ISSN : 2302-688X

Sport and Fitness Journal

Volume 2, No. 1 : 72 – 133, Maret 2014

METODE KONVENSIONAL, KINESIOTAPING, DAN MOTOR RELEARNING PROGRAMME BERBEDA EFEKTIVITAS DALAM MENINGKATKAN POLA JALAN PASIEN POST STROKE DI KLINIK ONTOSENO MALANG

Oleh :

Dimas Sondang Irawan*, Nyoman Adiputra**, Muhammad Irfan***

*Prodi Fisioterapi, Universitas Muhammadiyah Malang

**Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali

***Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul, Jakarta

ABSTRAK

Pasien dengan kondisi stroke akan mengalami banyak gangguan-gangguan yang bersifat fungsional. Kelemahan ekstremitas sesisi, kontrol tubuh yang buruk serta ketidakstabilan pola berjalan. Rehabilitasi pada stroke, efektif dan dapat memperbaiki fungsi. Latihan dapat memberikan pembelajaran aktivitas fungsional serta menerapkan premis dasar bahwa kapasitas otak mampu untuk reorganisasi dan beradaptasi, sehingga dengan latihan yang terarah dapat saja menjadi sembuh dan membaik. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektifitas metode Konvensional, aplikasi Kinesiotaping dan metode MRP dalam meningkatkan pola jalan pasien post stroke. Desain penelitian ini adalah pre and post test with control group design menggunakan 3 kelompok sampel. Jumlah sampel masing-masing kelompok adalah 10 orang. Kelompok I diberikan metode Konvensional, Kelompok II diberikan aplikasi Kinesiotaping, dan Kelompok III diberikan metode MRP dengan durasi latihan 3 kali dalam seminggu dengan waktu 60 menit selama 4 minggu. Data berupa pre test dan post tes pola jalan pasien post stroke menggunakan Wisconsin Gait Scale. Sampel berjumlah 30 dibagi ke dalam 3 kelompok. Pada Kelompok Konvensional memiliki usia rerata 62,3 tahun dengan jumlah laki-laki 5 orang, dan perempuan 5 orang. Pada Kelompok Kinesiotaping memiliki usia rerata 65,1 tahun dengan jumlah laki-laki 6 orang, dan perempuan 4 orang. Sedangkan pada Kelompok MRP memiliki usia rerata 62,6 tahun dengan jumlah laki-laki 6 orang, dan perempuan 4 orang. Hasil pengujian hipotesis menggunakan uji Anova menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara rerata skor WGS setelah intervensi dari ketiga kelompok dengan nilai p < 0,05. Namun perbandingan rerata skor WGS pada setiap kelompok menunjukkan metode Kinesiotaping dan MRP memiliki perbedaan bermakna terhadap metode Konvensional, tetapi antara Kinesiotaping dengan MRP tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Dapat disimpulkan bahwa MRP tidak lebih efektif daripada Kinesiotaping tetapi lebih efektif daripada metode Konvensional, dalam meningkatkan pola jalan pasien post stroke.

Kata kunci: Konvensional, Kinesiotaping, Motor Relearning Programme, Stroke

CONVENTIONAL METHOD, KINESIOTAPING, AND MOTOR RELEARNING PROGRAMME HAS DIFFERENT EFFICACY ON IMPROVING GAIT PATTERN OF POST STROKE PATIENT IN CLINIC ONTOSENO OF MALANG

By:

Dimas Sondang Irawan*, Nyoman Adiputra**, Muhammad Irfan***

*Prodi Fisioterapi, Universitas Muhammadiyah Malang

**Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali

***Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul, Jakarta

ABSTRACT

Stroke patient would have impaired activities of daily living. One-sided weakness of extremities, poor body control, and gait instability. Rehabilitation in stroke patient, effective and can improve the function of the impaired limb. Exercise can provide the functional activity of learning and apply the basic premise that the capacity of the brain is able to reorganize and adaptable so with targeted exercises it can be improved. This study aimed to compare the efficiacy of conventional methods, applications kinesiotaping, and MRP method in improving the gait pattern of stroke patients. The study has pre and post test with control group design using 3 groups. There are 10 people in each group. The first group was given conventional intervention methods, group II given Kinesiotaping application, and the third group was given the intervention using the MRP with duration of exercise 3 times a week with a time of 60 minutes for 4 weeks. Data in the form of pre-test and post-test patterns of stroke patients analized by using Wisconsin Gait Scale. Samples were 30 divided into 3 groups. In the conventional group had a mean age of 62.3 years with a number of men 5 men and 5 women. At Kinesiotaping group had a mean age of 65.1 years with a number 6 men and 4 women. While the MRP group had a mean age of 62.6 years with a number 6 men and 4 women. Results of hypothesis testing using Anova showed a significant difference between the (average of the WGS scores after intevention of the three groups, with value of p<0,05. The comparison on each method showed that the Kinesiotaping application and MRP have significant difference, but the Kinesiotaping application showed no significally difference with MRP. The conclusions in this study that the conventional methods, Kinesiotaping application and MRP has different efficacy on improfing gait pattern of stroke patient.

Keywords: Conventional, Kinesiotaping, Motor Relearning Programme, Stroke

PENDAHULUAN

Manusia adalah makhluk yang memerlukan gerak dan berpindah tempat. Aktivitas pergerakan normal sangat diperlukan dalam menunjang kegiatan sehari-hari. Pergerakan yang dilakukan baik secara volunter maupun involunter dipengaruhi oleh interaksi organisme dengan sekitarnya. Gangguan gerak pada manusia dapat disebabkan oleh beberapa penyakit dimana salah satunya adalah stroke.

Stroke adalah penyakit multifaktorial dengan berbagai penyebab disertai manifestasi klinis mayor, dan penyebab utama kecacatan dan kematian di negara-negara berkembang.1 WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.2

Menurut Riset Kesehatan Dasar3, prevalensi stroke di indonesia pada tahun 2007 mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk dan pada tahun 2011 stroke menjadi penyebab pertama kematian di indonesia. Kemungkinan meninggal akibat stroke adalah 30 – 35 persen, dan

kemungkinan mengalami kecacatan mayor adalah 35 – 40 persen.4

Masalah-masalah yang ditimbulkan oleh stroke bagi kehidupan manusia sangat kompleks. Adanya gangguangangguan fungsi vital otak seperti gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan, gangguan kontrol postur, gangguan sensasi, gangguan refleks gerak akan menurunkan kemampuan aktivitas fungsional individu sehari-hari.5 Akibat adanya gangguan vital otak, maka penderita stroke melakukan aktivitas berjalan dengan pola yang abnormal.6

Fokus dari rehabilitasi stroke, khususnya fisioterapi adalah memperbaiki permasalahan gerak yang terkait dengan fungsional pada kondisi stroke, seperti halnya permasalahan kemandirian dalam berjalan terkait 7 dengan kekuatan anggota gerak bawah.7

Menurut Sullivan8 terapi latihan adalah metode yang paling umum digunakan untuk mengatasi masalah mobilitas fisik setelah kerusakan otak. Terapi latihan dengan ROM exercise dapat meningkatkan kekuatan kekuatan otot, dan mengurangi tonus otot (spastisitas) lower extremity sehingga dapat meningkatkan gait function pada pasien post stroke.9

Aplikasi Kinesiotaping juga mampu meningkatkan kemampuan sensomotoris pasien post stroke. Kinesiotaping dapat meningkatkan propioseptif feedback sehingga menghasilkan posisi tubuh yang benar, hal ini menjadi hal yang sangat dasar yang diperlukan ketika latihan untuk mengembalikan fungsi dari extrimitas dilakukan.10,11

Kinesiotaping melalui reseptor di cutaneus dapat memberikan rangsangan pada sistem neuromuskuler dalam mengaktivasi kinerja saraf dan otot saat melakukan suatu gerak fungsional.12 Kinesiotaping juga akan memfasilitasi mechanoreseptor untuk mengarahkan gerakan yang sesuai dan memberikan rasa nyaman pada area yang dipasangkan.13

Fisioterapist juga dapat memberikan berbagai metode lain seperti metode Rood, metode Johnstone, metode brunnstrom, metode bobath, metode Propioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF) dimana menggunakan pendekatan reflek dan teori hierarki motor control, sedangkan metode yang lain seperti Motor Relearning Programme (MRP) menggunakan pendekatan motor control dan motor learning.

Potensi serta kontribusi fisioterapi dalam proses pemulihan stroke menjadikan prinsip-prinsip MRP berupa : pelatihan kembali kontrol motorik berdasarkan pemahaman tentang kinematika dan kinetika gerakan normal (biomekanik), kontrol dan latihan motorik (motor control and motor learning), yang melibatkan proses kognitif, ilmu perilaku dan psikologi, pelatihan, pemahaman tentang anatomi dan fisiologi saraf, serta tidak berdasarkan pada teori perkembangan 12 normal (neurodevelopmental).12

Latihan tersebut dapat memberikan proses pembelajaran aktivitas fungsional serta menerapkan premis dasar bahwa kapasitas otak mampu untuk reorganisasi dan beradaptasi (kemampuan plastisitas otak) dan dengan latihan yang terarah dapat saja menjadi sembuh dan membaik, selain itu sebagai relearning kontrol motorik sehingga dapat mengeliminasi gerakan yang tidak diperlukan dan meningkatkan kemampuan pengaturan postural dan gerakan.5,14

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah Metode Motor Relearning Programme (MRP) lebih efektif dalam meningkatkan pola jalan pasien post stroke dibandingkan

dengan Metode Konvensional dan Aplikasi Kinesiotaping di Klinik Ontoseno Malang?

Yang menjadi hipotesis utama dalam penelitian ini adalah untuk membandingkan efektifitas metode Konvensional, aplikasi Kinesiotaping dan metode MRP dalam meningkatkan pola jalan pasien post stroke.

Manfaat dari penelitian ini adalah (1) Memberikan wawasan ilmiah tentang penggunaan Kinesiotaping pada pasien post stroke. (2) Memberikan pengetahuan dan pengalaman tentang tingkat efektivitas ROM exercise, Kinesiotaping, dan metode MRP dalam meningkatkan pola jalan pasien poststroke. (3) Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa yang membutuhkan pengetahuan lebih terhadap penanganan dan intervensi Fisioterapi pada pasien post stroke. (4) Sebagai bahan informasi dan referensi tambahan terhadap penanganan dan intervensi fisioterapi untuk meningkatkan kemampuan pola jalan pasien post stroke, dan memberikan solusi mengenai rehabilitasi pasien post stroke.

MATERI DAN METODE

  • A.    Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan di Klinik Ontoseno Malang. Penelitian

dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2013. Penelitian ini berjenis quasi eksperimental dengan rancangan penelitian pre test and post test with control group design. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian latihan menggunakan Metode Konvensional, Aplikasi Kinesiotaping, dan Metode MRP terhadap peningkatan pola jalan pasien post stroke. Penilaian pola jalan pasien post stroke diukur dan dievaluasi menggunakan Wisconsin Gait Scale.

  • B.    Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien post stroke di Klinik Ontoseno Malang. Pengambilan sampel diambil secara acak sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Berdasarkan rumus Pocock sampel penelitian berjumlah 30 orang dan dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari 10 orang.

Kelompok perlakuan I

Kelompok perlakuan I diberikan latihan menggunakan Metode Konvensional, yaitu menggunakan ROM Exercise selama 4 minggu, dengan frekuensi 3x seminggu dan 45 – 60 menit setiap sesi.

Kelompok perlakuan II

Kelompok perlakuan II diberikan Aplikasi Kinesiotaping pada otot postural dan area ankle selama 4 minggu, dengan frekuensi penggantian Kinesiotaping setiap 3 hari.

Kelompok perlakuan III

Kelompok perlakuan III diberikan latihan menggunakan Metode MRP, selama 4 minggu, dengan frekuensi 3x seminggu dan 45 – 60 menit setiap sesi.

  • C.    Cara Pengumpulan Data

Sebelum diberikan perlakuan baik Kelompok I, Kelompok II, dan Kelompok III dilakukan analisa pola jalan menggunakan Wisconsin Gait Scale (WGS) untuk mengetahui nilai total WGS (nilai total WGS sebelum perlakuan), dan 4 minggu setelah perlakuan dilakukan analisa pola jalan menggunakan WGS (nilai total WGS setelah Perlakuan).

Prosedur Pengukuran Pola Jalan

Pengamatan dilakukan melalui video recording terlebih dahulu dari sisi anterior, posterior, dan lateral kemudian dilakukan observasi menggunakan Wisconsin Gait Scale (WGS). WGS memiliki 14 item penilaian yang diobservasi secara visual. Untuk item nomor 1 memiliki 5 kriteria penilaian, item nomor 11 memiliki 4 kriteria

penilaian, sedangkan yang lain memiliki 3 kriteria penilaian. Sehingga dalam pengukuran pola jalan menggunakan WGS, untuk mendapatkan nilai total WGS digunakan perhitungan: jumlah nilai no 2 hingga 10, dan 12 hingga 15, ditambah dengan 3/5 dari nilai nomor 1, ditambah 3/4 dari nilai nomor 11. Nilai minimal WGS adalah 13,35 dan maksimal 42, dimana semakin besar nilai WGS maka semakin bermasalah pola jalan pasien post stroke.

  • D.    Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisa menggunakan SPSS versi 16, langkah-langkah sebagai berikut:

  • 1.    Statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui karakteristik subjek penelitian yang meliputi usia dan jenis kelamin

  • 2.    Dilakukan uji normalitas data skor WGS sebelum dan setelah intervensi pada setiap kelompok perlakuan menggunakan Saphiro Wilk Test.

  • 3.    Untuk mengetahui peningkatan pola jalan pasien post stroke, dilakukan uji beda rerata skor WGS sebelum dan setelah intervensi pada setiap kelompok perlakuan menggunakan Paired t-test.

  • 4.    Uji homogenitas data untuk kelompok data usia, skor WGS

sebelum perlakuan dan selisih skor WGS sebelum dan setelah intervensi menggunakan Levene’s test.

  • 5.    Untuk mengetahui apakah Metode Konvensional, Kinesiotaping, dan Motor Relearning Programme memiliki perbedaan efektifitas dalam meningkatkan pola jalan pasien post stroke, dilakukan Uji Anova untuk skor WGS setelah intervensi antar kelompok perlakuan

  • 6.    Untuk mengetahui metode yang paling efektif dalam peningkatan pola jalan pasien post stroke dilakukan uji LSD pada skor WGS setelah intervensi antar kelompok perlakuan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Subyek

Tabel 1

Karakteristik Sampel

Kelompok

Rentang Usia

Usia

Jenis

Kelamin

Rerata

SB

L

P

Konvensional

55 – 72

62,3

5,79

5

5

Kinesiotaping

50 – 72

65,1

6,69

6

4

MRP

55 – 73

62,6

6,16

6

4


Sampel penelitian berjumlah 30 pasien post stroke di Klinik Ontoseno

Malang dengan usia responden berkisar antara 50 – 73 tahun. Pada kelompok perlakuan Konvensional berkisar antara 55 – 72 tahun dengan rerata 62,3±5,78 tahun. Pada kelompok perlakuan Kinesiotaping berkisar antara 50 – 72 tahun dengan rerata 65,1±6,69 tahun. Pada kelompok perlakuan MRP berkisar antara 55 – 73 tahun dengan rerata 62,6±6,16 tahun. Deskripsi tersebut menunjukkan bahwa Cerebro Vascular Accident memiliki keterkaitan resiko usia pada kategori tua.

Faktor resiko kejadian stroke meningkat seiring bertambahnya usia, dan menjadi dua kali lipat setelah usia 55 tahun. Setiap tahun 28% terserang stroke dengan usia dibawah 65 tahun, dan 72% pasien stroke berusia lebih dari 65 tahun.4 Usia juga salah satu faktor yang mempengaruhi plastisitas. plastisitas di korteks motorik berkurang pada lansia (usia 60-79) tapi tidak di paruh baya (usia 40 - 59).15

Dari 30 total sampel, 17 orang sampel laki-laki dan 13 sampel perempuan. laki-laki cenderung lebih tinggi untuk terkena stroke dibandingkan perempuan, dengan perbandingan 1,3:1.16,17 Tetapi dalam penelitian ini jenis kelamin bukanlah salah satu

pertimbangan yang mempengaruhi aspek penilaian dalam penelitian.

Distribusi Hasil Nilai Total Skor WGS

Tabel 2

Hasil Uji Normalitas Data Skor WGS

Kelompok

n

Rerata

SB

P

Konvensional

Sebelum

10

29,73

1,56

0,525

Setelah

10

25,48

2,36

0,220

Kinesiotaping

Sebelum

10

28,93

1,88

0,207

Setelah

10

20,68

2,43

0,226

MRP

Sebelum

10

27,75

2,42

0,354

Setelah

10

20,68

1,60

0,835


Berdasarkan hasil pengujian normalitas data, Skor WGS untuk Kelompok data sebelum dan setelah intervensi pada Kelompok perlakuan Konvensional, Kinesiotaping, dan MRP, didapatkan nilai p > 0,05 yang berarti data berdistribusi normal untuk setiap kelompok perlakuan.

Peningkatan Pola Jalan Pasien Post Stroke

Tabel 3

Hasil Uji Beda Rerata Skor WGS Sebelum dan Setelah Intervensi

Kelompok

Rerata

SB

Sebelum

Setelah

F      p

F

p

Konvensional

25,48

2,36

Kinesiotaping

20,68

2,43

2,504

0,101

16,357 0,000

MRP

20,68

1,60


Berdasarkan uji beda rerata skor WGS sebelum dan setelah intervensi pada setiap kelompok perlakuan didapatkan nilai p < 0,05. Sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara skor WGS sebelum dan setelah intervensi.

Pada kelompok perlakuan metode Konvensional terjadi penurunan rerata skor WGS sebesar 4,25 (14,28%), pada kelompok perlakuan Kinesiotaping terjadi penurunan rerata skor WGS sebesar 8,25 (28,51%), dan kelompok perlakuan MRP terjadi penurunan rerata skor WGS sebesar 7,07 (25,48%), sehingga dapat dikatakan bahwa metode Konvensional, Kinesiotaping, dan MRP sama-sama meningkatkan pola jalan pasien post stroke di Klinik Ontoseno Malang.

Metode Konvensional, Kinesiotaping, dan MRP Meningkatkan Pola Jalan Pasien Post stroke

Pasien stroke akan mengalami defisit neurologis yang menyebabkan hilangnya kekuatan pada tungkai dan gangguan keseimbangan dimana keduanya memiliki peran penting dalam kemampuan berjalan.18 Untuk meningkatkan gait function pasien post stroke, fokus utamanya adalah meningkatkan kekuatan kekuatan otot,

dan mengurangi tonus otot (spastisitas) 9

lower extremity.

Menurut Sullivan8 terapi latihan adalah metode yang paling umum digunakan untuk mengatasi masalah mobilitas fisik setelah kerusakan otak.

Somatosensory stimulation, dan muscle activity feedback exercise efektif dalam peningkatan fungsi berjalan pasien post stroke.19 Kinesiotaping dapat meningkatkan sensitivitas perceptual-motor propioception. propioceptif merupakan salah satu sensory feedback yang diperlukan dalam informasi motor control, sehingga akan meningkatkan motor output dan movement respon.11

Metode Motor Relearning Programme dapat memberikan proses pembelajaran aktivitas fungsional serta menerapkan premis dasar bahwa kapasitas otak mampu untuk reorganisasi dan beradaptasi, dan dengan latihan yang terarah dapat membaik. Metode Motor Relearning Programme dapat mengeliminasi gerakan yang tidak diperlukan dan meningkatkan kemampuan pengaturan postural dan gerakan.14

Motor learning menjelaskan bagaimana pola-pola motorik dapat dimodifikasi melalui pengamatan dan

20 praktek secara    berulang-ulang.20

Pendekatan metode motor relearning programme membantu mencapai kemampuan motorik normal dengan feedback yang tepat dan partisipasi aktif dari pasien.21

Homogenitas Varian Penelitian

Tabel 4

Hasil Analisis Uji Homogenitas Data

Kelompok

n

F

p

Usia

10

0,024

0,976

Skor WGS sebelum

intervensi

10

1,520

0,237

Selisih Skor WGS sebelum dengan setelah intervensi

10

1,332

0,281

Berdasarkan hasil pengujian homogenitas data pada usia sampel, skor WGS sebelum intervensi, dan selisih skor WGS sebelum dengan setelah intervensi didapatkan nilai p > 0,05 yang berarti data bersifat homogen, sehingga data dapat dikatakan comparable.

Komparibilitas Hasil Skor WGS

Setelah Intervensi

Tabel 5

Hasil Analisa Uji Anova Skor WGS Sebelum dan Setelah Intervesi

Kelompok

Rerata

SB

Sebelum

Setelah

F      p

F

p

Konvensional

25,48

2,36

Kinesiotaping

20,68

2,43

2,504

0,101

16,357 0,000

MRP

20,68

1,60

Berdasarkan hasil uji Anova di atas menunjukkan bahwa ada perbedaan skor WGS yang tidak bermakna pada kelompok data sebelum intervensi, dimana didapatkan nilai p = 0,101 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa data skor WGS sebelum intervensi comparabel. Pada kelompok data setelah intervensi didapatkan nilai p = 0,000 (p<0,05) sehingga kelompok data setelah intervensi menunjukan perbedaan yang

bermakna. Sehingga dapat dikatakan bahwa penurunan skor WGS terjadi karena intervensi yang diberikan.

Untuk mengetahui metode yang paling efektif antara metode Konvensional, Kinesiotaping, dan MRP dalam peningkatan pola jalan pasien post stroke di Klinik Ontoseno Malang, maka dilakukan uji Least Significant Different (LSD)

Tabel 6

Hasil Analisis Skor WGS Setelah Intervensi Antar Kelompok

Kelompok

Beda Rerata

P

Konvensional – Kinesiotaping

4,801

0,000

Konvensional – MRP

4,796

0,000

Kinesiotaping – MRP

0,005

0,996

Berdasarkan hasil analisis skor WGS setelah intervensi antar kelompok perlakuan dapat dilihat bahwa Metode Kinesiotaping dan MRP menghasilkan perubahan pola jalan yang lebih besar secara signifikan dibandingkan dengan

Metode Konvensional, terbukti dari hasil uji LSD dimana menunjukkan hasil p < 0,05. Sehingga dapat dikatakan bahwa metode MRP dan Kinesiotaping lebih efektif daripada Metode Konvensional.

Untuk kelompok perlakuan MRP dengan Kinesiotaping didapatkan nilai p sebesar 0,996 (p>0.05) sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ditemukan perbedaan yang signifikan dalam peningkatan pola jalan pasien post stroke.

Sebuah gerakan fungsional merupakan sebuah rangkaian interaksi dari kontrol motorik pada otak dan feedback dari somatosensoris, visual, dan vestibular.22 Kinesiotaping dapat memfasilitasi mechanoreceptor untuk mengarahkan gerakan yang sesuai dan memberikan rasa nyaman pada area yang dipasangkan.13 Kinesiotaping juga dapat meningkatkan propioseptive feedback sehingga menghasilkan posisi tubuh yang benar. 10

Seperti yang diungkapkan Kim23 bahwa penambahan Kinesiotaping pada ankle joint memberikan hasil yang lebih efektif daripada fisioterapi Konvensional dalam meningkatkan keseimbangan dan kemampuan berjalan pasien stroke.

Latihan aktivitas motorik harus dilakukan dalam bentuk aktivitas fungsional karena tujuan dari rehabilitasi tidak hanya sekedar mengembalikan suatu pergerakan, akan tetapi mengembalikan fungsi.5 Dalam metode MRP, Motor Learning menjelaskan

bagaimana pola-pola motorik dapat dimodifikasi melalui pengamatan dan praktek secara berulang-ulang20.

Seperti yang diungkapkan oleh Chan-Dora,20 Motor relearning Programme lebih efektif dari Metode Konvensional untuk meningkatkan kemampuan fungsional pasien stroke.

Aplikasi Kinesiotaping tidak ada intervensi untuk mengkoreksi pola gerakan kompensasi yang sudah terbentuk. Mengkombinasikan appropriate afferent stimulation menggunakan task-specific training menghasilkan peningkatan yang lebih besar dibandingkan dengan latihan sendiri.24 Dari waktu intensitas intervensi yang dilakukan kemungkinan masih belum menunjukkan perubahan pada pola jalan pasien post stroke, mengingat aktivitas fungsional berjalan merupakan sebuah rangkaian gerakan yang kompleks

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa Metode Kinesiotaping paling efektif dalam meningkatkan pola jalan pasien post stroke di Klinik Ontoseno Malang, di ikuti oleh Motor Relearning Programme, dan kemudian metode Konvensional.

Oleh karena itu peneliti menyarankan (1) untuk aplikasi klinis dilakukan kombinasi metode MRP dengan Kinesiotaping untuk hasil yang lebih

optimal,

(2)

Dilakukan penelitian

lanjutan

dengan jangka waktu lebih

panjang

dan

responden yang lebih

spesifik

dari

segi usia, onset, jenis

stroke, dan tingkat kerusakan otak, (3) Untuk pengembangan pola jalan pasien post stroke yang meiliki komplikasi masalah muskuloskeletal memerlukan pendekatan muskuloskeletal yang dapat membantu proses perbaikan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Saidi, S., Mahjoub T., and Almawi, W.Y. 2010. Aldosterone Syntase Gene (CYP11B2) Promoter Polymorphism as a Risk Factor for Ischemic Stroke in Tunisian Arabs. Journal of Renin-Angiotensin-Aldosterone System 11: 180.

  • 2.    World Health Organization, 2006. STEP Stroke Surveillance. Available from:                           http://

www.who.int/entity/chp/steps/Sectio n1_Introduction.pdf [Accessed 5 Oktober 2012].

  • 3.    Riskesdas. 2008. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:       Badan

Pengembangan dan   Penelitian

Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

  • 4.    Wolf PA, Albers G, Higashida RT, Grotta J, 2000. Stroke In New Mileniumm. 73rd Scientific session of the American Heart Association, Plenary session VII: New Orleans, Lousiana, November 12-1

  • 5.    Irfan, Muhammad. 2010. Fisioterapi bagi insan stroke. Yogyakarta. Graha Ilmu

  • 6.    Leonard, Charles T. 1998. The Neuroscience of Human Movement. USA. Mosby.

  • 7.    Jorgensen HS, Nakayama H, Raaschou HO, Olsen TS.1995.Recovery        ofwalking

function of stroke patients: the Copenhagen Stroke Study.Arch Phys Med Rehabil; 76: 27–32.

  • 8.    Sullivan, K.J. 2007. Therapy Interventions for Mobility Impairment and Motor Skill Acquisition After TBI. In : Zasler, N.D., Katz, D.I., Zafonte, R.D., editors. Brain Injury Medicine: Principles and Practice. New York : Demos. p. 931-942.

  • 9.    Pang M, Eng J, Dawson A. 2005. Relationship between ambulatory capacity and cardiorespiratory fitness

in chronic stroke: influence of stroke-spesific impairment. Chest

  • 10.    Ewa J and Carol L. 2006. Kinesio Taping in Stroke: Improving Functional Use of the Upper Extremity in Hemiplegia. Thomas Land publisher. Inc.

  • 11.    Cowderoy GA, Lisle DA, O’connel PT. 2009. Overuse and Impigement Syndromes of The Shoulder in Athlete. Magnetic resonance imaging clinics of north America.

  • 12.    Yasukawa A, Patel P, Sisung C. 2006. Pilot study: investigating the effects of Kinesio Taping in an acute pediatric rehabilitation setting. Rehabilitation Institute of Chicago, Illinois, USA.

  • 13.    Kase K, Jim W, Tsuyoshi K. 2003. Clinical Therapeutic Applications of The Kinesio Taping Method. Ken Ikai Co. Ltd. Tokyo. Japan

  • 14.    Susanti J dan irfan. 2010. Pengaruh Penerapan Motor Relearning Programe (MRP) Terhadap Peningkatan Keseimbangan Berdiri Pada Pasien Stroke Hemiplegi, jurnal penelitian sains & teknologi vol II No 2: 126-143

  • 15.    Fathi, D., Ueki, Y., Mima, T., Koganemaru, S., Nagamine, T., Tawfik, A., & Fukuyama, H. 2010.

Effects of Aging on The Human Motor Cortical Plasticity Studied by Paired Associative Stimulation. Clinical Neurophysiology, 121

  • 16.    Junaidi, I.   2008. Stroke A-Z

Pengenalan, Pencegahan, Pengobatan,  Rehabilitasi Stroke,

Serta Tanya Jawab Seputar Stroke. Jakarta. PT Buana Ilmu Populer.

  • 17.    Pinzon, Rizaly, Asanti, Lakasmi, Sugianto, Widyo, Kriswanto. 2010. Awas Stroke: Pengertian, Gejala, Tindakan, Perawatan & Pencegahan. Yogyakarta: penerbit ANDI.

  • 18.    Collen F.M, Wade D.T. 1990. Assesory Motor Impairment After Stroke,    journal of neural,

neurosurgery, and psychiatry.

  • 19.    Geurts A.C, de Haart M, van Nes I.J. 2005. A Review of Standing Balance Recovery From Stroke, Gait posture.

  • 20.    Chan C.C.H, Lee T.M.C, Fong K.N.K, Lee C, Wong V. 2002. Cognitive Profile For Chinese Patient With Stroke. Brain Injury; 16.

  • 21.    Dean C.M, Shepherd R.B. 1997. Task-Related Training Improves Performance of Seated Reaching Tasks After Stroke: A Randomized Controlled Trial. Stroke 28

  • 22.    Haim, A. 2011. Plasticity of Gait Patterns Via Noninvasive Biomechanical Stimulation. Israel Institute of Technology

  • 23.    Kim Y.R, Kim J.I, Kim Y.Y, Kang K.Y, Kim B.K, Park J.H, An H.J, Min K.O. 2012. Effects of Ankle Joint Taping on Postural Balance Control in Stroke Patients. Department of Physical Therapy, Yongin University, 470 Samga-dong, Cheoingu, Yongin, Korea.

  • 24.    Donnell, M. 2006. Human Motor Cortical Plasticity and Upper LimbPerformance. Research Centre for Human Movement Control Discipline of Physiology. School of Molecular and Biomedical Science. The University of Adelaide.

133