STILISTIKA

Journal of Indonesian Language and Literature

.ISSN: 2808-8336

Vol.01, No.02: April 2022, pp-74-87

BENTUK-BENTUK METAFORA LIRIK LAGU DALAM ALBUM YANG PATAH TUMBUH, YANG HILANG BERGANTI KARYA BANDA NEIRA

Ike Azhani Putri1*, I Ketut Darma Laksana2, dan I Gusti Ngurah Ketut Putrayasa3 Universitas Udayana

*Surel: [email protected], doi: https://doi.org/10.24843/STIL.2022.v01.i02.p07

Artikel dikirim: 20 September 2021; Diterima: 20 Oktober 2021

FORMS OF METAPHORS SONG LYRICS IN A YANG PATAH TUMBUH, YANG HILANG BERGANTI ALBUM BY BANDA NEIRA

Abstract. Humans express in two ways, namely verbal and nonverbal. Song is a form of nonverbal linguistic expression. Through songs, various meanings can be created from the beauty of its structure. One of the aesthetic elements in the song is metaphor. Based on this, this research is entitled "Analysis of the Metaphor Forms of Song Lyrics in the Album Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti by Banda Neira”. The problems in this study are divided into two, 1) What kinds of metaphors are contained in the album Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti by Banda Neira 2) What is the meaning of the metaphorical expression in the album Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti by Banda Neira. The method used in this study is referential matching with the determining element sorting technique (PUP). The theory used is semantic theory related to metaphorical expressions according to Ullmann's point of view (2009). The results show that there are four forms of using metaphorical expressions for song lyrics in the album Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti by Banda Neira. The four forms are (1) anthropomorphic metaphor (such as backs of grass and whispering leaves), (2) shapes metaphor from concrete to abstract (for example, everything is eternal, inevitable and natural), (3) animal metaphor (seeing the butterfly calling the wind), and (4) synaesthetic metaphor (blue for everything that is far away). This metaphorical expression can be interpreted as a vehicle for human reflection in carrying out daily life behaviors regarding the search for identity, hope-life balance, and the manifestation of self-contemplation.

Keywords: Banda Neira; metaphor semantics; song lyrics.

PENDAHULUAN

Bahasa merupakan bagian esensial dalam kehidupan manusia. Bahasa digunakan manusia untuk menyampaikan suatu gagasan, ide, pikiran, dan perasaan. Bahasa ialah sistem tanda bunyi yang disepakati untuk digunakan dengan kelompok masyarakat tertentu dalam bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2005:3). Untuk menjaga hubungan sosial yang terjalin, tiap-tiap 74

individu menjaga kontak dengan lingkungan di sekelilingnya. Hal tersebut dilakukan dengan menanyakan kabar atau sekadar menyapa lawan tuturnya. Dalam kehidupan setiap manusia tidak semua orang dengan mudah mengekspresikan perasaan mereka. Banyak hal terjadi yang kerap kali menguras emosi serta pikiran. Dalam pengungkapan suatu ekspresi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara verbal (tulisan ataupun kata-kata) dan nonverbal (gestur tubuh, mimik wajah, sorotan mata, anggukan kepala, dan sebagainya). Lagu dianggap penting karena dapat menjadi wadah ketika orang-orang tidak mampu lagi mencurahkan atau mewakili suasana hati. Banyak makna penting di dalam lagu yang terdapat komposisi, lirik, serta nada yang dengan mudah ikut terbawa suasana. Setiap lagu yang didengar akan memberikan kesan dalam kehidupan. Seperti pada kutipan Anji dalam laman detikhot “Dalam lagu kan ada penetrasi sebuah pesan itu. Di situlah peran musik masuk”. Hal ini tentu dianggap penting karena lagu memiliki perannya masing-masing bergantung bagaimana cara mengartikannya seperti halnya lagu dengan nada lirih yang dianggap sebagai lagu sedih dan melankolis, ataupun lagu dengan tempo cepat dan nada sukacita yang dianggap sebagai lagu pembawa semangat dan kegembiraan. Lagu (nyanyian) terwujud dari hasil karya seni, yakni hubungan seni suara dan seni bahasa. Lirik merupakan elemen penting dalam terciptanya sebuah lagu dan tidak akan terpisahkan. Para pencipta lagu biasa melakukan permainan kata-kata serta bahasa untuk menciptakan daya tarik dan kekhasan terhadap liriknya. Permainan bahasa dapat berupa bait, vokal, gaya bahasa, baik penyimpangan makna kata yang diperkuat dengan penggunaan melodi serta notasi musik yang disesuaikan dengan lirik lagu tersebut. Seseorang menulis lirik sama seperti puisi, yaitu pada baris-barisnya tidak sampai ke tepian halaman, tetapi seperti bait yang tersusun dalam satu kesatuan yang harmonis. Setiap lirik lagu memiliki makna yang diciptakan oleh sang penulis untuk menarik perhatian pendengar dan merasakan apa yang ditulis oleh sang pencipta lagu. Penulisan lirik lagu mengandung unsur gaya bahasa dalam penulisannya. Salah satu jenis gaya bahasa bahasa yaitu metafora.

Dalam hal ini, metafora dan lirik lagu tidak terpisahkan karena metafora juga digunakan seseorang untuk mengungkapkan suatu maksud atau pesan yang ingin disampaikan kepada orang lain, tetapi tidak dapat dipahami secara langsung. Metafora digunakan dengan cara membandingkan apa yang ingin diungkapkan dengan hal lainnya yang biasanya memiliki persamaan atau kemiripan wujud fisik, sifat atau karakter, bahkan berdasarkan persepsi seseorang.

Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini difokuskan pada metafora dalam lirik lagu karya Banda Neira sebagai objek penelitian. Peneliti menyadari bahwa dalam lirik-lirik lagu Banda Neira banyak memuat makna kiasan dan condong ke arah realitas kehidupan. Misalnya, perpaduan musik nelangsa ceria yang 75

bertemakan nasib mahasiswa rantauan, politik Indonesia, kasus-kasus atau fenomena yang pernah terjadi. Ada beberapa alasan dalam pemilihan lirik-lirik lagu Banda Neira. Peneliti disadari bahwa lirik-lirik lagu karya Banda Neira memiliki pesan yang menggambarkan realitas kehidupan serta perlawanan dan kesetiaan yang dibungkus dengan kalimat puitis, dan tetap sederhana. Sebagaimana dituliskan dalam penggalan lirik lagu “Sampai Jadi Debu” yang mengandung metafora:

  • (1)    Badai Tuan telah berlalu

‘akhir dari perjuangan terhadap masalah dan rintangan’

  • (2)    Ku di liang yang satu, Ku di sebelahmu

‘akan setia sampai kapan pun, saat suka atau duka’

Dalam penggalan lirik di atas penutur mengungkapkan pasangan yang sehidup semati dan saling bergantung satu sama lain hingga ajal menjemput. Lirik di atas masuk ke jenis metafora pengabstrakan (abstrak ke konkret) dan metafora antropomorfik. Metafora yang masuk dalam penggalan lirik lagu tersebut memiliki makna metaforis (1) ‘perjuangan serta rintangan yang dihadapi yang kemudian digambarkan sebagai sebuah badai’. Makna pada lirik selanjutnya, yaitu (2) ‘sampai maut memisahkan akan tetap bersama dan saling mencintai’. Contoh di atas membuktikan bahwa lagu tersebut mengungkapkan suatu hal dengan hal lainnya, jadi dalam makna yang terkandung pada setiap ungkapan metafora tidak dapat dipahami secara langsung.

Kajian pustaka diperlukan sebagai bahan rujukan atau pembanding dalam sebuah penelitian. Adapun hal tersebut diharapkan dapat menjadi acuan untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik. Dalam salah satu album Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti karya Banda Neira belum pernah dilakukan penelitian dalam kajian semantik. Penelitian ini menggunakan tiga pustaka atau penelitian terdahulu dengan teori yang berkaitan. Ini digunakan sebagai acuan dalam karya tulis ini berada di mana. Adapun studi pustaka yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.

Latifah (2017) dari Universitas Negeri Yogyakarta dalam skripsinya yang berjudul “Metafora dalam Album Lagu Unter Dem Eis Karya Eisblume” mengkaji jenis dan makna- makna metafora dalam setiap lagu yang bertemakan percintaan pada album lagu Unter dem Eis. Analisis yang digunakan Latifah adalah jenis teori yang sama pada penelitian ini, yaitu teori Stephen Ullmann yang terbagi atas empat jenis metafora; Pertama, metafora antropormofik; Kedua, metafora kehewanan; Ketiga, metafora abstrak ke konkret; Keempat, metafora sianestetik. Perbedaan dari penelitian yang dilakukan peneliti terletak pada objek yang dikaji dan masalah yang dianalisis.

Andrean (2019) dari Universitas Andalas dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Metafora dalam Lirik Lagu ClariS Tinjauan Semantik” mengkaji jenis-jenis dan ungkapan metafora dalam lirik lagu ClariS. Analisis Andrean memakai teori yang sama untuk mengkaji lirik lagu, yakni memakai teori jenis metafora Ullmann. Penelitian ini mengkaji lirik lagu dari Banda Neira dalam albumnya Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti, sedangkan Andrean mengkaji lirik lagu dari ClariS.

Wahyuningtyas (2019) dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dalam skripsinya yang berjudul “Metafora dan Fungsi Metafora dalam Novel Garis Waktu Karya Fiersa Besari” mengkaji jenis dan fungsi metafora dalam sebuah novel menggunakan teori jenis metafora Ullmann. Penelitian Wahyuningtyas mengkaji sebuah karya sastra novel, sedangkan penelitian ini mengkaji jenis metafora dalam lirik lagu. Kesamaan penelitian ini dengan penelitian Wahyuningtyas terletak pada kesamaan teori, yakni jenis metafora Ullmann.

Nurul (2019) dari Universitas Negeri Makassar dalam skripsinya berjudul “Metafora dalam Tajuk Rencana Pada Surat Kabar Harian Kompas dan Fajar” mengkaji jenis dan unsur pembentuk metafora menggunakan pendekatan teori semantik Lakoff & Johnson dan Stephen Ullmann. Analisis Nurul diperoleh dari surat kabar harian Kompas dan Fajar edisi Oktober dan November 2018. Perasamaan penelitian ini dengan penelitian Nurul terletak pada kesamaan teori yang digunakan, yaitu metafora dari Stephen Ullmann.

Maharani (2020) dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dalam skripsinya yang berjudul “Metafora dalam Wacana Berita Di Kedaulatan Rakyat Edisi 20 September 2019” mengkaji ranah target, ranah sumber dan jenis-jenis metafora dalam wacana berita di Kedaulatan Rakyat edisi 20 September 2019. Pada analaisis Maharani mengunakan teori yang sama pada penelitian ini, yakni teori dari Stephen Ullmann.

Metode yang digunakan adalah metode simak dengan teknik baca dan teknik catat. Metode studi pustaka merupakan cara untuk mengamati fenomena-fenomena yang akan diteliti. Menurut (Ratna, 2004:39) metode studi kepustakaan adalah cara penelitian yang mengandalkan tulisan-tulisan, baik lama maupun modern. Metode simak dilakukan untuk menyimak setiap lirik lagu Banda Neira yang didapat melalui laman internet, kemudian mencari jenis-jenis metafora dan makna ungkapan metafora dalam lirik-lirik lagu yang terdapat pada album lagu Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti karya Banda Neira.

Metode simak yang digunakan dalam penelitian ini dibantu dengan teknik lanjutan, yaitu teknik baca dan teknik catat. Analisis data dilakukan dengan metode padan. Metode padan merupakan metode yang alat penentunya berada di luar dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993:13). 77

Metode padan yang digunakan dalam peneltian ini adalah metode padan referensial. Metode ini digunakan untuk menentukan jenis bentukan yang terdapat pada satuan lingual yang mengandung metafora dalam lirik lagu pada album Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti karya Banda Neira. Kemudian teknik yang digunakan untuk menganalisis data adalah teknik pilah unsur penentu (PUP). Teknik ini digunakan untuk mengetahui setiap satuan lingual yang mengandung metafora dan makna ungkapan metafora dalam album Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti karya Banda Neira untuk menemukan jenis-jenis metafora dan makna ungkapan metaforanya. Setelah hasil penelitian diperoleh, hasil analisis data disajikan menggunakan metode formal dan informal dengan teknik deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mempelajari semantik dalam ranah ilmu linguistik artinya menyelami atau menjelajahi dunia permaknaan. Salah satunya ialah dengan metafora. Metafora merupakan sebuah gaya bahasa yang tergolong ke dalam bentuk permajasan. Menurut Keraf (1984: 139), metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk singkat seperti bunga bangsa, buaya darat, buah hati, cindera mata, dan sebagainya. Perlu diperhatikan, bahwa metafora sebagai majas perbandingan, tidak mempergunakan kata seperti bagai, bak, selayaknya, bagaikan untuk memperbandingkan satu pokok dengan pokok lainnya. Hakikat majas mefora sejatinya terdapat dua gagasan, pertama adalah suatu kenyataan (dipikirkan) tentang suatu objek dan satu lagi adalah suatu pembanding terhadap kenyataan objek sebelumnya. Lebih jauh Lewandowski (1985:708) mengungkapkan bahwa metafora yaitu pengalihan makna yang didasarkan kesamaan fungsi, bentuk, dan kegunaan. Penggunaan metafora tidak terbatas dalam bahasa sastra, melainkan juga dalam bahasa keseharian. Salah satunya adalah dalam lirik lagu.

Lagu sebagai representasi kehidupan manusia, menyugukan anasir-anasir realita sosial yang diproyeksikan ke dalam lirik lagu kemudian dipadupadankan dengan dialektika nada dan rasa. Lagu merupakan ragam suara yang berirama. Melalui lagu, terjadi sebuah interaksi komukatif antara pilar-pilar esensial didalamnya. Pilar-pilar tersebut terdiri atas pencipta lagu, pemain (agen), pendengar, dan alat musik. Keempat elemen tersebut menjadi satu kesatuan utuh dengan dengan menjalankan fungsinya masing-masing. Melalui ranah kesenian terjadilah proses dialektika antara lagu dengan masyarakat. Proses dialektika selayaknya terjadi seperti karya sastra. Lagu merupakan bentuk kesenian, sedangkan kesenian adalah bagian dari masyarakat. Setiap karya baik sastra (puisi,

cerpen, novel, dan drama) maupun lagu tidak datang sebagai ilham (dari langit) begitu saja, melainkan tercipta dari proses kontemplasi yang panjang. Artinya terjadi penggalian, penelitian, pengendapan, dan pengejewantahan melalui kekuatan bahasa. Salah satu lirik lagu dengan kekuatan permaknaan bahasa yang kompleks adalah album Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti karya Banda Neira.

Banda Neira merupakan grup musik yang dibentuk oleh Ananda Badudu dan Rara Sekar pada tahun 2012. Nama Banda Neira sendiri diambil dari salah satu nama pulau di Kepulauan Banda Maluku Tengah Indonesia. Jenis musik yang diusung ialah folk-pop. Lagu-lagunya sering disebut sebagai musik indie. Musik indie (independen) adalah musik yang diproduksi dan didistribusikan secara mandiri oleh artis musik atau melalui label rekaman independen. Kupasan perihal grup musik Banda Neira tidak difokuskan pada aliran musik atau genre yang diusung oleh band tersebut, namun difokuskan pada ungkapan-ungakapan metafora yang terdapat dalam lirik lagunya, terkhusus dalam album Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti. Album tahun 2016 tersebut mengetengahkan kekuatan bahasa dengan permajasan metafora yang kental sehingga para pendengar band (indie) tersebut “harus” menyelami dunia

makna yang tersampaikan secara terselubung. Lirik lagu pada album Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti memiliki pesan mendalam pada setiap liriknya yang puitis ditambah alunan musik yang melankolos relevan ke semua kalangan. Lagu adalah selayaknya puisi yang dinyanyikan. Karena itulah, lagu kaya akan tanda, anasir, serta objek yang menyuguhkan kesan sendu dan kontemplatif. Album Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti terdiri atas 15 lagu. Ungkapan-ungkapan metafora ditemukan dalam 11 lagu dari 15 lagu tersebut.

Berdasarkan sebelas lagu tersebut ditemukan sebanyak 54 data metafora yakni “Matahari Pagi 7 data (bilur embun, di punggung rerumputan, kapas awan, bisik daun, senandungkan lagu alam, dunia yang gelap, hati yang dingin), “Pelukis Langit” 6 data (teringat akan sebuah kisah dibalik kelabu, mungkinkah matahari sedang sendu, menunggang bumi, melihat kupu- kupu memanggil sang angin, titipkan warna pada setiap hembus, pelukis langit lari terburu- buru), Sampai Jadi Debu 5 data (badai tuan telah berlalu, salahkah ku menuntut mesra, sampai kita tua sampai jadi debu, ku di liang yang satu ku di sebelahmu, badai pun telah berlalu), “Langit dan Laut” 3 data (ombak yang datang menerjang kuatmu, arus yang datang nyatakan lemahmu, menyublim ke udara hirup dan sesalkan jiwa), Re: Langit dan Laut 4 data (alam yang membahasa, pasang gelombang yang bersahutan, di ambang gelap dan terang, di batas indah dan perih), “Mewangi” 3 data (riuh rasa diembannya, menyeruak mengumbar wewangi, menuruti rindu yang tiada habis, kalah atau menang kita kan jadi arang dan debu), “Benderang” 5 data (benderang jalan telah

terang dan lapang jalan terbentang, tuk berserah pada waktu, terentang jejak di belakang, tak menyerah pada waktu, terang benderang). “Tini dan Yanti” 3 data (kepergianku buat di hari esok yang gemilang, meski derita menantang itu adalah mulia, la historia me absolvera (sejarah akan membebaskanku).

Kemudian, “Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti” 8 data (berselimut debu sekujur tubuhku, rebah dan berkarat, yang patah tumbuh yang hilang berganti, yang hancur lebur akan terobati, yang sia-sia akan jadi makna yang terus berulang suatu saat henti, di mana ada musim yang menunggu, meranggas merapuh, berganti dan luruh, bayang yang berserah), “Biru” 3 data (biru tuk segala yang jauh, bayang resah takkan resah, segala kekal keniscayaan), Bunga 6 data, (pada akar kita tanamkan bersama harapan, hingga ruang mulai beradu, bersemilah kawan di taman jadilah bungah, temani daun-daun dan terangi hidupnya, bila daun dan tangkai ini dewasa lahir rasa sayang yang tak menentu, tak semua yang kita tanam kita tuai).

  • 1.1    Metafora Antropomorfik

Metafora antropomorfik didasari oleh suatu paradigma yang didasari oleh bagian-bagian tubuh manusia sebagai sebuah mahluk (antropos) kemudian makna serta nilai-nilai yang sifatnya tidak bernyawa lalu diperspesi dan diproyeksikan sebagai benda-benda atau objek yang bernyawa atau sebenarnya. Pernyataan tersebut sependapat dengan pandangan Giambattista Vico (dalam Ulmann, 2009:267) yang menyatakan bahwa semua bahasa sebagian besar ekspresi yang mengacu kepada benda-benda tidak bernyawa dibandingkan dengan cara penglihatan (transfer) dari tubuh dan anggota badan manusia, dari indera, dan perasaan manusia.

Lirik-lirik lagu dalam album Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti karya Banda Neira terdapat penggunaan metafora antropomorfik dalam lirik-liriknya yakni Bilur embun, di punggung rerumputan, bisik daun, teringat akan sebuah kisah dibalik kelabu, terentang jejak di belakang, titipkan warna pada setiap hembus, di mana ada musim yang menunggu, badai tuan telah berlalu, ku di liang yang satu ku di sebelahmu, pasang gelombang yang bersahutan, salahkah ku menuntut mesra, tak menyerah pada waktu, meski derita menantang itu adalah mulia, la historia me absolvera, Bersemilah di taman kawan jadilah bunga, tak semua yang kita tanam kita tuai bersama. Berikut penjabaran analisisnya.

Lagu pertama yang menandakan adanya ungkapan metafora adalah Matahari Pagi. Larik Bilur Embun mengandung ungkapan metafora antropomorfis. Secara leksikal, kata bilur berarti luka panjang pada kulit (bekas kena cambuk). Sedangkan embun adalah titik-titik air yang jatuh dari udara. Penggunaan metafora tersebut

dimaksudkan untuk mengungkapan suatu latar atau suasana pagi yang dihadirkan dalam lagu tersebut. Pada umumnya, kata bilur senantiasa disandingkan untuk bekas luka pada manusia.

Lirik berikutnya yang mengungkapkan adanya metafora adalah di punggung rerumputan. Frasa tersebut terdiri atas dua kata dengan kata depan [di]. Dua kata tersebut yakni punggung dan rerumputan. Punggung merupakan bagian tubuh dari manusia. Sedangkan rumput merupakan jenis tumbuhan. Punggung rerumputan yang dimaksud ialah memberikan semacam analogi untuk memproyeksikan bentuk rumput yang meluas-melintang selayaknya punggung. Sebagaimana punggung memiliki kelokan bentuk yang indah. Visualisasi tersebut tampaknya mengilhami penggambaran frasa punggung rerumputan.

  • 1.2    Metafora Binatang

Metafora jenis ini menggunakan binatang atau bagian tubuh binantang serta segela sesuatu yang bermuara pada dunia kebinatangan dijadikan proyeksi untuk memperbandingkan satu objek dengan objek yang lainnya. Metafora binatang digunakan untuk memberikan daya ekspresitifitas yang kuat terhadap objek yang dibandingkan. Metafora jenis ini bergerak dalam dua arah utama. Sebagian diterapkan untuk binatang atau benda tak bernyawa. Banyak tumbuhan menggunakan nama binatang, sering juga kocak atau lucu (Ullmann, 2009:267). Lebih lanjut Ullman menyatakan bahwa kelompok lain dari imajinasi terhadap binatang ini ditransfer kepada manusia di mana ada kondisi humor, ironis, pejoratif (melemahkan nilai) atau fantastik.

Lagu Banda Neira yang mengindikasikan adanya penggunaan metafora kehewanan adalah lagu Pelukis Langit. Lirik yang menunjukkan metafora kehewanan adalah melihat kupu- kupu memanggil sang angin. Kupu-kupu dijadikan sebagai venor atau sumber utama untuk mengungkapkan imajinasi dalam lirik tersebut. Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia kupu-kupu memiliki arti serangga bersayap lebar, umumnya berwarna cerah, berasal dari kepompong ulat, dapat terbang, biasanya sering hinggap di bunga untuk mengisap madu. Kupu-kupu dilihat dari segi hakikatnya ialah diberikan kelebihan alamiah yakni dapat terbang. Penggambaran terhadap kupu-kupu tersebut dijadikan sebagai sumber utama untuk mengungkapkan metafora kehewanana. Kupu-kupu digambarkan sedang memanggil angin. Memanggil angin yang dimaksud ialah menunjukkan adanya imajinasi aktivitas kupu-kupu yang sedang terbang. Ketika terbang, kupu-kupu menampilkan keindahan yang dapat menarik perhatian mahluk hidup lainnya termasuk manusia. Efek emotif dari peristiwa kupu-kupu terbang itulah yang menjadi perlambang suasana kesenangan

dan ketenangan yang dialihkan dalam sebuah lagu.

  • 1.3    Metafora dari Konkret ke Abstrak

Metafora jenis ini dijadikan sebagai pengebalikan atau kebalikan dari perbandingan hal abstrak ke hal konkret. artinya dalam pengertian metafora jenis ini mengandung maksud seluruh hal yang konkret dapat dibandingkan dengan sesuatu yang abstrak. Salah satu kecenderungan dasar dalam metafora adalah menjabarkan pengalaman-pengalaman abstrak ke dalam hal konkret (Ullmann, 2009:268).

Lirik-lirik lagu dalam album Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti karya Banda Neira terdapat penggunaan bentuk metafora dari konkret ke abstrak dalam lirik-liriknya yakni benderang jalan telah terang dan lapang jalan terbentang, tuk berserah pada waktu, terang benderang, yang patah tumbuh yang hilang berganti, yang hancur lebur akan terobati, yang sia2 akan jadi makna, yang terus berulang suatu saat henti, bayang yang berserah, bayang resah takkan resah, segala kekal keniscayaan, badai pun berlalu, , di ambang gelap dan terang, di batas indah dan perih, kalah atau menang kita kan jadi arang dan debu, dan alam yang membahasa. Berikut penjelasan analisisnya.

Lagu pertama yang menyuguhkan penggunaan bentuk metafora dari konkret ke abstrak adalah Matahari Pagi pada lirik senandungkan lagu alam, frasa senandungkan lagu alam termasuk ke dalam metafora pengabstrakan atau dari konkret ke abstrak. Lagu merupakan nyanyian yang memiliki intonasi nada dan irama. Bentuknya jelas terdiri atas penyanyi, alat musik, dan lirik lagu. Ketika kata tersebut disandingkan dengan alam, makan menjadi ungkapan metafora dari konkret ke abstrak. Keabstrakan pada frasa lagu alam tidak memberikan konkretisasi bagaimana jenis atau bentuk dari lagu alam itu sendiri. Ditambah kata senandungkan sebelum kata lagu semakin menamb abstraksi frasa nuansa metafor tersebut.

Ungkapan konkret ke abstrak berikutnya adalah lirik dunia yang gelap. Dunia dapat dilihat dengan kasat mata karena merupakan pusat aktivitas manusia. Sedangkan gelap mengindikasikan suatu perubahan masa. Dunia yang gelap menjadi frasa yang mengungkapkan adanya metafora konkret ke abstrak. Konteksnya ialah untuk menggambarkan ketidakpastias, kehilangan, serta ketidakterimaan, terhadap fenomena serta aktivitas dunia yang tidak selaras dengan harapan. Kata gelap pada frasa tersebut berkonotasi negatif karena memberikan unsur pemaknaan “hitam” dalam ranah dunia. Penggambaran tersebut kebalikan dari dunia yang terang tentu memberikan pemaknaan yang berisikan “harapan-harapan” baru yang senantiasa tumbuh.

  • 1.4    Metafora Sinaestetik

Metafora jenis ini pada dasarnya adalah suatu pemindahan atau pengalihan dari pengalaman satu ke pengalaman yang lain. atau dari tanggapan satu ke tanggapan yang lain. Suatu jenis metafora yang sangat umum didasarkan kepada transfer dari satu indra ke indra yang lain: dari bunyi (dengan indra dengar) ke penglihatan, dari sentuhan ke bunyi, dan sebagainya. Perihal metafora Sinestetis Ullmann (2009:269) menyatakan bahwa jika kita kita berbicara tentang suara yang hangat atau dingin maka kita menyadari adanya sejenis kesamaan antara temperature yang hangat atau dingin dan kualitas suara-suara tertentu. Begitu pula kalau kita berbicara tentang warna yang keras, bau yang manis, pandangan yang tajam dan bicaranya manis. Lagu-lagu dalam album Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti karya Banda Neire menyiratkan adanya penggunaan metafora jenis Sinaestetik didalamnya. Lagu yang menampilkan bentuk metafora tersebut adalah Biru (biru tuk segala yang jauh dan biru tuk semua yang dulu), Mewangi (riuh rasa diembannya melewati hari dan menyeruak mengumbar mewangi, Matahari Pagi (hati yang dingin). Berikut penjelasannya.

Pertama adalah lagu Biru yakni pada lirik biru tuk segala yang jauh dan biru tuk semua yang dulu. Kata biru pada lirik tersebut dijadikan sebagai sumber utama pembanding (venor) untuk mengungkapkan segala yang jauh (sebagai wahana). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, biru adalah warna dasar yang serupa dengan warna langit yang terang (tidak berawan dan sebagainya) serta merupakan warna asli (bukan hasil campuran beberapa warna). Namun demikian, biru yang dimaksud dalam konteks lirik tersebut ialah menunjukkan atau berkaitan dengan ruang terbuka, kebebasan, intuisi, imajinasi, luas, inspirasi, dan kepekaan. Biru juga mewakili makna kedalaman, kepercayaan, kesetiaan, ketulusan, kebijaksanaan, kepercayaan, stabilitas, iman, surga, dan kecerdasan. Dalam perpsketif psikologi biru menjadi perlambang sebuah sikap yang bertanggung jawab atau seseorang yang dapat diandalkan. Apabila dikontekskan dengan kalimat berikutnya, biru tuk segala yang jauh artinya manusia haruslah bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakan yang diambil untuk masa depannya. Tanggung jawab tidak hanya diperuntukkan untuk masa depan, namun juga untuk segala kejadian di masa yang silam seperti diungkap dalam lirik berikutnya yakni biru tuk semua yang dulu.

Kedua adalah lagu Mewangi. Lirik lagu yang mendapatkan proses metafora Sinaestetik adalah riuh rasa diembannya melewati hari dan menyeruak mengumbar mewangi. Lirik pertama adalah riuh rasa diembannya melewati hari yang mengindikasikan adanya metafora sinestetik. Riuh merupakan sesuatu kejadian atau peristiwa yang dialami oleh indera pendengaran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, riua artinya sangat ramai. Sebagaimana konteks lirik tersebut, riuh dijadikan sebagai sumber utama (venor) yang dibandingkan dengan rasa diemmbannya melewati hari sebagai bagian pembanding (wahana). Riuh hanya dapat 83

dirasakan oleh indera pendengeran (telinga), namun kali ini beralih fungsi menjadi sesuatu yang dapat menerima hal lain seperti rasa sakit untuk melewati har-hari.

Lirik kedua adalah menyeruak mengumbar wewangi. Menyeruak artinya berjalan menyusup dengan menguakkan (menyibakkan) sesuatu yang menghalanginya ke kiri dan kanan, mengumbar artinya membiarkan lepas, dan wewangi artinya berbau sedap atau harum. Konteks lirik tersebut artinya sesuatu yang berjalan memberikan kesan bau sedap atau harum yang hanya dapat dirasakan oleh indera penciuman.

Terakhir adalah lagu Matahari Pagi. Lirik yang terdapat metafora sinestetik adalah hati yang dingin. Hati yang dingin mengindikasikan adanya suatu sifat yang penuh dengan pendiaman. Hati merupakan bentuk konkret yang merujuk pada organ manusia. Dingin artinya bersuhu rendah apabila dibandingkan dengan suhu tubuh manusia. Penggunaan kata dingin sebagai sesuatu yang diperbandingkan untuk menyatakan suasana yang dirasakan oleh hati. Maksud hati yang dingin dalam pemaknaannya adalah sesuatu yang tidak bergairah atau tidak menaruh perhatian.

SIMPULAN

Bersumber pada analisis di atas, penelitian ini diakhiri dengan simpulan sebagai berikut. Pertama, bentuk-bentuk metafora yang terkandung dalam lirik lagu album Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti karya Banda Neira diklasifikasikan ke dalam empat bentuk. Keempat bentuk tersebut terdiri atas (1) bentuk metafora antropomorfik (bilur embun, di punggung rerumputan, bisik daun, teringat akan sebuah kisah dibalik kelabu, terentang jejak di belakang, titipkan warna pada setiap hembus, di mana ada musim yang menunggu, badai tuan telah berlalu, ku di liang yang satu ku di sebelahmu, pasang gelombang yang bersahutan, salahkah ku menuntut mesra, tak menyerah pada waktu, meski derita menantang itu adalah mulia, la historia me absolvera, bersemilah di taman kawan jadilah bunga, tak semua yang kita tanam kita tuai bersama), (2) bentuk metafora binatang (melihat kupu-kupu memanggil sang angin), (3) bentuk metafora dari konkret ke abstrak (benderang jalan telah terang dan lapang jalan terbentang, tuk berserah pada waktu, , terang benderang, , yang patah tumbuh yang hilang berganti, yang hancur lebur akan terobati, yang sia-sia akan jadi makna, yang terus berulang suatu saat henti, bayang yang berserah, bayang resah takkan resah, segala kekal keniscayaan, badai pun berlalu, , di ambang gelap dan terang, di batas indah dan perih, kalah atau menang kita kan jadi arang dan debu, dan alam yang membahasa), dan (4) bentuk metafora sinaestetik (biru tuk segala yang jauh, biru tuk semua yang dulu, riuh rasa diembannya melewati hari, menyeruak mengumbar mewangi, hati yang dingin). Berdasarkan empat bentuk metafora tersebut, bentuk metafora antropomorfik dan metafora dari konkret ke abstrak mendominasi ungkapan metafora dalam lirik lagu album Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti 84

karya Banda Neira. Hal tersebut mengindikasiaan pengejewantahan alam, manusia (perasaan, intuistif, logika, empirisme), dan pengabstrakan dominan digunakan sebagai (wahana) pembanding untuk menyatakan ekspresi dalam sebuah lagu.

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan anugerah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Analisi Bentuk Metafora Lirik Lagu dalam Album Yang Patah Tumbuh, Yang HilangBerganti Karya Banda Neira” dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, selaku pembimbing I dan Drs. I Gst. Ngr. Kt. Putrayasa M.Hum, selaku pembimbing II atas bantuan, perhatian, serta bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Prof. Dr. I Ketut Darma Lakasana, M.Hum, selaku pembimbing I dan Drs. I Gst. Ngr. Kt. Putrayasa M.Hum, selaku pembimbing II atas bantuan, perhatian, serta bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana yang dijabat oleh Ibu Dr. Made Sri Satyawati, S. S., M. Hum. atas perhatian, kesempatan, perhatian, dan fasilitas yang telah diberikan kepada penulis untuk menempuh pendidikan dan kepada seluruh dosen, khususnya dosen Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Udayana yang telah memberikan motivasi serta mendidik penulis secara tulus selama menempuh pendidikan. T ak luput pula, terima kasih juga saya sampaikan kepada keluarga tercinta, mama Ira vebrianti, papa Anthony, dan Alm. Nenek Rukeni yang telah mencurahkan segenap cinta dan kasih sayang, doa, tenaga, serta perhatian morl dan materil untuk menyelesakan studi dari awal hingga akhir

DAFTAR PUSTAKA

Andrean, Yosie. 2019.   “Analisis   Metafora dalam Lirik Lagu

ClariS”. http://scholar.unand.ac.id/54055/. Diakses pada 27 September 2020.

Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Citpa.

Djajasudarma, Fatimah. 1993. Semantik 1: Makna Leksikal dan Gramatikal. Bandung: PT Rafika Aditama.

Djajasudarma, Fatimah. 2006. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: PT Rafika Aditama.

Hermawan. 2017 Banda Neria: “Musik dan Ingatan di dalam Bui Tapol ’65” dalam https://www.sanskertaonline.id/ diakses 4 Agustus 2021.

85

Keraf, Gorys. 1984. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Keraf, Gorys. 2004. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende: Nusa Indah.

Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Ikrar Mandiri Abadi.

Kridalaksana, Harimurti. 2005. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kridalaksana, Hrimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Latifah, Eka Nur. 2017. “Metafora dalam Album Lagu Unter Dem Eis Karya Eisblume”.

https://eprints.uny.ac.id/46420/. Diakses 8 September 2020.

Magfirah, Nurul. 2019. “Metafora dalam Tajuk Rencana Pada Surat Kabar Haran Kompas Dan Fajar”. http://eprints.unm.ac.id/15113/. Diakses 3 Desember 2020.

Maharani, Nabilla. 2020. “Metafora dalam Wacana Berita Di Kedaulatan Rakyat Edisi 20 September 2019”. http://repository.usd.ac.id/36485/. Diakses 5 Desember 2020.

Moleh,    Wandi.

dalam neira.html


2018.     “Menelusuk Lirik    Banda    Neira

https://sayorpaku.blogspot.com/2018/10/menelusuk-lirik-banda-diakses  4 Agustus 2021.

Moleong, J. Lexy. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif.  Bandung: PT Remaja

Rosdakarya. Ratna, I Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian

Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sudayanto, D. Edi. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Jakarta: Duta Wacana

University Press.

Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa.

Ullmann, Stephen. 2009. Pengantar Semantik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wahab, Abdul. 1991. Isu Linguistik Pengajaran Bahasa dan Sastra. Surabaya: Airlangga

University Press.

Wahyuningtyas, Widya. 2019. “Metafora dan Fungsi Metafora dalam Novel Garis Waktu Karya Fiersa Besari”. https://repository.usd.ac.id/35218/. Diakses pada 24 September 2020.

PROFIL PENULIS

Ike Azhani Putri merupakan seorang mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia angkatan tahun 2017. Lulusan di salah satu SMA di Makassar pada tahun 2015. Pernah mengikuti perlombaan dan memenangkan juara 2 baca puisi bahasa Inggris antar SMA. Setelah lulus dirinya tak langsung melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Namun, dirinya memutuskan untuk mengambil penundaan kuliah ‘gap year’ demi menambah pengalaman hidup dan membantu perekonomian keluarga. Barulah di tahun 2017 dia memilih untuk melanjutkan pendidikannya kembali di Pulau Dewata dan mengikuti tes masuk perguruan tinggi (SBMPTN) di

Universitas Udayana.

Prof. Dr. I Ketut Darma Laksana, M.Hum. memproleh gelar Magister Humaniora dan Doktor Linguistik pada Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta/Depok. Tesis (1994) dan disertasinya (2003) masing-masing dengan sedikit perubahan, terbit menjadi buku Majas dalam Bahasa Pers dan Tabu Bahasa: Salah Satu Cara Memahami Kebudayaan Bali. Saat ini, dia menjabat Guru Besar bidang etnolinguistik yang dikukuhkan pada 6 November 2010 dan masih mengajar pada Program Studi Sastra Indonesia dan Program Magister (S-2) dan Program Doktor (S3) Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana.

I Gusti Ngurah Ketut Putrayasa meraih gelar sarjana muda tahun 1980 dan sarjana 1981 di Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Udayana. Gelar magister dalam bidang ilmu linguistik diperoleh pada tahun 1998 di Program Pascasarjana Universitas Udayana. Judul tesisnya adalah ”Hubungan Kekerabatan Bahasa Rote_Dawan_Tetun: Kajian Linguistik Historis Komparatif”. Sejak tahun l983 sampai saat ini bertugas sebagai dosen di almamaternya Program Studi Sastra Indonesia FIB Universitas Udayana. Mengampu mata kuliah Teori Semantik, Teori Sintaksis, Linguistik Historis Komparatif, Seminar Proposal, dan MKU Bahasa Indonesia. Aktif melakukan kegiatan ilmiah, seperti pengabdian masyarakat, penelitian, seminar, dan kegiatan ilmiah lainnya.

87