat memberikan antusias positif terhadap masyarakat dalam menanggapi adanya industri konveksi yang ada di Kampung Pulo Kalibata Kelurahan Kalibata Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan sehingga
memberikan motivasi kepada penduduk Kampung Pulo Kalibata untuk merintis usaha konveksi. Seiring berjalannya waktu perkembangan industri konveksi memperlihatkan kemajuan yang cukup baik, keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada sektor pertanian. Keuntungan tersebut telah memotivasi masyarakat Kampung Pulo Kalibata untuk beralih menjadi pekerja di industri konveksi ini. Bahkan ada juga yang membuka usaha konveksi sendiri, sehingga kian menambah peluang pekerjaan bagi masyarakatnya.
Pada awal berdiri tahun 1947, industri konveksi ini dikelola secara kekeluargaan oleh semua anggota keluarga dan perkembangannya belum terlalu luas, yang kemudian akhirnya menarik minat dari penduduk sekitar untuk menjadi tenaga kerja bahkan sampai ke luar daerah seperti Bogor, Bandung, dan Cianjur Jawa Barat. Kemunculan industri ini menjadi alternatif baru sebagai sumber pekerjaan bagi masyarakat setempat, karena pada umumnya pada saat itu perekonomian masyarakat Kampung Pulo Kalibata Kelurahan Kalibata Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan sangat tergantung pada sektor pertanian dan serabutan.
Masyarakat Kampung Pulo Kalibata Kelurahan Kalibata Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan merupakan masyarakat dengan Kultur Betawi. Dalam kebudayaan betawi terdapat istilah betah wilayah, yang artinya masyarakat asli Betawi lebih merasa nyaman menempati wilayah tanah kelahiranya. Oleh karena itu, jarang ditemukan orang asli Betawi yang pergi merantau untuk mencari nafkah. Sistem kekerabatan keluarga Masyarakat Betawi memiliki sikap saling menolong dan saling membutuhkan terhadap sanak saudara seperti kegiatan usaha konveksi yang penulis temukan para pemilik konveksi saling berkaitan erat dengan sanak saudara, salah satu contoh mempekerjakan sanak saudara sebagai karyawan yang sifatnya tidak menetap. Pengangguran di kalangan masyarakat Betawi tidak mendorong mereka menjadi pengemis karena sistem sosial kekeluargaan Betawi mengakomodasi anggota keluarga yang menganggur. Implementasi sistem extended family (keluarga luas) di lingkungan keluarga Betawi begitu luas dan nyata. Penganggur dibantu meskipun dengan perasaan tidak senang. Mereka ini umumnya mempunyai sikap fatalistic (pasrah) terkesan manja kerana ditopang oleh kerabat yang tinggal dekat dengannya. Akibatnya mereka tidak tahan “ngele” (susah) (Koentjaraningrat, 1981: 34).
Munculnya industri konveksi sebagai sektor yang cukup potensial karena telah dapat memberikan hasil tambahan baik segi ekonomi maupun sosial bagi masyarakat kampung Pulo Kalibata. Dalam konteks ini selain hubungan-hubungan tertentu yang bersifat pribadi maupun faktor struktural, pengetahuan, ketrampilan, keuletan, kerajinan serta kreativitas adalah sangat diperlukan. Kreaitivitas dari imajinasi pikiran muncul karena danya desakan dalam diri untuk melakukan perubahan menuju keadaan yang lebih sejahtera.
Proses produksi pembuatan satu model baju memerlukan waktu 1-2 minggu dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 10 (sepuluh) orang untuk satu kali berproduksi biasanya menghasilkan 90-100 lusin baju dengan memiliki 3 (tiga) ukuran yaitu 1-4, 5-8 dan, 9-12 dengan 4 (empat) warna yang berbeda dalam pemasaran dilakukan sendiri oleh pemilik konveksi. Dalam proses produksi konveksi terbagi ke dalam beberapa tahapan, sebagai berikut:
-
(1) Pencarian model, proses ini pemilik konveksi mencari model baju anak yang sedang menjadi ‘mode trend’ di kalangan anak.
-
(2) Pembuat pola, proses ini pemilik konveksi membuat pola dari bahan kertas karton kemudian memberikan potongan-potongan pola kepada pemotong kain.
-
(3) Pemotong kain, pada proses ini pekerja memotong kain sesuai dengan cetakan pola di atas kain yang sudah dijepit dengan penjepit kain.
-
(4) Penjahitan, pada tahap ini kain yang telah dipotong diserahkan kepada penjahit untuk dijahit sesuai dengan pola. Proses penjahitan, selain dilakukan di rumah produksi, pekerja juga dapat membawa pulang bahan jahitan untuk dikerjakan di rumahnya masing-masing. Jika pekerjaan menjahit telah selesai, maka hasil produksi berupa pakaian jadi diserahkan kembali kepada pemilik konveksi.
-
(5) Proses pngobrasan, pada tahap ini setelah penjahitan selesai maka proses pengobrasan dikerjakan oleh pekerja tetap bahkan jika pesanan banyak pemilik industri konveksi pun ikut turun tangan dalam melakukan proses pengobrasan.
-
(6) Pengepakan, pada tahap ini baju yang sudah jadi dilipat satu persatu mengikuti serian nomor ukuran kemudian dimasukkan dalam sebuah kantong plastik dengan jumlah 4 potong baju dengan ukuran S,M,L atau nomor 1-4, 5-8, 9-12 dan warna yang berbeda. Dalam proses pengepakan ini biasanya ada istilah disortir dimana sambil melipat dan merapikan baju para pengepak memisahkan baju yang kotor/noda dan jahitannya kurang bagus. Baju yang telah disortir siap dipasarkan sedangkan baju yang kurang bagus, diperbaiki terlebih dahulu untuk dapat dipasarkan.
Berkembangnya usaha konveksi utamanya disebabkan karena dua hal. Pertama, karena produk yang dihasilkan oleh industri konveksi memiliki karakter masing-masing. Kedua, bisnis konveksi memberi nilai kepuasan bagi para pemilik konveksi dan para tenaga kerja dalam bentuk penghasilan tetap. Seseorang bisa memulai sebuah bisnis konveksi dengan hanya bermodalkan dua atau tiga unit mesin jahit. Pada umumnya keuntungan dan upah yang diperoleh pemilik maupun pekerja digunakan untuk membeli bahan kebutuhan pokok, bahkan sisanya dapat digunakan untuk kebutuhan lainnya. Industri konveksi merupakan salah satu usaha yang cukup menjanjikan dengan keuntungan yang diperoleh jauh lebih besar dibanding sebagai petani. Dari penghasilan industri konveksi, para pemilik mulai dapat menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi bahkan sampai ke perguruan tinggi. Keuntungan yang diperoleh dari industri konveksi dapat meningkatkan taraf hidup pemilik dan keluarganya. Hal ini ditunjukkan dengan perubahan kualitas bangunan rumah tinggal mereka yang sebelumnya berupa bangunan semi permanen menjadi bangunan permanen. Selain rumah sebagian dari mereka juga telah berhasil membeli kendaraan roda dua, bahkan roda empat.
Berkembangnya industri konveksi di Kampung Pulo Kalibata Kelurahan Kalibata Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan menjadikan pemilik konveksi sebagai orang kaya baru di wilayahnya. Hal ini membawa implikasi berupa peningkatan status sosial seseorang mengingat di lingkungan masyarakat setempat, kekayaan merupakan salah satu indikator penting dalam menilai status sosial individu. Hal ini bisa dipahami sebagian kelompok masyarakat, bahwa kekayaan merupakan suatu
hal yang dihargai dan dianggap dapat menempatkan status sosial seseorang menjadi lebih tinggi.
Industri konveksi di Kampung Pulo Kalibata Kelurahan Kalibata Kecamatan Pancoran Jakarta Selatan juga membawa pengaruh terhadap perekonomian masyarakat sekitar. Dengan berkembangnya industri konveksi ini juga membawa dampak positif terhadap para pemilik usaha warung makan di sekitarnya. Hal ini disebabkan karena para pekerja usaha konveksi yang berasal dari luar cenderung memilih warung-warung makan terdekat untuk memenuhi kebutuhan makan mereka, seperti sarapan pagi dan makan siang.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan seperti dirumuskan sebagai berikut :
-
(1) Dalam kehidupan manusia selalu mengadakan bermacam-macam aktivitas. Salah satu aktivitas itu diwujudkan dalam gerakan-gerakan yang dinamakan kerja, pada masyarakat di Kampung Pulo Kalibata, khususnya yang mempunyai usaha industri konveksi pakaian anak.
-
(2) Meningkatnya kebutuhan hidup masyarakat Kampung Pulo Kalibata dan tidak dibarenginya pendapatan penghasilan ekonomi keluarga yang mengandalkan sektor pertanian yang tidak pasti, masyarakat memilih untuk melakukan peralihan mata pencaharian menjadi pemilik usaha konveksi dengan penghasilan yang lebih menguntungkan.
-
(3) Dalam kaitannya dengan proses produksi industri rumah tangga Konveksi Kampung Pulo Kalibata mengandalkan kreativitas yang muncul dalam imajinasi pikiran untuk menuju keadaan yang lebih sejahtera.
-
(4) Industri rumah tangga konveksi yang ditekuni oleh masyarakat Kampung Pulo Kalibata secara turun-temurun telah mampu menciptakan lapangan keja bagi masyarakat setempat juga bertambahnya penghasilan keluarga dan dapat terpenuhinya kebutuhan keluarga.
Daftar Pustaka
Koentjaraningrat. 1981. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat.
Malcolm, Bernard. 1996. Fashion sebagai Komunikasi:Cara Mengkomunikasikan Identitas Sosial, Seksual, Kelas, dan Gender. Yogyakarta: Jalasutra.
Suwena, I. Wayan. 1990. “Industri Pakaian Jadi, Arti dan Peranannya Terhadap Kedudukan Wanita di Desa Marga Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan. Skripsi, Fakultas Sastra Universitas Udayana, Bali.
Swastina, I. Wayan. 1990. “Industri Rumah Tangga Tikar Mendong di Desa Lenek Kecamatan Aikmel Lombok Timur. Skripsi, Fakultas Sastra Universitas Udayana, Bali.
Yasa, Murjana. 2009. “Konsep, Metodologi dan Implementasi (Sebuah Pemikiran Awal)”, Artikel Ekonomi Kreatif, 1, 2.
Discussion and feedback