NUTRIENT CONTENT OF FERMENTATION BROILER LITTER USING DIFFERENT INOCULANS
on
ISSN 2722-7286
Jurnal
FAPET UNUD
Jurnal
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
Submitted Date: July 6, 2022
Accepted Date: January 3, 2023
Editor-ReviewerArticle: I Made Mudita & A.A. Pt. Putra Wibawa
KANDUNGAN NUTRIEN LITTER BROILER YANG DIFERMENTASI INOKULAN BERBEDA
Brahmana, E. , E. Puspani, dan N. W. Siti
PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar, Bali E-mail: [email protected], Telp. +62 852-6524-1146
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan nutrien litter yang difermentasi menggunakan inokulan berbeda. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana pada bulan Oktober sampai dengan November 2021. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas empat perlakuan yaitu: litter tanpa fermentasi sebagai kontrol (LF0), litter difermentasi inokulan EM-4 (LF1), litter difermentasi inokulan ragi (LF2), litter difermentasi inokulan Bio-balitani (LF3). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Variabel yang diamati yaitu, bahan kering (BK), bahan organik (BO), protein kasar (PK), serat kasar (SK), lemak kasar (LK), dan kadar abu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan inokulan berpengaruh nyata (P<0,05) meningkatkan kandungan protein kasar, lemak kasar, kadar abu. Penggunaan inokulan ragi (LF2) menghasilkan litter dengan protein kasar tertinggi (P<0,05) dan serat kasar terendah (P<0,05). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan inokulan pada litter mampu meningkatkan kandungan nutrien khususnya protein kasar, lemak kasar, dan abu, serta menurunkan kandungan serat kasar .
Kata kunci: inokulum berbeda (EM4,Ragi,Bio-balitani), limbah litter, kandungan nutrient.
NUTRIENT CONTENT OF FERMENTATION BROILER LITTER USING DIFFERENT INOCULANS
ABSTRACT
This study aims to determine the nutritional content of fermented litter waste using different inoculants. The research was carried out at the Nutrition and Animal Feed Laboratory, Faculty of Animal Science, Udayana University from October to November 2021. The design used was a completely randomized design (CRD) consisting of four treatments, namely: litter as control (LF0), fermented litter EM-4 inoculant (LF1), yeast inoculant fermented litter (LF2), Bio-balitani fermented litter inoculant (LF3). Each treatment
was repeated 4 times. The variables observed were dry matter (BK), organic matter (BO), crude protein (PK), crude fiber (SK), crude fat (LK), and ash content. The results showed that the use of inoculants significantly (P<0.05) increased crude protein content, crude fat, and ash content. The use of yeast inoculants (LF2) resulted in litters with the highest crude protein (P<0.05) and the lowest crude fiber (P<0.05). Based on the results of the study, it can be concluded that the use of inoculants in litter can increase the nutritional content, especially crude protein, crude fat, and ash, as well as reduce the crude fiber content.
Key words: inoculum, EM4, yeast, Bio-balitani, litter, nutrient content.
PENDAHULUAN
Dalam beternak, biaya pakan merupakan biaya yang harus dikeluarkan selama proses pemeliharaan ternak bisa mencapai 70 – 80 % dari total biaya produksi (Rasyaf et al., 2001). Oleh karena itu, untuk mencukupi penyediaan bahan pakan berkualitas, salah satunya dengan mencari bahan pakan alternatif yang lebih murah dan belum banyak dimanfaatkan yaitu dengan litter ayam broiler.
Tingkat produksi ayam broiler sangat tinggi di Indonesia, mencapai lebih dari 1,6 miliar ekor pada tahun 2017 (Ditjen PKH., 2017). Litter tersebut berpotensi dijadikan sebagai sumber pakan, karena litter bukan hanya mengandung banyak kotoran ayam saja tapi ada juga tercecernya sisa pakan. Kandungan protein kotoran ayam berkisar 18,93% dan untuk jumlah campuran pakan yang tercecer di atas litter mencapai 5% dari total pakan, untuk jumlah bulu sekitar 4-5% dari bobot hidup ayam pedaging dengan rata-rata bobot panen adalah 1,6 kg (Sa’adah et al., 2013). Menurut Adiati dan Puastuti (2004), kotoran ayam kering mengandung protein kasar sangat tinggi yaitu sebesar 18.93% serta bulu ayam mengandung protein kasar sebesar 80-91% dari bahan kering melebihi kandungan protein kasar bungkil kedelai yaitu 42,5% dan tepung ikan sebesar 66,2%. Sebagian besar dari litter broiler merupakan sekam padi, yang mengandung serat kasar sebesar 37,33% dan protein kasar sekitar 1,92% (Telew et al, 2013). Litter tersebut memiliki serat kasar yang tinggi, umumnya seperti sekam, jerami, atau serutan kayu. Bila sumber pakan memiliki serat kasar yang tinggi, maka kecernaan dari pakan tersebut akan rendah dan penyerapan zat nutrien pada pakan tersebut tidak optimal untuk menyerap kandungan nutrien yang ada pada pakan tersebut, mengakibatkan energi banyak terbuang sehingga energi metabolisme menjadi rendah (McDonald et al., 1994). Oleh karena itu broiler perlu diberi perlakuan agar daya cerna meningkat. Salah satu metode yang mudah dan murah dilakukan adalah teknologi fermentasi menggunakan mikroorganisme.
Pemanfaatan sebagai pakan ternak secara langsung, tidak mampu memenuhi kecukupan nutrien baik untuk hidup pokok, produksi maupun reproduksi pada ternak (Putri et al., 2009; Mudita et al., 2010), maka perlu fermentasi. Fermentasi merupakan proses perubahan kimia ataupun pemecahan senyawa - senyawa organik agar menjadi senyawa lebih sederhana dengan melibatkan mikroorganisme (Bidura et al., 2006; Zakariah et al., 2012; Kompiang et al., 1994). Proses fermentasi memerlukan inokulan seperti EM4, Bio-BaliTani, Ragi, dan lain lainnya.
EM4 merupakan salah satu jenis inokulan yang mengandung mikroba, terutama bakteri asam laktat dan ragi, dengan mekanisme kerja fermentasi. Biakan campuran EM4 bekerja dalam aksi sinergis (Subroto et al., 2000). Santoso et al. (2000) menemukan bahwa EM4 mampu menurunkan kadar serat kasar pada kotoran ayam petelur dan meningkatkan kadar energinya. Ragi merupakan khamir yang memiliki sifat-sifat fisiologi yang stabil, sangat aktif dalam memecah gula dengan mengubah pati dan gula menjadi karbondioksida serta mengubahnya menjadi alkohol, terdispersi dalam air, sehingga mempunyai daya tahan simpan yang lama, dan pertumbuhanya sangat cepat (Vashinta et al., 2010). Bio bali-tani merupakan salah satu jenis inokulan yang mengandung mikroba, terutama bakteri asam laktat saja sebagai pendegradasi lignoselulosa yang terdiri atas pendegradasi lignin, selulosa dan hemiselulosa. Bakteri asam laktat yang terdapat pada produk inokulan bio bali-tani yaitu bakteri lignolitik, selulolitik, xylanolitik.
Dari beberapa uraian tentang inokulan, maka dapat dilihat perbedaan antara ketiga inokulan tersebut, yaitu pada EM 4 terdapat gabungan antara beberapa bakteri dengan ragi, untuk ragi yaitu berupa khamir (Saccharomyces cerevisiae), dan untuk produk bio-balitani terdapat hanya bakteri tanpa ada gabungan mikroba lainya. Bakteri pada inokulan tersebut seperti lignoselulitik, lignolitik, selulolitik, xylanolitik. Adanya berbagai enzim lignoselulase yang dihasilkan oleh biokatalis bakeri lignoselulolitik terutama pada inokulan ini mengakibatkan terjadinya penurunan dari kandungan serat kasar serta dihasilkannya total VFA dan N-NH3 tertinggi dan dengan tingkat kecernaan bahan kering dan bahan organik tertinggi (Mudita et al., 2019).
Berdasarkan dari uraian diatas, dilakukan penelitan kandungan nutrien litter ayam broiler yang difermentasi dengan inokulan berbeda yaitu memakai EM-4, bio balitani dan ragi.
MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana pada bulan Oktober sampai dengan November 2021. Alat – alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain; litter broiler yang diambil dari kandang Clossed house (CH) Fakultas Peternakan Udayana, air, Effective Microorganism-4 (EM-4), Saccaromyces serevisiae (ragi), Bio-Bali Tani, molases. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, terpal sebagai alas untuk pencampuran litter dengan dengan inokulan, kantong plastik, kertas sebagai label, tali plastik, dan isolasi. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian uji kandungan nutrien litter broiler adalah blender, kantong kertas, oven, alat penggiling, cawan porselin, neraca analitik, desikator, pinset, tanur listrik, penangas pasir, kondensor, labu Kjeldahl, labu ukur, alat destruksi, alat destilasi, erlenmeyer, gelas ukur, gelas piala, buret, aluminium foil, botol semprot, pengaduk magnet, rak tabung, pinset, kertas saring, corong Buchner, kondensor, pompa vakum, dan ekstractor soxhlet. Zat-zat kimia yang digunakan terdiri asam sulfat (H2SO4) pekat, natrium hidroksida (NaOH) 50% (50 g/100 ml), asam klorida (HCl) 0,1 N, tablet katalis (1 g Na2SO4 + 10 mg Se), indikator campuran (20 ml Bromo Chresol Geen 0,1% + 4 ml Metyl Red 0,1% dalam alkohol) yang digunakan untuk menentukan kadar protein kasar (PK). Penentuan kadar serat kasar (SK) menggunakan zat kimia H2SO4 0,3 N, NaOH 1,5 N, alkohol (ethanol) dan aseton. Penentuan lemak kasar (LK) diperlukan zat kimia petroleum benzena B.P. 60 – 80 derajat Celcius atau heksana. Penentuan eter ekstrak (EE) diperlukan zat kimia petroleum benzene B.P.60 – 80 derajat Celcius.
Rancangan percobaan
Percobaan mempergunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 pengulangan sehingga jumlah keseluruhan sampel yaitu 16 unit percobaan. Pelakuan yang di uji coba yaitu litter broiler (LF0), fermentasi litter broiler dengan inokulan EM4 (LF1), fermentasi litter dengan inokulan ragi (LF2), fermentasi litter dengan inokulan Bio-balitani (LF3).
Pengambilan dan Perlakukan Sampel
Litter broiler yang diambil pada sekitaran tempat pakan ayam (radius 10 cm dari tempat pakan) 50 titik secara acak (dipinggir kandang, tengah kandang khususnya pada broder 2 dan 3), litter broiler dari beberapa titik akan dicampur (homogenkan) sehingga dapat mewakili keseluruhan litter Close House (CH). Setelah pencampuran dilakukan penjemuran selama 3 hari dan digiling halus dengan mengunakan mesin pengiling pakan
Setelah pengilingan sampel, maka sampel litter tersebut dibawa ke laboratoriun untuk porses pembuatan litter fermentasi, dilakukan dengan mencampurkan litter broiler dengan 1 kg DM litter difermentasi dengan larutan inokulan yang terdiri 10 ml + 10 ml molasses + air 980 ml, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik (silo) dan dimampatkan serta diikat erat agar tercipta keadaan anaerob lalu litter broiler di fermentasi selama 21 hari. Setelah 21 hari proses fermentasi dihentikan, sampel litter dibawa ke Laboratorium untuk dianalisis kandungan nutriennya.
Variabel yang diamati
Variabel yang diamati pada percobaan yaitu kadar bahan kering (BK), abu, bahan organik (BO), serat kasar (SK), lemak kasar, dan protein kasar (PK).
Analisis Statistik
Data yang diperoleh dianalisis dengan uji sidik ragam dan apabila diantara nilai perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05), maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel and Torrie, 1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan Kering
Hasil statistik menunjukkan bahwa rataan kadar bahan kering pada perlakuan LF0 sebagai kontrol adalah 96,79% (Tabel 1). Rataan kadar bahan kering pada perlakuan LF1, perlakuan LF2, dan perlakuan LF3 masing masing 0,47%, 0,18%, 0,07 % tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan perlakuan LF0.
Rataan kadar bahan kering menunjukkan bahwa penggunaan berbagai inokulan untuk fermentasi tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap kadar bahan kering litter (Gambar 1). Persentase bahan kering litter fermentasi berkisar antara 97,25% sampai 96,79%. Namun kadar bahan kering yang tertinggi terdapat pada LF 1 yaitu 97,25 %, disebabkan adanya sumbangan nutrien atau kadar bahan kering dari mikroorganisme yang
mengakibatkan bahan kering tidak menurun secara signifikan melainkan meningkat, walaupun proses fermentasi terjadi penyederhanaan senyawa kompleks menjadi sederhana yang dapat meningkatkan kadar air pada sampel. Menurut Hamid et al., (1999), apabila penurunan bahan kering terjadi pada proses fermentasi disebabkan karena terjadinya proses katabolisme senyawa kompleks menjadi senyawa yang sederhana, dengan membebaskan molekul air. Hal ini didukung oleh Novianty et al., (2014) menyatakan, semakin tinggi kadar air maka semakin menurun kadar bahan kering dalam suatu bahan.
Gambar 1. Persentase kadar bahan kering (BK) litter
Tabel 1. Kandungan nutrien litter
Variabel |
Perlakuan1) SEM3) LF0 LF1 LF2 LF3 |
Bahan kering (%) |
96,79a 97,25a 96,97a 96,89a 0,11 |
Bahan organik (%) |
87,07c 84,40ab 84,51b 84,27a 0,06 |
Abu (%) |
12,93a 15,60bc 15,49b 15,73c 0,06 |
Protein kasar (%) |
22,48a 23,28a 24,99b 22,51a 0,31 |
Serat kasar (%) |
24,99c 17,27ab 16,75a 17,72b 0,31 |
Lemak kasar (%) |
5,38a2) 7,69c 7,32bc 6,92b 0,16 |
Keterangan:
Bahan Organik
Rataan kadar bahan organik pada perlakuan LF0 adalah 87,07% (Tabel 1). Rataan kadar bahan organik pada perlakuan LF1, LF2, dan LF3 masing masing 2,67%, 2,56%, 2,8 % berbeda nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan perlakuan LF0.
Kandungan bahan organik (BO) dari litter, hasil perlakuan tanpa fermentasi (LF0) mendapatkan hasil tertinggi sebesar 87,07% (Gambar 2) dibandingkan perlakuan LF1, LF2, dan LF3, serta secara statistik berbeda nyata (P<0,05), Amrullah et al., (2003) kandungan bahan organik suatu bahan pakan tergantung pada komponen lainnya seperti bahan kering dan abu. Terjadinya kecendrungan penurunan kandungan bahan organik tersebut disebabkan oleh penambahan mikroorganisme yang terdapat pada cairan inokulan yang dapat meningkatkan populasi mikroba dalam litter, peningkatan populasi mikroba akan meningkatkan kebutuhan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan mikroba, sehingga mikroba merombak bahan organik untuk memenuhi kebutuhannya. Sesuai dengan pendapat Hartadi et al. (1997) bahwa peningkatan jumlah mikrobia akan mengakibatkan semakin tingginya bahan organik yang tercerna oleh mikroba. Sesuai dengan pendapat Purwadaria et al. (1997) bahwa abu secara absolut tidak berubah, maka peningkatan kadar abu menunjukkan berkurangnya bahan organik substrat. Kecendrungan peningkatan kadar abu dapat disebabkan penurunan bahan organik akibat dari peningkatan populasi mikroba yang memerlukan lebih banyak bahan organik, sehingga bahan organik akan menurun.
■ Kadar Bahan Oraganik
Gambar 2. Persentase bahan organik (BO) litter
Abu
Rataan kadar abu pada perlakuan LF0 sebagai kontrol adalah 12,93% (Tabel 1). Rataan kadar abu pada perlakuan LF1 , perlakuan LF2, dan perlakuan LF3 masing masing 2,67%,
2,56%, 2,72% berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan perlakuan LF0. Rataan kadar protein kasar pada perlakuan LF0 adalah 22,48 % (Tabel 1).
Rataan kadar abu menunjukkan bahwa penggunaan berbagai inokulan untuk fermentasi memperlihatkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap kadar abu litter (Gambar 3). Persentase abu litter fermentasi berkisar antara 12,93% sampai 15,73%. Kadar abu yang tertinggi terdapat pada perlakuan fermentasi litter dengan Bio-balitani (LF3) yaitu 15,73 %. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan bakteri lignoselulolitik mampu menaikkan kandungan bahan anorganik, hal ini disebabkan oleh bakteri lignoselulolitik mampu memecah bahan organik substrat atau bahan pakan dan membentuk organologam. Bakteri lignoselulolitik merupakan bakteri pendegradasi lignoselulosa yang terdiri atas dari bakteri pendegradasi lignin, selulosa atau hemiselulosa. Kecendrungan peningkatan kadar abu litter disebabkan oleh penurunan bahan organik akibat dari peningkatan populasi mikroba yang memerlukan lebih banyak bahan organik sehingga bahan organik akan menurun dan kadar abu meningkat. Sesuai dengan pendapat Hartadi et al. (1997) bahwa peningkatan jumlah mikrobia akan mengakibatkan semakin tingginya bahan organik yang tercerna oleh mikroba.
Gambar 3. Persentase kadar abu litter
Protein Kasar
Rataan kadar protein kasar pada perlakuan LF1, perlakuan LF3 masing masing 0,8%, 0,03% tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan perlakuan LF0. Untuk perlakuan LF2 rataan protein kasarnya sebesar 2.51% berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan LF0.
Rataan kadar protein mengalami perbedaan setiap perlakuan, Morita dan Handoyo (2006) menyatakan bahwa protein akan terdegradasi atau dihidrolisis selama lama fermentasi yang optimal. Rataan menunjukkan bahwa penggunaan berbagai inokulan untuk fermentasi
memperlihatkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap kandungan protein kasar pada litter. Persentase protein kasar litter fermentasi berkisar antara 24,99% sampai 22,48%. Kadar protein kasar yang paling tinggi yaitu ada pada perlakuan LF2 yaitu sebesar 24,99% (Gambar 4). Peningkatan protein kasar pada setiap perlakuan fermentasi, disebabkan mikroba yang menjadi berkembang, sehingga populasi mikroba meningkat yang juga akan meningkatkan kadar protein yang dihasilkan oleh mikroba tersebut pada subrat bahan fermentasi. Keberhasilan proses fermentasi ditentukan.oleh kemampuan dan.kesangggupan.mikrobia dalam beradaptasi dengan substrat. untuk digunakan sebagai nutrisi pertumbuhan dan perkembangan mikrobia (Zakaria et al., 2013). Hal ini menunjukkan litter yang difermentasi dengan ragi memberikan pengaruh nyata lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak difermentasi, dikarenakan dalam proses fermentasi, yaitu mikroorganisme pada ragi cepat berkembang biak, memiliki postur tubuh lebih besar, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap suhu yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat mengadakan adaptasi, karena pada saat fermentasi berlangsung terjadi peningkatan jumlah massa sel mikroba. Sejalan dengan pendapat Judoamidjojo et al., (1989), bahwa dalam proses fermentasi akan terjadi peningkatan jumlah massa sel yang nantinya akan meningkatkan kadar protein dalam substrat. Fermentasi pakan dengan kultur khamir dapat meningkatkan biomassa mikroba, sehingga kandungan protein kasar pakan yang telah mengalami fermentasi meningkat (Sutama et al., 2008).
■ Presentase Protein
Gambar 4. Persentase protein kasar (PK) litter
Kadar Serat Kasar
Rataan kadar serat kasar pada perlakuan LF0 sebagai kontrol adalah 24,99% (Tabel 1). Rataan kadar serat kasar pada perlakuan LF1, perlakuan LF2, perlakuan LF3 masing masing 7,72%, 8,24%, 7,27% berbeda nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan perlakuan LF0.
Rataan kadar lemak kasar pada perlakuan LF0 sebagai kontrol adalah 5,38% (Tabel 3). Rataan kadar lemak kasar pada perlakuan LF1, LF2, dan perlakuan LF3 masing masing 1,98%,1,45%,1,05% berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan LF0.
Penggunaan berbagai kultur mikroorganisme sebagai inokulan dalam proses fermentasi litter nyata dapat menurunkan kadar serat kasar litter dan kadar serat kasar terendah dihasilkan oleh perlakuan fermentasi litter dengan menggunakan ragi (LF2) (Gambar 5), disebabkan penggunaan inokulan yang berupa kultur mikroorganisme akan menambah jumlah mikroorganisme perombak serat serta akan memberikan kondisi yang optimum berupa penurunan pH dengan lebih cepat sehingga aktivitas perombakan serat kasar menjadi karbohidrat yang mudah larut akan berlangsung dengan lebih baik. Perombakan lignin oleh kapang/khamir bahwa paling terbaik dari pada perlakuan yang lain. Ragi melibatkan kerja enzim ligninolitik yang akan menguraikan lignin menjadi karbondioksida (CO2). Khamir fermentasi mempunyai kemampuan katabolik terhadap komponen organik kompleks dan diubah menjadi komponen sederhana. Proses tersebut timbul karena adanya aktivitas beberapa enzim yang dihasilkan oleh khamir. Khamir selulolitik mampu memproduksi enzim endo 1,4 b-glukonase, ekso 1,4 b-glukonase, dan betaglukosidase yang dapat mendegradasi komponen serat kasar menjadi karbohidrat terlarut (Howard et al., 2003), serta enzim yang dihasilkan adalah lignin peroksidase, mangan peroksidase, likase, dan oksidase (Bidura et al., 2007). Proses fermentasi akan merombak struktur jaringan kimia dinding sel, pemutusan ikatan lignoselulosa, dan penurunan kadar lignin. Ragi yang bersifat lignolitik juga mampu mendegradasi lignin melalui pembentukkan sekumpulan miselia kemudian berkembang biak secara aseksual melalui spora (Erika et al. 1998). Mikroba selulolitik menggunakan selulosa sebagai sumber energi dan karbon dengan cara menghasilkan enzim selulase yang dapat merombak dan mendegradasi komponen selulosa dan turunannya yang panjang menjadi glukosa (Hardjo et al., 1989), lanjut dikatakan bahwa mikroba selulolitik berkemampuan dalam penggunaan substrat berserat karena mampu menghasilkan enzim selulase yang mampu mengurai selulosa menjadi glukosa.
Gambar 5. Persentase serat kasar (SK) litter
Lemak Kasar
Analisis statistik menunjukkan bahwa kadar lemak kasar pada perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) dan perlakuan yang memiliki kadar lemak kasar yang paling tinggi yaitu pada perlakuan fermentasi dengan menggunakan inokulan EM4 (LF1) yaitu sebesar 7,69%. Kecendrungan terjadinya peningkatan kadar lemak kasar disebabkan oleh penambahan cairan inokulan di bahan litter meningkatkan aktifitas mikroba, sehingga asam lemak yang dihasilkan mikroba pada saat proses fermentasi tidak dapat didegradasi sepenuhnya oleh mikroba. Sesuai dengan pendapat Darmosuwito (1985) bahwa mikrobia lipolitik ini akan menghasilkan enzim lipase untuk mendegradasi lemak menjadi gliserol dan asam-asam lemak yang digunakan sebagai sumber energi. Soeparmo (1998) menyatakan bahwa pada proses fermentasi, terdapat aktivitas bakteri yang menghasilkan asam lemak cukup tinggi, sehingga kandungan lemak cenderung meningkat.
Gambar 6. Persentasi lemak kasar (LK) litter
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pada perlakuan litter yang difermentasi dengan ragi dapat meingkatkan kadar protein dan menurunkan kadar serat kasar pada sampel yang terbaik diantara pelakuaan yang lainnya, untuk perlakuan litter difermentasi dengan menggunakan EM4 dapat meningkatkan kandungan kadar lemak kasar yang terbaik diantara perlakuaan lainnya, dan untuk fermentasi dengan menggunakan Bio-balitani dapat meningkatkan kadar abu yang paling terbaik diantara perlakuaan lainnya. Sehingga penggunaan inokulan pada fermentasi litter mampu meningkatkan kandungan nutrien khususnya protein kasar, lemak kasar, dan abu, serta mampu menurunkan kandungan serat kasarnya.
Saran
Penggunaan fermentasi litter dengan inokulan berbeda dapat digunakan sebagai pakan ternak ruminansia dan non ruminansia (hanya sebagai tambahan pakan karena memiliki serat yang masih tinggi) dan perlu dilakukan uji lanjutan seperti kecernaan agar dapat mengetahui dampak secara langsung kepada ternak.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng., IPU., Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS., IPU. dan Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt, MP., IPM., ASEAN Eng. atas fasilitas pendidikan dan pelayanan administrasi kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Adiati, U. dan Puastuti. W. 2004. Bulu Unggas Untuk Pakan Ruminansia. Balai Peternakan.
Ciawi. Bogor.
Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Penerbit Satu Gunung Budi, Bogor.
Bidura, I.G.N.G. 2006. Bioteknologi Pakan Ternak. Bahan Ajar. Fakultas Peternakan
Universitas Udayana, Denpasar.
Bidura, I G. N. G. 2007. Limbah Pakan Ternak Alternatif dan Aplikasi Teknologi. Buku Ajar. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.
Bidura, I.G.N.G. 2007. Aplikasi Produk Bioteknologi Pakan Ternak. Udayana University Press, Unud., Denpasar
Darmosuwito, S. 1985. Beberapa Aspek Mikrobiologis pada Fermentatif Pangan. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2017. Statistik Perternakandan Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian Republik Indonesia.
Hamid, H., T. Purwadaria, T. Hariyati dan A. P. Sinurat. (1999). Perubahan nilai bilangan peroksida bungkil kelapa dalam proses penyimpanan dan fermentasi dengan Asperillus niger. Jurnal Ilmu Ternak dan Venteriner Vol. 4 No. 2.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo, dan A. D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Hardjo, S., N.S. Indrasi, dan T. Bantacut. 1989. Biokonversi : Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB.
Howard G, Barrett M, Pedley S, Johal K, Nalubega M.Distinguishing human and animal faecal contamination in shallow groundwater. Technical Report for DFID, RCPEH, University of Surrey, Guildford, UK, 2001.
Judoamidjojo, Said EG dan Hartono L. 1989. Biokonversi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Bogor
Kompiang, I.P., J. Dharma, T. Purwadaria, A. Sinurat dan Supriyati. 1994. Protein enrichment : Study cassava enrichmen melalui bioproses biologi untuk ternak monogastrik. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian APBN Tahun Anggaran 1993/1994. Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor.
Novianty dan Nurhafni. 2014. Kandungan Bahan Kering Bahan Organik Protein Kasar Ransum Berbahan Jerami Padi Daun Gamal Dan Urea Mineral Molases Liquid Dengan Perlakuan Yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. Makassar
Mudita, I M. 2019. Penapisan dan Pemanfaatan Bakteri Lignoselulolitik Cairan Rumen Sapi Bali dan Rayap sebagai Inokulan dalam Optimalisasi Limbah Pertanian sebagai Pakan Sapi Bali. Disertasi. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar.
Putri, T. I., T.G.B. Yadnya, I M. Mudita, dan Budi Rahayu T.P. 2009. Biofermentasi Ransum Berbasis Bahan Lokal Asal Limbah Inkonvensional dalam Pengembangan Peternakan Sapi Bali Kompetitif dan Sustainable. Laporan Penelitian Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional. Universitas Udayana, Denpasar.
Rasyaf, M. (2001). Pengolahan Produksi Ayam Pedaging. Kanisius, Yogyakarta.
Sa’adah, N., Hastuti, R., dan Prasetya, N.B.A., 2013. Pengaruh asam formiat pada bulu ayam sebagai adsorben terhadap penurunan kadar larutan zat warna Tekstil Remazon Golden Yellow RNL. Jurnal Kimia Universitas Diponegoro, 1(1):202-209.
Santoso, U. dan D. Kurniati. 2000. Chemical compositional change of layer feces fermented by Lactobacillus. International Congress and Symposium on Southeast Asian Agricultural Science. Bogor, Indonesia
Subroto. 2000. Pengaruh penambahan EM4 dengan volume yang berbeda pada pakan buatan terhadap pertumbuhan ikan tawes(Puntius javanicus Blkr.). Skripsi. Fakultas Biologi Unsoed, Purwokerto.
Telew, C., V. G kereh, I. M. Untu dan B. W. Rembet. 2013. Pengayaan Nilai Nutritif Sekam Padi Berbasis Bioteknologi “Effective Microorganisms” (EM4) Sebagai Bahan Pakan Organik. Fakultas peternakan universitas sam ratulangi manado. Jurnal zootek, 32(5):158–171 doi: www.litbang.pertanian.go.id/
Vashinta, B.R. and Sinha A.K., 2010, “Botany for Degree Stundents-Fungi”, S.Chand & Company Ltd., Ram Nesar, New Delhi.
Zakaria, Y., C.I. Novita dan Samadi. 2013. Efectivitas Fermentasi dengan Sumber Substrat yang Berbeda Terhadap Kualitas Jerami Padi. Agripet. 13 (1) : 23 – 24.
Brahmana, E., J. Peternakan Tropika Vol. 11 No. 1 Th. 2023 : 187 – 200
Page 200
Discussion and feedback