ISSN: 2528-4940

Vol. 02, No.01: Oktober 2022, pp-10-27.

STILISTIKA

Journal of Indonesian Language and Literature

KESANTUNAN BERBAHASA DALAM SINETRON “IKATAN CINTA”: KAJIAN PRAGMATIK

Anak Agung Nita Yuliantari1*, I Wayan Simpen2, dan I Gusti Ngurah Ketut Putrayasa3 Universitas Udayana

*)Surel: yuliantari.nita@gmail.com

doi: https://doi.org/10.24843/STIL.2022.v02.i01.p02

Artikel diserahkan: 30 Juni 2022; diterima: 30 Juli 2022

LANGUAGE POLITENESS IN THE SOAP OPERA “IKATAN CINTA”: PRAGMATIC STUDIES

Abstract. This research is entitled "Language politeness in the soap opera Ikatan Cinta: Pragmatic Studies". The purpose of this study was to determine the principle of politeness in language and the factors that cause politeness in the language in the soap opera "Ikatan Cinta". The theory used in this research is a pragmatic theory that includes the principle of politeness in language proposed by Leech. This study requires qualitative data to analyze the speech of the protagonist and the characters in the soap opera "Ikatan Cinta". The data collection method used is the listening method with the free-of-conversation listening technique. The process of data analysis used descriptive qualitative methods while presenting the results of the data analysis used formal and informal methods. The source of this research data used as material for analysis is the speech of the protagonist and the character in the soap opera "Ikatan Cinta" which can be found in the Vision+ application. The results of this study are in the form of the principles of language politeness and the factors that cause language politeness contained in the speech between the characters of the soap opera "Ikatan Cinta". The principle of politeness found in the soap opera "Ikatan Cinta" is tact maxim, generosity maxim, approbation maxim, agreement maxim, modesty maxim, and sympathy maxim. This study found the factors that cause politeness in the soap opera "Ikatan Cinta", namely the status factor, age factor, and gender factor. Of the three factors, the most commonly found in the status factor.

Keywords: causative factors; the principle of politeness; soap opera

PENDAHULUAN

Sinetron (singkatan dari sinema elektronik) adalah drama yang dibuat khusus untuk penayangan di media elektronik, seperti televisi (“Sinetron”, n.d., para. 1). “Ikatan Cinta” adalah sinetron drama romantis Indonesia diproduksi oleh MNC Pictures yang ditayangkan perdana pada 19 Oktober 2020 pukul 20.30 WITA di RCTI. Tuturan yang terdapat di dalam sinetron genre drama romantis tentu saja bertujuan menguras emosi para penonton. Tuturan dalam sinetron bergenre drama romantis dapat membuat para penonton terbawa perasaan atas hubungan antartokoh sinetron tersebut. Terkait dengan hal itu, ditemukan tuturan-tuturan yang mengandung

kesantunan berbahasa dalam sinetron bergenre drama romantis. Salah satu contoh tuturan yang mengandung kesantunan berbahasa dalam sinetron “Ikatan Cinta” adalah sebagai berikut.

Konteks: Ketika Andin dan Mirna hendak pulang, salah satu pegawai datang lalu menyuruh Andin untuk lembur.

Pegawai : “Andin, hari ini kamu mulai lembur ya. Kamu bersihin ya semua toilet kantor yang ada di lantai 15 sampai 20”

Mirna : “Maaf bu. Andin baru hari pertama kerja tapi kok udah lembur aja Bu ya. Saya kayaknya dulu baru pertama kali kerja gak ada lembur-lemburnya Bu. Kalo gitu gue bantuin loe ya?”

Andin : “Gak usah”

Tuturan di atas termasuk tuturan yang mematuhi prinsip kesantunan berbahasa. Tuturan yang digunakan tokoh figuran Mirna dan tokoh protagonis Andin termasuk mematuhi maksim kearifan. Tuturan di atas termasuk maksim kearifan karena tuturan Mirna tersebut memaksimalkan keuntungan bagi orang lain. Pemaksimalan keuntungan bagi orang lain (Andin) tampak pada tuturan Mirna, yakni “Kalo gitu gue bantuin loe ya?”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur komisif karena menawarkan bantuan kepada lawan tutur. Dalam hal ini, penutur (Mirna) memaksimalkan keuntungan bagi mitra tutur (Andin), sedangkan lawan tutur (Andin) memaksimalkan kerugian dirinya. Pemaksimalan kerugian diri sendiri tampak pada tuturan Andin “Gak usah”. Hal tersebut menunjukkan bahwa tuturan yang mematuhi prinsip kesantunan berbahasa dalam sinetron “Ikatan Cinta” dituturkan oleh tokoh protagonis (utama) dan tokoh figuran.

Kesantunan berbahasa berdasarkan pandangan Geoffrey Leech mencakup enam maksim kesantunan berbahasa. Leech (dalam Oka, 1993: 206) menyatakan bahwa sopan santun berkenaan dengan hubungan dua peran yang boleh dinamakan diri dan lain. Keenam maksim yang dikemukakan oleh Leech, yaitu maksim kearifan (tact maxim), maksim kedermawanan, (generosity maxim), maksim pujian (approbation maxim), maksim kerendahan hati (modesty maxim), maksim kesepakatan (agreement maxim), dan maksim simpati (sympathy maxim). Kesantunan berbahasa menurut pandangan Hymes (Simpen, 2008b:223) menyatakan perilaku berbahasa harus menggambarkan kemampuan berbahasa seseorang secara pragmatik. Kemampuan berbahasa seseorang secara pragmatik harus mempertimbangkan faktor-faktor yang

memengaruhi tindakan itu. Ada beberapa faktor penyebab kesantunan dalam sinetron “Ikatan Cinta”, yaitu status, umur, dan jenis kelamin.

Berdasarkan uraian di atas, kajian dalam Sinetron “Ikatan Cinta” ini dilakukan dilakukan untuk menjawab pertanyaan prinsip kesantunan berbahasa dan faktor-faktor apa sajakah yang memengaruhi kesantunan berbahasa dalam Sinetron “Ikatan Cinta”? Untuk mengetahui hal tersebut, kajian ini difokuskan pada bentuk tuturan kesantunan berbahasa dan faktor-faktor yang memengaruhi kesantunan berbahasa. Penelitian ini menggunakan lima episode yang ditayangkan pada 19 Oktober 2020– 23 Oktober 2020.

Penelitian yang mengkaji kesantunan berbahasa sudah dilakukan oleh beberapa peneliti pada tahun 2014 sampai dengan 2020. Kajian-kajian tersebut berfokus pada film, acara komedi, dan sinetron.

Arianti (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Kesantunan Berbahasa dalam Film Habibie & Ainun” mengkaji jenis pemakaian berbahasa santun dalam perfilman dan faktor-faktor penyebab terjadinya kesantunan berbahasa. Teori yang digunakan adalah kesantunan berbahasa menurut Brown dan Levinson. Arianti (2014) menggunakan sumber data film yang berjudul “Habibie & Ainun”.

Swadiari (2017) dalam skripsinya yang berjudul “Pelanggaran Kesantunan Berbahasa dalam Acara CNL di Net TV Kajian Pragmatik” mengkaji jenis pelanggaran kesantunan berbahasa dalam acara CNL di Net TV. Teori yang digunakan adalah kesantunan berbahasa Leech. Penelitian Swadiari (2017) mengkaji prinsip kesantunan berbahasa menurut Leech dan faktor-faktor penyebab kesantunan. Swadiari (2017) menggunakan sumber data acara komedi yang berjudul CNL.

Kartikasari (2020) dalam skripsinya yang berjudul “Kesantunan Berbahasa dalam Film Dilan 1990” mengkaji jenis pemakaian berbahasa santun dan pelanggaran kesantunan berbahasa dalam perfilman. Teori yang digunakan kesantunan berbahasa Leech. Kartikasari (2020) menggunakan sumber data film yang berjudul “Dilan 1990”.

Cahyani dan Munalisa (2020) dalam jurnal Bahasa, Sastra dan Pengajarannya yang berjudul “Pelanggaran Prinsip Kesantunan Berbahasa dalam Sinetron “Siapa Takut Jatuh Cinta” mengkaji jenis pelangaran kesantunan berbahasa dan faktor-faktor penyebab terjadinya kesantunan berbahasa. Cahyani dan Munalisa (2020) menggunakan sumber data sinetron yang berjudul “Siapa Takut Jatuh Cinta”.

Dari kajian yang sudah dilakukan, hanya beberapa penelitian yang mengkaji kesantunan berbahasa dalam sinetron. Dalam hal ini, belum diketahui secara mendalam prinsip kesantunan berbahasa apa saja yang terdapat dalam sinetron. Penelitian ini menggunakan teori pragmatik yang di dalamnya terdapat teori

kesantunan berbahasa Leech, aspek-aspek situasi tutur, dan peristiwa tutur. Beberapa peneliti sebelumnya juga menggunakan teori kesantunan berbahasa Leech. Walaupun demikian, penelitian ini masih layak dilakukan karena belum ada hasil penelitian yang mengatakan bahwa tuturan dalam sinetron “Ikatan Cinta” sudah diamati secara linguistik.

Pragmatik mencoba menjelaskan aspek-aspek maksud dalam kaitannya dengan konteks yang tidak dapat ditemukan dalam pengertian kata atau struktur (Rusminto, 2015:58). Pendapat lainnya yang disampaikan Leech (dalam Oka, 1993:8) bahwa pragmatik adalah studi tentang unsur-unsur penyapa dan pesapa, konteks, tujuan, tindak ilokusi, tuturan, waktu, dan tempat. Pusat kajian pragmatik adalah maksud pembicara yang secara tersirat atau tersurat di balik tuturan yang dianalisis. Penelitian terhadap pragmatik dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti tuturan yang terdapat di masyarakat ataupun tuturan yang terdapat dalam media elektronik. Oleh karena itu, pragmatik dan tindak tutur adalah hal yang saling berkaitan

Menurut Yule, tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang tampil lewat tuturan seseorang (dalam Widiastuti, 2014:82). Tindak tutur terdiri atas tiga tindakan yang saling berhubungan. Pertama, tindak lokusi (locutionary act) adalah tindak dasar tutur yang menghasilkan ungkapan linguistik yang memiliki makna. Kedua, tindak tutur ilokusi (ilocutionary act) adalah tindak tutur yang menyebabkan penutur dan lawan tutur melakukan suatu tindakan. Ketiga, tindak tutur perlokusi (perlocutionary act) adalah tindak tutur yang dapat memberikan pengaruh atau efek pada lawan tutur atau orang yang mendengarnya.

Leech mengatakan bahwa sopan santun berkenaan dengan hubungan antara dua pemeran atau yang dapat kita namakan diri dan yang lain. Penting tidaknya perilaku sopan santun ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu apakah pihak ketiga hadir atau tidak, dan faktor lain ialah apakah pihak ketiga di bawah pengaruh diri atau di bawah pengaruh lain. Leech mengajukan teori kesantunan berdasarkan prinsip kesantunan (politeness principles), yang dijabarkan menjadi enam maksim. Keenam maksim yang dikemukakan oleh Leech, yaitu maksim kearifan (tact maxim), maksim kedermawanan, (generosity maxim), maksim pujian (approbation maxim), maksim kerendahan hati (modesty maxim), maksim kesepakatan (agreement maxim), dan maksim simpati (sympathy maxim) (dalam Oka, 1993:206).

Aspek situasi tutur yang perlu dipertimbangkan dalam suatu tuturan, yaitu penutur dan lawan tutur, konteks tuturan, tujuan tuturan, tuturan sebagai bentuk

tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai bentuk verbal (Leech dalam Tarigan, 2015:32).

Peristiwa Tutur (speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam suatu bentuk ujaran yang melibatkan penutur dan lawan tutur (Chaer-Leonie, 2014:47). Delapan komponen yang menandai peristiwa tutur adalah (1) setting and scene, (2) participants, (3) ends atau tujuan, (4) act atau tindakan yang dilakukan di dalam peristiwa tutur, (5) key yaitu nada dan ragam bahasa yang digunakan, (6) intrumentalities mengacu pada alat atau tulisan melalui telepon atau besemuka, (7) norms mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi, (8) genres mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode simak dengan teknik simak bebas libat cakap. Penggunaan metode simak dilengkapi dengan teknik catat dan teknik pencatatan dan pemilahan. Tuturan dalam sinetron ini disimak dan dicatat dengan cara mentranskripsikan terlebih dahulu data yang berwujud tuturan ke dalam bentuk tulisan. Setelah ditranskripkan ke dalam bentuk tulisan, kemudian naskah sinetron ini dibaca secara mendetail dan mencatat data yang relevan dengan penelitian.

Setelah data terkumpul, tahapan selanjutnya, yaitu tahap analisis data. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan dengan teknik dasarnya, yaitu teknik pilah unsur penentu (PUP). Adapun unsur penentu dalam penelitian ini, yaitu mitra wicara dengan daya pilah pragmatis (Sudaryanto: 2015:26). Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik heuristik. Leech (edisi terjemahan Oka, 1993:61) menjelaskan bahwa teknik heuristik berusaha mengidentifikasi daya pragmatik sebuah tuturan dengan merumuskan hipotesis-hipotesis dan kemudian mengujinya berdasarkan data yang tersedia.

Setelah dua tahapan tersebut dilalui, data disajikan dengan menggunakan metode formal dan informal. Metode formal merumuskan dengan tanda dan lambang-lambang berupa huruf, angka atau tanda. Metode informal, yaitu penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata dan kalimat biasa (Sudaryanto, 1993: 145). Teknik penyajian analisis data yang digunakan adalah teknik induktif, yaitu analisis data yang prosesnya berlangsung dari fakta-fakta (data) ke teori (Rohmadi dan Nasucha, 2015:34).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bagian ini mendeskripsikan hasil penelitian dalam penelitian ini. Berikut ini merupakan hasil penelitian yang diperoleh.

  • 1.    Prinsip Kesantunan Berbahasa dalam Sinetron “Ikatan Cinta”

    • 1.1    Maksim Kearifan (tact maxim)

Maksim kearifan menggariskan bahwa jika tuturan penutur berusaha memaksimalkan keuntungan orang lain. Begitu pula, lawan tutur harus memaksimalkan kerugian dirinya bukan sebaliknya. Penggalan wacana dalam sinetron “Ikatan Cinta”yang berisi tuturan mengandung maksim kearifan adalah sebagai berikut.

(01) Waktu tuturan: 0:07:19

Konteks: Andin hendak membawa kue untuk kekasihnya, tetapi di tengah perjalanan ia diserempet motor hingga terjatuh. Kue yang dibawa Andin juga jatuh. Kebetulan Aldebaran tengah melintas dan melihat kejadian itu. Aldebaran turun dari mobilnya dan bergegas membantu Andin.

Aldebaran  :  “Yaudah, ayok saya bantuin”

Andin      :  “Gak usah saya bisa sendiri kok”

(01/Sinetron Ikatan Cinta/19 Oktober 2020)

Tuturan di atas termasuk maksim kearifan karena tuturan Aldebaran tersebut memaksimalkan keuntungan bagi orang lain. Pemaksimalan keuntungan bagi Andin tampak pada tuturan “Yaudah, ayok saya bantuin”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur komisif karena menawarkan bantuan kepada lawan tutur. Dalam hal ini, penutur (Aldebaran) memaksimalkan keuntungan bagi mitra tutur (Andin), sedangkan lawan tutur (Andin) memaksimalkan kerugian dirinya. Pemaksimalan kerugian terhadap diri sendiri tampak pada tuturan Andin, yakni “Gak usah saya bisa sendiri kok”. Pemaksimalan kerugian terhadap diri sendiri tampak pada tuturan Andin, yakni “Gak usah saya bisa sendiri kok”. Pemaksimalan kerugian bagi diri sendiri, yaitu Andin menolak tawaran Aldebaran dan memilih berjalan dengan kakinya yang sakit.

  • 1.2    Maksim Kedermawanan (generosity maxim)

Maksim kedermawanan menggariskan setiap peserta tutur harus memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri dan meminimalkan keuntungan diri sendiri. Penggalan wacana dalam sinetron “Ikatan Cinta” yang berisi tuturan mengandung maksim kedermawanan sebagai berikut.

(07) Waktu tuturan: 0:08:05

Konteks: Surya dan Nino ingin mencari Andin di kantor polisi. Namun, polisi melarang mereka bertemu dengan Andin karena Andin sedang diinterogasi lalu Surya dan Nino hendak pulang.

Surya     :  “Kamu gimana? Kamu juga gak bisa balik ke rumah

karena rumah kamu jadi TKP sekarangkan?”

Nino      :  “Iya”

Surya     :  “Lebih baik kamu ikut kami pulang ya”

Nino      :  “Iya Pah”

(07/Sinetron Ikatan Cinta/20 Oktober2020)

Tuturan (07) yang digunakan Surya mengandung maksim kedermawanan karena memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri dan meminimalkan keuntungan diri sendiri. Pemaksimalan kerugian terhadap diri sendiri tampak pada tuturan Surya “Lebih baik kamu ikut kami pulang ya?”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur komisif karena Surya menawarkan Nino tinggal di rumah Surya.

  • 1.3    Maksim Pujian (approbation maxim)

Maksim pujian menggariskan setiap peserta tutur harus meminimalkan rasa tidak hormat kepada orang lain dan memaksimalkan rasa hormat atau pujian kepada orang lain. Tuturan dikatakan santun jika pertuturan dapat memberi penghargaan atau pujian terhadap orang lain. Penggalan wacana dalam Sinetron “Ikatan Cinta” yang berisi tuturan mengandung maksim pujian adalah sebagai berikut.

  • (17)    Waktu tuturan: 1:06:32

Konteks: Aldebaran menjenguk Mamahnya (Rosa) di rumah sakit jiwa.

Aldebaran :  “Baik mah. Mamah gimana sehat?”

Rosa       :  “Sehat dong. Tu lihat mamah ngerawat tanaman

aglodema di sini cantik kan tanaman mamah?”

Aldebaran :  “Wow cantik banget mah”

(17/Sinetron Ikatan Cinta/21 Oktober 2020)

Tuturan (17) yang digunakan Aldebaran mengandung maksim pujian yakni, ditandai dengan Aldebaran memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain dengan memberi pujian kepada pihak lain. Pemaksimalan rasa hormat terhadap orang lain tampak pada tuturan Aldebaran, yakni “Wow cantik banget, Mah”. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur ekspresif karena Aldebaran memuji Rosa.

  • 1.4    Maksim Kerendahan Hati (modesty maxim)

Maksim kerendahan hati menggariskan setiap peserta tutur untuk meminimalkan pujian terhadap diri sendiri dan kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin. Maksim kerendahan hati diungkapkan dalam kalimat ekspresif dan asertif. Penggalan wacana dalam Sinetron “Ikatan Cinta” yang mengandung maksim kerendahan hati adalah sebagai berikut.

(25)Waktu tuturan: 0:02:31

Konteks: Andin dan Marni pulang dari tempat kerja mereka. Di sepanjang jalan, Andin dan Mirna membicarakan kejadian di kantor saat Andin menolong Aldebaran.

Mirna     :   “Lho tadi hebat juga ya nolongin pak boss kan

biasanya gue yang suka nolongin elo. Kabarnya udah sampe kemana-mana tau”

Andin     :   “Kalo misalnya ada orang di posisi aku pasti bakal

ngelakuin hal yang sama”

(25/Sinetron Ikatan Cinta/23 Oktober 2020)

Tuturan (25) yang digunakan Andin termasuk maksim kerendahan hati karena Andin meminimalkan pujian terhadap diri sendiri. Andin mengatakan “Kalo misalnya ada orang di posisi aku pasti bakal ngelakuin hal yang sama” ketika Mirna memberikan pujian kepadanya. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur ekspresif karena Andin mengecam dirinya sendiri.

  • 1.5    Maksim Kesepakatan (agreement maxim)

Maksim kesepatakan menggariskan setiap peserta tutur agar memaksimalkan kesepakatan antara diri dan orang lain dan meminimalkan ketaksepakatan antara diri dan orang lain. Penggalan wacana dalam sinetron “Ikatan Cinta” yang berisi tuturan mengandung maksim kesepakatan adalah sebagai berikut.

  • (34)    Waktu tuturan: 0:10:52

Konteks: Surya sedang sarapan pagi lalu Andin datang dari kamarnya.

Surya         :  “Pagi, sarapan yuk”

Andin        :  “Iyaa pah”

(34/Sinetron Ikatan Cinta/22 Oktober 2020)

Tuturan (34) yang digunakan Surya dan Andin termasuk maksim kesepakatan karena Andin memaksimalkan kesepakatan antara diri dan orang lain (Surya). Tuturan di atas termasuk tindak tutur asertif karena Andin menyatakan setuju saat Surya mengajak Andin sarapan. Pemaksimalan kesepakatan dengan pihak lain

tampak pada tuturan Andin, yakni “Iya Pah” saat Surya mengajak Andin sarapan. Tuturan Surya dan Andin tersebut termasuk memaksimalkan kesepakatan dengan pihak lain, terutama tuturan Andin yang sepakat dengan perkataan Surya untuk sarapan pagi.

  • 1.6    Maksim Kesimpatian (sympathy maxim).

Maksim simpati menggariskan peserta tutur untuk memaksimalkan rasa simpati antara diri dan orang lain dan meminimalkan rasa antipati antara diri dan orang lain. Penggalan wacana dalam sinetron “Ikatan Cinta” yang berisi tuturan mengandung maksim simpati adalah sebagai berikut.

  • (42)    Waktu tuturan: 0:17:27

Konteks: Andin dan Nino baru saja selesai makan malam, lalu mereka hendak pulang. Tiba- tiba Andin memberikan kejutan kepada Ninodi dalam mobil.

Andin   :  “Selamat ulang tahun mas”

Nino     :  “Jadi ini isi kotaknya”

Andin   : “(Mengangguk)”

Nino     :  “Terima kasih ya (meniup lilin)”

(42/Sinetron Ikatan Cinta/19 Oktober 2020) Tuturan (42) di atas termasuk maksim kesimpatian karena Andin memaksimalkan rasa simpati dalam bentuk pemberian ucapan selamat kepada Nino. Pemaksimalan simpati terhadap orang lain tampak pada tuturan Andin, yakni “Selamat ulang tahun Mas” saat Nino ulang tahun. Tuturan tersebut termasuk tindak tutur ekspresif karena Andin mengucapkan selamat ulang tahun kepada Nino.

  • 2.    Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kesantunan Berbahasa dalam Sinetron “Ikatan Cinta”

Kesantunan berbahasa menurut pandangan Hymes (Simpen, 2008b:223) menyatakan perilaku berbahasa harus menggambarkan kemampuan berbahasa seseorang secara pragmatik. Kemampuan berbahasa seseorang secara pragmatik harus dapat mempertimbangkan faktor-faktor yang memengaruhi tindakan itu. Kesantunan berbahasa dalam sinetron “Ikatan Cinta” dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu status sosial, umur, dan jenis kelamin.

  • 2.1    Faktor Status Sosial

Faktor utama yang memengaruhi kesantunan berbahasa dalam sinetron “Ikatan Cinta” dilihat dari status sosial. Tingkatan status sosial yang ada pada sinetron

“Ikatan Cinta”, yaitu dari golongan atas, golongan menengah, dan golongan bawah. Kategori golongan atas adalah seseorang yang bekerja sebagai dokter, pengusaha, bangsawan, dan sebagainya. Kategori menengah adalah seseorang yang bekerja sebagai asisten pribadi bos, sekretaris kantor, HRD, dan sebagainya. Kategori golongan bawah, seperti cleaning service, tukang ojek, supir, pengangguran dan sebagainya. Kesantunan berbahasa mempertimbangkan siapa yang diajak bertutur atau kepada siapa seseorang bertutur. Pertuturan dalam Sinetron “Ikatan Cinta” menggunakan satuan verbal yang bervariasi tergantung tingkat status sosialnya.

  • a)    Status Penutur Golongan Atas kepada Penutur Golongan Bawah

Ketika terjadi komunikasi antara penutur golongan atas dan petutur golongan bawah berarti penutur statusnya lebih tinggi dari petutur. Oleh karena itu, pertuturan golongan atas dengan golongan bawah menggunakan bahasa ‘lepas hormat’ (istilah Simpen, 2008b:174). Pertuturan antartokoh dalam Sinetron “Ikatan Cinta” dengan status penutur golongan atas kepada golongan bawah adalah sebagai berikut.

  • (51)    Waktu tuturan: 0:19:31

Konteks: Aldebaran panik saat mamahnya pergi meninggalkan rumah, lalu Aldebaran memanggil satpam di rumahnya.

Aldebaran : “Ini salah kamu ngapain kamu ninggalin gerbang” Uya        : “Maaf bos tadi saya kebelet pipis”

Aldebaran : “Alasan aja kamu. Kalo sampe mamah saya kenapa-kenapa. Awas kamu!”

(51/Sinetron Ikatan Cinta/21 Oktober 2020)

Tuturan (51) adalah tuturan yang terjadi pada situasi yang melibatkan golongan atas dan golongan bawah, yaitu antara bos (Aldebaran) dengan satpam (Uya) yang memiliki jarak sosial yang sangat jauh. Uya akan selalu mengedepankan rasa hormatnya kepada Aldebaran jarak sosialnya lebih tinggi, sedangkan Aldebaran berhak menggunakan bahasa lepas hormat terhadap Uya. Oleh karena itu, status seseorang dapat memengaruhi penggunaan bahasa dalam bertutur. Hal ini, terlihat jelas pada tuturan Aldebaran yang menggunakan tuturan langsung untuk menyalahkan Uya karena tidak menjaga pintu gerbang. Bentuk verbalnya terlihat ketika Aldebaran menggunakan nada yang agak tegas. Bentuk rasa hormat golongan bawah terlihat pada tuturan Uya, yakni menggunakan kata “Maaf” dan menggunakan bentuk sapaan “Bos” agar lebih santun. Selain itu, bentuk nonverbalnya terlihat saat Uya menjawab perintah Aldebaran dengan menundukkan kepala.

  • b)    Status Penutur Golongan Atas kepada Golongan Menengah

Ketika terjadinya komunikasi antara penutur golongan atas dan petutur golongan menengah berarti penutur statusnya lebih tinggi dari petutur. Oleh karena itu, pertuturan golongan atas dengan golongan menengah berhak menggunakan bahasa lepas hormat (istilah Simpen, 2008b:174). Pertuturan antartokoh dalam Sinetron “Ikatan Cinta” dengan status penutur golongan atas kepada golongan menengah adalah sebagai berikut.

  • (54)    Waktu tuturan: 0:15:28

Konteks: Ketika Aldebaran dan Rendi akan menghadiri rapat, Aldebaran melihat Andin di bagian resepsionist.

Aldebaran  : “Ren”

Rendi       :  “Iya pak?”

Aldebaran  : “Kamu cari tahu perempuan tadi ngapain di sini”

Rendi      :  “Iyaa pak”

(54/Sinetron Ikatan Cinta/22 Oktober 2020)

Tuturan (54) adalah tuturan yang terjadi pada situasi yang melibatkan Aldebaran adalah golongan atas, sedangkan Rendi adalah golongan menengah. Pertuturan ini memiliki perbedaan status, yaitu antara Aldebaran (atasan) dan Rendi (asisten pribadi Aldebaran). Oleh karena itu, berlaku ketentuan bahwa Aldebaran berhak menggunakan bentuk lepas hormat terhadap Rendi. Tuturan Aldebaran “Kamu cari tahu perempuan tadi ngapain di sini”, menggunakan kalimat imperatif dengan menyuruh Rendi mencari tahu tentang perempuan yang dilihat mereka. Sebaliknya, Rendi yang statusnya lebih rendah mengunakan bentuk lebih hormat, misalnya penggunaan bentuk sapaan “Pak” kepada Aldebaran dalam pertuturan di atas sudah menunjukkan adanya tingkatan status pada mereka. Selain itu, bentuk nonverbalnya terlihat saat Rendi menjawab perintah Aldebaran dengan menundukkan kepala.

  • c)    Status Penutur Golongan Menengah kepada Golongan Atas

Ketika terjadinya komunikasi antar penutur golongan menengah dan petutur golongan atas berarti penutur statusnya lebih rendah dari petutur. Oleh karena itu, golongan atas lazimnya mendapatkan penghormatan atau dihormati oleh kelas sosial di bawahnya karena beberapa keunggulan yang dimilikinya, misalnya kedudukan sosialnya. Pertuturan antartokoh dalam sinetron “Ikatan Cinta” dengan status penutur golongan menengah kepada golongan atas adalah sebagai berikut.

  • (55)    Waktu tuturan: 0:59:14

Konteks: Ketika Aldebaran dan Rendi sedang berbincang tentang Andin, seorang pegawai memberikan informasi kepada Aldebaran bahwa rapat akan dimulai.

Pegawai     : “Maaf Pak, rapat di lantai 8 sudah mau dimulai Pak”

Aldebaran   : “Owh oke”

(55/Sinetron Ikatan Cinta/20 Oktober 2020)

Tuturan (55) adalah tuturan yang terjadi pada situasi yang melibatkan pegawai adalah golongan menengah, sedangkan Aldebaran adalah golongan atas. Penutur pegawai memiliki status golongan menengah karena asisten dari Aldebaran, sedangkan Aldebaran berstatus golongan atas karena atasan dari pegawai tersebut. Oleh karena itu, golongan atas (Aldebaran) lazimnya mendapatkan penghormatan atau dihormati oleh golongan menengah (pegawai). Terlihat pada tuturan pegawai “Maaf Pak, rapat di lantai 8 sudah dimulai Pak”. Sebelum memberitahukan rapat sudah akan dimulai, pegawai menggunakan kata “maaf” dan menggunakan bentuk sapaan “pak” untuk memberikan rasa hormat kepada Aldebaran. Selain itu, bentuk nonverbalnya terlihat saat pegawai memberitahu Aldebaran dengan menundukkan kepala dan mengepalkan kedua tangan di depan pahanya.

  • d)    Status Penutur Golongan Bawah kepada Golongan Menengah atau Atas

Ketika terjadi komunikasi antara penutur golongan bawah dan petutur golongan menengah atau atas berarti penutur statusnya lebih rendah dari petutur. Oleh karena itu, golongan menengah atau atas lazimnya mendapatkan penghormatan atau dihormati oleh kelas sosial di bawahnya karena beberapa keunggulan yang dimilikinya, misalnya kedudukan sosialnya. Pertuturan antartokoh dalam Sinetron “Ikatan Cinta” dengan status penutur golongan bawah kepada golongan atas adalah sebagai berikut.

  • (57)    Waktu tuturan: 0:26:32

Konteks: Ketika Andin di penjara, Andin merindukan Papahnya lalu berniat untuk menelepon Papahnya.

Andin       : “Apa boleh saya minjem handphone ibu?”

Sipir wanita : “Oh iya boleh”

Andin       : “Sebentar aja, gak apa-apa kan?”

Sipir wanita :  “Iyaa..iyaa.. “

Andin       : “Terima kasih banyak, Bu”

(57/Sinetron Ikatan Cinta/21 Oktober 2020)

Tuturan (57) adalah tuturan yang terjadi pada situasi yang melibatkan Andin adalah golongan bawah, sedangkan sipir wanita adalah golongan menengah. Penutur Andin memiliki status golongan bawah karena saat itu Andin seorang narapidana, sedangkan Sipir wanita berstatus golongan menengah, yakni sebagai pengawas narapidana. Oleh karena itu, golongan menengah (sipir wanita) lazimnya mendapatkan penghormatan atau dihormati oleh golongan bawah (Andin). Hal ini, terlihat pada tuturan Andin “Apa boleh saya minjem handphone ibu?”. Pada pertuturan tersebut Andin menggunakan bentuk sapaan “Ibu” untuk memberikan rasa hormat kepada sipir wanita. Selain itu, Andin menggunakan kalimat tanya agar lebih santun dan tidak terkesan memaksa sipir wanita tersebut.

  • 2.2    Faktor Umur

Faktor penyebab kesantunan berbahasa yang kedua adalah faktor umur. Bagian ini akan membicarakan perilaku kesantunan berbahasa antara penutur usia tua dengan petutur usia muda, penutur dan petutur usia yang sama (sebaya), dan penutur yang lebih muda kepada petutur yang lebih tua.

  • a.    Penutur Usia Tua dengan Petutur Usia Muda

Penutur yang usianya lebih tua akan menggunakan tuturan yang lepas hormat, apabila bertutur dengan petutur yang lebih muda. Pertuturan antartokoh dalam sinetron “Ikatan Cinta”, penutur usia tua dengan petutur usia muda adalah sebagai berikut.

  • (59)    Waktu tuturan: 0:06:31

Konteks: Ketika Nino dan Surya datang ke kantor polisi untuk bertemu dengan Andin.

Surya      : “Nino Nino kamu udah ketemu Andin?”

Nino        : “Belum Pah, polisi masih menyelidiki soal ini”

(59/Sinetron Ikatan Cinta/20 Oktober 2020)

Tuturan (59) adalah tuturan yang melibatkan penutur usia tua dengan petutur yang usianya lebih muda. Penutur yang usianya lebih tua akan menggunakan tuturan yang lepas hormat, apabila bertutur dengan petutur yang lebih muda. Pada data di atas adalah pertuturan antara ayah mertua dan menantunya. Ayah mertua sebagai penutur dapat menyebut nama menantunya. Sebaliknya, menantu tidak dapat memanggil mertuanya dengan menyebut namanya. Pada pertuturan di atas Surya memanggil nama menantunya, yaitu ‘Nino’. Sebaliknya, Nino tidak bisa memanggil mertuanya dengan menyebut namanya. Oleh karena itu, Nino menggunakan bentuk

sapaan “Pah”. Pertuturan terjadi ketika Surya (mertua Nino) ingin menjenguk Andin, lalu Surya bertemu dengan Nino di kantor polisi.

  • b.    Penutur dan Petutur Usia Sebaya

Penutur dan petutur usianya sebaya akan menggunakan tuturan lepas hormat dan tuturan imperatif. Selain itu, penutur dan petutur usia sebaya akan menggunakan bentuk sapaan ‘kamu’. Pertuturan antartokoh dalam sinetron “Ikatan Cinta” penutur dan petutur usia sebaya adalah sebagai berikut.

  • (61)    Waktu tuturan: 0:33:54

Konteks: Ketika Andin baru saja mendapatkan pekerjaan sebagai cleaning service, Andin menghampiri Mirna untuk memberitahu pekerjaan barunya tersebut.

Mirna      :  “Iya loe sono kerja gih!”

Andin     :  “Gue kerja dulu”

Mirna     :  “Inget yang bersih dilap sampe kinclong!”

(61/Sinetron Ikatan Cinta/22 Oktober 2020)

Dalam pertuturan pada data (61) tidak adanya tingkatan usia karena usia penutur dan petutur. Oleh karena itu, tuturan yang digunakan adalah tuturan imperatif dan menggunakan bentuk sapaan “Loe” “Gue” untuk menyapa satu sama lain. Dalam pertuturan, Mirna dan Andin tidak menggunakan tuturan yang lepas hormat karena tidak adanya tingkatan usia. Pada saat itu Andin baru saja mulai bekerja sebagai cleaning service. Mirna merasa senang memiliki teman seprofesi dengan dirinya dan Mirna menyuruh Andin bekerja. Dalam hal ini, Mirna langsung menyuruh Andin dengan berkata “Iya loe sono kerja gih!” tanpa menggunakan bentuk hormat. Selain itu, bentuk nonverbalnya terlihat Mirna sesekali meletakkan sebelah tangannya di pinggang saat berbincang dengan Andin. Saat Mirna menyuruh Andin, mereka terlihat tersenyum gembira.

  • c.    Penutur Usia Muda dengan Petutur Usia Tua

Ketika terjadinya komunikasi antara penutur usia tua dengan usia muda berarti secara universal penutur usia tua pasti dihormati oleh petutur usia muda. Pertuturan antartokoh dalam sinetron “Ikatan Cinta” penutur usia tua dengan penutur usia muda adalah sebagai berikut.

(63) Waktu tuturan: 0:24:37

Konteks: Keluarga Nino datang ke rumah Andin untuk melamar Andin.

Andin      : “Halo tante om”

Bu Candra : “Cantiknya pantesan Nino mau buru-buru minta melamar kamu sayang”

(63/Sinetron Ikatan Cinta/19 Oktober 2020)

Tuturan (63) di atas melibatkan penutur (Andin) yang lebih muda dengan petutur (Bu Candra) yang usianya lebih tua. Biasanya, usia yang lebih muda akan menggunakan bentuk hormat kepada usia yang lebih tua. Penutur (Andin) yang usianya lebih muda tidak boleh menyebut atau memanggil nama petutur yang usianya lebih tua. Oleh karena itu, penutur menggunakan bentuk sapaan “Tante” sebagai bentuk hormat, yaitu pada tuturan “Halo Tante Om” saat Nino memperkenalkan kedua orang tuanya kepada Andin. Selain itu, bentuk nonverbalnya terlihat ketika Nino memperkenalkan kedua orang tuanya kepada Andin lalu Andin langsung memberi salam dengan mencium tangan orang tua Nino.

2.3 Faktor Jenis Kelamin

Faktor penyebab kesantunan berbahasa yang ketiga adalah faktor jenis kelamin. Kedudukan antara wanita dan pria sangat dipengaruhi oleh budaya yang dianut. Wanita biasanya memiliki tingkat kesantunan yang lebih tinggi dibandingkan dengan berjenis kelamin pria. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa wanita cenderung lebih banyak berkenaan dengan sesuatu yang bernilai estetis dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, pria jauh dari hal-hal itu karena pria lebih banyak menggunakan logika dalam kehidupan sehari-hari. Cara-cara berbahasa mempresentasikan jenis kelamin yang berbeda dengan cara tidak setara, yaitu menempatkan jenis kelamin yang lebih tinggi atau lebih rendah.

(65) Waktu tuturan: 0:22:32

Konteks: Aldebaran berkunjung ke kantor polisi untuk bertemu Andin.

Aldebaran

Sipir Wanita

:  “Permisi”

:  “Iya pak, silakan masuk pak. Selamat siang pak,

ada yang bisa saya bantu?”

Aldebaran

: “Selamat siang, saya mau bertemu dengan

narapidana yang bernama Andin”

Sipir wanita

: “Maaf pak, Ibu Andin belum pulang masih di

rumah sakit”

(65/Sinetron Ikatan Cinta/21 Oktober 2020)

Tuturan (65) di atas adalah salah satu faktor yang berpengaruh pada kesantunan berbahasa. Tuturan Aldebaran di atas secara langsung mempresentasikan bahwa kedudukan laki-laki lebih tinggi daripada wanita. Hal ini, terlihat pada tuturan Aldebaran, yaitu “Saya mau bertemu dengan narapidana bernama Andin” dari tuturan tersebut Aldebaran (laki-laki) menggunakan bentuk deklaratif yang digunakan untuk membuat pernyataan ingin bertemu Andin. Tuturan Aldebaran tersebut kurang santun karena terkesan memaksa. Selain itu, Aldebaran tidak menggunakan bentuk sapaan saat bertutur. Sebaliknya, tuturan Sipir wanita terlihat lebih santun. Terlihat pada tuturan Sipir wanita, yaitu “Maaf pak, Ibu Andin belum pulang masih di rumah sakit”. Tuturan sipir wanita tersebut lebih santun karena menggunakan bentuk sapaan “Pak” sebagai bentuk hormatnya. Selain itu, penggunaan kata “Maaf” dalam sebuah pertuturan akan terdengar santun dan tidak membuat orang tersinggung. Tuturan terjadi ketika Aldebaran berkunjung ke kantor polisi untuk bertemu Andin, tetapi Andin tidak ada.

SIMPULAN

Berdasarkan prinsip kesantunan Leech, pada penelitian ini ditemukan prinsip kesantunan berbahasa dalam sinetron “Ikatan Cinta” yang meliputi maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kesepakatan, maksim kerendahan hati, dan maksim kesimpatian. Keenam maksim kesantunan berbahasa tersebut banyak ditemukan pada tuturan tokoh protagonis dan beberapa tuturan dari tokoh figuran. Faktor-faktor penyebab kesantunan berbahasa yang terdapat dalam Sinetron “Ikatan Cinta” ialah faktor status, faktor umur, dan faktor jenis kelamin. Faktor status yang ditemukan dalam penelitian ini, yakni status penutur golongan atas kepada golongan atas, status penutur golongan atas kepada golongan menengah, status penutur golongan menengah kepada golongan atas, dan status penutur golongan bawah kepada golongan menengah atau atas. Dalam penelitian ini juga ditemukan faktor umur, yakni penutur usia tua dengan petutur usia muda, penutur dan petutur usia sebaya, dan penutur usia muda dengan petutur usia tua. Selain itu, dalam penelitian ini juga ditemukan faktor jenis kelamin.

Penelitian kesantunan berbahasa dalam sinetron “Ikatan Cinta” masih memiliki banyak kekurangan, baik dari segi metode, analisis, maupun penyajiannya. Dengan demikian, peneliti berikutnya yang akan meneliti mengenai kesantunan berbahasa dapat mengembangkan kajian ini dengan konsep dan objek yang berbeda.

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan jurnal ini dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Drs. I Wayan Simpen, M.Hum. selaku pembimbing I dan Drs. I Gusti Ngurah Ketut Putrayasa, M.Hum., selaku pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh dosen Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana atas segala ilmu, didikan, dukungan, dan semangat yang diberikan kepada penulis selama menempuh pendidikan di lingkungan Fakultas Ilmu Budaya. Selain itu, penulis ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis, almarhum Anak Agung Putu Sulendra dan Ni Gusti Ayu Nirawati, serta keluarga besar penulis yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan dasar-dasar berpikir logik dan suasana demokratis sehingga tercipta lahan yang baik untuk berkembangnya kreativitas.

DAFTAR PUSTAKA

Arianti, Ni Kadek.2014. Kesantunan Berbahasa dalam Film Habibie & Ainun (Skripsi). Denpasar: Program Studi Sastra Indonesia Universitas Udayana.

Cahyani dan Munalisa. Pelanggaran Kesantunan Berbahasa dalam Sinetron Siapa Takut Jatuh Cinta. Banjarmasin: Jurnal Bahasa, Sastra,dan Pengajarannya, Vol. 5 No. 1 Tahun 2020. STKIP PGRI hlm. 89-102.

Kartikasari. 2020. Kesantunan Berbahasa dalam Film Dilan 1990 (skripsi). Semarang: Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Semarang.

Leech, Geoffrey. 1983. The Principle of Pragmatics (Terjemahan ke dalam bahasa Indonesia oleh M.D.D Oka. 1993). Jakarta : UI Press.

Rohmadi, Muhammad dan Yakub Nasucha. 2015. Dasar-dasar Penelitian. Surakarta: Pustaka Briliant.

Rusminto, Nurlaksana Eko. 2015. Analisis Wacana Kajian Teoritis dan Praktis. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Simpen, I. Wayan. 2008. Kesantunan Berbahasa pada Penutur Bahasa Kambera di Sumba Timur (disertasi). Denpasar: Pascasarjana Universitas Udayana.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana

University Press.

Sudaryanto. 2015. Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana

University Press.

Swadiari.2017. Pelanggaran Kesantunan dalam Acara Comedy Night Live di Net TV: Kajian Pragmatik (skripsi). Denpasar: Program Studi Sastra Indonesia Universitas Udayana.

Tarigan, Henry Guntur. 2015. Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Widiastuti, I Gusti Agung Ayu. 2014. Tindak Tutur dalam Wacana Komik Tiga Manula Jalan-jalan ke Singapura Karya Benny Rachmadi (skripsi). Denpasar: Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana,

Wikipedia, Kontibutor. 2022. Sinetron. Wikipedia, Ensiklopedia Bebas. (Diakses tanggal 22 Maret 2020 dari alamat https://id.m.wikipedia.org/wiki/Sinetron)

PROFIL PENULIS

Anak Agung Nita Yuliantari merupakan mahasiswa Prodi Sastra Indonesia angkatan tahun 2018. Pada tahun 2018 pernah menjadi anggota bidang minat dan bakat Himpunan Mahasiswa Sastra Indonesia.

Prof. Dr. Drs. I Wayan Simpen, M.Hum. meraih gelar sarjana pada tahun 1984. Gelar magister humaniora diperoleh pada tahun 1995 di Universitas Indonesia. Gelar doktor diperoleh pada tahun 2008 di Universitas Udayana. Menjabat sebagai guru besar dalam bidang linguistik kebudayaan. Disertasinya yang berjudul “Kesantunan Berbahasa Masyarakat Kambera di Sumba Timur” diterbitkan pada tahun 2008. Sampai saat ini menjadi dosen di Prodi Sastra Indonesia dan Program S2 dan S3.

Drs. I Gusti Ngurah Ketut Putrayasa, M.Hum. meraih gelar sarjana muda tahun 1980 dan sarjana 1981 di Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Udayana. Gelar magister dalam bidang ilmu linguistik diperoleh pada tahun 1998 di Program Pascasarjana Universitas Udayana. Judul tesisnya adalah “Hubungan Kekerabatan Bahasa Rote Dawan Tetun: Kajian Linguistik Historis Komparatif”. Sejak tahun 1983 sampai saat ini bertugas sebagai dosen di Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana.

27