REGROWTH AND YIELD Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha ON VARIOUS DECOMPOSITION TIME AND DOSE OF CHICKEN MANURE FERTILIZER
on
ISSN 2722-7286
Jurnal
FAPET UNUD
Jurnal
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
Submitted Date: July 4, 2022
Accepted Date: January 3, 2023
Editor-Reviewer Article : I Made Mudita & A.A. Pt. Putra Wibawa
PERTUMBUHAN KEMBALI DAN HASIL Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha PADA BERBAGAI WAKTU DEKOMPOSISI DAN DOSIS
PUPUK KOTORAN AYAM
Wiranatha, K. J., M. A. P. Duarsa, dan N. N. C. Kusumawati
PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar, Bali e-mail: [email protected], Telp. +62 821-4448-9933
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu dekomposisi dan dosis pupuk kotoran ayam terhadap pertumbuhan kembali dan hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. Penelitian dilakukan di Rumah Kaca, Stasiun Penelitian Sesetan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Penelitian berlangsung selama 8 minggu, menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial. Faktor pertama adalah faktor waktu dekomposisi 4 minggu (W4), 2 minggu (W2), tanpa dekomposisi (W0) dan faktor kedua adalah faktor pupuk kotoran ayam dosis 0 ton ha-1 (D0), 10 ton ha-1 (D10), 20 ton ha-1 (D20), 30 ton ha-1 (D30). Terdapat 12 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak empat kali sehingga terdapat 48 unit percobaan. Variabel yang diamati yaitu variabel pertumbuhan, variabel hasil dan variabel karakteristik tumbuh tanaman. Hasil penelitian menunjukkan terjadi interaksi antara waktu dekomposisi dengan dosis terhadap disemua variabel kecuali variabel jumlah cabang, berat kering akar, dan nisbah berat kering daun dengan berat kering batang. Kombinasi perlakuan W0D10 menunjukkan nilai rataan tertinggi. Perlakuan W0 memberikan respon terbaik dibandingkan perlakuan W4 dan W2. Pada faktor dosis perlakuan D10 memiliki hasil terbaik. Disimpulkan bahwa terjadi interaksi antara waktu dekomposisi dengan dosis serta perlakuan tanpa dekomposisi dan dosis 10 ton ha-1 memberikan respon terbaik pada pertumbuhan kembali dan hasil tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha.
Kata kunci: Asystasia gangetica, dekomposisi, hasil, kotoran ayam, pertumbuhan kembali
REGROWTH AND YIELD Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha ON VARIOUS DECOMPOSITION TIME AND DOSE OF CHICKEN
MANURE FERTILIZER
ABSTRACT
This study aimed to determine the effect between decomposition time and dosages of chicken manure on regrowth and yield Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. The research was conducted at the Greenhouse, Sesetan Research Station, Faculty of Animal Husbandry, Udayana University. The study lasted for 8 weeks, using a completely
randomized design (CDR) with factorial pattern. The first factor was the decomposition time of 4 weeks (W4), 2 weeks (W2), without decomposition (W0). The second factor was levels of chicken manure: 0 ton ha-1 (D0), 10 tons ha-1 (D20), 20 tons ha-1 (D20), and 30 tons ha-1 (D30). There were 12 treatment combination each treatment was repeated four times, so there were 48 experimental units. Variables measured in this experiment were growth, yield, and plant growth characteristic variables. The result showed that there was an interaction between decomposition time and dosage of chicken manure on all variable, except on the variables of the number of branches, dry weight of roots, and dry weight of stem and leaf. The W0 showed better result than W4 and W2 treanments. The best dosage of chicken manure was observed D10 treatment. Based on above results, it is concluded that Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha response the best during decomposition 0 week at 10 tons ha-1 chicken manure.
Key words: Asystasia gangetica, chicken manure, decomposition, regrowth, yield
PENDAHULUAN
Pada usaha peternakan ruminansia, lebih dari 70% untuk penyediaan hijauan pakan (Farizaldi, 2011). Hijauan berkualitas berasal dari tanaman yang unggul, produksi tinggi, nutrisi yang seimbang serta memiliki pertumbuhan kembali yang cepat (Duarsa et al., 2020). Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha dapat dijadikan alternatif hijauan pakan ternak ruminansia karena memiliki daya cerna dan palatabilitas yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai hijauan pakan. Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha memiliki kadar protein kasar sebesar 19,3% hingga 33% (Kumalasari et al., 2019), pertumbuhan yang cepat dan mampu tumbuh diberbagai ketinggian tempat (Suarna et al., 2019).
Peningkatan produktivitas hijauan pakan dapat dilakukan dengan menyediaan unsur hara yang cukup menggunakan pupuk organik. Menurut Supartha et al. (2012) pupuk organik merupakan pupuk yang diperoleh dari dekomposisi bahan organik hasil uraian oleh mikroorganisme tanah untuk menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Pupuk organik yang sering digunakan adalah pupuk kotoran ayam. Rachmawati (2000) menyebutkan bahwa kandungan unsur hara yang terdapat pada kotoran ayam yaitu: 2,94% (N); 3,22% (P); 2,03% (K); 1,79 ppm (Ca); dan 0,52 ppm (Mg). Pupuk kotoran ayam perlu dilakukan proses dekomposisi untuk merombak bahan organik menjadi senyawa anorganik yang lebih sederhana sehingga dapat dimaksimalkan secara optimal oleh tanaman. Wahyuni dan Yanti (2018) menyatakan bahwa dekomposisi kotoran ayam selama 4 minggu menunjukkan hasil terbaik yaitu: N Total 3,51%; P Total 3,41%; dan K Total 1,58% dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Lebih lanjut menurut Trisnadewi et al. (2012) pemberian pupuk kotoran
ayam pada setiap taraf dosis yaitu 10 ton ha-1, 20 ton ha-1, dan 30 ton ha-1 menunjukkan terjadi peningkatan produksi tanaman Zea mays sacchaata (S.). Satata dan Kusuma (2014) menambahkan bahwa penggunaan pupuk kotoran ayam menghasilkan rata-rata produksi segar Brachiaria humimdicola tertinggi sebesar 9,80 kg/petak dibandingkan dengan penggunaan pupuk kotoran sapi sebanyak 3,80 kg/petak maupun kotoran kambing sebesar 6,48 kg/petak pada dosis 30 ton ha-1.
Pertumbuhan kembali setelah defoliasi (pemotongan) merupakan faktor yang menentukan kontinuitas ketersetiaan hijauan pakan. Kemampuan tanaman untuk tumbuh kembali setelah pemotongan ditentukan oleh cadangan karbohidrat (carbohydrate reserve) yang terdapat pada batang tanaman. Ningalo et al. (2017) menyatakan bahwa defoliasi pada Bracaria humidicola menghasilkan rataan jumlah anakan yang lebih banyak yaitu 60 anakan dibandingkan dengan tanpa defoliasi sebanyak 20,75 anakan. Berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui waktu dekomposisi dan dosis terbaik dengan memanfaatkan pupuk kotoran ayam terhadap pertumbuhan kembali dan hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha sebagai informasi kepada peneliti, kalangan akademisi dan masyarakat.
MATERI DAN METODE
Materi
Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang berlangsung selama 8 minggu. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dan bibit yang digunakan dari penelitian sebelumnya tentang pengaruh waktu dekomposisis dan dosis pupuk kotoran ayam terhadap pertumbuhan kembali dan hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. Pupuk yang digunakan berasal dari kotoran ayam. Pada penelitian ini tidak menambahkan perlakuan kembali dan hanya memanfaatkan waktu dekomposisi dan dosis pupuk kotoran ayam dari penelitian sebelumnya (pertumbuhan pertama). Tanah yang digunakan adalah tanah Pengotan yang dikering udarakan dan diayak dengan lubang ayakan 2 x 2 mm kemudian dimasukkan ke dalam pot berkapisitas 5 kg sebanyak 4 kg tanah. Alat-alat yang digunakan selama penelitian terdiri dari pisau, gunting, penggaris, kantong kertas, oven, timbangan elektrik, dan alat tulis.
Metode
Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama waktu dekomposisi yaitu 4 minggu (W4), 2 minggu (W2), dan tanpa
dekomposisi (W0). Faktor kedua dosis pupuk kotoran ayam yaitu 0 ton ha-1 (D0), 10 ton ha-1 (D10), 20 ton ha-1 (D20), 30 ton ha-1 (D30). Terdapat 12 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 4 kali sehingga total terdapat 48 unit percobaan. Pelaksanaan percobaan diawali dengan pemberian dosis pupuk sesuai dosis perlakuan. Perlakuan W4 dilakukan pada minggu pertama, W2 dilakukan 2 minggu berikutnya dan W0 dilakukan pada minggu keempat yang dilanjutkan penanaman bibit pada pot yang telah diberi perlakuan. Setelah tumbuh 8 minggu dilakukan pomotongan pertama, tanaman dipotong setinggi satu buku sekitar 10 cm diatas permukaan tanah. Pemeliharan tanaman meliputi penyiraman dan pemberantasan hama serta gulma. Pemotongan kedua dilakukan pada saat tanaman berumus 8 minggu setelah pemotongan pertama. Variabel yang diamati pada penelitian ini yaitu variabel pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang, variabel hasil (berat kering daun, berat kering batang dan berat kering akar), dan variabel karakteristik tumbuh tanaman (nisbah berat kering daun dengan berat kering batang, nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar dan luas daun per pot. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel dan Torrie, 1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis sidik ragam interaksi antara waktu dekomposisi dengan dosis pupuk kotoran ayam menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) pada variabel tinggi tanaman, jumlah daun, berat kering daun, berat kering batang, nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar, dan luas daun per pot. Variabel jumlah cabang, berat kering akar, dan nisbah berat kering daun dengan berat kering batang tidak menunjukkan adanya interaksi (P>0,05). Perlakuan tanpa waktu dekomposisi dengan dosis pupuk kotoran ayam 10 ton ha-1 (W0D10) menunjukkan pertumbuhan kembali dan hasil terbaik. Terjadi interaksi menunjukkan bahwa pemberian perlakuan waktu dekomposisi dan dosis pupuk kotoran ayam dapat dilakuan secara bersamaan atau satu perlakuan untuk mempengaruhi pertumbuhan kembali dan hasil Asystasia gangetica. Hal ini didukung dengan Gomez dan Arturo (1995) yang menyatakan dua perlakuan dapat dikatakan berinteraksi apabila terjadi kegagalan satu faktor dalam memberikan pengaruh karena adanya faktor lain.
Faktor waktu dekomposisi memberikan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) pada pertumbuhan kembali dan hasil Asystasia gangetica. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan W0 berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan W4 dan W2. Hal ini menunjukkan sisa bahan organik pada tanah dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Proses dekomposisi bahan organik yang dilakukan oleh mikroorganisme tanah dapat meninggalkan residu bahan organik yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk pertumbuhan selanjutnya (Timung et al., 2017). Perlakuan W4 dan W2 menunjukkan hasil yang rendah dibandikan W0 disebabkan unsur hara bahan organik telah menguap ataupun larut dalam air (leaching) pada proses dekomposisi yang terjadi dengan cepat. Unsur N merupakan unsur utama dalam pertumbuhan vegetatif tanaman seperti daun, batang, dan akar (Arnawa et al., 2014) dapat hilang karena proses hidrolisis saat dekomposisi, denitrifikasi dan volatilisasi (Siregar, 2022). Menurut Widarti et al. (2015) bahan organik yang terdekomposisi akan terurai menjadi senyawa yang lebih sederhana yang dapat diserap oleh tanaman sehingga unsur hara tanah akan berkurang.
Pupuk kotoran ayam termasuk jenis pupuk panas artinya dekomposisi bahan organik berjalan dengan cepat oleh mikroorganisme sehingga dapat dimanfaatkan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Prasetyo, 2014). Hasil analisis pada pupuk kotoran ayam dan tanah yang digunakan menunjukkan nilai C/N pupuk kotoran ayam yang rendah yaitu 3,13 mendekati C/N tanah 9,35 sehingga unsur hara pada pupuk kotoran ayam dapat diserap secara optimal oleh tanaman. Hal ini menunjukkan pemanfaatan kotoran ayam sebagai pupuk organik tidak memerlukan waktu dekomposisi yang lama. Lama waktu dekomposisi mempengaruhi ketersediaan unsur hara seiring lamanya dekomposisi bahan organik. Kandungan unsur hara dalam pupuk kandang dapat hilang karena faktor penguapan, penyeraapan dan penyimpanan (Musnamar, 2003).
Tabel 1. Pertumbuhan Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha pada berbagai waktu
dekomposisi dan dosis pupuk kotoran ayam
Variabel Pertumbuhan |
Dosis4) |
Dekomposisi3) |
Rataan |
SEM2) | ||
W4 |
W2 |
W0 | ||||
D0 |
61,33aA1) |
61,33aBC |
61,33aB |
61,33B | ||
Tinggi |
D10 |
64,08bA 64,58bA |
53,55cC 68,28bAB |
90,00aA 86,45aA |
69,21A 73,10A |
3,29 |
tanaman (cm) |
D20 | |||||
D30 |
65,13bA |
76,53aA |
82,88aA |
74,84A | ||
Rataan |
63,78b |
64,92b |
80,16a | |||
D0 |
99,25aA |
99,25aC |
99,25aB |
99,25B | ||
Jumlah daun |
D10 |
112,75bA |
111,00bBC |
192,00aA |
138,58A |
12,98 |
(Helai) |
D20 |
130,75aA |
127,50aB |
169,50aA |
142,58A | |
D30 |
117,25aA |
159,75aA |
152,25aAB |
143,08A | ||
Rataan |
115,00b |
124,38b |
153,25a | |||
D0 |
6,00 |
6,00 |
6,00 |
6,00B | ||
Jumlah cabang |
D10 |
6,75 |
6,75 |
7,25 |
6,92AB |
0,61 |
D20 |
6,50 |
7,00 |
8,00 |
7,17A | ||
D30 |
6,50 |
7,00 |
6,75 |
6,75AB | ||
Rataan |
6,44a |
6,69a |
7,00a |
Keterangan:
1) Nilai dengan huruf yang berbeda dalam satu baris (huruf kecil) dan dalam satu kolom (huruf besar)
menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
2) SEM = Standar Error of the Treatment Means
3) W4 = Dekomposisi 4 minggu; W2 = Dekomposisi 2 minggu; W0 = Tanpa dekomposisi
4) D0 = Dosis 0 ton h-1; D10 = Dosis 10 ton h-1; D20 = Dosis 20 ton ha-1; D30 = Dosis 30 ton ha-1
Pada faktor dosis, perlakuan D0 menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) dengan D10, D20, dan D30 pada variabel tinggi tanaman, jumlah daun, berat kering daun, berat kering batang, berat kering akar, dan luas daun per pot. Pada variabel jumlah cabang perlakuan D0 berbeda nyata (P<0,05) dengan D20 sedangkan pada variabel nisbah berat kering daun dengan batang dan nibah berat kering total hijauan dengan berat kering akar menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05) pada semua taraf perlakuan dosis pupuk kotoran ayam.
Tabel 2. Hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha pada berbagai waktu
dekomposisi dan dosis pupuk kotoran ayam
Variabel Hasil |
Dosis4) |
Dekomposisi3) |
Rataan |
SEM2) | ||
W4 |
W2 |
W0 | ||||
D0 |
4,05aA1) |
4,05aBC |
4,05aB |
4,05B | ||
Berat | ||||||
D10 |
5,20bA |
3,65bC |
7,43aA |
5,43A | ||
kering |
0,59 | |||||
D20 |
4,93aA |
5,30aAB |
7,10aA |
5,78A | ||
daun (g) | ||||||
D30 |
5,05aA |
6,50aA |
6,33aAB |
5,96A | ||
Rataan |
4,81b |
4,88b |
6,23a | |||
D0 |
5,75aA |
5,75aB |
5,75aB |
5,75B | ||
Berat | ||||||
D10 |
6,83bA |
5,25bB |
13,38aA |
8,48A | ||
kering |
0,99 | |||||
D20 |
6,83bA |
7,15bB |
11,98aA |
8,65A | ||
batang (g) | ||||||
D30 |
6,80bA |
9,88abA |
11,68aA |
9,45A | ||
Rataan |
6,55b |
7,01b |
10,69a | |||
D0 |
3,05 |
3,05 |
3,05 |
3,05B | ||
Berat | ||||||
D10 |
3,58 |
3,30 |
4,05 |
3,64A | ||
kering akar |
0,26 | |||||
D20 |
3,78 |
3,28 |
4,30 |
3,88A | ||
(g) | ||||||
D30 |
3,48 |
3,88 |
4,53 |
3,96A | ||
Rataan |
3,47b |
3,38b |
3,98a |
Keterangan:
1) Nilai dengan huruf yang berbeda dalam satu baris (huruf kecil) dan dalam satu kolom (huruf besar) menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
2) SEM = Standar Error of the Treatment Means
3) W4 = Dekomposisi 4 minggu; W2 = Dekomposisi 2 minggu; W0 = Tanpa dekomposisi
4) D0 = Dosis 0 ton h-1; D10 = Dosis 10 ton h-1; D20 = Dosis 20 ton ha-1; D30 = Dosis 30 ton ha-1
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan pada perlakuan D10, D20, dan D30 secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05), tetapi menunjukkan tren peningkatan hasil pada setiap taraf pemberian dosis pupuk kotoran ayam. Hal ini terjadi karena unsur hara yang tersisa pada pertumbuhan pertama cukup untuk membuat pertumbuhan Asystasia gangetica berlangsung dengan baik. Pertumbuhan dan produksi tanaman dapat ditingkatkan dengan penambahan dosis pupuk organik (Silalahi et al., 2018). Hal yang sama dinyatakan oleh Subowo (2010) bahwa pupuk organik sebagai pemasok unsur hara bagi tanaman dan nutrisi bagi mikroorganisme tanah sehingga dapat memperbaiki kualitas fisik, kimia , dan biologi tanah yang searah dengan kebutuhan tanaman dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman.
Masita et al. (2015) menyatakan pertumbuhan Setaria italica terbaik didapat pada dosis kotoran ayam 30 ton ha-1, hasil berbeda didapat pada penelitian (Noralita et al., 2020) pemberian dosis 20 ton ha-1 menunjukkan hasil terbaik dan pada dosis 30 ton ha-1 terjadi tren penurunan pertumbuhan Pennisetum purpureum. Hal ini terjadi karena nutrisi yang dibutuhkan setiap tanaman berbeda sesuai dengan jenis tanaman.
Tabel 3. Karakteristik tumbuh tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha pada berbagai waktu dekomposisi dan dosis pupuk kotoran ayam | ||||||
Variabel Karakteristik |
Dosis4) |
W4 |
Dekomposisi3) W2 |
W0 |
Rataan |
SEM2) |
Nisbah berat |
D0 |
0,71 |
0,71 |
0,71 |
0,71A | |
kering daun |
D10 |
0,77 |
0,71 |
0,56 |
0,68A |
0,05 |
dengan berat |
D20 |
0,72 |
0,75 |
0,59 |
0,69A | |
kering batang |
D30 |
0,75 |
0,65 |
0,55 |
0,65A | |
Rataan |
0,74a1) |
0,71a |
0,60b | |||
D0 |
3,23aA |
3,23aBC |
3,23aB |
3,23A | ||
Top root ratio |
D10 |
3,41bA |
2,72bC |
5,41aA |
3,85A |
0,40 |
D20 |
3,13bA |
3,79abAB |
4,50aAB |
3,81A | ||
D30 |
3,42aA |
4,21aA |
3,96aAB |
3,86A | ||
Rataan |
3,30b |
3,49b |
4,28a | |||
D0 |
1969,61aA |
1969,61aC |
1969,61aB |
1969,61B | ||
Luas daun per |
D10 |
2108,46bA |
2056,37bC |
4027,48aA |
2730,77A |
279,44 |
pot (cm2) |
D20 |
2493,25bA |
2559,65bB |
3864,26aA |
2972,39A | |
D30 |
2359,45bA |
3207,17abA |
3449,46aA |
3005,36A | ||
Rataan |
2232,69b |
2448,20b |
3327,70a |
Keterangan:
berlempung yang memiliki daya pegang air rendah menyebabkan unsur hara pada tanah dan pupuk kotoran ayam tidak dapat diikat oleh air yang selanjutnya dimanfaatkan oleh tanaman. Hal ini didukung pada penilitian Nenobesi et al. ( 2017) bahwa pemberian pupuk organik mampu meningkatkan kemantapan agregat tanah karena pupuk organik yang telah terdekomposisi mampu mengikat butir-butir tanah sehingga daya pegang air akan meningkat untuk mentransportasikan unsur hara tanah ke akar.
Pada variabel tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah cabang menunjukkan hasil yang searah dengan variabel berat kering daun, berat kering batang, dan luas daun per pot. Hal ini sesuai dengan Sembiring (2022), pada pertumbuhan pertama Asystasia gangetica (L.) subsp Micrantha menunjukkan bahwa hasil variabel pertumbuhan benbanding lurus dengan hasil dan karakteristik tumbuh tanaman. Tinggi tanaman dapat mempengaruhi banyaknya tunas dan ranting tumbuh yang menghasilkan bertambahnya jumlah daun (Dianita dan Abdullah, 2011). Kusumawati et al. (2017) menambahkan semakin banyak jumlah daun maka semakin tinggi berat kering tanaman yang dihasilkan. Cadangan makanan dihasilkan melalui proses fotosintesis yang nantinya ditranslokasikan sebagai berat kering tanaman dipengaruhi oleh jumlah daun tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Witariadi dan Kusumawati (2019) bahwa jumlah daun yang tinggi akan memaksimalkan fotosintesis dalam menghasilkan karbohidrat dan protein sebagai komponen penyususn berat kering sehingga berat kering tanaman akan semakin meningkat. Luas daun pada tanaman searah dengan banyaknya daun yang terdapat pada tanaman tersebut. Luas daun yang besar dapat meningkatkan fotosintesis sehingga pertumbuhan dan hasil tanaman yang dihasilkan optimal (Kusumawati et al., 2014).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terjadi interaksi antara waktu dekomposisi dengan dosis pupuk kotoran ayam. Pada faktor waktu dekomposisi, perlakuan tanpa waktu dekomposisi memberikan hasil yang terbaik dan pada faktor dosis, pemberian pupuk kotoran ayam 10 ton ha-1, 20 ton ha-1, dan 30 ton ha-1 memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan kembali dan hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha.
Saran
Disarankan menggunakan dosis pupuk kotoran ayam 10 ton ha-1 tanpa melakukan waktu dekomposisi dan untuk penelitian lebih lanjut dimasa yang akan datang dapat dilakukan penelitian lanjutan di lapangan.
UCAPAN TERIMAKASIH
Perkenankan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng.,IPU, Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS., IPU., dan Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt., MP., IPM., ASEAN Eng. atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.
DAFTARPUSTAKA
Arnawa, I. W., I. K. M. Budiasa dan N. M. Witariadi. 2014. Pertumbuhan dan produksi rumput benggala (Panicum maximum cv. Trichoglume) yang diberi pupuk organik dengan dosis berbeda. Jurnal Peternakan Tropika Vol. 2 No. 2 Tahun 2014. P: 225-239.
Dianita, R. dan L. Abdullah. 2011. Effect of nitrogen fertilizer on growth characteristics and productivity of creeping forage plants for tree-pasture integrated system. Journal of Agricultural and Technology Vol. 1 No.8 Tahun 2011. P: 1118-1121.
Duarsa, M. A. P., I. W. Suarna, A. A. A. S. Trisnadewi dan I. M. S. Wijaya. 2020. Strategi implementasi animal welfare dalam penyediaan pakan sapi Bali. Jurnal Pastura Vol. 9 No. 2 Tahun 2020. P: 109-113.
Farizaldi, F. 2011. Produktivitas hijauan makanan ternak pada lahan perkebunan kelapa sawit berbagai kelompok umur di Ptpn 6 Kabupaten Batanghari Propinsi Jambi. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan Vol. 9 No. 2 Tahun 2011. P: 68–73.
Gomez, K. A. dan A. G. Arturo. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian Edisi Kedua. Universitas Indonesia, Hal: 13-16.
Kumalasari, N. R., F. M. Abdillah, L. Khotijah, and L. Abdullah. 2019. Pertumbuhan kembali Asystasia gangetica pasca aplikasi growth hormone pada stek di naungan yang berbeda. Jurnal Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Vol. 17 No. 1 Tahun 2019. P: 21–24.
Kusumawati, N. N. C., N. M. Witariadi, I. K. M. Budiasa, I. G. Suranjaya dan N. G. K. Roni. 2017. Pengaruh jarak tanam dan dosis bio-urin terhadap pertumbuhan dan hasil rumput
Panicum maximum pada pemotongan ketiga. Jurnal Pastura Vol. 6 No. 2 Tahun 2017. P: 66-69.
Kusumawati, N. N. K., A. A. A. S. Trisnadewi dan N. W. Siti. 2014. Pertumbuhan dan hasil Stylosanthes cv CIAT 184 pada tanah entisol dan inceptisol yang diberikan pupuk organik kascing. Majalah Ilmiah Peternakan Vol. 17 No. 2 Tahun 2014. P: 46-50.
Masita, J. F. Rehena, J. Riry, dan A. Awan. 2015. Pengaruh berbagai jenis dan dosis pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman hotong (setaria italica (L.) Beauv). Journal Biopendix Vol. 2 No. 1 Tahun 2015. P: 46-55.
Musnamar. 2003. Pupuk Organik Cair dan Padat, Pembentukan dan Aplikasi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Nenobesi, D., W. Mella, dan P. Soetedjo. 2017. Pemanfaatan limbah padat kompos kotoran ternak dalam meningkatkan daya dukung lingkungan dan biomassa tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.). Jurnal Pangan Vol. 26 No. 1. P: 43–56.
Ningalo, R. R., Rustandi, D. A. Kaligis, dan N. Bawole. 2017. Pengaruh defoliasi dan level pupuk nitrogen terhadap performans rumput Bracharia humidicoca (Rendle) Schweick cv. Tully. Jurnal Zootek Vol. 37 No. 1 Tahun. P: 25-32.
Noralita, L., N. M. Witariadi, dan I. W. Wirawan. 2020. Pertumbuhan dan hasil rumput gajah kate (Pennisetum pupureum cv. Mott) pada jenis dan dosis pupuk kandang. Jurnal Pastura Vol. 10 No. 1 Tahun 2020. P: 32-36.
Prasetyo, R.. 2014. Pemanfaatan berbagai sumber pupuk kandang sebagai sumber N dalam budidaya cabai merah (Capsicum annum L.) di tanah berpasir. Jurnal Planta Tropika Vol. 2 No. 2 Tahun 2014. P: 125-132.
Purba, T., R. Situmeang, H. F. R. Mahyati, Arsi, R. Firgiyanto, A. S. T. T. Saadah, J. J. Herawati, dan A. A. Suhastyo. 2021. Pupuk dan Teknologi Pemupukan. Yayasan Kita Menulis.
Rachmawati, S. 2000. Upaya pengelolaan lingkungan usaha peternakan ayam. Jurnal Wartazoa Vol. 9 No. 2 Tahun 2000. P: 73 – 80.
Satata, B., dan M. E. Kusuma. 2014. Pengaruh tiga jenis pupuk kotoran ternak (sapi, ayam dan kambing) terhadap pertumbuhan dan produksi Rumput Brachiaria humidicola. Jurnal Ilmu Hewani Tropika Vol. 3 No. 2 Tahun 2014: 5–9.
Sembiring, E. C.. 2022. Pengaruh waktu dekomposisi dan dosis pupuk kotoran ayam terhadap pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. Jurnal Peternakan Tropika Vol. 10 No. 2 Tahun 2022. P: 468-477.
Silalahi, M. A., A. Rumambi, M. M. Telleng, dan W. B. Kauang. 2018. Pengaruh pemberian pupuk kandang ayam terhadap pertumbuhan tanaman sorgum sebagai pakan. Jurnal Zootec Vol. 38 No.2 Tahun 2018. P: 286-295.
Siregar, E. A.. 2022. Dinamika Unsur Hara Nitrogen pada Tanah Andisol dan Ultisol. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Steel, R. G. D., dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistik. Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Suarna, I. W., N.N. Suryani, K.M. Budiasa, dan I. M. S. Wijaya. 2019. Karakteristik tumbuh Asystasia gangetica pada berbagai aras pemupukan urea. Jurnal Pastura Vol. 9 No. 1 Tahun 2019. P: 21–23.
Subowo, G. 2010. Strategi efisiensi penggunaan bahan organik untuk kesuburan dan produktivitas tanah melalui pemberdayaan sumberdaya hayati tanah. Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 4 No. 1 Tahun 2010. P: 13-25.
Supartha, I., G. Wijana, dan G. Adnyana. 2012. Aplikasi jenis pupuk organik pada tanaman padi sistem pertanian organik. Jurnal Agroekoteknologi Tropika Vol. 1 No. 2 Tahun 2012. P: 98–106.
Timung, A. P., D. YL. Serangmo, dan M. M. Airtur. 2017. Efek residu bahan organik terhadap beberapa sifat kimia dan hasil kangkung darat di tanah vertisol oepura. Internasional Prossiding: Building Synergy on Deiversity in The Borders “Embodying The Goal Maritime Axis” Vol. 1 No. 1. Halaman: 263-270.
Trisnadewi, A. A. A. S., T. G. O. Susila dan I. W. Wijana. 2012. Pengaruh jenis dan dosis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan produksi jagung manis (Zea mays saccharata Sturt). Jurnal Pastura Vol. 1 No. 2 Tahun 2012. P: 52-55.
Wahyuni, S. H. dan D. P. Yanti. 2018. Pengujian nilai hara makro kotoran ayam yang di dekomposisi Trichoderma viride. Jurnal Pertanian Tropik Vol. 5 No. 3 Tahun 2012. P: 441-446.
Widarti, B. N., W. K. Wardhini, dan E. Sarwono. 2015. Pengaruh rasio C/N bahan baku pada pembuatan kompos dari kubis dan kulit pisang. Jurnal Integrasi Proses Vol. 5 No. 2 Tahun 2015. P: 75-80.
Witariadi, N. M. dan N. N. C. Kusumawati. 2019. Produktivitas kacang pinto (Aracis pintoi) yang dipupuk dengan jenis dan dosis pupuk organik berbeda. Majalah Ilmiah Peternakan Vol. 22 No. 2 Tahun 2019. P: 84-88.
Wiranatha, K. J., J. Peternakan Tropika Vol. 11 No. 1 Th. 2023 : 175 – 186
Page 186
Discussion and feedback