ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

Submitted Date: July 1, 2022

Accepted Date: January 3, 2023


Editor-Reviewer Article : I Made Mudita & Eny Puspani

PENGARUH PENGGANTI SEBAGIAN RAMSUM KOMERSIAL DENGAN RANSUM KONVENSIONAL TERHADAP KUALITAS FISIK TELUR AYAM ISA BROWN

Diningrat, I D. G. A. A., I M. Suasta, dan I P. A. Astawa

PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali E-mail: [email protected], Telp +6281236311402

ABSTRAK

Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggantian sebagian ransum komersial dengan ransum konvensional terhadap kualitas fisik telur ayam Isa brown telah dilaksanakan di kandang milik Bapak I Putu Ari Astawa yang berlokasi di Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, untuk analisis pakan dilakukan di laboratorium nutrisi dan makanan ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana Bali pada tanggal 10 Oktober - 10 Januari 2022. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diberikan yaitu perlakuan P0 ( Ayam yang diberikan ransum komersial (PL 241), perlakuan P1 (ayam yang diberikan ransum konvensional 1), perlakuan P2 (ayam yang diberikan ransum konvensional 2), perlakuan P3 (ayam yang diberikan ransum konvensional 3). Variabel yang diamati meliputi berat telur, persentase putih telur, persentase kuning telur, persentase kulit telur, warna kuning telur, dan HU (Haugh Unit). Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat telur pada perlakuan P1 nyata lebih tinggi (P<0,05) daripada P0, sedangkan dengan P2 berbeda tidak nyata (P>0,05) dan dengan P3 nyata lebih rendah (P<0,05) daripada P0. Persentase putih telur tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) di antara perlakuan. Persentase kuning telur pada perlakuan P1, P2, dan P3 nyata lebih rendah (P<0,05) daripada P0. Untuk persentase kulit telur perlakuan P0, nyata lebih rendah (P<0,05) daripada perlakuan P1, P2, dan P3. Warna kuning telur menunjukkan P1 nyata lebih rendah (P<0,05) daripada P0, sedangkan dengan P2 berbeda tidak nyata (P>0,05) dan dengan P3 nyata lebih tinggi (P<0,05) daripada P0. Untuk haugh unit P1, P2, dan P3 nyata lebih tinggi (P<0,05) daripada P0. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggantian sebagian ransum komersial dengan ransum konvensional memberikan hasil yang sama terhadap persentase putih telur tetapi memberikan hasil berbeda pada berat telur, HU, dan menurunkan persentase kuning telur dan warna kuning telur, serta meningkatkan persentase kulit telur dibandingkan dengan ransum komersial.

Kata kunci: ransum, isa brown, kualitas fisik telur

THE EFFECT OF PARTIAL REPLACEMENT OF COMMERCIAL RATE WITH CONVENTIONAL RATING ON THE PHYSICAL QUALITY OF ISA BROWN CHICKEN EGGS

ABSTRACT

The research which aims to determine the effect of partial replacement of commercial rations with conventional rations on the physical quality of Isa brown chicken eggs has been carried out in the cage owned by Mr. I Putu Ari Astawa located in Candikusuma Village, Melaya District, Jembrana Regency, for feed analysis carried out in the nutrition and nutrition laboratory. fodder, Faculty of Animal Science, Udayana University, Bali on October 10 -January 10, 2022. The study used a completely randomized design (CRD) consisting of 4 treatments and 4 replications. The treatments given were treatment P0 (chicken given commercial ration (PL 241), treatment P1 (chicken given conventional ration 1), treatment P2 (chicken given conventional ration 2), treatment P3 (chicken given conventional ration 3). The variables observed included egg weight, egg white percentage, egg yolk percentage, egg shell percentage, yolk color, and HU (Haugh Unit).The results showed that egg weight in P1 treatment was significantly higher (P<0.05) than P0, whereas with P2 it was not significantly different (P>0.05) and with P3 it was significantly lower (P<0.05) than P0. The percentage of egg whites did not show a significant difference (P>0.05) between treatments. The percentage of egg yolks in treatment P1, P2, and P3 was significantly lower (P<0.05) than P0. For the percentage of eggshells in treatment P0, it was significantly lower (P<0.05) than treatments P1, P2, and P3. Egg yolk color showed that P1 was significantly lower (P<0.05) than P 0, whereas with P2 it was not significantly different (P>0.05) and with P3 it was significantly higher (P<0.05) than P0. For Haugh units P1, P2, and P3 were significantly higher (P<0.05) than P0. Based on the results of this study, it can be concluded that partial replacement of commercial rations with conventional rations gave the same results on the percentage of egg whites but gave different results on egg weight, HU, and decreased the percentage of yolk and egg yolk color, and increased the percentage of egg shells compared to the diet. commercial.

Keywords: rations, brown ice, physical quality eggs

PENDAHULUAN

Peternakan sebagai salah satu sub sektor pertanian dalam arti luas memegang peranan cukup penting dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat terutama dalam memenuhi kebutuhan akan protein hewani. Perkembangan industri peternakan juga sudah maju sedemikian pesat, namun senantiasa dihadapkan pada berbagai kendala yang ikut berkembang dan kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan bila usaha peternakan ayam ras diklasifikasikan sebagai usaha ekonomi yang memerlukan modal besar.

Ayam petelur merupakan salah satu komoditas ternak penyumbang protein hewani yang mampu menghasilkan produk yang bergizi tinggi. Tingkat hasil produksi dari ayam petelur Diningrat, I D. G. A. A., J. Peternakan Tropika Vol. 11 No. 1 Th. 2023 : 134 – 145 Page 135

dipengaruhi oleh kualitas ransum yang digunakan. Pada umumnya peternak ayam petelur memberikan pakan komersial (pakan lengkap), ada juga yang memformulasi sendiri dengan bahan ransum yang ada di Indonesia. Pemberian ransum tersebut diatas dipengaruhi oleh faktor harga, karena biaya pakan dalam usaha peternakan mencapai 70 % - 80 % dari biaya produksi (Sinurat, 1999).

Ransum komersial memiliki harga yang terus meningkat. Peternak ayam petelur di daerah Jembrana, memberikan ransum dengan memformulasi sendiri dari beberapa bahan pakan. sehingga sangat diperlukan pengetahuan dan keterampilan untuk membuat formulasi ransum agar kandungan nutrien, semakin lengkap sebelum diberikan pada ternak unggas (Harmayanda et al., 2016). Dalam memformulasi ransum diperlukan pengetahuan tentang bahan pakan sebagai sumber energi, protein, lemak, serat, vitamin dan juga mineral, sehingga nantinya dalam penyusunan pakan itu seimbang. Begitu juga diperlukan keterampilan dalam mencampur bahan ransum sehingga hasil homogen (Widodo, 2017).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Resnawati dan Bintang (2014) bahwa pemberian ransum komersial dengan ransum konvensional ayam petelur dalam perbandingan tertentu dapat meningkatkan pertumbuhan dan juga produksi ternak unggas. Respon ayam petelur terhadap ransum yang memiliki kualitas tinggi dengan memanfaatkan bahan pakan lokal menunjukkan pertumbuhan dan produksi yang baik. Berdasarkan informasi tersebut maka penulisan ini perlu dilaksanakan.

MATERI DAN METODE

Materi

Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Oktober - 10 Januari 2022 bertempat di kandang milik Bapak I Putu Ari Astawa yang berlokasi di Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, dan untuk analisis pakan dilakukan di laboratorium nutrisi dan makanan ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar, Bali.

Alat penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tray telur, timbangan digital, plastik, jangka sorong, micrometer, roche yolk colour fan, alas kaca, penggaris, dan alat tulis.

Ransum dan air minum

Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum. Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum komersial jenis piala (PL 241) dan ransum konvensional yang tersusun dari jagung, dedak padi, konsentrat, mineral, dan tepung ikan. Komposisi bahan penyusun ransum konvensional adalah seperti pada . Komposisi bahan penyusun ransum konvensional adalah seperti pada Tabel 1 sedangkan Kandungan zat gizi ransum perlakuan pada Tabel 2.

Tabel 1. Komposisi bahan penyusunan ransum komersial dan konvensional ayam ras

petelur.

Bahan Pakan (%)

Ransum Perlakuan1

P0

P1

P2

P3

Ransum Piala (PL 241)

100

30

29

28

KLK S (36)3)

-

10

9

8

PB2)

-

10

9

8

Jagung

-

30

31,6

32,7

Dedak padi

-

10

11

12

Tepung ikan

-

9,5

10

11

Mineral4)

-

0,5

0,4

0,3

TOTAL

100

100

100

100

Keterangan:

1. P0 = Ransum komersial piala (PL 241) Produksi PT. Japfa Comfeed Indonesia,Tbk. Standar Scott et al.,

(1982).

P1 = Ransum konvensional 1

P2 = Ransum konvensional 2

P3 = Ransum Konvensional 3

2. PB = Pakan broiler (Produksi PT. Japfa Comfeed Indosesia,Tbk.)

3. KLK S (36) = Konsentrat khusus ayam petelur (Produksi PT. Japfa Comfeed Indonesia,Tbk.)

4. Mineral = Masamix (Produksi PT. MENSANA)

Tabel 2. Kandungan zat gizi

ransum perlakuan

Kandungan zat gizi pakan2

Ransum Perlakuan1

P0

P1

P2

P3

Standar3

Energi metabolis (kkal/kg)

2900

2825

2802

2723

2900

Protein kasar (%)

18,5

18,9

17,9

17,9

18,5

Lemak kasar (%)

3

5

7

5

5 – 10

Serat kasar (%)

6

4

7

9

3 – 6

Ca (%)

4

4

4

4

3,5 – 4

Abu (%)

14

10

12

13

14

Fosfor (%)

0,45

0,5

0,48

0,45

0,45

Air (%)

12

10

9

9

12

Keterangan:

1. P0 = Ransum piala (PL 241) Produksi PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk. Standar Scott et al., (1982).

P1 = Ransum konvensional 1

P2 = Ransum konvensional 2

P3 = Ransum Konvensional 3

2. Analisis Proksimat Lab Nutrisi Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar, Bali

3. Standar Scrott et al., (1982).

Kandang dan peralatan

Tipe Kandang yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang dengan sistem battery permanen yang terbuat dari kawat sebanyak 80 petak. Setiap petak berukuran panjang 35 cm, lebar 30 cm, tinggi depan 37 cm dan tinggi belakang 30 cm. Semua petak kandang terletak pada sebuah bangunan dengan atap terbuat dari asbes dan lantai dari beton. Tiap deret kandang dilengkapi tempat ransum dari pipa paralon dan tempat air minum otomatis (nipple). Di bawah kandang menggunakan lantai beton yang ditaburi serbuk gergaji kayu untuk mengurangi bau kotoran dan memudahkan dalam membersihkan kotoran ayam.

Metode

Rancangan penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan, tiap ulangannya diberikan pada 10 ekor ayam isa brown, dan total ayam yang digunakan 160 ekor ayam isa brown. Keempat perlakuan tersebut adalah:

Perlakuan P0 : Ayam yang diberikan pakan komersial (PL 241)

Perlakuan P1 : Ayam yang diberikan ransum konvensional 1

Perlakuan P2 : Ayam yang diberikan ransum konvensional 2

Perlakuan P3 : Ayam yang diberikan ransum konvensional 3

Pengambilan data

Pengambilan dan pemecahan telur dilaksanakan di Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, diambil setiap minggu sebanyak 4 butir setiap perlakuan, selama 4 minggu untuk diuji kualitasnya.

Pemberian Ransum

Ransum diberikan dua kali sehari yaitu pagi dan siang hari. Setiap pemberian ransum selalu dicatat untuk mengetahui komsumsi ransum perharinya.

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  • 1.    Berat telur

  • 2.    Persentase putih telur, Persentase putih telur didapatkan dengan rumus:

.        . ∙. . . Beratputihtelur „

Persentase putih telur = ------------- X 100%

r                BeratTelur

  • 3.    Persentase kuning telur, Persentase kuning telur didapatkan dengan rumus:

  • n . i ∙   . . BeratKuninqTelur

Persentase kuning telur = ---------2----x 100%

Berat Telur

  • 4.    Persentase kulit telur, Persentase kulit telur didapatkan dengan rumus:

j i 1 i Berat Kulit Telur

Persentase kulit telur = -------------x 100%

Berat Telur

  • 5.    Warna kuning telur

HU (Haugh Unit), haugh unit dihitung dengan rumus : HU =100 Log ( H + 7,57 – 1,7 W0,37 )

Analisis statistik

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila diantar perlakuan berbeda nyata pada 5% (P<0,05), dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berat telur

Hasil penelitian menunjukkan rataan berat telur ayam Isa brown pada P0 (ayam yang diberi ransum komersial) sebesar 61,17 g/butir. Rataan berat telur ayam Isa brown yang diberi perlakuan P1 (ayam yang diberi ransum konvensional 1) nyata lebih tinggi 2,73% (P<0,05) dibandingkan perlakuan P0. Sedangkan rataan berat telur isa brown yang diberikan perlakuan P2 (ayam yang diberi ransum konvensional 2) dan ayam Isa brown yang diberi perlakuan P3 (ayam yang diberi ransum konvensional 3), masing-masing 0,89%, dan 4,16% lebih rendah daripada P0. Perbedaan P0 dengan P2 secara statistic berbeda tidak nyata (P>0,05), sedangkan P0 dengan P3 berbeda nyata (P<0,05).

Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 3) menunjukkan bahwa ayam Isa brown yang diberi ransum konvensional 1 (P1) memiliki berat telur terberat dibandingkan perlakuan yang lain. Hal ini disebabkan karena kandungan protein ransum pada perlakuan P1 adalah paling tinggi. Selain itu, adanya tambahan mineral (mesamix) yang lebih tinggi sehingga menyebabkan berat telur lebih berat. (Astawa ari, Bidura, dan Wibawa 2018) Menyatak pemberian probiotik Saccharomyces spp. Gb-7 atau Gb-9 dalam ransum ayam Lohmann Brown pada umur 40- 48 minggu dapat meningkatkan kualitas fisik telur yang meliputi berat telur, persentase kuning

telur, dan persentase kulit telur, tetapi menurunkan persentase putih telur. Suplementasi probiotik nyata dapat meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi penggunaan ransum, serta menurunkan kadar kolesterol tubuh (Bidura et al., 2014). Suryani dan Bidura (1999) menyatakan bahwa suplementasi 0,50% ragi dalam ransum dapat meningkatkan produksi telur dan efisiensi penggunaan ransum.

Tabel 3. Hasil kualitas fisik telur ayam petelur yang diberikan ransum komersial dan konvensional

Variabel

Ransum Perlakuan1

P0       P1       P2      P3     SEM3

Berat telur (g/butir) Putih telur (%) Kuning telur (%) Kulit kelur (%) Warna kuning telur HU (Haugh Unit) (mm)

61,17b     62,89c    60,61?   58,61a     0,50

61,99a     62,81a    60,31a   58,65a     1,67

27,44d     20,20α    24,50b   26,49c     0,20

10,57a     16,99b    15,18b   14,84h     1,37

9,50bc    9,06α      9,31ab    9,68c      0,10

0,69a        2,71b       1,27a     2,20ab       1,14

Keterangan:

1.

Perlakuan:

P0 : Ransum komersial atau ransum piala produksi PT. Jafpa Comfeed Indonesia, Tbk. (PL 241)

P1 : Ayam yang diberikan ransum konvensional 1

P2 : Ayam yang diberikan ransum konvensional 2

P3 : Ayam yang diberikan ransum konvensional 3

2. SEM : “Standard Error of The Treatment Means”

3. Nilai dengan huruf yang sama pada abris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata (P<0,05)

Persentase putih telur

Hasil penelitian menunjukkan rataan persentase putih telur ayam Isa brown P0 sebesar 61,99%. Perlakuan P1, P2, dan P3 yang diberi ransum konvensional masing-masing 1,32%, 2,71%, dan 5,38% lebih rendah daripada P0 secara statistic berbeda tidak nyata (P>0,05).

Hal yang sama dilaporkan oleh Triawati (2007), bahwa kandungan dari telur berupa 12.8% – 13.4 % terdiri dari protein. Hal ini sejalan dengan Yuwanta (2010), yang menyatakan bahwa penggunaan mineral khususnya posfor memegang peranan penting dalam peningkatan berat telur. Kadar posfor tersedia 0,30 g/hari cukup untuk memberikan berat telur yang baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada semua perlakuan ayam Isa brown memiliki persentase putih telur yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena asupan protein untuk pembentukan putih telur telah tercukupi, sehingga menghasilkan putih telur yang sama. (Bidura et al.,2008) menyatakan bahwa adanya probiotik dalam ransum akan dapat meningkatkan penyerapan zat makanan. Di samping itu probiotik dapat meningkatkan

kecernaan zat-zat makanan, seperti di laporkan juga oleh Candrawati et al. (2014). Hal yang sama dilaporkan oleh Bell dan Weaver, 2002 menyatakan bahwa persentase putih telur antara 58% – 60% artinya persentase putih telur tersebut baik.

Persentase kuning telur

Hasil penelitian menunjukkan rataan persentase kuning telur ayam Isa brown pada perlakuan P0 sebesar 27,44%, sedangkan untuk perlakuan P1, P2, dan P3 yang diberi ransum konvensional masing-masing 7,24%, 10,71%, dan 3,46% lebih rendah daripada P0. Secara statistik berbeda nyata (P<0,05).

Hasil penelitian menunjukkan presentase kuning telur ayam Isa brown perlakuan P1,P2, dan P3 lebih rendah dibandingkan dengan ayam Isa brown yang diberi perlakuan P0. Persentase kuning telur secara berturut-turut 7,24%, 2,94%, dan 0,95% lebih rendah dibandingkan P0 dan secara statistik berbeda nyata (P<0.05). Hal ini disebabka karena pada formulasi ransum konvensional P1,P2, dan P3 diberikan penambahan tepung ikan yang bertujuan untuk memberi tambahan lemak kasar pada ransum. Hal ini didukung oleh Murtidjo, 2001 menyebutkan tepung ikan yang digunakan dalam formulasi ransum dengan tingkat penggunaannya berkisar antara 5 % pada ransum unggas. Jika ditinjau dari segi kandungan lemaknya, ikan sebagai bahan baku penggunaan tepung ikan dikelompokkan menjadi tiga yaitu ikan berkadar lemak rendah (3 - 5%), ikan berkadar lemak sedang (6 -10%), ikan berkadar lemak tinggi (lebih besar dari 10%).

Persentase kulit telur

Rataan persentase kulit telur ayam Isa brown yang diberi perlakuan P0 adalah 10,57%, sedangkan rataan persentase kulit telur pada ayam Isa brown yang mendapat perlakuan P1, P2, dan P3 masing-masing 6,42%, 4,61%, dan 4,27% lebih tinggi daripada P0. Perbedaan tersebut secara statistic berbeda nyata (P<0,05).

Hasil penelitian menunjukkan persentase kulit telur ayam Isa brown Pada perlakuan P0 lebih rendah dibandingkan dengan ayam Isa brown yang diberi perlakuan P1,P2, dan P3 berturut-turut sebesar 6,42%, 4,61%, dan 4,27% lebih tinggi daripada P0. Perbedaan tersebut secara statistic berbeda nyata (P<0,05). Hal ini disebabkan karena pada ayam Isa brown dengan menggunakan ransum konvensional mendapatkan penambahan mineral (mesamix) sebesar 0,5%, 0,4%, dan 0,3% sehingga menyebabkan kulit telur menjadi lebih berat. Hasil penelitian Saputra 2016, menunjukkan bahwa penambahan feed aditif dengan dosis 0,15;

0,25; dan 0,35% dalam ransum memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap bobot telur dan haugh unit(HU), tetapi berpengaruh nyata pada nilai tebal kerabang.

Warna kuning telur

Hasil penelitian menunjukkan rataan warna kuning telur ayam Isa brown yang diberikan perlakuan P0 adalah 9,50. Pada perlakuan P1 lebih rendah 4,63 secara statistic berbeda nyata (P<0,05), sedangkan pada perlakuan P2 lebih rendah 2,00 dibandingkan P0 tetapi secara statistic berbeda tidak nyata (P>0,05). Pada perlakuan P3 lebih tinggi 4,63 namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05).

Hasil penelitian menunjukkan warna kuning telur ayam Isa brown pada perlakuan P1 lebih rendah 4,63 secara statistic berbeda nyata, sedangkan pada perlakuan P2 rendah 2,00 dibandingkan P0 tetapi secara statistic berbeda tidak nyata (P>0,05). Pada perlakuan P3 lebih tinggi 4,63 namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena pada konsumsi jagung ayam Isa brown dengan ransum konvensional P1,P2, dan P3 masing-masing diberi 30, 31,6, dan. 32,7. Warna kuning yang dihasilkan ditentukan oleh kandungan karotenoid (xantofil) yang dapat berasal dari komponen pakan, seperti biji jagung ataupun hijauan (Yuwanta 2010). Kecerahan kuning telur merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas telur, berdasarkan roche yolk color fan warna kuning telur yang baik berada angka 9-12 (Sudaryani, 2006).

HU ( Haugh Unit)

Nilai rataan Haugh Unit telur ayam Isa brown pada perlakuan P0 yaitu 0,69 mm. Pada perlakuan P2 lebih tinggi 0,58% dari P0 namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Sedangkan pada perlakuan P1 dan P3 lebih tinggi masing-masing 2,02%, dan 1,51% secara statistic berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan P0.

Berdasarkan hasil penelitian nilai rataan Haugh Unit ayam Isa brown pada perlakuan P0 yaitu 0,69 mm. Pada perlakuan P2 lebih tinggi 0,58% dari P0 namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Sedangkan pada perlakuan P1 dan P3 lebih tinggi 2,02%, dan 1,51% secara statistic berbeda nyata (P<0,05). Hal ini disebabkan karena konsumsi nutrient ransum (protein) pada perlakuan P1,P2, dan P3 lebih tinggi dibandingkan dengan P0. Faktor penyebab nilai HU rendah berkaitan erat dengan kandungan ovomucin dalam telur yang menipis (Stadelman dan Cotteril, 1995). (Astawa ari dan Suasta 2019) menyatakan bahwa pemberian vitamin dan asam amino pada air minum dapat mempengaruhi lama penyimpanan

dan kualitas fisik telur. Berdasarkan indicator yang menentukan nilai HU pada ayam petelur ialah masa simpan, umur, nutrien pakan, tempat penyimpanan telur, strain, penyakit suplementasi vitamin C dan atau E (Ahmadi dan Rahmini 2011), molting, lama penyimpanan (Roberts 2004), tinggi albumen dan bobot berat telur (Stadelman dan Cotterill 1995).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggantian sebagian ransum komersial dengan ransum konvensional P1 menghasilkan kualitas fisik telur ayam Isa brown yang lebih baik dari ransum komersial.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka disarankan kepada peternak ayam petelur untuk menggunakan ransum jenis konvensional (P1) karena harganya yang lebih murah tetapi kualitasnya mampu mengimbangi ransum komersial.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng., IPU., Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS., IPU. dan Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt., MP., IPM., ASEAN Eng. atas fasilitas pendidikan dan pelayanan administrasi kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Astawa. I. P. A., Suasta I. M. 2019. Pengaruh pemberian vitamin dan asam amino melalui air minum terhadap lama penyimpanan dan kualitas fisik telur ayam ras. UPT Perpustakaan Universitas Udayana.

Astawa. I. P. A., Bidura I G. N. G., dan Wibawa A. A. P. P. 2018. Pengaruh pemberian probiotik saccharomyces spp. gb-7 dan gb-9 dalam ransum terhadap kualitas fisik telur ayam lohmann brown umur 40-48 minggu.

Bell, D. and W. D. Weaver. 2002. Commercial Chicken Production Meat and Egg Production.5th Edition. Springer Science and Business Media Inc. United Stated.

Bidura, I. G. N. G., Sumardani L. G., Putri T. I., dan Pertama I. B.G. 2008. Pengaruh pemberian ransum terfermentasi terhadap pertambahan berat badan, karkas, dan jumlah lemak abdomen pada itik bali. Jurnal Pengembangan Peternakan TropisVol. 33 (4) : 274-281

Bidura, I. G. N. G., Candrawati D. P. M. A., and Warmadewi D.A. 2014. Implementation of Saccharomyces spp.S-7 isolate (Isolated from manure of bali cattle) as a probiotics agent in diets on performance, blood serum cholesterol, and ammonia-N concentration of broiler excreta. International Journal of Research Studies in Biosciences (IJRSB) Vol. 2 (8): 6-16.

Candrawati. D . P. M. A., Warmadewi. D. A, and Bidura. I. G. N. G. 2014. “Kulturion ofSaccharomyces spp. From manure of beef cattle as a probiotics peopertis and has CMC-ase activity to improve nutrien quality of rice bran”. J . Biol. Chem.Research. Vol. 31, No 1 : 39-52.

Murtidjo, B. 2001. Pedoman Meramu Pakan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Resnawati, H dan I.A.K Bintang. 2014. Kebutuhan pakan ayam pada periode pertumbuhan. Jurnal Lokarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam. 1(38): 0-74.

Saputra, D. R. 2016. Pengaruh Penambahan Feed Aditif dalam Ransum dengan Dosis yang Berbedaterhadap Bobot Telur, Tebal Kerabang, dan Nilai Haugh Unit (HU) Telur Ayam Ras. Skripsi. Jurusan peternakan. Fakultas pertanian. Universitas Lampung. Lampung.

Scott, M. L, M. C. Neisheim dan R. J. Young. 1982. Nutrition of Chiken. 3rd Edition, Published M, L Scott and Associates: Ithaca, New York.

Sinurat, A.P. 1999. Penggunaan bahan pakan lokal dalam pembuatan ransum ayam buras. Jurnal Wartozoa. 9(1): 12-20.

Suryani, N.N. dan Bidura I. G.N. G. l999. Pengaruh penambahan ragi tape dalam ransum terhadap produksi telur ayam Lohmann Brown. Majalah Ilmiah Peternakan. Fapet Unud. 2 (l): 10-14.

Suasta I. M., Wibawa A. A. 2018. Pengaruh pemberian ekstrak daun kelor (Moringa OleiferaI) melalui air minum terhadap produksi telur ayam Lohman Brown umur 22-30 minggu. Jurnal Peternakan Tropika

Sudaryani. 2000. Kualitas Telur. Penebar Swadaya, Jakarta .

Sudaryani, T. 2006. Kualitas Telur. Penebar Swadaya, Jakarta.

Stadelman, W.J. and O.J. Cotterill, 1977. Egg Science and Technology, 2nd Ed. Avi Publishing Company Inc. West Port Connecticut.

Siswati, A., Basuki, N., dan A.N. Sugiharto. 2015. Karakterisasi beberapa galur inbrida jagung pakan (Zea Mays L.). Jurnal Produksi Tanaman. 3(1): 19-26.

Sudartama I P. G. O., I P. A. Astawa, I M. Suasta, The effect of adding probiotics through drinking water to the broiler apperance , Jurnal Peternakan Tropika: Vol 7 No 3 (2019): Issue 7 No. 3 - 2019; September - December 2019

Widodo, E. 2017. Ilmu Bahan Pakan Ternak dan Formulasi Pakan Unggas. UB Press, Malang. 1-53.

Yuwanta, T. 2004. Dasar ternak Unggas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Madja University Press, Yogyakarta.

Diningrat, I D. G. A. A., J. Peternakan Tropika Vol. 11 No. 1 Th. 2023 : 134 – 145 Page 145