BIOFEEDBACK EXERCISE LEBIH BAIK DARIPADA ACTIVE ASSISTED EXERCISE UNTUK MENINGKATKAN KINERJA OTOT BAHU PADA FUNGSIONAL MERAIH POSISI 900 FLEKSI BAHU PASIEN PASCA STROKE
on
Sport and Fitness Journal
Volume 8, No.1, Januari 2020: 29-35
E-ISSN: 2654-9182
BIOFEEDBACK EXERCISE LEBIH BAIK DARIPADA ACTIVE ASSISTED EXERCISE UNTUK MENINGKATKAN KINERJA OTOT BAHU PADA FUNGSIONAL MERAIH POSISI 900FLEKSI BAHU PASIEN PASCA STROKE
La Ode Muhammad Gustrin Syah1, J. Alex Pangkahila2, Muhammad Irfan3, Luh Putu Ratna Sundari4, I Nyoman Adiputra5, I Made Jawi6
-
1 Program Studi Magister Fisiologi Keolahragaan Universitas Udayana, Denpasar 2,6 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar 3 Fakultas Fisioterapi Universitas Esa Unggul, Jakarta
-
4,5 Departemen Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar
Email : [email protected]
ABSTRAK
Pendahuluan: Kondisi pasca stroke akan menimbulkan beberapa permasalahan yang berhubungan dengan struktur dan fungsi anggota tubuh, salah satunya fungsional meraih yang disebabkan oleh kompensasi karena hilangnya kontrol mengendalikan kinerja otot. Untuk meningkatkan kinerja otot bahu pada fungsional meraih diperlukan latihan yang dapat melihat langsung kinerja otot yang terjadi pada saat gerakan meraih, sehingga dapat mengurangi kompensasi yang terjadi serta mengontrol kinerja otot. Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui Biofeedback Exercise lebih baik daripada Active Assisted Exercise untuk meningkatkan kinerja otot bahu pada fungsional meraih posisi 900 fleksi bahu pasien pasca stroke. Metode: Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan rancangan penelitian pre and post test group design. Kelompok Kontrol diberikan Active Assisted Exercise dan Kelompok Perlakuan diberikan Biofeedback Exercise. Jumlah sampel tiap Kelompok sebanyak 8 orang dan masing-masing Kelompok diberikan latihan dengan durasi waktu 30 menit, 3 kali seminggu selama 4 minggu. Tes pengukuran kinerja otot menggunakan Surface-Electromyography. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan pada Kelompok Perlakuan terjadi kemampuan kinerja otot bahu dengan nilai rerata pre test 101,38 ± 21,13 dan post test 77,16 ± 19,41, dan didapatkan nilai p < 0,001. Pada Kelompok Kontrol terjadi peningkatan kemampuan kinerja otot bahu dengan hasil rerata pre test 82,50 ± 17,44 dan post test 64,00 ± 16,76 dan di dapatkan nilai p < 0,001. Terdapat perbedaan yang signifikan peningkatan kinerja otot bahu antara Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol dengan nilai p < 0,001 (p < 0,05). Kesimpulan: Biofeedback Exercise lebih baik daripada Active Assisted Exercise untuk meningkatkan kinerja otot bahu pada fungsional meraih posisi 900 fleksi bahu pasien pasca stroke.
Kata Kunci: stroke, kinerja otot bahu, biofeedback exercise, active assisted exercise.
BIOFEEDBACK EXERCISE WAS BETTER THAN ACTIVE ASSISTED EXERCISE TO IMPROVE THE PERFORMANCE OF SHOULDER MUSCLE IN FUNCTIONALLY REACHING POSITION 900 SHOULDER FLEXION OF PATIENT AFTER STROKE
ABSTRACT
Introduction: Post stroke conditions will cause several problems related to the structure and function of limbs, one of which is functional gain caused by compensation due to loss of control managing muscle performance. To improve the performance of shoulder muscles in functional reach, it is necessary to exercise which can see directly the performance of the muscles that occur 29
when the reach movement, so that it can reduce the compensation that occurs and control the performance of the muscles. Research Objectives: To find out Biofeedback Exercise was better than Active Assisted Exercise to improve the performance of shoulder muscles in functionally reaching position 900 shoulder flexion of patients after stroke. Method: This study used an experimental method with a pre and post test group design. The control group was given Active Assisted Exercise and the Treatment Group was given Biofeedback Exercise. The number of samples for each group was 8 people and each group was given training with a duration of 30 minutes, 3 times a week for 4 weeks. Measurement of muscle performance tests using Surface-Electromyography. Results: The results showed that in the Treatment Group the ability of the shoulder muscles to perform with a mean value of pre test 101.38 ± 21.13 and post-test 77.16 ± 19.41, and the value of p < 0.001. In the control group, there was an increase in the ability of the shoulder muscles to perform with a mean pre test 82.50 ± 17.44 and post-test 64.00 ± 16.76 and a p-value < 0.001 was obtained. There was a significant difference in the improvement of shoulder muscle performance between the Treatment and Control Groups with a value of p < 0.001 (p < 0.05). Conclusion: Biofeedback Exercise is better than Active Assisted Exercise improve the performance of shoulder muscles in functionally reaching 900 shoulder flexion position of patients after stroke.
Keyword: stroke, shoulder muscle performance, biofeedback exercise, active assisted exercise.
PENDAHULUAN
Disabilitas atau kecacatan yang disebabkan karena stroke merupakan gangguan, keterbatasan partisipasi. Gangguan adalah masalah yang berkaitan dengan struktur dan fungsi tubuh. Keterbatasan yang dimaksud adalah kesulitan yang dihadapi oleh individu dalam melakukan tugas, aktivitas atau tindakan. Sedangkan keterbatasan partisipasi adalah masalah yang dialami individu dalam kaitannya dengan keterlibatan dalam situasi kehidupan1.
Orang dengan hemiparesis mengalami kesulitan melakukan banyak aktivitas hidup sehari - hari, karena melemahnya otot. Secara khusus banyak orang dengan hemiparesis mengalami kelemahan otot dan disfungsi pada saat meraih. Tanpa penggunaan fungsional tangan, orang mungkin mengalami kesulitan makan sendiri, menyikat gigi, atau bahkan menyapa orang lain dengan menjabat tangan. Ketika pasien tidak dapat menyelesaikan tugas - tugas mereka yang dulu mampu dilakukan, nilai diri dan harga diri mereka mungkin menurun. Tidak bisa mandiri mengurus diri sendiri juga mungkin memiliki efek negatif pada sikap seseorang2
Kondisi pasca stroke akan menimbulkan beberapa permasalahan yang berhubungan dengan struktur dan fungsi anggota tubuh, salah
satu adalah fungsional meraih yang di sebabkan oleh kompensasi karena hilangnya kontrol mengendalikan konerja otot. Sekitar 70% penderita hemipharese mengalami
disfungsional pada ekstremitas atas pada saat meraih ke depan, sehingga menghasilkan gangguan kinerja otot bahu dan menghambat gerakan yang normal3.
Terapi latihan akan merangsang sistem sensoris proprioceptif, sehingga menimbulkan signal molekul yang sampai ke otak dan menginduksi perubahan saraf. Otak akan menerima signal molekul tersebut dan berkembang sesuai kebutuhan tubuh. Terapi latihan yang diberikan tergantung pada dua proses dasar yaitu pembelajaran dan memori. Selama masa pembelajaran ini terjadi perubahan pada sinaps antar neuron mengikuti perubahan struktural atau proses biokimia dalam intraselular. Setelah terjadi kerusakan, otak masih memiliki kemungkinan untuk remodeling membentuk sinaps baru. Ketika belajar sesuatu yang baru, otak pertama kali akan mengenali gerakan motorik dasar yang kemudian akan disimpan ke dalam model yang baru diberikan.
Pada umumnya pasien yang belum mampu mengangkat lengan, cenderung akan memberikan kompensasi pada otot upper trapezius sehingga pada saat mengangkat 30
lengan akan berganti peran menjadi mobilisator. Dikarenakan kompleksitas masalah pada pasca stroke, maka dibutuhkan suatu pemahaman yang tepat, serta dasar ilmiah yang cukup agar dapat memberikan peran dan kontribusi sebagai fisioterapis bagi insan pasca stroke.
Kondisi paska stroke akan menimbulkan beberapa permasalahan yang berhubungan dengan struktur dan fungsi anggota tubuh, aktivitas dan kemampuan partisipasi social. Hal ini sesuai dengan konsep ICF yang telah direkomendasikan oleh WHO.
Structure and Body Function. Permasalahan pada Structure and Body Function diantaranya adalah gangguan tonus otot, kelemahan otot, gangguan sensorik, keseimbangan, koordinasi, keterbatasan gerak. Dari berbagai gangguan tersebut dapat mengakibatkan gangguan kontrol gerak normal.
Activity Limitation. Dari berbagai gangguan pada struktur dan Body Function yang timbul, maka kemampuan motorik fungsional keseharian penderita stroke juga akan terganggu atau terjadi penurunan. Penurunan kemampuan ini dapat terjadi dalam melakukan aktivitas dalam posisi terlentang, duduk, berdiri maupun berjalan. Dengan penurunan kemampuan aktivitas maka penderita akan sangat membutuhkan bantuan orang lain dalam kesehariannya.
Participation and Retriction. Participation and Retriction adalah terjadi ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas sosial dan berinteraksi dengan lingkungan. Seperti gangguan dalam melakukan aktivitas bekerja karena gangguan psikis dan fisik seperti kurang percaya diri, kualitas hidup menurun dan depres. Maupun gangguan dalam bersosialisasi di dalam keluarga dan masyarakat10.
Berbagai metode, latihan, pendekatan dan teknik dalam bidang fisioterapi telah banyak dikembangkan dalam mengatasi masalah fisik dan penurunan kinerja otot bahu pada fungsional ekstremitas atas khususnya fungsional meraih pada pasien pasca stroke, di antaranya adalah menggunakan Biofeedback Exercise dan Active Assisted Exercise.
Biofeedback exercise adalah latihan dengan menggunakan sistem sensoris visual sebagai assisted untuk membantu pasien secara selektif mengendalikan kinerja otot perindividu secara
real time dan gerakan yang terjadi berupa aktif partisipatif sehingga dapat meminimalisir gerakan yang tidak diperlukan, sedangkan Active Assisted Exercise adalah latihan dengan bantuan gerakan dari diri sendiri dan kekuatan dari luar tubuh sehingga gerakan yang terjadi adalah aktif partisipatif, serta latihan ini mengendalikan kinerja otot secara grup otot dan terbentuklah sebuah gerakan.
Active Assisted Exercise adalah salah satu terapi latihan pada penderita pasca stroke yang berfokus pada pembelajaran motorik dan gerakan yang terjadi oleh karena adanya kerja otot-otot yang bersangkutan melawan gravitasi dan dibantu oleh kekuatan dari luar tubuh (assisted) serta latihan ini membutuhkan partisipatif aktif dari pasien sehingga membutuhkan kognisi yang baik dan motivasi yang tinggi dari pasien. Dengan kognitif yang baik di harapkan pasien akan mampu mengikuti instruksi terapis dengan baik, sehingga akan terjadi pengaktifan area otak yang tersisa untuk mengambil alih kemampuan otak yang hilang akibat stroke. Oleh karena itu, akan terjadi adaptasi pada otak untuk melakukan gerakan yang lebih baik4.
Pada Penelitian ini penulis membandingkan dengan Biofeedback Exercise dari Surface Electromyography dengan tujuan untuk mengedukasi kinerja otot pada bahu untuk fungsional meraih sehingga dapat merangsang terjadinya neuroplastisitas di otak dan otak mampu melakukan adaptasi terhadap gerakan yang lebih baik5. Latihan ini lebih menitikberatkan/mengutamakan pada kerja input visual sebagai assisted, sehingga meminimalisir kompensasi yang terjadi. Fungsi visual akan berkerja secara terus menerus dari awal dimulainya latihan hingga akhir latihan karena penderita pasca stroke harus fokus/konsentrasi penuh pada saat melakukan gerakan yang dapat di kontrol secara selektif.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan rancangan penelitian pre and post test group design. Kelompok Kontrol diberikan Active Assisted Exercise dan Kelompok Perlakuan diberikan Biofeedback
Exercise. Tes pengukuran kinerja otot menggunakan Surface Electromyography.
Penelitian ini dilakukan di Klinik Karmel Stroke Services Jakarta, dengan waktu penelitian 4 minggu dan dimulai dari bulan April - Mei 2019. Jumlah sampel tiap Kelompok sebanyak 8 orang dan masing-masing Kelompok diberikan latihan dengan durasi waktu 30 menit, 3 kali semingu selama 4 minggu.
Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah NIHSS di bawah 15, stroke hemipharese sisi sinistra dengan MMT pada bahu di atas 3, pasien terkena serangan stroke pertama kali, menderita stroke fase pasca akut dan teridentifikasi mengalami gangguan kinerja otot bahu pasien pasca stroke pada gerak fungsional meraih dengan posisi 900 fleksi bahu, nilai kinerja otot bahu berada di atas dan di bawah mean standart pada pra penelitian yang telah dilakukan menggunakan S-EMG. Adapun mean standart pada gerak fungsional meraih posisi 900 fleksi bahu adalah otot deltoid anterior = 63,33 mV, otot pectoralis major = 15,36 mV dan otot upper trapezius = 32,75 mV. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah pasien pasca stroke yang mengalami komplikasi dan adanya gangguan penglihatan, kognitif dan pendengaran, tidak mempunyai penyakit penyerta yang beresiko tinggi, seperti jantung koroner, diabetus mellitus dll serta mengalami drop hand. Kriteria drop out dalam penelitian ini adalah pasien tidak mampu menyelesaikan latihan.
HASIL PENELITIAN
Adapun data yang di ambil berdasarkan karakteristik sampel penelitian digambarkan pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1
Karakteristik Sample Penelitian
Kelompok Kelompok
Variabel Kategori Perlakuan Kontrol
f % f %
Usia 45 - 50 2 25 3 37,5
(tahun) |
51- 55 |
4 |
50 |
1 |
12,5 |
56 - 60 |
2 |
25 |
4 |
50 | |
Jenis |
Laki - Laki |
6 |
75 |
3 |
37,5 |
Kelamin |
Perempuan |
2 |
25 |
5 |
62,5 |
Pekerjaan |
Wiraswasta |
2 |
25 |
1 |
12,5 |
Bhiksu |
/1 |
12,5 |
1 |
12,5 | |
Pendeta | |||||
IRT |
2 |
25 |
3 |
37,5 | |
Swasta |
3 |
37,5 |
3 |
37,5 | |
Jenis |
Hemoragic |
1 |
12,5 |
0 |
0 |
Stroke |
Non |
7 |
87,5 |
8 |
100 |
Hemoragic | |||||
NIHSS |
2 |
2 |
25 |
4 |
50 |
3 |
6 |
75 |
2 |
25 | |
4 |
0 |
0 |
2 |
25 | |
Total |
8 |
100 |
8 |
100 |
Tabel 1 di atas menunjukkan data umum karakteristik sampel penelitian. Data umum karakteristik sampel penelitian ini terdiri dari: usia, jenis kelamin, pekerjaan, jenis stroke dan NIHSS.
Tabel 2
Uji Normalitas dan Uji Homogenitas
Kinerja Otot Bahu |
Uji Normalitas* |
Uji Homogenitas** Nilai p | |
Kelompok Perlakuan Nilai p |
Kelompok Kontrol Nilai p | ||
Pre test |
0,977 |
0,855 |
0,755 |
Post |
0,917 |
0,608 | |
test |
Ket : * : di uji dengan Shapiro Wilk Test
** : di uji dengan Levene’s Test
Berdasarkan Tabel 2, keseluruhan data memiliki nilai p < 0,05 dan menunjukkan data dari masing-masing kelompok memiliki berdistribusi normal. Sehingga uji hipotesis yang digunakan adalah uji parametrik. Uji Homogenitas didapatkan nilai p 0,755 (p > 0,05) yang menunjukkan data homogen pada sebelum latihan.
-
3. Uji BE lebih baik daripada AAE untuk meningkatkan kinerja otot bahu pada fungsional meraih posisi 900 fleksi bahu pasien pasca stroke
Tabel 3 Uji Hipotesis
Kelompok |
Pre test (Rerata ± SD) |
Post test (Rerata ± SD) |
Nilai * p* |
Selisih |
(Rerata ± SD) | ||||
BE (mV) |
101.38 ± |
77,16 ± |
23,88 ± 2,47 | |
21.13 |
19,41 |
<0,001 | ||
AAE (mV) |
82.50 ± |
64,00 ± |
17,88 ± 2,47 | |
17.44 |
16,76 |
<0,001 | ||
Nilai p** |
0,070 |
0,166 |
<0,001 |
Ket: p* : di uji menggunakan paired sample t test
p** : di uji meggubakan independent sample t test
Berdasarkan Tabel 3 di atas, hasil uji hipotesis I dengan menggunakan paired sample t test didapatkan nilai p < 0,001 dimana p < 0,05, hal ini dapat disimpulkan bahwa BE dapat meningkatkan kinerja otot bahu pada fungsional meraih posisi 900 fleksi bahu pasien pasca stroke. Pada uji hipotesis II dengan menggunakan paired sample t test didapatkan nilai p < 0,001 dimana nilai p < 0,05, hal ini dapat disimpulkan bahwa AAE dapat meningkatkan kinerja otot bahu pada fungsional meraih posisi 900 fleksi bahu pasien pasca stroke. Pada uji hipotesis III menggunakan independent sample t test di dapatkan nilai p < 0,001 dimana nilai p < 0,05 hal ini dapat disimpulkan bahwa BE lebih baik daripada AAE untuk meningkatkan fungsional meraih posisi 900 fleksi bahu pasien pasca stroke.
PEMBAHASAN
Uji menggunakan paired sample t test pada Kelompok Perlakuan yang terdiri dari 8 orang dengan pemberian Biofeedback Exercise. Nilai rerata pengukuran kinerja otot bahu S-EMG pre test adalah 101,38 ± 21,13, post test dengan nilai rerata 77,16 ± 19,41. Berdasarkan hasil paired sample t test didapatkan nilai p < 0,001 dimana p < 0,05, hal ini dapat disimpulkan bahwa Biofeedback Exercise dapat meningkatkan kinerja otot bahu pasien pasca
stroke pada gerak fungsional meraih posisi 900 fleksi bahu
Perkembangan dari sebuah
electromyography biofeedback memberikan informasi visual tentang kontraksi otot, sehingga secara efektif menjaga kontraksi otot dan keselarasan tubuh yang tepat dan mendorong gerakan normal. Umpan balik tentang aktivitas kelistrikan dari otot ditampilkan secara visual, sehingga pasien dapat belajar bagaimana menyesuaikan tonus otot7.
Ketika S-EMG dengan Biofeedback di aplikasikan pada pasien pasca stroke akan berlangsung respon terhadap sistem neuromuskular. Aplikasi ini akan menciptakan sistem umpan balik dimana potensial aksi yang menyebar di sepanjang akson, akan di terima oleh reseptor sensoris, yang akan mengkonversikan sinyal myoelectrical yang di peroleh dari otot menjadi sinyal visual. Selain itu reseptor sensoris dari saraf otonom akan mengaktifkan sistem penginderaan tubuh. Sehingga pasien pasca stroke dapat mengontrol koordinasi dari tubuhnya. Secara defenitif latihan ini merupakan active assisted juga, dengan bantuan visual sehingga pasien dapat mengendalikan kinerja otot dengan benar dan terjadi perbaikan kinerja otot dan fungsi meraih Electromyography Biofeedback bermanfaat dalam rehabilitasi otot-rangka dan saraf, yang menyediakan jalur feedback baru menggunakan sinyal myoelectric di otot dan mengubahnya menjadi visual feedback. Dalam surface elektromiografi tersebut sinyal myoelectric diperoleh dari kulit pada otot oleh permukaan elektroda7.
Uji menggunakan paired sample t test pada kelompok kontrol yang terdiri dari 8 orang dengan pemberian AAE. Nilai rerata pengukuran kinerja otot bahu S-EMG pre test adalah 82,50 ± 17,44, post test dengan nilai rerata 64,00 ± 16,76. Berdasarkan hasil dari paired sample t-test didapatkan nilai p < 0,001 di mana p < 0,05, hal ini dapat disimpulkan bahwa Active Assisted Exercise dapat meningkatkan kinerja otot bahu pada fungsional meraih posisi 900 fleksi bahu pasien pasca stroke.
Pada AAE akan terjadi proses pembelajaran dari aktivitas sistem saraf pusat dimana akan 33
terjadi motor relearning dan plastisitas. AAE merupakan latihan di mana pasien melakukan secara aktif dengan bantuan minimal dan melihat apa yang dia lakukan sehingga akan mengaktifkan sistem saraf pusat yang menuju sistem saraf motorik dan juga akan memperbaiki sinergis gerakan atau sistem koordinasi dalam meraih. Teknik latihan yang dilakukan akan membuat suatu gerakan yang sinergis dan terkoordinasi terhadap peningkatan tonus otot untuk dapat melakukan gerakan meraih8.
Latihan motorik yang dilakukan berulang kali akan mengubah korteks somatosensorik hemisfer yang bersangkutan. Jika aktivitas semakin sering dilakukan berulang, maka akan terjadi remodelling sinaps yang bisa bersifat sementara ataupun menetap yang dapat membentuk long term potentiation (LTP) pada hubungan sinaps9.
Adanya stimulus gerakan yang terpola secara terus menerus dapat merangsang CPGs yang akhirnya membangkitkan jaras-jaras motor neuron di otak melalui mekanisme neural plastistitas. Melalui Active Assisted Exercise maka CPGs dapat teraktivasi yang akhirnya membangkitkan jaras-jaras motor neuron di otak sehingga terjadi mekanisme neural plastitsas yang menyebabkan penderita mengalami proses pembelajaran terhadap berbagai input gerakan yang diberikan. Metode Active Assisted Exercise dapat mengeliminasi gerakan yang tidak diperlukan dan meningkatkan kemampuan pengaturan postural dan gerakan.
Uji melalui independent sample t-test, dengan hasil p 0,001 di mana p < 0,05, hal ini dapat disimpulkan bahwa Biofeedback Exercise lebih baik daripada Active Assisted Exercise untuk meningkatkan kinerja otot bahu pada fungsional meraih posisi 900 fleksi bahu pasien pasca stroke.
Dasar dari semua pemulihan stroke adalah neuroplastisitas. Dari konsep neuroplastisitas diketahui bahwa semakin sering melakukan suatu gerakan, semakin banyak kekuatan otak dikerahkan untuk gerakan tersebut. Hasil akhir yang dapat di buktikan dari penelitian ini adalah bahwa Biofeedback Exercise dan AAE sama-sama meningkatkan kinerja otot bahu pada fungsional meraih posisi 900 fleksi bahu
pasien pasca stroke. Tetapi terdapat perbedaan pengaruh di antara ke dua intervensi tersebut. Pada sistem saraf pusat, visual sangat besar pengaruhnya dibandingkan dengan AAE, latihan ini tidak mengetahui langsung kinerja otot pada saat melakukan gerakan meraih.
Pada kondisi stroke hemipharese terjadi fungsional meraih di sebabkan oleh kompensasi yang menghambat gerakan yang benar. Biofeedback dari electromyography memberikan assisted untuk mengendalikan dan menurunkan kompensasi akibat kinerja otot yang tidak sesuai. Masalah yang terjadi pada saat meraih adalah hilangnya kontrol mengendalikan sehingga terjadi kompensasi.
S-EMG sangat efektif dalam mengumpulkan dan menampilkan informasi tentang kelistrikan otot yang ingin di monitor hingga sangat tepat jika di gunakan sebagai alat biofeedback training dalam hal ini untuk mengukur besaran kontraksi yang efektif10.
Latihan menggunakan biofeedback juga menggunakan visual dan sangat besar pengaruhnya, dimana dapat mengaktifkan secara otomatis mekanisme saraf yang sama yang dipicu oleh pelaksanaan gerakan. Gerakan yang terjadi pada latihan biofeedback lebih selektif sehinggan dapat mengontrol kinerja otot dibandingkan dengan latihan aktif asissted yang latihannya berupa grup otot
KETERBATASAN PENELITIAN
Kesulitan dalam mengontrol atau mengendalikan motivasi dan keadaan psikis subjek khususnya di luar jam tindakan intervensi fisioterapi, terutama saat program latihan yang perlu di lakukan pengulangan oleh pasien secara mandiri di rumah.
SIMPULAN
Biofeedback Exercise lebih baik daripada Active Assisted Exercise untuk meningkatkan kinerja otot bahu pada fungsional meraih posisi 900 fleksi bahu pasien pasca stroke.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. World Health Organization. 2010. Report : Health Systems Financing The Path To Universal Coverage, Geneva.
-
2. Taylor S.A.F., Angela E. K., Alexander H., and Aliah FS, 2018, ‘Simulated activities of daily living do not replicate functional upper limb movement or reduce movement variability’, Journal of Biomechanics xxx (2018) xxx–xxx.
-
3. Irfan, M. 2010. Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Yogyakarta - Graha Ilmu.
-
4. Bodera, P., Stankiewicz, W., Kalicki, B., Kieliszek, J., Sobiech, J., and Krawczyk, A. (2012). The surface electromyography biofeedback in pain management. Przegląd Elektrotechniczny, 115-116.
-
5. Kim, JH., 2017, The effects of training using EMG biofeedback on stroke patients upper extremity functions, The Journal of Physical Therapy Science, 1085–1088.
-
6. Giggins OM, Persson UM, and Caulfield B. 2013. Biofeedback In Rehabilitation”. Journal Of Neuroengineering And Rehabilitation. 10:60.
-
7. Bhalerao, G., Rairikar, S.,Kulkarni V., and Shyam, AK. 2013. ‘Comparison of Motor Relearning Programme Versus Bobath Approach at Every Two Weeks Interval for Improving Activities of Daily Living and Ambulation in Acute Stroke
Rehabilitation’, International Journal of Basic and Applied Medical Science
-
8. Immadi, S. K., Achyutha, K. K., Reddy, A., and Tatakuntla, K. P. 2015. Effectiveness of the Motor Relearning Approach in Promoting Physical Function of the Upper Limb after a Stroke. International Journal of Physiotherapy, 2(1), 386.
-
9. Steele, C. M., Bennett, J. W., Chapman-Jay, S., Polacco, R. C., Molfenter, S. M., and Oshalla, M. 2012. Electromyography as a Biofeedback Tool for Rehabilitating Swallowing Muscle Function. Applications of EMG in Clinical and Sports Medicine, 311-328.
-
10. Stein, J., Harvey, R.L., Macko R.F., Winstein,C.J., and Zorowitz, R.D., 2009. Stroke Recovery and Rehabilitation. USA: Demosmedpub.
35
Discussion and feedback