Sport and Fitness Journal

E-ISSN: 2654-9182                                        Volume 7, No.2, Mei 2019: 43-50

EFEKTIVITAS LOW POWER LASER TERAPI DAN PROPRIOCEPTIF NEUROMUSCULAR FACILITATION PADA ULKUS DIABETIKUM DERAJAT 2

Made Hendra Satria Nugraha1, Nila Wahyuni2, Putu Ayu Sita Saraswati3

  • 1,3 Departemen Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana

ABSTRAK

Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi diabetes yang paling memberatkan penderita diabetes melitus. Apabila dikaji melalui pendekatan International Classification of Function (ICF) terdapat beberapa permasalahan yang berkaitan dengan ulkus diabetikum, di antaranya: adanya nyeri, keterbatasan gerak, luka terbuka, hilangnya sensasi sensoris ataupun kemampuan motorik. Berbagai macam modalitas dapat digunakan untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut, yaitu dengan menggunakan laser dan pendekatan terapi latihan seperti aplikasi proprioceptive neuromuscular facilitation (PNF). Metode penelitian pada study ini adalah narrative review berupa kajian beberapa jurnal penelitian yang berhubungan dengan efektivitas low power laser therapy dan proprioceptive neuromuscular fascilitation pada penderita ulkus diabetikum. Efek primer pada sel terhadap penggunaan laser yaitu terjadinya peningkatan metabolisme oksidatif untuk menghasilkan lebih banyak ATP yang akhirnya mengarah pada normalisasi fungsi sel, penghilang nyeri, dan penyembuhan luka. PNF merupakan metode peningkatan gerakan dan fasilitasi neuromuscular untuk memfasilitasi kontraksi otot. Metode ini memiliki tujuan utama mencapai kebutuhan individu, dan dengan demikian dapat melakukan gerakan fungsional, melalui fasilitasi, penghambatan (inhibisi), penguatan, serta relaksasi kelompok otot. Berdasarkan kajian pustaka tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa: (1) Low power laser therapy efektif dalam memperbaiki luka pada penderita ulkus diabetikum grade 2, (2) Proprioceptif Neuromuscular Facilitation (PNF) efektif dalam meningkatkan konduksi saraf sensoris dan motoris yang berkaitan pada pergerakan ankle pada ulkus diabetikum grade 2, dan (3) Kombinasi low power laser therapy dan Proprioceptif Neuromuscular Facilitation efektif dalam memperbaiki keterbatasan gerak dan fungsi ulkus diabetikum grade 2.

Kata kunci: low power laser therapy, proprioceptif neuromuscular facilitation, ulkus diabetikum

THE EFFECTIVENESS OF LOW POWER LASER THERAPY AND PROPRIOCEPTIVE NEUROMUSCULAR FACILITATION ON GRADE 2 DIABETIC FOOT ULCERS

ABSTRACT

Diabetic ulcers are one of the most severe complications of diabetes in people with diabetes mellitus. When examined through the International Classification of Function (ICF) approach, there are several problems associated with diabetic ulcers, including: the presence of pain, limited movement, open wounds, loss of sensory sensation or motor ability. There are some modalities can be used to help these problems, namely by using laser and therapeutic approaches 43

such as the application of proprioceptive neuromuscular facilitation (PNF). The method of this paper is an article review by using secondary data taken from research journals which are related to the effectiveness of the use of low power laser therapy and proprioceptive neuromuscular facilitation in diabetic ulcer patients. The primary effect of laser usage on cell is increasing oxidative metabolism to produce more ATP, which ultimately leads to the normalization of cell function, pain relief, and wound healing. PNF is a method of enhancing neuromuscular movement and facilitation to facilitate muscle contraction. This method has the primary goal of achieving individual needs, and thus can perform functional movements, through facilitation, inhibition, strengthening and relaxation of muscle groups. Based on the literature review, it can be concluded that: (1) Low power laser therapy is effective in repairing wounds in patients with grade 2 diabetic ulcers, (2) Proprioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF) is effective in improving sensory and motor neuronal conduction associated with ankle movement in grade 2 diabetic ulcers, and (3) The combination of low power laser therapy and Proprioceptive Neuromuscular Facilitation is effective in improving the limitations of motion and function of grade 2 diabetic ulcers.

Keywords: low power laser therapy, proprioceptive neuromuscular facilitation, diabetic ulcer

PENDAHULUAN

American Diabetes Association menyatakan bahwa diabetes melitus sebagai suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Diabetes Melitus diklasifikasikan menjadi DM tipe 1 (insulindependent) dimana pankreas gagal menghasilkan insulin ditandai dengan kurangnya produksi insulin, sedangkan DM tipe 2 (non insulin dependent0 disebabkan karena ketidakmampuan tubuh menggunakan insulin secara efektif yang dihasilkan oleh pankreas.1,2

Ulkus diabetikum merupakan salah satu komplikasi diabetes yang paling memberatkan penderita diabetes melitus. Ulkus yang tidak kunjung sembuh disebabkan karena adanya neuropati dan vaskulopati di jaringan perifer. Berdasarkan WHO dan International Working Group on the Diabetic Foot, kaki diabetes adalah keadaan adanya ulkus, infeksi, dan atau kerusakan dari jaringan, yang berhubungan dengan kelainan neurologi dan penyakit pembuluh darah perifer pada ekstremitas bawah. Gangguan pada aliran darah dan saraf ini dikarenakan hiperglikemia yang tidak terkontrol. Prevalensi kaki diabetes di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 4%. Diperkirakan sebesar 5% pasien dengan diabetes pernah menderita kaki diabetes, dengan lifetime risk sebesar 15%. Sebanyak

60-80% ulkus yang timbul dapat disembuhkan, sedangkan sebesar 10-15% tidak sembuh dan sisanya sebesar 5-24% berakhir pada amputasi dalam kurun waktu 6 – 18 bulan.1,3,4

Terdapat 3 macam jenis ulkus diabetes, yaitu ulkus neuropati, ulkus iskemia dan ulkus neuroiskemia (campuran). Karakteristik ulkus neuropati adalah bulat, dikelilingi oleh kalus, tidak nyeri dan berlokasi di atas tulang-tulang yang menonjol pada jari-jari kaki atau di daerah plantar. Ulkus iskemia biasanya pucat, nekrosis, sangat sakit, tidak terbentuk kalus dan lokasinya sering pada jari-jari kaki, tepi-tepi kaki, dan tumit. Luka yang disebabkan oleh neuropati akan lebih mudah sembuh dibandingkan luka karena neuroiiskemia. Diperkirakan bahwa sekitar 40-70% amputasi non-trauma dikerjakan pada pasien dengan diabetes. 1,3,4

Sistem klasifikasi ulkus didasarkan pada beberapa parameter yaitu luasnya infeksi, iskemia, neuropati, lokasi, kedalaman, serta luasnya luka. Sistem klasifikasi yang paling umum dipergunakan adalah sistem klasifikasi wagner. Sistem Klasifikasi Ulkus Wagner-Meggit merupakan klasifikasi yang berdasar pada kedalaman luka yang terdiri dari 6 grade luka. Derajat 0 (Kulit masih utuh, ada kelainan bentuk kaki akibat neuropati), derajat 1 (Ulkus superfisial terlokalisir), derajat 2 (Ulkus lebih dalam, mengenai tendon, ligament, otot, sendi,

belum mengenai tulang, tanpa selulitis atau abses), derajat 3 (Abses yang dalam dengan atau tanpa osteomyelitis), derajat 4 (Gangren jari atau kaki bagian distal), dan derajat 5 (Gangren seluruh kaki).1,3,5

Perubahan struktural pada anatomi kaki dan persendian menyebabkan kelemahan dan musclewasting pada otot-otot intrinsik kecil. Hal ini menyebabkan hilangnya keseimbangan saat berjalan, clawing of toes, serta plantar fleksi metatarsal head (charcot foot). Musculus interosseous dan otot-otot intrinsik berfungsi sebagai penyeimbang dan menahan phalang agar ekstensi. Gangguan morfologi dan fungsional struktur kaki, jari kaki, dan sendi akanmempengaruhi absorbsi dan distribusi tekanan saat berjalan.Efek pada kaki meliputi reduksi gerakan dan perubahan terhadap sudut subtalar dan sendi metatarsophalangeal pertama.Pada pasien diabetes, tendon fleksor dan ekstensor cenderung lurus dan kaku. Deformitas equinus dapat terjadi akibat pemendekan tendon Achilles dan kolaps fascia plantaris. Hal ini menyebabkan terjadinya hammer toes dan tekanan beban tubuh terpusat pada permukaan anterior jari-jari kaki. Charcot foot merupakan deformitas ulkus diabetes akibat neuropati yang klasik dengan empat tahap perkembangan.1,5 Apabila dikaji melalui pendekatan ICF (International Classification of Function) terdapat beberapa permasalahan yang berkaitan dengan ulkus diabetikum, di antaranya: adanya nyeri, keterbatasan gerak, luka terbuka, hilangnya sensasi sensoris ataupun kemampuan motorik. Berbagai macam modalitas dapat digunakan untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut, yaitu dengan menggunakan laser dan pendekatan terapi latihan seperti aplikasi PNF.

METODE

Metode penelitian pada study ini adalah narrative review berupa kajian beberapa jurnal penelitian yang berhubungan dengan efektivitas low power laser therapy

dan proprioceptive neuromuscular fascilitation pada penderita ulkus diabetikum.

PEMBAHASAN

Kombinasi Low Power Laser Therapy dan Proprioceptive Neuromuscular Facilitation dalam Tatalaksana Penanganan Ulkus Diabetikum

Laser merupakan aplikasi klinis penggunaan energi elektromagnetik yang memiliki panjang gelombang 100 – 10.000 nanometer (10-9). Energi cahaya ditransmisikan melalui ruang sebagai suatu gelombang yang memiliki kumpulan energi yang disebut sebagai photons. Laser dapat diklasifikasikan berdasarkan intensitas energi yang dihantarkan, yaitu: low-power laser (cold laser) dan high-power laser (hot laser). High-power laser digunakan dalam prosedur operasi, bidang opthalmogi, onkologi, dan dermatologi. Sementara low-power laser dikenal sebagai “cold” laser dan biasa digunakan untuk proses perbaikan jaringan (wound healing) dan mengatasi nyeri. Low-power laser akan lebih menyebabkan efek fotokimia daripada thermal. Laser yang biasa digunakan dalam manajemen konservatif kondisi medis meliputi: Helium Neon (HeNe) yang termasuk ke dalam gas laser dan Gallium Arsenide (Ga As) yang tergolong ke diode laser (semikonduktor).6

Sinar laser memiliki sifat unik monokromatisitas (panjang gelombang tunggal), collimation (perjalanan dalam satu arah tanpa divergensi) dan koherensi (semua gelombang menyatu dalam fase).7 Sifat-sifat ini memungkinkan sinar laser menembus permukaan kulit secara non-invasif. Laser terapeutik bersifat athermic atau tanpa transfer panas yang cukup (<0,65°C) sehingga energi foton dapat ditransfer secara langsung ke sel target dan kerusakan termal dapat dihindari. 7,8 Laser terapeutik menggunakan cahaya monokromatik dalam kisaran 630 hingga 905 nm.9 Efek primer pada sel terhadap penggunaan laser yaitu foton yang dipancarkan oleh laser mencapai mitokondria dan membran sel dari sel

fibroblas, keratinosit atau endotel di mana energi fotonik diserap oleh chromophores (sitokrom mitokondria, porfirin dan flavoprotein) dan diubah menjadi energi kinetik kimia di dalam sel.7 Hal ini menyebabkan perubahan permeabilitas membran, meningkatkan sinyal antara mitokondria, nukleus dan sitosol, dan peningkatan metabolisme oksidatif untuk menghasilkan lebih banyak ATP yang akhirnya mengarah pada normalisasi fungsi sel, penghilang nyeri, dan penyembuhan luka.10,11,12,13 Penggunaan laser akan membantu peningkatan metabolisme oksidatif sebagai hasil akhirnya yaitu peningkatan produksi ATP. Dengan peningkatan produksi ATP ini akan membantu meningkatkan sinyal antar sel yang berujung pada peningkatan growth factors dan pelepasan sitokin. Hal ini mengaktivasi makrofag dan peningkatan jumlah sel mast yang berperan dalam mengeliminasi sel dan matriks yang rusak pada tahap inflamasi. Selain itu, terjadi pula peningkatan sintesis prokolagen yang berperan dalam perbaikan jaringan.6,14

Efek sekunder dapat menyebabkan amplifikasi fotoreaksi primer dimana efek metabolik menghasilkan berbagai perubahan fisiologis pada tingkat sel, seperti perubahan permeabilitas membran sel.12,13,15 Kalsium dilepaskan dari mitokondria ke sitoplasma yang merubah level kalsium intraseluler yang menstimulasi metabolisme sel dan pengaturan jalur sinyal yang bertanggung jawab untuk keadaan yang diperlukan saat perbaikan luka seperti migrasi sel, sintesis DNA dan RNA, mitosis sel, sekresi protein dan proliferasi sel. Efek tersier didapatkan secara tidak langsung dimana sel yang diiradiasi atau diberi energi berkomunikasi satu sama lain, serta terjadi pada sel yang tidak disinari, melalui peningkatan kadar sitokin atau faktor pertumbuhan menghasilkan komunikasi antar-sel. Peningkatan sintesis endorfin dan penurunan bradikinin menghasilkan penghilang rasa sakit. Studi telah mencocokkan spektrum

tindakan untuk biostimulasi dengan spektrum absorpsi sitokrom c oksidase dan telah menemukan kesamaan di daerah spektrum merah dan dekat inframerah (IR) (panjang gelombang antara 6328 A – 9100 A). Semua keadaan oksidasi individu dari enzim cytochrome c oxidase memiliki spektrum absorpsi yang berbeda, sehingga dapat diperhitungkan pula perbedaan dalam spektrum aksi Low Laser Therapy. Rentang panjang gelombang yang penting untuk fototerapi (600-860 nm) memiliki empat wilayah aktif, tetapi posisi puncak tidak persis sama untuk semua spektrum aksi. Posisi puncak adalah antara 613,5 dan 623,5 nm (dalam satu spektrum, pada 606 nm) di maksimum merah. Sinar far-red maximum memiliki posisi puncak yang tepat antara 667,5 dan 683,7 nm sementara near-infrared maximum memiliki posisi puncak di kisaran 750,7-772,3 nm dan 812,5 - 846,0 nm.10,14

Polineuropati sensorimotor diabetik atau diabetic sensorimotor polyneuropathy (DSP) merupakan komplikasi mikrovaskular yang paling umum terjadi pada diabetes tipe I dan II, dan menimbulkan tantangan manajemen dalam pencegahan komplikasi pada kaki. Manajemen DSP dipusatkan pada kontrol glikemik yang optimal, perawatan kaki yang rajin, dan kontrol nyeri sebagai cara mencegah perkembangan DSP dan mengurangi morbiditas yang terkait dengan komplikasi kaki.18,19 Penelitian Tantawy dan Zakaria pada tahun 2010 tentang efektivitas peran fisioterapi dalam manajemen diabetic neuropathy foot ulcers mendapatkan hasil yang signifikan dalam hal perbaikan jaringan yang mengalami ulkus serta fungsi sensoris dan motoris dari saraf common peroneal dan posterior tibial nerve. Penelitian tersebut menggunakan 2 kelompok perlakuan, dimana pada kelompok kontrol merupakan pasien diabetes mellitus tipe 2 dan termasuk ke dalam grade II diabetic foot ulcers diberikan terapi medis konservatif. Pada kelompok intervensi, selain penerapan terapi medis, juga diaplikasikan pemberian laser terapi

pada area ulkus serta latihan proprioceptive neuromuscular stabilization.18

Penelitian dari (Tantawy dan Zakaria, 2010) menunjukkan bahwa terapi laser intensitas rendah membantu dalam penyembuhan ulkus kaki dan secara signifikan mengurangi ukuran ulkus. Hal ini dikaitkan dengan kemampuan laser untuk meningkatkan pelepasan faktor pertumbuhan dari fibroblas dan merangsang proliferasi sel, dan meningkatkan konversi fibroblas menjadi myofibroblast.18,20 Selain itu iradiasi laser menghasilkan efek sterilisasi dari bakteri yang menginfeksi ulkus diabetik, dan penurunan dalam ukuran ulkus.18,21 Laser juga membantu dalam hal pelepasan faktor pertumbuhan dan sitokin dari monosit yang menginduksi proliferasi sel dan perbaikan jaringan.22 Evaluasi histologis pada tikus diabetes menunjukkan bahwa iradiasi laser meningkatkan epitelisasi luka, pembentukan jaringan granular, dan pengendapan kolagen.18,23,24 Hal ini ditunjukkan ketika iradiasi laser menstimulasi proliferasi sel fibroblast, memediasi perubahan limfosit dan proses imunitas, yang memiliki peran dalam persistensi luka kronis, dan efek ini dapat menyebabkan percepatan penyembuhan.22

Rachkind dkk. melaporkan bahwa, laser secara signifikan meningkatkan aktivitas listrik dari saraf yang terganggu atau mengalami lesi. Tantawy dan Zakaria, 2010 juga menyatakan bahwa terdapat peningkatan signifikan konduksi saraf setelah terapi laser.18,25 Gejala-gejala neuropati sensorimotor meliputi: kelemahan otot (bukan kelelahan), atrofi, masalah keseimbangan, ataxic gait dan gejala-gejala sensorik (nyeri, parestesia, mati rasa dan kelumpuhan, dan kram).26 Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka dapat dipalikasikan pemberian Proprioceptive Neuromuscular Facilitation.

PNF atau (Proprioceptive Neuromuscular Facilitation) merupakan metode peningkatan gerakan dan fasilitasi neuromuscular untuk memfasilitasi kontraksi otot.16,17 Metode ini memiliki tujuan utama

mencapai kebutuhan individu, dan dengan demikian dapat melakukan gerakan fungsional, melalui fasilitasi, penghambatan (inhibisi), penguatan dan relaksasi kelompok otot. Selain itu, PNF mendukung sinkronisasi dan pelatihan koordinasi gerakan, meningkatkan aktivitas hidup sehari-hari, dan kualitas hidup. Teknik ini menggunakan kontraksi otot secara konsentrik, eksentrik, dan statis (isometrik) dikombinasikan dengan fasilitasi resistensi dengan pola gerakan diagonal dan aplikasi stimulus sensorik berupa pendengaran, visual, proprioceptive dan rangsangan kulit.17 Pada neuropati diabetes, ada penurunan dalam sensitivitas taktil dan termal, terutama di tumit. Daerah ini mengandung jumlah keratin dan lemak yang lebih besar dan menerima persarafan dari sural nerve. Saraf ini adalah saraf pertama yang rusak selama perkembangan neuropati diabetik. Fungsi otot menurun, terutama pada otot kaki intrinsik, tibialis anterior, dan tricepssurae. Penurunan ini karena perubahan struktur kolagen atau juga karena kehilangan kekuatan.27 PNF yang diaplikasikan dengan menggunakan resistansi dapat membantu dalam hal memfasilitasi kontraksi otot, memaksimalkan kontrol motorik, dan membantu kesadaran gerakan, yang mengarah ke suatu peningkatan respon otot ke korteks.

Peningkatan kekuatan otot dengan menggunakan tahanan akan menyebabkan peningkatan ketegangan pada serabut otot dimana dapat menyebabkan perubahan terkait dengan kerusakan otot, merusak hubungan intrasarcomer, menghasilkan lesi mikro yang melepaskan sitokin, serta memicu mekanisme respon inflamasi pada fase akut. Produksi sitokin dan pelepasan faktor kemoatraktif bertanggung jawab untuk mensinyalkan monosit dan sel polimorfonuklear pada endotel vaskular. Sel-sel ini memulai proses kemotaksis, menempel ke dinding endothelium, dan masuk ke ruang antar sel-sel endotel, sampai mencapai daerah yang terluka. Faktor-faktor chemo-atraktan ini menyebabkan

peningkatan proses penyembuhan intra muskular, sebagai akibat peningkatan jumlah protein otot dan oleh karena itu, terjadilah peningkatan kekuatan. Setelah proses ini berlangsung limbah diapedesis dari jaringan otot kemudian difagositosis dan terdegradasi oleh makrofag dan neutrofil dan dilanjutkan dengan regenerasi otot dengan melepaskan faktor penstimulasi pertumbuhan pada sel-sel satelit. Di samping proses ini, ketika ada kerusakan otot, myoglobin (Mb), enzim creatine kinase (CK) dan laktat dehidrogenase (LDH) masuk ke dalam sirkulasi. Proses inilah yang akan menyebabkan peningkatan miofibril, dan dengan demikian dapat diperoleh hipertrofi otot dan peningkatan kekuatan otot. 27

SIMPULAN

Berdasarkan kajian pustaka tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa:

  • 1.    Low power laser therapy efektif dalam memperbaiki luka pada penderita ulkus diabetikum grade 2.

  • 2.    Proprioceptif         Neuromuscular

Facilitation   (PNF)   efektif  dalam

meningkatkan konduksi saraf sensoris dan motoris  yang  berkaitan  pada

pergerakan    ankle   pada   ulkus

diabetikum grade 2

  • 3.    Kombinasi low power laser therapydan Proprioceptif         Neuromuscular

Facilitationefektif dalam memperbaiki keterbatasan gerak dan fungsi ulkus diabetikum grade 2.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Pertama, D. Validitass Skor Tardivo Untukk Memprediksi  Terjadinya

Amputasii Pada Kaki Diabetes Di Rsup Sanglah. 2016.  Universitas

Udayana: Denpasar

  • 2.    Muhartono dan Sari, I. Ulkus Kaki Diabetik Kanann dengan Diabetes Mellituss     Tipe     2.     Jurnal

AgromedUnila. 2017; 4(1): 133 – 139

  • 3.    Zarkasi, M. Hubungan Antara Derajat Ulkus     Diabetikum     Dengan

Kemampuan Activities Of Daily Living (ADL) Pada Pasienn DM Tipe 2 Di RSUD Panembahan Senopati Bantul. 2016; Yogyakarta: Stikes Jenderal Achmad Yani

  • 4.    Rahmaningsih, B. Hubungan AAntara Nilai Ankle Brachiall Index Dengan Kejadian Diabetic Foott Ulcer Pada Penderita Diabetess Melitus Tipe 2 Di RSUD DR. Moewardi SSurakarta. 2016; Surakarta:UMS

  • 5.    Yunus, B.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lamaa Penyembuhan Luka Pada Pasienn Ulkus Diabetikum Di Rumahh Perawatan Etn Centre Makassartahunn    2014.    2015;

Makassar:  FKIK  UIN  Alauddin

Makassar

  • 6.    Prenticee W, Quillen WS, Underwoodd    F.     Therapeutic

Modalitiess for Physical Therapy 2nd ed.. Unitedd States of America. The McGraw-Hill Company; 2002. P : 272-303

  • 7.    Maticc M., Lazetic B., Poljacki M., Duran V. andd lvkov-Simic M. Low level laser irradiation and its effectson repair processess in the skin. Med Pregl. 2003; 56(3-4): 137-141.

  • 8.    Theralase. Therapeuticc laser treatmentt Laser Theoryy from designers aandd manufacturers of therapeutic medicall laser systems. cited 2018 April     5];Available

from:http://wwvv.theralase.com/techn oloqv.php

  • 9.    Stadler I., Lanzafame R., Oskoui P., Zhang R., Coleman J. and Whittaker M. Alteration of skintemperature

duringg low level laserr irradiation at 830 nm ina mousee model. Photomedicine and Laser Surgery. 2004; 22(3): 227-231

  • 10.    Karu T.I. and Kolyakov S.F. Exact action spectra forr cellular responses relevantt      to      phototherapy.

Photomedicine andd Laser Surgery. (2005); 23(4): 355-361

  • 11.    Matic M., Lazetic B., Poljacki M., Duran V. and lvkov- Simic M. Low level laser irradiation and its effectson repair processes inn the skin. Med Pregl. 2003; 56(3-4): 137-141

  • 12.    Olsen J.E., Schimmerling W. and Tobias C.A. Laserr action spectrum of reduced excitabilityinn nerve cells. Brain Res. 1980; 204: 436-440

  • 13.    Dyson M. Primary, secondary and tertiary effects off phototherapy: a review. Mechanismss of Low Level Light Therapy. Mechanisms for LowLight Therapy, editedd by Michael R. Hamblin, Ronald W. Waynant, Juanita Anders, Proceedingss of SPIE Vol. 6140 SPIE, Bellingham, WA; 2006; 6140, 614005-1 — 614005-12

  • 14.    Hawkins, D dan Abrahamse, H. Phototherapy — a treatment modality for woundd healing and pain relief. African Journal of Biomedical Research. 2007; 10: 99 – 109

  • 15.    Smith K. Light and Life: The photobiological basiss of the therapeutic use of radiation from lasers. Progress in Laser Therapy: Selected papers fromm the October 1990 ILTA Congress. Published by Wiley and Sons, Inc. New York and Brisbane; 1991;pp 17

  • 16.    Parevri, RS. Pengaruh PNF (Propioceptive       Neuromuscular

Facilitation) Terhadap Fleksibilitas Otot Member Fitnesss Centre Pesona

Merapi Di Yogyakarta. 2017; Yogyakarta: UNY

  • 17.    Cesário, DF.,Mendes, G., Uchôa, E., dan Veiga, P. 2014. Proprioceptive neuromuscularr facilitation and strengthh training to gain muscle strength in elderly women. Rev. Bras. Geriatr. Gerontol., Rio de Janeiro, 2014; 17(1):67-77

  • 18.    Tantawy, S dan Zakaria, H. 2010. The Rolee of Physical Therapy Intervention in the Management of Diabeticc Neuropathic Foot Ulcers. Med. J. Cairo Univ. 2010 September;78(2):103-109, 2010

  • 19.    Lorne H., Zinman K.T.N., Mylan N., Bsc S.G. And Bril V. Low-Intensity Laser Therapy for Painful Symptoms of     Diabeticc      Sensorimotor

Polyneuropathy. Diabetes Care. 2004; 27 (4)

  • 20.    Bulton M. And Marshall J.: He-Ne laser stimulationn of human fibroblast proliferationn and attachment in vitro. Lasers in Life Sciences. , 1986; 1: 125-134

  • 21.    Rinaldi F., Abboetto M., Pontirali A. The diabeticc foot general considerations and proposal of a new therapeutic and preventive. Approach. Diabetess Res. Clin. Pract. 1993; 21 (1): 439

  • 22.    David G.B., O'kane S. And Dolores T.S. Laser photobiomodulationn of woundd healing. In. Therapeutic laser therapy and Practice. Eolonbergh, London; 1997; 89: 139,

  • 23.    Reddy G.K., Stehno B.L. And Enwemeka G.S.:   Laserr photo

stimulation accelerates wound healing in diabeticc rats wound repair and regeneration. 2001; 9 (3): 248- 255

  • 24.    Nain Y., JO,. Lanzafame R.J. Effects of photostumulationn on wound healing in diabetic mice. In lasers in

surgeryy and Medicine. 1991; 20 (1): 56-63

  • 25.    Rachkind S., Nissan M., Avram S. And Bartall A. The in-vivo nerve repair to directt low energy laser irradiation. Acta. Neuro. Chir. 1988; 94 (1-2): 74-77

  • 26.    Ann M.A., David E.J., James M.F. Evaluation And Preventionn Of Diabeticc Neuropathy. Am. Fam. Physican. 2005; 71: 2128-2130

  • 27.    Sacco I.C.N., Sartor C.D., Gomes A.A., João S.M.A., Cronfli R. Assessment of Motor Sensory Losses In Thee Foott And Ankle Due To Diabeticc Neuropathy. Rev. Bras. Fisioter. Sao. Carlos J. An. 2007; 11 (1): 25-35

50