Sport and Fitness Journal

E-ISSN: 2654-9182                                       Volume 8, No.2, Mei 2020: 32-40

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

PELATIHAN LARI 800 M DAPAT MENINGKATKAN VOLUME OKSIGEN MAKSIMAL (VO2MAKS) PADA SISWA PUTRA PESERTA EKSTRAKURIKULER ATLETIK SMA NEGERI 3 SINGARAJA

TAHUN AJARAN 2013/2014

I Putu Astrawan

Program Studi Fisioterapi Universitas Bali Internasional

Email: [email protected]

ABSTRAK

Pendahuluan: Pelatihan fisik mempunyai peranan penting dalam mempertahankan dan meningkatkan derajat kebugaran fisik dilihat dari kemampuan VO2Maks. Tujuan Penelitian: untuk mengetahui pelatihan lari 800 m meningkatkan VO2Maks. Metode: Jenis penelitian eksperimen dengan rancangan the randomized pretest posttest control group design. Jumlah Sampel penelitian 20 orang dibagi 2 kelompok. Kelompok 1 diberikan pelatihan lari 800 m sedangkan Kelompok 2 sebagai kelompok kontrol, frekuensi tiga kali latihan seminggu dalam empat minggu. VO2Maks diukur dengan instrumen Bleeps Test (MFT). Hasil: Uji normalitas dan homogenitas data menunjukkan distribusi data normal dan homogen. Uji beda intra kelompok rerata VO2Maks diuji dengan uji t-paired. Hasil uji t-paired test sebelum dan sesudah perlakuan, Kelompok 1 dan 2 berbeda bermakna (p<0,05). Pada Kelompok 1, VO2Maks (L/m) rerata sebelum pelatihan 25,75 dan rerata sesudah pelatihan 49,14 dengan selisih 23,39 persentase peningkatan 90%. Sedangkan Pada Kelompok 2, VO2Maks rerata sebelum pelatihan 25,70 dan rerata sesudah pelatihan 27,11 dengan selisih 1,41 persentase peningkatan 5%. Hasil VO2Maks kedua kelompok sebelum dan sesudah perlakuan diuji t-independent test. Rerata VO2Maks kedua kelompok sebelum pelatihan p=0,95 (p>0,05) dan sesudah pelatihan p=0,00 (p<0,05). Hal ini menunjukkan kelompok 1 dan 2 memberi pengaruh peningkatan (p<0,05). Namun peningkatan bahwa kelompok 1 lebih baik daripada kelompok 2. Kesimpulan: pelatihan lari 800 m meningkatkan VO2Maks.

Kata Kunci: pelatihan lari 800 m, VO2Maks

RUN 800 M TRAINING INCREASE MAXIMUM OXYGEN VOLUME (VO2MAX) OF MALE STUDENTS WHO JOIN ATHLETIC EXTRACURRICULAR IN SMA NEGERI 3 SINGARAJA IN ACADEMIC YEAR OF 2013/2014

I Putu Astrawan

Physiotherapy Departement Bali International University

Email: [email protected]

ABSTRACT

Background: Physical training has an important role to maintain and improve the degree of physical fitness seen from the ability of VO2Max. Purpose: This study aims to determine the effect of run 800 m training can increase VO2Max. Method: This type of experimental research with the randomized pretest posttest control group design. The sample was 20 participants divided into 2 groups. Group 1 was given run 800 m training and Group 2 was the control group, with exercise frequency 3 times a week for 4 weeks. VO2Max is measured by the Bleeps Test (MFT) instrument. Result: The results of normality and homogeneity test data show the distribution of normal and homogeneous data. The mean intra-group difference test VO2Max was tested by t-paired test. Different test results with t-paired before and after training, Group 1 and 2 were significantly different (p<0.05). In Group 1, the average VO2Max (L/m) before training was 25.75 and the average after training was 49.14 with a difference of 23.39 and the percentage increase was 90%. While in Group 2, the mean VO2Max before training was 25.70 and the average after training was 27.11 with a difference of 1.41 and the percentage increase was 5%. The results of VO2Max between the two groups before and after training were tested by t-independent. The mean VO2Max in both groups before training with a value of p=0.95 (p>0.05) and after training with a value of p=0.00 (p<0.05). This shows that group 1 and group 2 both had an increase effect (p<0.05). But improvement in group 1 is better than group 2. Conclusion: run 800 m training increases VO2Max.

Keywords: Run 800 m training, VO2Max

PENDAHULUAN

Peran dari pelatihan fisik menjadi sangat penting dalam meningkatkan dan mempertahankan kesehatan meliputi kebugaran fisik atau kesegaran jasmani yaitu kesepuluh komponen biomotorik kondisi fisik tersebut adalah kekuatan, daya tahan (umum dan khusus), power, kecepatan, kelincahan, kelentukan, ketepatan, keseimbangan, waktu reaksi, dan juga koordinasi. Atlet yang mempunyai skill dan teknik bagus tidak akan menunjukkan penampilan terbaiknya saat bertanding tanpa didukung oleh mental dan kemampuan fisik yang bagus, terutama pada daya tahan umum (cardiorespiratory endurance).1 Daya tahan ini berkaitan erat dengan volume oksigen maksimal yang merupakan parameter kebugaran jasmani. Volume oksigen maksimal atau yang disingkat VO2Maks, menunjukkan volume oksigen maksimal yang dikonsumsi oleh tubuh dan dinyatakan dalam liter atau mili liter permenit. Kemampuan maksimal tubuh dari fungsi organ paru dan jantung merupakan parameter penilaian untuk mengukur kemampuan konsumsi oksigen maksimal seseorang. Dalam meningkatkan VO2Maks maka program pelatihan wajib dilaksanakan secara cermat, tepat, sistematis, berpola, progresif serta mengikuti prinsip pelatihan fisik serta metode pelatihan yang tepat agar tercapainya tujuan yang direncanakan.2

Kebugaran jasmani dewasa ini mengalami penurunan terutama dari kenyataan yang ada di lingkungan sekolah seperti: (1) banyak siswa yang tidak mendapat binaan pelatihan untuk jasmani dan rohani secara khusus, (2) menyempatkan waktu olahraga sangat kurang dan hanya melakukan olahraga di sekolah saat mendapatkan pelajaran olahraga saja, (3) terdapat banyak siswa

yang kurang memanfaatkan waktu luang untuk meraih prestasi bidang olahraga yang lebih maksimal. Masa Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah waktu yang tepat dalam untuk memberikan pembinaan suatu pelatihan fisik, hal ini dikarenakan diusianya yang berkisar 15-18 tahun adalah usia emas atau puncak perkembangan fisik secara biologis karena memasuki masa adolisensi yaitu waktu yang tepat untuk meningkatkan kemampuan fisik yang maksimal. Selain itu, masa adolisensi adalah masa pertumbuhan pesat ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan biologis dan fisiologis tubuh yang kompleks. Namun, berdasarkan hasil observasi dalam prestasi di sekolah, khususnya dalam cabang olahraga atletik beberapa tahun terakhir, yaitu cabang lari 800 m mengalami penurunan prestasi dan belum meraih juara dalam perlombaan. Maka dari itu, diangkat sebagai suatu permasalahan yang akan dicari solusi terbaik dengan memberikan pelatihan lari jarak menengah (800 m) secara khusus.

Lari merupakan gerak langkah kaki yang dipercepat dan saat berlari kecenderungan badan melayang, dalam artian pada saat berlari kedua kakinya tidak menyentuh pijakan dan sekurangnya satu kaki tetap menyentuh pijakan.3 Lari jarak menengah pada jarak 800 m yaitu menjaga ketetapan langkah pada saat lari sangat penting, yaitu cara lari berdasarkan peralihan pertama dari berlari cepat ke lari biasa, dan pada setiap segmen lari tersebut langkah yang stabil harus selalu dijaga. Seorang atlet pelari jarak menengah wajib belajar secara stabil dalam langkahnya berlari, menjaga keseimbangan tubuhnya, mengontrol gerakan kaki, rotasi pinggul dan gerak lengan yang terkontrol. Pedoman dasarnya ialah lebih lambat lomba,

maka lebih pendek jarak langkah kaki, dan jika lebih cepat lomba, maka lebih panjang langkah kaki.4

Gerak lari jarak menengah (800 m) berbeda dengan gerak lari cepat atau sprint, akan tetapi sebagian besar banyak persamaannya. Perbedaannya yaitu pada cara kaki menapak pijakan, pada lari jarak menengah yaitu kaki menapak secara “ball heel-ball” adalah menapak pada ujung tumit kaki dan menolak dengan ujung kaki, kalau lari sprint menapak dengan cara ujung kaki, tumit sedikit sekali menyentuh pijakan. Disamping itu pada lari jarak menengah dilaksanakan dengan seakan lebih ekonomis, untuk mengefektifkan energi. Prinsip penting bagi pelari jarak menengah adalah “mengenal diri sendiri”, maksudnya mampu menguasai kecepatan lari berdasarkan kemampuan yang dimiliki oleh atlet tersebut.5

Pelatihan lari 800 m adalah salah satu bentuk pelatihan fisik dengan berlari gerak maju langkah kaki yang dilakukan sedemikian rupa sehingga terdapat sikap melayang pada saat melakukan langkah demi langkah dengan jarak tempuh 800 m. Keunggulan dari pelatihan ini adalah sangat mudah dilaksanakan, tidak perlu biaya banyak, biaya peralatan yang relatif terjangkau serta dapat memberikan pengalaman langsung dan menyenangkan dalam pelatihan, sehingga akan berpengaruh terhadap kondisi fisik yang prima terutama kemampuan VO2Maks sebagai perameter kebugaran jasmani siswa peserta ekstra atletik dan prestasi cabor atletik di SMA Negeri 3 Singaraja.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian eksperimen (true experimental) dengan rancangan penelitian yang digunakan ialah “The

randomized pretest posttest control group design”.6 Adapun rancangan penelitian terlihat pada gambar berikut.

S     R      T1


X1

♦ K1   -----► T2

X2

♦ K2 ----► T2


Sampel penelitian ini adalah siswa putra ekstrakurikuler atletik SMA Negeri 3 Singaraja tahun akademik 2013/2014 sebanyak 20 orang dan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Kelompok 1 diberikan pelatihan lari 800 m sedangkan Kelompok 2 sebagai kelompok kontrol yaitu tidak diberikan perlakuan secara khusus namun diberikan pemanasan/peregangan statis dan dinamis. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan VO2Maks adalah test bleeps (multistage fitness test) dengan validitas dan reliabilitas tes 0,99. Prinsip FITT (frequency, intensity, time, type) pelatihan lari 800 m yang diberikan adalah selama 4 minggu atau selama 12 kali pelatihan, frekuensi pelatihan 3 kali seminggu dengan beban latihan 75%-85%. Waktu pelaksanaan pelatihan pada sore hari pkl. 16.00– 18.00 WITA, bertempat dilapangan umum SMA Negeri 3 Singaraja dan lapangan Secata Singaraja.

Adapun persyaratan analisis data dari hasil penelitian yang harus dipenuhi ialah pada uji normalitas data dan uji homogenitas data sebelum menganalisis data. Uji normalitas data menunjukkan bahwa subyek atau sampel penelitian tersebut berdistribusi normal ataupun tidak. Uji analisis data pada penelitian ini didapatkan bahwa data normal dan homogen. Uji normalitas data menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test Program Statistic Program Service Solution (SPSS) Versi 16. Sedangkan uji

homogenitas data dengan uji Levene test pada program SPSS 16.7 Berdasarkan hasil analisis data dari kedua uji tersebut yaitu data berdistribusi normal dan variasi data homogen, maka uji lanjut dengan analisis statistik parametrik.

Uji t paired digunakan untuk menganalisa rerata peningkatan VO2Maks antara sebelum dan sesudah perlakuan intra kelompok, pada data bersifat berdistribusi normal dan variasi data homogen. Rerata hasil VO2Maks, sebelum dan sesudah perlakuan intra kelompok mempunyai nilai p lebih kecil dari 0,05 artinya bahwa rerata hasil VO2Maks pada intra kelompok berbeda bermakna (p < 0,05).

Uji hipotesa terdapat pengaruh pelatihan lari 800 m terhadap VO2Maks, menggunakan uji inferensial dengan uji-t independent test. Kriteria pengambilan keputusannya adalah nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 yang berarti adanya perbedaan signifikan dari perlakuan yang telah diberikan antar kedua kelompok. Maka demikian, rerata VO2Maks sebelum pelatihan sebanding. Sedangkan perbedaan VO2Maks sesudah pelatihan yaitu berbeda bermakna (p < 0,05).

HASIL PENELITIAN

Setelah dilakukannya penelitian maka terkumpulah data yang akan diinterpretasikan dan agar mengetahui distribusi data pada subyek/sampel penelitian yaitu dilakukannya uji normalitas data dengan Kolmogorov-Smirnov Test serta uji homogenitas data dengan Levene Test. Uji tersebut dilakukan pada data yang didapatkan kedua kelompok baik sebelum dan sesudah perlakuan.

  • 1.    Uji Normalitas Data dan Homogenitas Data Kelompok Perlakuan

Pada hasil analisis data distribusi subyek atau sampel penelitian, diuji normalitas datanya menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test selanjutnya uji homogenitas data menggunakan uji Levene Test, Pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Uji Normalitas Data dan Homogenitas Data VO2Maks Sebelum dan Sesudah Perlakuan

Variabel

Pelatihan

(p) Uji Normalitas (Kolmogorov-Smirnov)

K 1    K 2

(p) Uji Homogenitas (Levene Test)

VO2Maks

Sebelum

0,14     0,18

0,79

(L/m)

Sesudah

0,20     0,20

0,49


Tabel 1. Menunjukkan analisa data yang diperoleh kedua kelompok mempunyai nilai p (p>0,05), artinya data hasil VO2Maks sebelum dan sesudah perlakuan yaitu data berdistribusi normal dan variasi data homogen maka uji selanjutnya dengan uji analisis statistik parametrik.

  • 2.    Uji t-paired (paired-t test)

Hasil uji t-paired test (beda) pada intra kelompok untuk mengetahui dan membandingkan rata-rata hasil VO2Maks sebelum dan sesudah perlakuan, pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Uji Beda Rerata VO2Maks Sebelum dan Sesudah

Volume Oksigen Maksimal (L/m)

N

Rerata

t

p

K 1 Sebelum Pelatihan

10

25,75

-43,37

0,00

Sesudah Pelatihan

49,14

K2 Sebelum Pelatihan

10

25,70

-4,22

0,00

Sesudah Pelatihan

27,11


Tabel 2. Menunjukkan bahwa rata-rata hasil VO2Maks sesudah perlakuan masing-masing dalam intra kelompok terjadi perbedaan bermakna (p<0,05). Maka dari itu, hasil beda rerata VO2Maks sebelum perlakuan antara Kelompok 1 dan 2 sebanding. Perbedaan VO2Maks setelah perlakuan adalah berbeda bermakna, yang artinya perbedaan hasil diakibatkan dari perbedaan tipe atau jenis pelatihan yang telah diberikan. Maka dari itu, hipotesa dapat dibuktikan bahwa pelatihan lari 800 m meningkatkan VO2Maks.

  • 3.    Uji t-independent Sample Test

Uji t-independent sample test untuk menganalisis data pada antar kedua kelompok dari hasil VO2Maks dari hasil perlakuan antar kedua kelompok saat sebelum maupun sesudah perlakuan. Hasil analisa statistik kemaknaan mempergunakan uji t-independent sample test, pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji VO2Maks Sebelum dan Sesudah Perlakuan Antar Kedua Kelompok

Variabel

Pelatihan

Rerata

t

p

K 1

K 2

Volume

Oksigen

Sebelum

25,75

25,70

0,56

0,95

Maksimal (L/m)

Sesudah

49,14

27,11

22,81

0,00


Tabel 3. Menunjukkan signifikansi VO2Maks sebelum perlakuan antar kedua kelompok perlakuan didapatkan nilai (p>0,05) sedangkan setelah perlakuan memiliki nilai (p<0,05). Maka dalam hal ini rata-rata data VO2Maks sebelum perlakuan antar kedua kelompok tidak berbeda bermakna. Rerata VO2Maks sebelum perlakuan sebanding, sedangkan

perbedaan VO2Maks sesudah perlakuan berbeda bermakna (p<0,05), ini maksudnya adalah hasil VO2Maks pada Kelompok 1 dan 2 berbeda bermakna.

  • 4.    Persentase Peningkatan Volume Oksigen Maksimal (VO2Maks) Pada Kedua Kelompok

Setelah pelatihan selama empat minggu, terjadi perbedaan peningkatan yang dihitung secara persentase. Presentase peningkatan VO2Maks pada kedua kelompok, menggunakan formula

8

rumus. p =


T 2 - T1


T1


x (100%)


Tabel 4. Persentase VO2Maks

Volume Oksigen Maksimal (L/m)

Kelompok 1 (Lari 800 m)

Kelompok 2 (Kontrol)

Sebelum Pelatihan

25,75

25,70

(T1)

Sesudah Pelatihan

49,14

27,11

(T2)

Selisih Peningkatan

23,39

1,41

(T2–T1) Persentase

90%

5%

Tabel 4. Menunjukkan peningkatan VO2Maks sesudah pelatihan Kelompok 1 lebih besar daripada Kelompok 2, berarti kedua kelompok sama-sama mengalami peningkatan. Persentase peningkatan VO2Maks pada pelatihan Kelompok 1 memberi pengaruh yang lebih besar dari pada Kelompok 2. Maka dari itu, hipotesis terbukti bahwa peningkatan di Kelompok 1 dengan pemberian pelatihan lari 800 m lebih baik daripada Kelompok 2 sebagai kontrol untuk meningkatkan VO2Maks.

PEMBAHASAN

Pelatihan Lari 800 m Dapat Meningkatkan Volume Oksigen maksimal (VO2Maks)

Latihan kondisi fisik bertujuan untuk meningkatkan serta memperbaiki sistem fisiologis tubuh saat melakukan aktivitas fisik sehari-hari agar mencapai fungsi tubuh hasil yang maksimal.9 Pelatihan fisik pada sistem energi aerobik adalah suatu bentuk latihan fisik yang diberikannya beban pelatihan pada komponen biomotorik tubuh yang dilatih secara aerobik (sistem energi O2). Pembebanan ini memberi kesempatan pada tubuh dalam meningkatkan kemampuan sistem kardiovaskular dan respirasi dalam penyaluran oksigen ke seluruh tubuh terutama jaringan yang aktif saat beraktivitas fisik.

Pelatihan untuk semua lomba dari sprint, lari jarak menengah hingga lari jarak jauh membutuhkan daya tahan anaerobik dan aerobik yang kuat. Khususnya pada lari jarak menengah dengan jarak 800 m sistem energi yang dominan ialah sistem energi aerobik (O2). Pada daya tahan umum ini menekankan pada kemampuan maksimal/kapasitas organ vital tubuh seperti jantung, paru-paru, pembuluh darah, darah, serta sistem pernapasan untuk mensuplai oksigen pada otot yang aktif saat beraktivitas fisik tinggi. Pada pelatihan lari 800 m dengan penambahan intensitas latihan yang bertahap serta progresif baik dari set maupun pengulangan/repetisi setiap latihan perminggunya yang akan berpengaruh pada respon adaptasi fisiologis tubuh dan terlihat pada kemampuan VO2Maks. Sebagai salah satu pelatihan dengan mempergunakan sistem energi aerobik sebagai sistem senergi dominan maka metode tersebut

berpengaruh sangat positif terhadap peningkatan VO2Maks yaitu faktor penting yang menunjukkan kemampuan aerobik maksimal tubuh dan sekaligus sebagai parameter kebugaran fisik seseorang yang memberikan gambaran tentang kemampuan motorik maksimal (motoric power) pada proses aerobik orang tersebut. Penelitian lari 800 m ini didukung oleh jurnal penelitian yang diungkapkan Pahalawidi tahun 2007 yang menyatakan bahwa pelatihan atletik (lari) dapat meningkatkan kesegaran jasmani dan prestasi siswa, sehingga jika seorang atlet dilatih khususnya     VO2Maks,     maka

kemampuan daya tahan  umumnya

mengalami peningkatan.10

VO2Maks secara   fisiologis

dipengaruhi oleh kemampuan sistem kardiovaskular dan respirasi  dalam

menyerap,    menggunakan    serta

mengedarkankan     darah     yang

mengandung oksigen ke jaringan yang aktif dalam hal ini otot-otot yang aktif saat beraktivitas tinggi serta kemampuan tubuh dalam menggunakan oksigen tersebut yang dibawa oleh darah sehingga pada sistem kardiovaskular dan respirasi serta sistem otot akan meningkatkan VO2Maks. Perubahan fisiologis dan respons adaptasi tubuh yang terjadi setelah latihan daya tahan aerobik, salah satunya pada sistem kardiorespirasi dan 2 peningkatan daya tahan otot.2

Peningkatan   fungsi   sistem

kardiovaskular dan respirasi yang diakibatkkan oleh pelatihan daya tahan aerob, termasuk pula sistem transport oksigen pada tubuh. Sistem transport oksigen ini melibatkan sistem sirkulasi, respirasi udara, jaringan saat bekerja bersama dengan tujuan yakni melepaskan serta menyalurkan oksigen ke otot-otot aktif saat beraktivitas fisik tinggi. Pada latihan lari yang bersifat aerobik pula dapat meningkatkan

fisiologis tubuh berupa respons adaptasi jantung terhadap aktivitas yang dilakukan sehingga pada orang terlatih dapat beaktivitas fisik lebih efektif dan efisien.

Hasil perubahan fisiologis tubuh terhadap pelatihan yang dijalani adalah pada pembuluh darah kapiler di sistem otot yang bertambah banyak yang menyebabkan proses difusi oksigen di otot lebih efisien sehingga berakibat pada tingginya kemampuan tubuh untuk menyerap, mengangkut, mengedarkan serta menggunakan oksigen lebih efektif daripada orang tak terlatih. Oleh sebab itu, tubuh bisa menggunakan oksigen (O2) lebih efektif permotor unit pada sistem otot serta beraktivitas fisik lebih lama tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan.

Peningkatan pada daya tahan otot yang terlibat pada saat pelatihan lari merupakan tanda positif dari perubahan fisiologis kemampuan sistem otot dalam menunjang suatu aktivitas fisik tinggi dengan waktu relatif lama, dan kemampuan tubuh mensuplai oksigen ke seluruh tubuh selama kontraksi otot yang aktif berlangsung tanpa mengalami kelelahan setelah melakukan aktivitas tersebut. Sebagian besar para ahli fisiologi keolahragaan mengungkapkan tentang kapasitas aerobik adalah salah satu indikator paling baik dari daya tahan (endurance) fisik secara umum seseorang. Kapasitas aerobik terbaik ini bisa tercapai dengan melaksanakan pelatihan daya tahan umum dan khusus secara teratur. Hal ini dikarenakan perubahan fisiologis pada sel tubuh, yaitu bagian mitochondria yang berfungsi sebagai sistem pensuplai energi secara aerobik yang memberikan energi dan sekaligus berdampak pada peningkatan kapasitas sirkulasi dan respirasi tubuh. Mitochondria tersebut terlibat pada pemakaian oksigen untuk mensuplai energi dalam bentuk ATP

(Adenosin Tri Posphat). Oksigen yang terdapat di sel mitochondria dari sel otot dan diangkut oleh mioglobin yang berguna dalam menyerap, mengangkut, menyimpan serta mengedarkan O2 dari sel otot ke mitochondria untuk produksi energi.

Dengan melakukan latihan lari jarak menengah dengan jarak 800 m mengakibatkan tubuh mendapat manfaat yang positif dari respons fisiologis dan adaptasi tubuh yakni tidak hanya dalam peningkatan VO2Maks namun juga efisiensi sistem sirkulasi peredaran darah semakin lancar, sistem respirasi tanpa hambatan dan sistem suplai energi di mitochondria sebagai tempat produksi energi secara aerobik dalam tubuh sehingga bisa berlatih relatif lama tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Pengaruh lainnya adalah memperbesar volume kapasitas pengisi jantung (curah jantung) pada organ jantung serta daya kontraksi otot jantung meningkat maka lebih banyak darah dipompakan pada setiap denyutan dan diteruskan ke pembuluh nadi serta kapiler, selain itu juga menambah vaskularisasi jantung yang berarti meningkatnya masukan sel-sel darah merah ke otot jantung sehingga memperlancar peredaran sirkulasi darah pada tubuh khususnya ke otot yang aktif bekerja dan sel darah merah atau mioglobin pada otot yang berarti meningkatkan kapasitas pengangkutan oksigen ke seluruh tubuh.11

SIMPULAN

Pelatihan lari 800 m dapat meningkatkan volume oksigen maksimal (VO2Maks).

SARAN

Pembina atau pelatih olahraga, guru pendidikan jasmani, kesehatan,

rekreasi, pada atlet serta pelaku olahraga lainnya, agar dapat mempergunakan pelatihan jarak menengah dengan jarak lari 800 m ini yang terprogram secara baik sebagai alternatif     dalam     meningkatkan

kebugaran     jasmani     khususnya

meningkatkan VO2Maks. Bagi peneliti lainnya, jika melakukan penelitian sejenis agar mempergunakan subyek atau sampel, variabel, serta lokasi tempat penelitian yang berbeda, dan juga memperhatikan kelebihan serta kekurangan pada penelitian ini sebagai bahan kajian ilmiah dan perbandingan.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Nala, Ngurah. 1998. Prinsip Pelatihan    Fisik    Olahraga.

Denpasar: Universitas Udayana Press.

  • 2.    Hairy, J. 1989. Fisiologi Olahraga Jilid I. Jakarta: Proyek Pengembangan       Lembaga

Pendidikan Tinggi.

  • 3.    Djumidar, A. W. M. 2004. Belajar Berlatih Gerak - Gerak Dasar Atletik Dalam Bermain. Jakarta: PT Raja Grafindo.

  • 4.    McMane, Fred. 2000. Dasar-Dasar Atletik. Jakarta: Percetakan Angkasa.

  • 5.    Parwata, I G. L. A. 2008. Seri Buku Ajar Perguruan Tinggi Teori Dan Praktek Atletik. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha Press.

  • 6.    Kanca, 2010. Metode Penelitian Pengajaran Pendidikan Jasmani dan     Olahraga.     Singaraja:

Universitas Pendidikan Ganesha Press.

  • 7.    Candiasa, I M. 2004. Statistik Multivariat Disertai Aplikasi Dengan SPSS.  Singaraja: Unit

Penerbitan IKIP Negeri Singaraja.

  • 8.    Arikunto, S. 2004. Dasar - Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

  • 9.    Kanca, I N. 2004. Pengaruh Pelatihan Fisik Aerobik Terhadap Absorbsi Karbohidrat dan Protein di Usus   Halus.    Disertasi.

Surabaya: Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga.

  • 10.    Pahalawidi, C. 2007. Pembinaan Olahraga Prestasi Cabang Atletik Usia Dini. Jurnal Olahraga Prestasi, 3(1): 42-60. Available

From:http://staff.uny.ac.id/dosen/ cukup-pahalawidi-mor.

  • 11.    Brown, R. L. 2001. Bugar Dengan Lari. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

40