ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

Submitted Date: July 12, 2022

Accepted Date: May 3, 2023


Editor-Reviewer Article : A.A. Pt. Putra Wibawa & I Made Mudita

ANALISIS PENDAPATAN PETERNAKAN ITIK BALI DENGAN PEMBERIAN JUS DAUN INDIGOFERA (Indigofera zollingeriana)

Putra, V. E., B.R.T. Putri, dan G. Suarta

PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar, Bali e-mail: [email protected], Telp : 081337403408

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapatan usaha peternakan Itik Bali dengan pemberian jus daun indigofera (indigofera zollingeriana). Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan di Farm Sesetan Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar. Rancangan yang digunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 5 ulangan dengan jumlah itik bali yang digunakan 120 ekor. Perlakuan yang diberikan yaitu air minum tanpa jus daun indigofera yang dijadikan sebagai kontrol (A), air minum yang diberi jus daun indigofera sebanyak 2% (B), air minum yang diberijus daun indigofera sebanyak 4% (C) air minum yang diberijus daun indigofera sebanyak 6% (D). Variabel yang diamati meliputi analisis pendapatan dilihat berdasarkan biaya, penerimaan, pendapatan, R/C ratio dan BEP. Hasil analisis pendapatan menunjukkan itik dengan pemberian jus daun indigofera sebanyak 4% memberikan hasil yang paling baik dengan pendapatan sebesar Rp 406.561,-/periode dengan nilai R/C ratio 1,225. BEP unit produksi sebanyak 36,059 kg itik hidup, BEP harga jual itik per kg Rp 40.799,-/kg bobot hidup, dan BEP penerimaan sebesar Rp 1,802.950,-/periode. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa peternakan itik bali dengan pemberian jus daun indigofera (Indigofera zollingeriana) dapat meningkatkan pendapatan peternak.

Kata Kunci: Analisis Pendapatan, Itik dan Jus Daun Indigofera.

INCOME ANALYSIS OF BALI DUCK FARMING WITH INDIGOFERA LEAF JUICE (Indigofera zollingeriana)

ABSTRACT

This study aims to determine the income of Bali Duck farming by giving indigofera leaf juice (Indigofera zollingeriana). This research was conducted for two months at Sesetan Farm, Faculty of Animal Science, Udayana University, Denpasar. The design used was a completely randomized design (CRD) consisting of 4 treatments and 5 replications with 120 bali ducks used. The treatments were drinking water without indigofera leaf juice which was used as a control (A), drinking water given indigofera leaf juice as much as 2% (B), drinking


water given indigofera leaf juice as much as 4% (C) drinking water given juice indigofera leaves as much as 6% (D). The observed variables include income analysis based on costs, revenues, income, R/C ratio and BEP. The results of the income analysis showed that ducks with 4% indigofera leaf juice gave the best results with an income of Rp 406,561,-/period with an R/C ratio of 1.225. BEP of production units is 36,059 kg live ducks, BEP selling price of ducks per kg is Rp 40,799,-/kg live weight, and BEP for revenue is Rp 1,802,950/period. Based on the results of the study, it can be concluded that Bali duck farming by giving indigofera leaf juice (Indigofera zollingeriana) can increase the income of farmers.

Keywords: Income analysis, duck and indigofera leaf juice

PENDAHULUAN

Ternak itik mempunyai peran yang penting dalam mendukung ketersediaan protein hewani yang bermutu dan murah serta mudah didapat. Ternak itik di Indonesia merupakan komoditas dari peternakan yang mempunyai nilai ekonomis dan potensi yang cukup tinggi, baik sebagai sumber protein hewani maupun sebagai sumber tambahan dalam menunjang kehidupan keluarga (Rasyaf, 2000). Menurut Solihat (2003), ternak itik di Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan dan diharapkan sebagai penyedia pangan sumber protein hewani, selain itu itik juga memiliki efisiensi dalam mencerna pakan dan juga sebagai penghasil daging.

Populasi itik di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Populasi itik pada tahun 2018 tercatat 50.527.567 ekor dan tahun 2019 meningkat 2,82% menjadi 51.950.253 ekor pada tahun 2019 (Direktorat Jenderal dan Kesehatan Hewan 2019). Sedangkan populasi itik di Bali pada tahun 2021 tercatat 727.00 ekor (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali, 2021). Itik merupakan bangsa Indian Runner, terdapat tiga jenis di indonesia yang cukup banyak dikenal, yaitu: Itik Bali, Itik Tegal dan Itik Albino (Srigandono, 1986). Bangsa itik Indian Runner merupakan standar dari itik asli dari Indonesia (Samosir, 1993). Bangsa Itik Bali merupakan itik yang berasal dari Provinsi Bali, yang merupakan unggas liar yang kemudian oleh petani dijinakkan dan dipelihara untuk diambil telurnya dan dagingnya. Itik Bali memiliki ciri yang khusus yaitu di bagian kepala Itik Bali terdapat jambul dan sering digunakan dalam upacara adat agama Hindu. Itik Bali juga sering dijuluki “Itik Pinguin” (Marhijanto, 1996).

Biaya untuk pakan ternak sangat mempengaruhi pendapatan yang akan diperoleh oleh peternak, karena pakan merupakan faktor yang menentukan produksi itik yang akan dihasilkan. Hal tersebut sejalan dengan temuan Mangisah (2009), menyatakan bahwa

semakin banyak jumlah ternak yang dipelihara maka semakin banyak pula biaya yang akan dikeluarkan, terkhusus untuk pakan yang merupakan biaya terbesar yaitu sebesar 60-80% dari total biaya yang dikeluarkan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Hardini (2010), dalam usaha peternakan unggas biaya pakan merupakan komponen terbesar, yaitu berkisar sekitar 60-70% dari total biaya produksi.

Tanaman Indigofera (Indigofera zollingeriana) merupakan salah satu jenis tanaman leguminosa yang pertumbuhannya cukup cepat, pada umur 4 minggu dapat mencapai ketinggian rata-rata hingga 40 - 50 cm dan juga sudah memiliki cabang dengan panjang 15 -20 cm dan juga sudah mempunyai banyak daun (Arniaty et al., 2015). Menurut Sirait et al., (2009) setelah tua tanaman Indigofera memilki panjang rata-rata 4,18 meter dan lebar daun 2,49 cm, berbentuk oval memanjang dengan jumlah daun di setiap cabang antara 11-12 helai. Pada bagian bawah dan tengah tanaman berwarna hijau keabuan, sedangkan bagian atas berwarna hijau muda. Indigofera zollingeriana memiliki keunggulan yang tahan terhadap kekeringan, sehingga dapat ditanam dan dikembangkan di wilayah dengan iklim kering untuk membantu mengatasi terbatasnya ketersediaan hijauan terutama selama musim kemarau (Simatupang, 2013). Palupi et al., (2015) menyatakan bahwa keunggulan lain tanaman ini adalah kandungan taninnya yang rendah yaitu 0,29%. Rendahnya kandungan tannin ini, juga berdampak positif terhadap palatabilitasnya yang disukai oleh ternak dan aman dikonsumsi oleh ternak unggas. Akbarillah (2010), menyatakan bahwa Indigofera memiliki kandungan protein kasar (PK) yang tinggi yaitu sebesar 27,89%, lemak kasar atau ekstrak eter (EE) sebesar 3,70%, dan serat kasar (SK) sebesar 14,96%. Konsumsi ransum sendiri dipengaruhi oleh serat kasar. Rasyaf (2001), menyebutkan tingginya serat kasar merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan proses kecernaan terhambat pada ternak dan dapat menurunkan konsumsi pakan. Ketika kandungan protein tinggi (19,2%) dan diiringi kandungan serat yang tinggi (21,85%) dicampurkan dalam ransum itik akan berdampak dan mempengaruhi secara nyata terhadap bobot hidup, harapannya agar dapat memaksimalkan pertambahan bobot badan, maka akan terjadi penurunan konsumsi yang berdampak juga terhadap penurunan FCR. Hal itu dikarenakan itik masih mampu mencerna ransum dengan baik, sehingga tidak mempengaruhi kecernaan ransum dalam saluran pencernaan itik dan hasil bobotnya masih tetap sama (M. Fadhlurrahman et al., 2019). Hal ini sesuai dengan Standard Nasional Indonesia tentang itik (2006), bahwa toleransi serat kasar untuk itik adalah sebesar 7 - 10%.

Produktivitas tanaman Indigofera zollingeriana mencapai 30 ton bahan kering per hektar per tahun (Tarigan et al., 2010).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang analisis pendapatan peternakan Itik Bali yang diberi jus daun Indigofera. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi mengenai level pemberian jus daun indigofera yang paling efisien bagi peternakan itik untuk dapat meningkatkan pendapatan peternak.

MATERI DAN METODE

Itik

Itik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Itik Bali jantan umur 2 minggu dengan bobot badan yang homogen sebanyak 120 ekor Itik Bali jantan yang dibeli dari peternak itik lokal di Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali.

Kandang dan perlengkapan

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang dengan sistem battery coloni yang terbuat dari kayu, bambu dan kawat jaring sebanyak 20 petak. Setiap petak memiliki ukuran kandang panjang x lebar x tinggi, yaitu 80 cm x 65 cm x 50 cm dengan tinggi kolong dari lantai yaitu 50 cm. Ukuran bangunan kandang yaitu 9,70 m x 8,85 m dengan atap genteng dan lantai dari semen. Tiap petak kandang sudah dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum yang terbuat dari pipa paralon dan di bagian bawah tempat pakan di letakkan terpal untuk menampung ransum dan air yang jatuh.

Ransum dan air minum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum yang tersusun oleh tepung jagung, ransum ayam broiler 511 dan dedak padi. Ransum disusun berdasarkan SNI 8507 : 2018 dengan isokalori (EM : 2.900 kkal/kg) dengan isoprotein (CP : 18%). Air minum diberikan secara ad libitum. Jus daun Indigofera diberikan sesuai dengan perlakuan. Pemberian dan pengukuran konsumsi air minum itik dilakukan setiap hari. Komposisi ransum dan kandungan nutriennya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Bahan Penyusun Ransum

Komposisi Pakan (%)

A

Perlakuan

B

C

D

1)

Tepung Jagung

30

30

30

30

2)

Ransum Itik 511 B

50

50

50

50

3)

Dedak Padi

20

20

20

20

Total

100

100

100

100

Pemberian jus daun Indigofera (%)

-

2

4

6

Keterangan:

A: Air minum tanpa jus air daun Indigofera sebagai kontrol.

B: Air minum yang diberi jus air daun Indigofera 2% (2% dalam 1 liter air)

C: Air minum yang diberi jus air daun Indigofera 4% (4% dalam 1 liter air)

D: Air minum yang diberi jus air daun Indigofera 6% (6% dalam 1 liter air)

Tabel 2. Komposisi Nutrien dalam Ransum Itik Lokal Umur 2 – 8 Minggu

Komposisi Kimia

Perlakuan(1)

Standar(2)

SNI 8508-2018

A

B

C

D

Energi Metabolis (Kkal/kg)

2951

2951

2951

2951

2900

Protein Kasar (%)

16,74

16,74

16,74

16,74

15 – 18

Lemak Kasar (%)

7,2

7,2

7,2

7,2

-

Serat Kasar (%)

4,3

4,3

4,3

4,3

5,0

Calsium (%)

0,47

0,47

0,47

0,47

0,60 – 1,20

Fosfor Tersedia (%)

0,35

0,35

0,35

0,35

0,6

Lysine (%)

0,19

0,19

0,19

0,19

1,00

Metionin (%)

0,11

0,11

0,11

0,11

0,37

Keterangan:

1) A: Air minum tanpa jus air daun Indigofera sebagai kontrol.

B: Air minum yang diberi jus air daun Indigofera 2% (2% dalam 1 liter air)

C: Air minum yang diberi jus air daun Indigofera 4% (4% dalam 1 liter air)

D: Air minum yang diberi jus air daun Indigofera 6% (6% dalam 1 literair)

2)SNI-8508-2018 Pakan Itik Pedaging Penggemukan.

Jus daun indigofera

Daun Indigofera yang akan digunakan adalah daun Indigofera yang masih muda yang

berwarna hijau muda, dengan perbandingan 1 kg daun Indigofera dengan 1 liter air,

kemudian dihaluskan menggunakan blender sampai menjadi tepung lalu disaring setelah itu disimpan untuk penggunaan pemberian air minum selanjutnya.

Peralatan

Peralatan digunakan dilapangan antara lain : (1) Timbangan elektrik, untuk menimbang bobot badan itik, (2) Timbangan duduk, untuk menimbang ransum, (3) Gelas ukur, untuk mengukur volume air minum dan blender, (4) Botol, tempat penyimpanan air minum sementara, (5) Blender, untuk menghaluskan daun indigofera.

Tempat dan lama penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Farm Fakultas Peternakan Universitas Udayana, jalan raya Sesetan, Denpasar. Penelitian ini berlangsung kurang lebih selama 2 bulan.

Rancangan penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat macam perlakuan dan lima kali pengulangan. Masing-masing perlakuan dan pengulangan di setiap petaknya menggunakan enam ekor itik jantan yang berumur 2 (dua) minggu yang sebelumya telah dipelihara dari umur 0 minggu, dengan berat badan homogen. Sehingga di dapat 20 petak unit percobaan masing-masing unit percobaan diisi 6 ekor itik. Jadi jumlah itik yang akan di gunakan dalam penelitian ini adalah 120 ekor. Keempat perlakuan tersebut adalah:

A     : Air minum tanpa jus air daun Indigofera sebagai kontrol.

B     : Air minum dengan 2% jus air daun Indigofera dalam 1 liter air minum.

C     : Air minum dengan 4% jus air daun Indigofera dalam 1 liter air minum.

D     : Air minum dengan 6% jus air daun Indigofera dalam 1 liter air minum.

Jenis dan sumber data

Jenis data

Penelitian ini menggunakan 2 jenis data yaitu data kuantitatif dan kualitatif, adapun pemaparanya adalah sebagai berikut :

  • A) Data Kuantitatif meliputi :

  • a.    Pembelian bibit danpakan

  • b.    Penjualan itik (Rp/ekor)

  • c.    Jumlah populasi ternak yang dipelihara sebanyak 120 ekor.

  • d.    Koefisien teknis produksi, seperti bobot awal, jumlah ternak, jumlah pemberian pakan, pertambahan bobot badan, bobot badan saat dijual, dan lama pemeliharaan.

  • e.    Penerimaan adalah jumlah uang yang diperlukan dari seluruh ternak itik yang dipelihara. B) Data Kualitatif meliputi : (1) Sumber pakan, (2) Metode pemberian pakan, (3) Model kandang, (4) Bahan kandang dan (5) Manajemen pemeliharaan.

Sumber data

Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder adalah data yang di dapat dari literatur dan jurnal sedangkan data primer adalah data yang di dapat saat melakukan penelitian di lokasi pemeliharaan itik.

Definisi operasional penelitian

Penjelasan atau keterangan terhadap substansi pada penelitian ini yang bertujuan untuk menghindari kesalahan dalam pemaknaan pada istilah-istilah yang digunakan pada penelitian atau lebih dikenal dengan nama definisi operasional.

Variabel penelitian

Adapun variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah pendapatan dari peternakan itik bali yang di beri jus daun indigofera. Variabel, indikator dan parameter pendapatan dari peternakan itik bali dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3. Variabel, indikator dan parameter pendapatan peternakan itik bali yang

diberi jus daun indigofera.

Variabel

Indikator

Parameter

Biaya

1.

Biaya Investasi

Adalah biaya bangunan kandang dan

Pendapatan

  • 2.    Biaya tetap

  • 3.    Biaya variabel

1. Penerimaan

peralatan kandang (Rp)

Biaya   penyusutan   kandang   dan

peralatan (Rp)

Biaya tenaga kerja (Rp)

Biaya listrik dan Air (Rp)

Pembelian itik (Rp)

Pembelian pakan (Rp)

Pembelian Indigofera (Rp)

Pembelian obat-obatan (Rp)

Penjualan itik (Rp)

Peternakan

  • 2.    Pendapatan

  • 3.    Revenue   dan

Ratio (R/C Ratio)

Adalah    selisih    antara    total

penerimaan dengan total biaya.

Cost Adalah perbandingan antara total revenue dengan total cost

R/C > 1 berarti peternakan itik bali sudah menguntungkan atau layak dijalankan R/C = 1 berarti peternakan itik bali yang dijalankan dalam kondisi titik impas/Break Event Point (BEP).

R/C ratio< 1 peternakan itik bali tidak menguntungkan dan tidak layak untuk dijalankan.

  • 4.Break Even Point (BEP) BEP Unit (kg)

BEPHarga (Rp/kg) BEP Penerimaan (Rp)

Analisis data

Dalam menganalisis untuk mendapatan seberapa besar pendapatan peternakan itik bali dalam penelitian ini dianalisis menggunakan metode analisis sederhana dimulai dengan analisis biaya meliputi biaya investasi, biaya tetap dan biaya variabel, kemudian dilanjutkan dengan menganalisis penerimaan, R/C ratio, dan Break Even Point (BEP).

  • 1.    Biaya Investasi merupakan biaya yang dikeluarkan diawal yang digunakan untuk membeli barang-barang modal atau barang yang penggunaanya lebih dari satu periode produksi (Ibrahim, 2003).

  • 2.    Biaya variabel merupakan biaya yang tidak tetap atau dapat berubah sewaktu-waktu yang disebabkan karena perubahan jumlah pemeliharaan. Karena apabila jumlah peternakan bertambah maka jumlah variabel yang dihasilkan juga akan bertambah.

  • 3.    Biaya tetap merupakan biaya yang bersifat konstan atau tidak berubahubah dan juga tidak dipengaruhi oleh jumlah pemeliharaan

  • 4.    Biaya total merupakan jumlah dari total keseluruhan biaya yang dikeluarkan

TC = TFC + TVC

Keterangan :

TC = Total Cost(Rp)

TFC =Total Fixed Cost(Rp)

TVC = Total Variable Cost(Rp)

  • 5.    Analisis Penerimaan (revenue)

Penerimaan merupakan hasil yang diterima dari suatu peternakan. Rumus yang digunakan sebagai berikut:

TR = Ri

Keterangan:

TR : Total penerimaan

Ri : Penjualan itik

  • 6.    Analisis Pendapatan

Pendapatan usaha penggemukan itik bali dianalisis berdasarkan rumus sebagai berikut (Soekartawi, 2006):

h = τ∕? - τc

Keterangan

H: Pendapatan peternakan (Rp)

TR : Total Revenue(Rp)

TC : Total Cost(Rp)

  • 7.    Analisis Revenue dan Cost Ratio (R/C rasio)

R/C rasio merupakan metode analisis untuk mengukur kelayakan suatu usaha dengan menggunakan rasio total penerimaan dan total biaya.

TR

R / C RatiO = --

TC

Keterangan:

TR : Total Revenue(Rp)

TC : Total Cost(Rp)

  • 8.    Analisis Break Even Point(BEP)

Penelitian ini sendiri menggunakan tiga analisis BEP adalah antara lain yaitu:

  • a. BEP Unit

Rumus yang digunakan untuk menentukan BEP unit sebagai berikut:

TFC

BEP Q =

Pi-VCi

Keterangan:

BEP : Total BEP unit

TFC : Rata rata Fixed Cost atau biaya tetap (Rp)

Pi : Harga itik(Rp/kg)

VCi : Biaya variabel unit (kg)

b. BEP Harga

Rumus yang digunakan untuk menentukan BEP harga sebagaiberikut:

TC

BEP (Harga ) =

Qi

Keterangan:

TC : Total Cost atau total biaya (Rp)

Qi : Jumlah itik yang diproduksi (kg)

  • c. BEP Penerimaan

Rumus yang digunakan untuk menentukan BEP penerimaan sebagai berikut:

BEP Penerimaan = BEP Qi.Pi

Keterangan:

Pi : Harga itik (Rp/kg)

BEP Qi : Jumlah itik saat BEP (ekor)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Biaya investasi

Dalam penelitian peternakan itik dengan pemberian jus daun indigofera ini biaya investasi yang dikeluarkan adalah biaya investasi kandang, peralatan kandang dan sewa lahan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa biaya investasi yang dibutuhkan dalam penelitian peternakan itik bali dengan pemberian jus daun indigofera ini untuk jumlah itik yang dipelihara yaitu sebanyak 120 ekor adalah sebesar Rp.10.650.000,- (Tabel 4).

Biaya merupakan biaya awal yang digunakan untuk membeli barang-barang modal atau barang yang digunakan lebih dari satu periode produksi diantaranya adalah investasi kendang dan peralatan kendang yang selanjutnya diperhitungkan sebagai biaya penyusutan dengan metode garis lurus (Ibrahim, 2003). Biaya investasi yang dikeluarkan untuk 120 ekor Itik Bali sebesar Rp 10.650.000,-.

Tabel 4. Biaya investasi analisis pendapatan peternakan per periode produksi.

Biaya Investasi

Perlakuan

A

B

C

D

Komponen Biaya

Sewa Lahan

1.500.000

1.500.000

1.500.000

1.500.000

Kandang

500.000

500.000

500.000

500.000

Peralatan Kandang

662.500

662.500

662.500

662.500

Total Biaya Investasi

2.662.500

2.662.500

2.662.500

2.662.000

Keterangan:

A.  Air minum tanpa jus air daun Indigofera sebagai kontrol.

B.  Air minum dengan 2% jus air daun Indigofera dalam 1 liter air minum.

C.  Air minum dengan 4% jus air daun Indigofera dalam 1 liter air minum.

D.  Air minum dengan 6% jus air daun Indigofera dalam 1 liter air minum.

Biaya operasional

Pada penelitian ini biaya operasional terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya operasional yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Biaya operasional terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Hasil penelitian ini menunjukan perlukan kontrol (A) memiliki total biaya operasional paling rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Total biaya operasional secara berurutan dari yang terendah ketinggi adalah sebagai berikut perlakuan (C), perlakuan (B), dan perlakuan (D). Hal ini disebabkan karena perbedaan konsumsi pakan dan konsumsi jus daun indigofera pada setiap perlakuan (Tabel 4). Dalam usaha ternak unggas biaya pakan

merupakan komponen biaya terbesar, yaitu berkisar antara 60-70% dari total biaya produksi (Hardini, 2010). Dalam biaya variabel memiliki biaya pengeluaran yang berbeda dilihat pada (Tabel 3.2). Selain karena ransum merupakan biaya terbesar yang dikeluarkan dalam biaya variabel sehingga perbedaan jumlah konsumsi ransum ini mengakibatkan perbedaan pada biaya variabel yang dikeluarkan penggunaan indogofera dalam air minum itik dalam penelitian ini juga mempengaruhi biaya variabel yang dikeluarkan.

Tabel 5. Biaya operasional analisis pendapatan peternakan per periode produksi.

Komponen Biaya (Rp)

Perlakuan

A

B

C

D

1. Biaya Variabel

Bibit

180.000

180.000

180.000

180.000

Pakan

1.000.001

980.375

1.008.167

1.012.796

Indigofera

-

101.538

202,958

305.226

Obat

7.000

7.000

7.000

7.000

Total Biaya Variabel

1.187.001

1.268.913

1.195.167

1.505.022

2. Biaya Tetap

Penyusutan Lahan

250.000

250.000

250.000

250.000

Penyusutan Kandang

10.000

10.000

10.000

10.000

Peralatan Kandang

24.772

24.772

24.772

24.772

Tenaga Kerja

300.000

300.000

300.000

300.000

Listrik

23.000

23.000

23.000

23.000

Total Biaya Tetap

607.772

607.772

607.772

607.772

Total Biaya

1.794.773

1.876.685

1.802.939

2.112.794

Keterangan:

A       : air minum tanpa jus air daun indigofera sebagai kontrol.

B       : air minum dengan 2% jus air daun indigofera dalam 1 liter air minum.

C       : air minum dengan 4% jus air daun indigofera dalam 1 liter air minum.

D       : air minum dengan 6% jus air daun indigofera dalam 1 liter air minum.

Penerimaan

Penerimaan (revenue) merupakan jumlah nilai uang (rupiah) yang diperhitungkan dari seluruh jumlah produk yang terjual selama produksi. Penerimaan tersebut berasal dari penjualan itik. Harga itik dalam penelitian inisebesar Rp 50.000,-/kg bobot hidup. Harga ini didapat dari hasil survei pasar tradisional dan peternakan itik di Bali.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemberian jus daun indigofera (Indigofera zollingeriana) jika ditinjau dari segi finansial, pemberian jus daun indigofera ini efisien

karena dapat di lihat dari rata-rata bobot badan itik semakin besar persentase pemberian jus daun indigofera semakin meningkat juga rata-rata bobot badan dan penerimaan peternakan akan tetapi perlakuan ( C ) merupakan perlakuan yang paling efisien dibandingkan dengan perlakuan lainnya, dimana setiap satu rupiah yang dikeluarkan memberikan pendapatan sebesar Rp 1,225,-, lebih besar dibandingkan dengan perlakuan (B) (Rp 1,183,-), perlakuan (A) (Rp 1,179,-), dan perlakuan (D) (Rp 1,103,-). ( Grafik 3.1 ) Rataan Bobot Badan Akhir Itik Bali

Penerimaan peternakan berasal dari penjualan itik. Hasil penelitian ini menunjukan penerimaan paling besar adalah perlakuan (D) sebesar Rp 2.329.500,-. Dengan selisih lebih besar Rp 109.500,-terhadap perlakuan (B); Rp120.000 terhadap perlakuan (C); Rp 213.000,-terhadap kontrol (A). Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pada bobot badan akhir itik yang berdampak pada perbedaan harga jual itik per kg. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar (2009), menyatakan bahwa penerimaan merupakan hasil perkalian dari produksi total dengan harga per satuan.

Tabel 6. Penerimaan, Pendapatan dan R/C rasio pada analisis pendapatan peternakan

per periode produksi.

Variabel

Perlakuan

A

B

C

D

Penerimaan (Rp)

2.116.500

2.220.000

2.209.500

2.329.500

Total Biaya (Rp)

1.794.773

1.876.685

1.802.939

2.112.794

Pendapatan (Rp)

321.727

343.315

406.561

216.706

R/C Ratio

1,179

1,183

1,225

1,103

Keterangan:

A       : air minum tanpa jus air daun indigofera sebagai kontrol.

B : air minum dengan 2% jus air daun indigofera dalam 1 liter air minum.

C : air minum dengan 4% jus air daun indigofera dalam 1 liter air minum.

D : air minum dengan 6% jus air daun indigofera dalam 1 liter air minum.

Hasil dari penelitian ini menunjukan penerimaan paling besar adalah perlakuan (D) sebesar Rp 2.329.500,-. Dengan selisih lebih besar Rp 109.500,-terhadap perlakuan (B); Rp120.000 terhadap perlakuan (C); Rp 213.000,-terhadap kontrol (A). Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pada bobot badan akhir itik.

Pendapatan

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pendapatan terbesar diperoleh perlakuan (C) Rp 406.561,- dengan persentase 20,87% dibandingkan dengan perlakuan kontrol (A), sedangkan pendapatan perlakuan (B) sebesar Rp 343.315,- dengan persentase 6,29% dibandingkan dengan perlakuan kontrol (A), sedangkan pendapatan pada perlakuan kontrol (A) sebesar Rp 321,727,- dengan persentase 32,64% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan (D).

Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya total. Hasil penelitian menunjukan bahwa pendapatan terbesar diperoleh perlakuan (C) Rp 406.561,- dengan persentase 20,87% dibandingkan dengan perlakuan kontrol (A), sedangkan pendapatan perlakuan (B) sebesar Rp 343.315,- dengan persentase 6,29% dibandingkan dengan perlakuan kontrol (A), sedangkan pendapatan pada perlakuan kontrol (A) sebesar Rp 321,727,- dengan persentase 32,64% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan (D) (Tabel 3.3). Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan biaya produksi yang dikeluarkan pada masing-masing perlakuan yang diakibatkan oleh perbedaan harga pakan serta perbedaan penerimaan yang disebabkan oleh perbedaan bobot badan itik.

Revenue dan cost ratio (R/C Ratio)

R/C ratio adalah nilai perbandingan antara total pendapatan dengan total biaya. Hasil penelitian pada (Tabel4.3) menunjukkan R/C pada kontrol (A) adalah 1,179, (B) 1,183, (C) 1,225, dan (D) 1,103. Dan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa R/C ratio > 1 pada keempat perlakuan. Dalam hal ini dapat dikatakan menguntungkan sehingga usaha ini layak untuk dijalankan.

Revenue dan cost rasio (R/C rasio) adalah rasio penerimaan terhadap total biaya produksi yang telah dikeluarkan. Tujuan melakukan analisis R/C rasio adalah untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu usaha untuk dijalankan. Nilai R/C rasio menunjukkan besaran penerimaan yang diperoleh setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan. Hasil penelitian ini menunjukan

ketiga perlakuan tersebut layak untuk diusahakan, ditunjukkan dengan nilai R/C rasio> 1. Ditunjukkan bahwa hasil penelitian pada (Tabel 3.3) menunjukkan R/C rasio pada kontrol (A) adalah 1,179, (B) 1,183, (C) 1,225, dan (D) 1,103. Dan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa R/C ratio > 1 pada keempat perlakuan. Dalam hal ini dapat dikatakan menguntungkan sehingga usaha ini layak untuk dijalankan. Perlakuan (C) paling efisien dibandingkan dengan perlakuan lainnya, dimana setiap satu rupiah yang dikeluarkan memberikan penerimaan sebesar Rp 1,225,-, lebih besar dibandingkan dengan perlakuan (B) (Rp 1,183,-), perlakuan (A) (Rp1,179,-), dan perlakuan (D) (Rp 1,103,-). Hal ini didukung oleh pernyataan Sukanata et al, (2017), R/C rasio merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur efisiensi pendapatan, semakin besar R/C rasio dari suatu usaha maka semakin efisien pencapaian pendapatan dari suatu usaha tersebut.

Break Event Point (BEP)

Titik impas atau Break Event Point (BEP) adalah keadaan dimana suatu usaha berada dalam keadaan impas antara jumlah penerimaan dengan biaya produksi. Soekartawi (2006), berpendapat bahwa BEP adalah suatu teknis analisis untuk memperlajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, dan keuntungan.

Tabel 7. Break Event Point (BEP) analisis pendapatan peternakan per periode produksi.

Variabel (BEP)

Perlakuan

A

B

C

D

BEP Unit (Kg)

35,895

37,533

36,059

42,256

BEP Harga (Rp/Kg)

42,399

42,267

40,799

45,348

BEP Penerimaan (Rp)

1.794.750

1.626.650

1.802.950

2.112.800

Keterangan:

A       : air minum tanpa jus air daun indigofera sebagai kontrol.

B       : air minum dengan 2% jus air daun indigofera dalam 1 liter air minum.

C       : air minum dengan 4% jus air daun indigofera dalam 1 liter air minum.

D      : Air minum dengan 6% jus air daun Indigofera dalam 1 liter air minum.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tiap perlakuan mencapai BEP Unit pada jumlah produksi sebanyak 35,895kg (A), 37,533kg(B), 36,059kg(C), dan 42,256kg (D). Nilai ini berarti tiap perlakuan akan berada dalam keadaan tidak untung dan tidak rugi atau mencapai titik impas jika itik yang dipelihara sebanyak 35,895kg (A), 37,533kg (B), 36,059kg (C), dan 42,256kg (D). Nilai BEP harga pada penelitian ini tiap perlakuan sebesar Rp 42,399,-/kg (A), Rp 42,267,-/kg (B), Rp 40,799,-/kg, dan Rp 45,348,-/kg. Nilai ini berarti tiap perlakuan akan

berada dalam keadaan tidak untung dan tidak rugi atau mencapai titik impas jika itik dijual sebesar Rp 42,399,-/kg (A), Rp 42,267,-/kg (B), Rp 40,799,-/kg, dan Rp 45,348,-/kg. BEP penerimaan pada penelitian ini tiap perlakuan sebesar Rp1.794.750,- (A), Rp 1.626.650,- (B), Rp 1.802.950,-(C), dan Rp 2.112.800,-. Nilai ini berarti tiap perlakuan akan berada dalam keadaan tidak untung dan tidak rugi atau mencapai titik impas jika penerimaan yang diterima sebesar Rp1.794.750,- (A), Rp 1.626.650,- (B), Rp 1.802.950,-(C), dan Rp 2.112.800,-.

BEP unit adalah jumlah produksi (unit) yang membuat suatu peternakan berada pada kondisi tidak untung dan tidak rugi (impas). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi BEP pada setiap perlakuan tercapai pada jumlah produksi sebanyak 35,895kg (A), 37,533kg (B), 36,059kg (C), dan 42,256kg (D). Nilai ini berarti tiap perlakuan akan berada dalam keadaan tidak untung dan tidak rugi atau mencapai titik impas jika itik yang dipelihara sebanyak 35,895kg (A), 37,533kg (B), 36,059kg (C), dan 42,256kg (D). Dari perbandingan data tersebut, perlakuan (A) menunjukan BEP unit dengan jumlah paling rendah yaitu 35,895kg, kemudian dengan perlakuan (C) yaitu 36,059kg, dilanjutkan dengan perlakuan (B) yaitu 37,533kg, dan perlakuan (D) merupakan BEP unit dengan jumlah tertinggi yaitu 42,256kg. Wyandhana et al., (2019) menyatakan bahwa semakin kecil nilai BEP maka semakin sedikit pula itik yang harus diproduksi untuk mencapai titik impas.

BEP harga adalah tingkat atau besarnya harga per unit suatu produk yang membuat suatu peternakan berada pada kondisi tidak untung dan tidak rugi (impas). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi BEP pada setiap perlakuan pada harga sebesar Rp 42,399,-/kg (A), Rp 42,267,-/kg (B), Rp 40,799,-/kg (C), dan perlakuan (D) Rp 45,348,-/kg. Pada nilai ini berarti setiap perlakuan akan berada dalam keadaan tidak untung dan tidak rugi atau mencapai titik impas jika itik dijual sebesar Rp 42,399,-/kg (A), Rp 42,267,-/kg (B), Rp 40,799,-/kg (C), dan perlakuan (D) Rp 45,348,-/kg.Dari perbandingan data tersebut,perlakuan (C) menunjukan BEP dengan harga jual paling rendah yaitu sebesar Rp 40,799,-/kg, dilanjutkan oleh perlakuan (B) sebesar Rp 42,267,-/kg, kemudian perlakuan (A) sebesar 42,399,-/kg, dan perlakuan (D) sebesar Rp 45,348,- yang merupakan BEP tertinggi.

BEP penerimaan adalah jumlah uang (rupiah) yang diperoleh dari penjualan produksi yang membuat suatu peternakan berada pada titik impas (tidak untung dan tidak rugi). Hasil dari penelitian BEP penerimaan tiap perlakuan yaitu sebesar Rp1.794.750,- (A), Rp 1.626.650,- (B), Rp 1.802.950,-(C), dan Rp 2.112.800,-. Maka nilai ini berarti tiap perlakuan akan berada dalam keadaan tidak untung dan tidak rugi jika penerimaan yang diterima sebesar

Rp1.794.750,- (A), Rp 1.626.650,- (B), Rp 1.802.950,-(C), dan perlakuan (D) Rp 2.112.800,-. Dari perbandingan data tersebut, perlakuan(B) menunjukan BEP harga yang paling rendah yaitu sebesar Rp 1.626.650,-, kemudian perlakuan (A) sebesar Rp 1.794.750,- dilanjutkan oleh perlakuan (C) Rp 1.802.950,- dan perlakuan (D) menerima Rp 2.112.800,- yang mendapat nilai BEP penerimaan tertinggi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian diatas, simpulan yang didapatkan sebagai berikut:

  • 1.    Pemberian air minum dengan 4% jus air daun Indigofera (Indigofera zollingeriana) dalam 1 liter air minum pada Itik Bali memberikan pendapatan tertinggi dibandingkan dengan ketiga perlakuan lainya, dengan R/C rasio sebesar 1,225.

  • 2.    BEP peternakan Itik Bali dengan pemberian jus daun indigofera (Indigofera zollingeriana) tercapai apabila jumlah produksi sebanyak 35,895kg (A), 37,533kg (B), 36,059kg (C), dan 42,256kg (D).

  • 3.    Peternakan itik bali dengan pemberian jus daun indigofera (Indigofera zollingeriana) akan mencapai BEP apabila harga jual sebesar Rp 42,399,-/kg (A), Rp 42,267,-/kg (B), Rp 40,799,-/kg (C), dan perlakuan (D) Rp 45,348,-/kg.

  • 4.    Level pemberian jus daun indigofera (Indigofera zollingeriana) yang paling efisien bagi peternakan adalah dengan pemberian air minum dengan 4% jus air daun indigofera dalam 1 liter air minum, baik dilihat dari segi finansial dan juga performanya.

Saran

Dari hasil penelitian ini, dapat disarankan kepada peternak dalam meningkatkan pendapatan peternakan itik bali dapat dilakukan dengan pemberian air minum dengan 4% jus air daun indigofera (Indigofera zollingeriana) dalam 1 liter air minum.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng., IPU., Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS., IPU. dan Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt, MP., IPM., ASEAN Eng. atas fasilitas pendidikan

dan pelayanan administrasi kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standar Nasional. 2008. Kumpulan SNI Bidang Pakan. Direktorat Budidaya  Ternak

Non Ruminansia, Direktorat Jendral Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali. 2021. Data BPS Populasi Itik Bali. (https://bali.bps.go.id/indicator/24/206/1/produksi-daging-unggas-provinsi-bali-menurut-kabupaten-kota.html.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan [DPKH] Kementerian Pertanian RI 2018     Statistik     Peternakan     Dan     Kesehatan     Hewan     Jakarta

(https://ditjenpkh.pertanian.go.id) .

Hardini. 2010. The nutrientevaluationoffermentedricebran as poltryfeed. International JournalofPoultryScience. No. 9 Vol. 2: 152-154.

Ibrahim, H. M. Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis (Edisi Revisi). Rineka Cipta, Jakarta.

Jusman. 2019. Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik dari Pakan Campuran Rumput Gajah Mini dan Indigoferazollingerianayang Dipangkas Pada Umur Berbeda Pada Ternak Kambing Kacang. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.

M. Fadhlurrahman, P., Nova, K., Septinova, D., dan Riyanti. 2019. Pengaruh pemberian indigofera dalam ransum terhadap bobot hidup, giblet, dan lemak abdominal itik peking. 3(April), 19–24.

Mangisah, I. M. I., dan Sukamto, B. 2017. IbM-Peternak itik pelatihan budidaya itik secara semi intensif dan penetasan telur di desa kebakalanbanjarnegara. INFO, 18(1), 13-28.

Munasirah, A. L., 2019. Pengaruh Waktu Pemangkasan Berbeda Terhadap Kandungan Bahan Kering Protein Kasar dan Lemak kasar Tanaman Indigofera (Indigoferazollingeriana). Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.

Putri, B.R.T., I. B. G. Partama, dan D. A Warmadewi. 2017. Manajemen pabrik pakan. Denpasar.

Rasyaf, M. 1993. Beternak Itik. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Rasyaf, M. 2000. Memasarkan Hasil Peternakan. Penebar Swadaya, Bogor.

Siregar, S.A. 2009. Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong di Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat. Skripsi. Depertemen Peternakan. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Soekartawi, 2006. Agribisnis Teori dan Aplikasi. Rajawali Press, Jakarta.

Solihat S, I Suswoyo, Ismoyowati. 2003. Kemampuan performan produksi telur dari berbagai itik lokal. Jurnal PeternakanTropik 3(1): 2732.

Srigandono B. 1986. 1lmu Unggas Air. Yogyakarta: Gadjah Mada UniversityPress.

Sukanata, I W., B.R.T. Putri., Suciani, dan I G. Suranjaya. 2017. Analisis Pendapatan Usaha Penggemukan Babi Bali yang Menggunakan Pakan Komerial (Studi Kasus Di Desa Gerokgak-Buleleng). Majalah Ilmiah Peternakan. Vol. 20 No 2. Hal. 60-63.

Suthama, N dan S.M. Ardiningasasi. 2012. Perkembangan fungsi fisiologis saluran pencernaan ayam Kedu periode starter. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. UNDIP. Semarang.

Tarigan A, Abdullah L, Ginting S, Permana I. 2010. Produksi dan komposisi nutrisi serta kecernaan in vitroIndigoferasp. pada interval dan tinggi pemotongan berbeda. JITV.15 : 188- 195.

Wyandhana, D., I G. N. Kayana., dan I M. Suasta. 2019. Analisis Finansial Penggunaan Tepung Kulit Kecambah Kacang Hijau Pada Ransum Terhadap Pendapatan Peternakan Itik Bali. Peternakan Tropika. Vol. 7 No. 2. Hal 946-957.

Putra, V. E., J. Peternakan Tropika Vol. 11 No. 2 Th. 2023 : 355 – 373

Page 373