KOMBINASI CAUDAL TRACTION DAN MOBILIZATION WITH MOVEMENT LEBIH BAIK DARIPADA KOMBINASI CAUDAL TRACTION DAN SCAPULAR STABILITY EXERCISE DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL PADA EXTERNAL SHOULDER IMPINGEMENT SYNDROME
on
Sport and Fitness Journal
Volume 6, No.2, Mei 2018: 38-50
ISSN: 2302-688X
KOMBINASI CAUDAL TRACTION DAN MOBILIZATION WITH MOVEMENT LEBIH BAIK DARIPADA KOMBINASI CAUDAL TRACTION DAN SCAPULAR STABILITY EXERCISE DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL PADA EXTERNAL SHOULDER IMPINGEMENT SYNDROME
Prima Krishna Dharmawan1, Ketut Tirtayasa2, Wahyuddin3, Ida Bagus Ngurah4, I Nengah Sandi5, Sugijanto6
-
1 Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Universitas Udayana
-
2, 4, 5 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
-
3, 6 Fakultas Fisioterapi Universitas Esa Unggul
ABSTRAK
Shoulder impingement syndrome (SIS) terjadi akibat trauma mekanis dari tendon rotator cuff yang berada di bagian antero-inferior dari acromion dan terjadi penjepitan akibat posisi bahu bergerak fleksi dan internal rotasi shoulder. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan peningkatan kemampuan fungsional dengan pemberian kombinasi caudal traction dan mobilization with movement yang dibandingkan dengan caudal traction dan scapular stability exercise. Rancangan penelitian ini adalah pre test –post test group design. Jumlah sampel Kelompok I sebanyak 8 orang pasien diberikan intervensi dengan kombinasi caudal traction dan mobilization with movement sebanyak 3 kali seminggu selama 2 minggu, kemudian pada Kelompok II sebanyak 8 orang pasien diberikan kombinasi caudal traction dan scapular stability exercise juga dilakukan sebanyak 3 kali seminggu selama 2 minggu. Tes pengukuran peningkatan kemampuan fungsional menggunakan Shoulder Pain and Disability Index (SPADI). Data dianalisis menggunakan statistical program for social science (SPSS) versi 18.0. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Terdapat peningkatan kemampuan fungsional pada Kelompok I, mean (%) pre 70,352±5,132, dan post 10,466±0,517. Hasil t-test related menunjukkan nilai p=<0,001 (p<0,05). (2) Terdapat peningkatan kemampuan fungsional pada Kelompok II, mean (%) pre 69,727±2,212, dan post 21,961±4,251. Hasil t-test related menunjukkan nilai p=<0,001 (p<0,05). (3) Terdapat perbedaan signifikan pada Kelompok I dan
Kelompok II. Hasil uji komparasi mean pre-pre dengan menggunakan t-test independent menunjukan nilai p=0,605 (p>0,05). Kemudian nilai mean post-post dengan independent t-test menunjukkan nilai p=<0,001 (p<0,05). Disimpulkan bahwa kombinasi caudal traction dan mobilization with movement dengan caudal traction dan scapular stability exercise dapat meningkatkan kemampuan fungsional pada external impingement syndrome. Ada perbedaan peningkatan kemampuan fungsional yang signifikan antara kombinasi caudal traction dan mobilization with movement dengan kombinasi caudal traction dan scapular stability exercise.
Kata kunci: shoulder impingement syndrome, caudal traction, mobilization with movement, scapular stability exercise, shoulder pain and disability index.
THE COMBINATION CAUDAL TRACTION AND MOBILIZATION WITH MOVEMENT BETTER THAN COMBINATION CAUDAL TRACTION AND SCAPULAR STABILITY EXERCISE INCREASE CAPACITY OF FUNCTIONAL FOR EXTERNAL SHOULDER IMPINGEMENT SYNDROME
ABSTRACT
Shoulder impingement syndrome (SIS) occurs due to the mechanical traumaric from the rotator cuff tendon located in the antero-inferior part of the acromion and clamping due to the shoulder movement position of flexion and internal shoulder rotation. This study aims to prove the enhancement of functional ability by providing combination of caudal traction and mobilization with movement compared with caudal traction and scapular stability exercise. The design of this study is pre test-post test group design. The number of group I sample of 8 patients was given intervention with caudal traction and mobilization with movement combination 3 times a week for 2 weeks, then in group II 8 patients were given combination of caudal traction and scapular stability exercise also performed 3 times a week for 2 week. Functional capacity improvement tests using Shoulder Pain and Disability Index (SPADI). Data were analyzed using statistical program for social science (SPSS) version 18.0. The results showed: (1) There was improvement of functional ability in group I, mean (%) pre 70.352 ± 5.132, and post 10.466 ± 0.517. The result of t-test related shows p value =< 0.001 (p <0,05). (2) There is improvement of functional ability in group II, mean (%) pre 69.727 ± 2.212, and post 21.961 ± 4.251. The result of t-test related shows p value = <0.001 (p <0.05). (3) There are significant differences in Group I and Group II. The result of pre-pre comparative test with independent t-test show p value = 0,605. And result of post-post comparative test with independent t-test shows p value = <0.001 (p <0.05). It was concluded that the combination of caudal traction and mobilization with movement with caudal traction and scapular stability exercise could improve functional ability in external impingement syndrome. There is a significant difference in functional enhancement between caudal traction and mobilization with movement combinations with a combination of caudal traction and scapular stability exercise.
Keywords: shoulder impingement syndrome, caudal traction, mobilization with movement, scapular stability exercise, shoulder pain and disability index.
PENDAHULUAN
Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam kebudayaan dan masing-masing individu atau sumber daya manusia memiliki sudut pandang berbeda dalam memaknai tanggung jawab dalam berkerja, sikap profesionalis dan perfeksionis seringkali diangkat untuk mencapai tingkat prestasi kerja pada level yang optimal. Hal ini sangat berkaitan dengan masalah kesehatan, sering kali tiap-tiap individu mengesampingkan urusan kesehatan yang berdampak pada sisi negatif bagi kesehatan dan akan berakhir pada penurunan kualitas kerja.
Sendi bahu (shoulder joint) merupakan salah satu anggota gerak yang memiliki mobilitas tinggi dan mudah mengalami cidera, sehingga pada pasien klinis sering ditemukan kumpulan gejala rasa nyeri pada bahu (rotator cuff disease, impingement syndromes, shoulder instabilities) yang dapat menyebabkan keterbatasan gerak hingga gangguan fungsi1.
Konsep shoulder impingement syndrome pertama kali diungkapkan bahwa sindrom ini terjadi akibat mekanika trauma dari tendon rotator cuff yang berada di bagian antero-inferior dari acromion dan terjadi penjepitan akibat posisi bahu bergerak fleksi dan internal rotasi shoulder2.
Shoulder impingement syndrome diklasifikasikan menjadi tiga tingkatan dalam rotator cuff impingement. Tingkat I, terjadi pada pasien berusia kurang dari 25 tahun sebanyak 7%, dengan inflamasi akut, edema dan hemorrhage pada rotator cuff. Tingkat II pada umumnya dapat dilihat dari usia pasien 25 hingga 40 tahun sebanyak 11%, dan terlihat suatu edema akut yang progresif, hemorrhage menuju fibrosis dan
tendinitis dari rotator cuff. Tingkat III adalah tipe yang terjadi oleh gangguan mekanis tendon rotator cuff dan perubahan ruang atau celah coracoacromial dengan osteophytosis sepanjang acromion bagian depan. Tingkatan ini biasanya mempengaruhi pasien dengan usia lebih dari 40 tahun sebanyak 12%3.
Pada patologi bahu lain yang berhubungan dengan proses degeneratif ditemukan sebanyak 10% pada pasien dengan adhesive capsulitis pada usia 53 tahun dan sebanyak 10% dengan glenohumeral joint arthrosis pada usia 64 tahun. Kemudian sisanya sekitar 50% ditemukan pada gabungan patologi bahu lainnya seperti acute bursitis, calsific tendonitis, myofascial pain syndrome, thoracic outlet syndrome, dan biceps tendonitis4.
Pada kondisi external shoulder impingemenet syndrome, terdapat gangguan mekanika gerak yang mengakibatkan terjadinya cidera pada jaringan subacromialis, cidera tersebut akibat adanya beberapa impairment pada struktur anatomi fungsional seperti terjadinya hypertrophy atau mungkin spasme, tight ataupun contracture dari m. supraspinatus sehingga caput glenoidalis terbawa kearah superior dan menyebabkan menyempitnya celah subacromialis. Kemudian adanya contractur pada sisi superior capsules yang menyebabkan berkurangnya gerak roll glide kearah postero inferior pada saat gerakan abduksi elevasi sendi bahu atau pada aktivitas lengan mengangkat diatas kepala, sehingga benturan antara caput humeri dan acromion tidak terhindarkan. Adanya kelemahan pada otot-otot rotator cuff, terutama pada m. subscapularis dan m. infraspinatus menyebabkan kurangnya
control stability pada saat gerak abduksi elevasi yang juga mengakibatkan berkurangnya gerak roll glide kearah inferior pada sendi bahu5.
Postural incorrect juga menyebabkan terjadinya cidera pada jaringan subacromialis, sebagai contoh pada postural kyphosis menyebabkan perpindahan letak caput humerus terhadap collum humerus sehingga letaknya berada di anterior dari collum humerus, hal ini menyebabkan terjadinya instabilitas pada sendi glenohumeral dan juga mempengaruhi stabilitas dan posisi dari scapula (Scapular dyskinesis), perubahan posisi scapula dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan adaptasi dari struktur jaringan spesifik sekitar persendian glenohumeral, salah satunya pada struktur otot-otot stabilitator dari scapula seperti m. serratus anterior and posterior, m. trapezius upper and lower, m. rhomboideus major and minor, serta m. pectoralis major and minor. Pada kelompok otot tersebut dapat terjadi kelemahan pada salahsatunya dengan sisi yang lainnya mengalami tightness ataupun pemendekan, pada akhirnya akan nampak ketika di inspeksi sebagai scapular winging, scapular tipping ataupun scapular shrugging. Kelainan letak atau posisi dari scapular ini akhirnya menyebabkan terjadinya kelainan ritme dari scapulathorac maupun scapulohumeral dan meningkatkan resiko terjadinya impingement shoulder5.
Rumusan masalahsebagai berikut: 1) Apakah kombinasi caudal traction dan mobilization with movement meningkatkan kemampuan fungsional pada external shoulder impingement syndrome? 2) Apakah kombinasi caudal traction dan scapular stability exercise meningkatkan
kemampuan fungsional pada external shoulder impingement syndrome? 3)
Apakah kombinasi caudal traction dan mobilization with movement lebih baik dari pada kombinasi caudal traction dan scapular stability exercise dalam meningkatkan kemampuan fungsional pada external shoulder impingement syndrome?
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui, 1) kombinasi caudal traction dan mobilization with movement meningkatkan kemampuan fungsional pada external shoulder impingement syndrome. 2) kombinasi caudal traction dan scapular stability exercise meningkatkan
kemampuan fungsional pada external shoulder impingement syndrome. 3) kombinasi caudal traction dan mobilization with movement lebih baik dari pada kombinasi caudal traction dan scapular stability exercise dalam meningkatkan kemampuan fungsional pada external shoulder impingement syndrome.
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian uji klinis (clinical trial), yaitu penelitian dengan rancangan eksperimental pre test – post test group design. Dengan jumlah sample 16 berdasarkan perhitungan rumus pocock6, sample berusia antara 23-41 tahun. Kedua Kelompok dilakukan pengukurn awal dengan shoulder pain and disability index. Pada Kelompok I adalah Caudal Traction dan Mobilization With Movement. Kemudian Kelompok II adalah Caudal Traction dan Scapular Stability Exercise.
Penelitian dilakukan di RS Siaga Raya Jakarta Selatan pada bulan Januari 2017 sampai Maret 2017 dengan 6 kali pertemuan selama 2 minggu pada masing-masing sample.
Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah pasien yang berkunjung ke RS Siaga Raya Jakarta Selatan pada Januari 2017 hingga Maret 2017 dengan kondisi external shoulder impingement syndrome.
Sampel berasal dari pasien umum yang datang ke RS Siaga Raya Jakarta Selatan. Pemilihan sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling sesuai dengan kriteria penerimaan (inklusif), kriteria penolakan (eksklusif), dan kriteria drop out. Pembagian sampel yang telah memenuhi kriteria dibagi menjadi dua kelompok mengunakan simple randome sampling, yaitu 8 sampel pertama sebagai Kelompok I dan 8 sampel kedua sebagai Kelompok II.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam prosedur penelitian adalah sebagai berikut: 1) Menyerahkan surat izin penelitian kepada direktur dan kepala unit Fisioterapi RS Siaga Raya Jakarta Selatan. 2) Menyiapkan informed concent, dan alat dan bahan yang diperlukan dalam penelitian. 3) Memberikan informed consent kepada sampel yang memenuhi kriteria. Penelitian dilakukan melalui pengambilan sampel yang datang ke RS Siaga Raya dengan keluhan nyeri bahu, kemudian dilakukan asesmen untuk mendapatkan pasien sesuai
kriteria inklusi, selanjutnya sampel diberitahu seputar informasi, objek serta prosedur penelitian dan lamanya waktu penelitian, jika sampel menyetujui informasi yang telah diberikan maka selanjutnya sampel diminta mengisi form dan informed consent yang telah disediakan sebagai persetujuan menjadi sampel. Kemudian sampel diminta mengisi form pengukuran tentang nyeri dan
ketidakmampuan yang dirasakan sebagai data awal pre program. Selanjutnya pasien dipilahkan secara random dengan ketentuan datang ganjil sebagai sampel kolompok I dan datang genap sebagai Kelompok II. Berikutnya sampel diberi intervensi sesuai dengan kelompok masing-masing. Pada akhir program sebagai data post intervensi yang kemudian akan diolah keduanya dengan perangkat lunak statistik.
Analisa data yang didapatkan dalam pengukuran untuk nilai penurunan nyeri dan peningkatan kemampuan fungsional dengan menggunakan shoulder pain and disability index (SPADI) awal program penelitian dan akhir program penelitian yang selanjutnya dilakukan perhitungan sehingga didapatkan nilai penurunan nyeri dan peningkatan kemampuan fungsional. Kemudian data diolah dengan
menggunakan program statistical program for social science (SPSS) versi 18.0.
-
1. Deskriptif statistik untuk memberikan gambaran tentang karakterisitik sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan nilai-nilai rerata dan standar deviasi.
-
2. Uji normalitas menggunakan uji saphiro wilk. Dimana sampel
berdistribusi normal karena p > 0.05
-
3. Uji homogenitas Kelompok I dan II menggunakan Levene’s Test untuk mengetahui varians data subjek penelitian. Data homogen karena nilai p > 0,05.
-
4. Uji komparasi sebelum dan sesudah tindakan dengan t-test related karena data berdistribusi normal dengan uji kemaknaan nilai p < 0.05.
-
5. Uji komparasi data antara kedua Kelompok sebelum dan setelah perlakukan dengan menggunakan uji t-test Independent karena data berdistribusi normal dengan uji kemaknaan nilai p < 0.05.
HASIL PENELITIAN
Deskripsi karakteristik subjek penelitian. Tabel 1
Karakteristik Sample
Karakteristik |
Kelompok I |
Kelompok II |
Gender Usia Th |
(L) 5 (P) 3 |
(L) 4 (P) 4 |
(Mean±SD) |
32.500±5.398 |
32.000±5.830 |
Keterangan: |
L=Laki-laki P=Perempuan |
Berdasarkan tabel. 1 diatas jumlah presentase laki-laki dan perempuan pada sampel Kelompok I dan Kelompok II yang menderita external shoulder impingement, pada Kelompok I sampel laki-laki berjumlah 5 orang (62.50%) dan perempuan berjumlah 3 orang (37.50%). Sedangkan pada Kelompok II sampel laki-laki berjumlah 4 orang (50.00%) dan perempuan berjumlah 4 orang (50.00%). Berdasarkan tabel diatas karakteristik data menurut usia pada Kelompok I dengan nilai
mean 32.500±5.398. Sedangkan pada Kelompok II nilai mean 32.000±5.830.
Analisis deskriptif data untuk mengetahui rerata kemampuan fungsional sebelum dan sesudah perlakuan pada Kelompok I dengan caudal traction dan mobilization with movement dan Kelompok II dengan caudal traction dan scapular stability exercise.
Tabel 2
Hasil Uji Normalitas Dan Homogenitas Pre dan Post SPADI
Pada Kelompok I dan Kelompok II
Kelompok |
p-value | ||
I |
II | ||
p-value |
p-value | ||
Pre SPADI |
0,592 a |
0,967 a |
0,050 |
Post SPADI |
0,214 a |
0,989 a |
0,001 |
Keterangan: a. Saphiro-Wilk Test,
-
b. Levene’s Test
Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil uji normalitas dengan menggunakan Shapiro-Wilk test, diperoleh nilai p>0,05 hal ini berarti semua variabel berdistribusi normal. Tabel diatas menunjukkan bahwa hasil uji homogenitas dengan menggunakan Levene’s test, diperoleh nilai p>0,05 berarti data bersifat homogen.
Hipotesis I diuji untuk mengetahui apakan kombinasi caudal traction dan mobilization with movement meningkatkan kemampuan fungsional pada kondisi
external impingement syndrome. Dalam uji ini digunakan t-test related.
Hipotesis II diuji untuk mengetahui apakan kombinasi caudal traction dan scapular stability exercise meningkatkan kemampuan fungsional pada kondisi external impingement syndrome. Dalam uji ini digunakan t-test related.
Hipotesis III diuji untuk menguji signifikan komparatif dua sampel yang tidak berpasangan (independent) atau mencari beda pengaruh pada Kelompok I dan Kelompok II digunakan independent sampel t-test related.
Tabel 3
Hasil Uji Hipotesis Pre dan Post Pengukuran SPADI (%)
Pada Kelompok I dan Kelompok II
Pre SPADI |
Post SPADI |
p- Value | |
Mean±SD |
Mean±SD | ||
Kelompok I |
70,352±5,132 |
10,466±0,517 |
0,001 a |
Kelompok II |
69,727±2,212 |
21,961±4,251 |
0,001 a |
P-Value |
0,605b |
0,001 b |
Keterangan: a. t-test related
b. independent t-test
Dari tabel. 3 hipotesis I diuji menggunakan t-test related, maka di dapat nilai mean (%) pre program latihan sebesar 70,352±5,132 dan nilai mean (%) sesudah diberikan program latihan sebesar 10,466±0,517. Berdasarkan perhitungan statistik didapatkan nilai p=0,001 yang berarti nilai p<0,05. Sehingga dapat disimpulkan ada peningkatan kemampuan fungsional pada kondisi external shoulder impingement syndrome pada Kelompok I setelah diberikan kombinasi caudal traction dan mobilization with movement.
Dari tabel. 3 hipotesis II diuji menggunakan t-test related, maka di dapat
nilai mean (%) pre program latihan sebesar 69,727±2,212 dan nilai mean (%) sesudah diberikan program latihan sebesar 21,961±4,251. Berdasarkan perhitungan didapatkan nilai p=0,001 yang berartinilai p<0,05. Sehingga dapat disimpulkan ada peningkatan kemampuan fungsional pada Kelompok II setelah diberikan kombinasi caudal traction dan scapular stability exercise.
Dari tabel. 3 hipotesis III diuji menggunakan independent t-test, maka di dapat nilai mean (%) pre program pada Kelompok I sebesar 70,352±5,132. Sedangkan nilai mean (%) pre program pada Kelompok II sebesar 69,727±2,212. Berdasarkan perhitungan didapatkan nilai p=0,605 yang berarti nilai p>0,05. Kemudian nilai mean (%) sesudah intervensi pada Kelompok I sebesar 10,466±0,517. Sedangkan nilai mean (%) sesudah program pada Kelompok II sebesar 21,961±4,251. Berdasarkan perhitungan didapatkan nilai p=0.001 yang berarti nilai p<0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kombinasi caudal traction dan mobilization with movement lebih baik dari pada kombinasi caudal traction dan scapular stability exercise dalam meningkatkan kemampuan fungsional pada external shoulder impingement syndrome.
PEMBAHASAN
-
1. Kombinasi Caudal Traction dan Mobilization With Movement mengingkatkan Kemampuan Fungsional pada External Impingement Syndrome
Pada Kelompok I dengan jumlah sampel sebanyak 8 orang diperoleh nilai peningkatan kemampuan fungsional SPADI tertinggi berada pada sampel nomor 3 dengan nilai selisih pre dan post sebesar
67.08 dan nilai terendah pada sampel nomor 6 dengan nilai selisih pre dan post 52.30. Kemudian dilakukan uji hipotesis I menggunakan t-test related yang dapat dilihat dari nilai mean (%) awal program yaitu 70.352±5.132. Kemudian nilai mean (%) akhir program sebesar 10.466±0.517. Berdasarkan t-tes related pada data tersebut maka didapat nilai p-value <0,001 dimana p<0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa kombinasi caudal traction dan mobilization with movement dapat meningkatkan kemampuan fungsional pada external shoulder impingement syndrome.
Teknik MWM diberikan dengan memanfaatkan gerakan aktif co-contraction pasien menggerakan lengan kearah abduksi/ menjauhi tubuh yang kemudian dikombinasikan dengan kontrol gerak roll glide dari fisioterapis secara pasif pada persendian dengan prinsip tanpa adanya rasa nyeri saat teknik ini diaplikasikan, sehingga memberikan suatu bentuk latihan aktif dengan perbaikan keseimbangan otot dan merangsang reedukasi propriosepsi gerak persendian disertai perbaikan posisi sendi, sehingga terbentuk gerak fisiologis normal scapulothorac dan scapulohumeral.7,8,9
Hasil serupa juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Teys et al, disimpulkan bahwa teknik MWM merupakan teknik manual terapi yang berguna pada kondisi gangguan gerak pada bahu terutama saat abduksi-elevasi, teknik manual terapi ini memberi manfaat pada lingkup gerak persendian dan masalah nyeri tekan. Keuntungan menggunakan teknik manual terapi terutama MWM adalah mengefisiensikan waktu pemulihan menjadi lebih singkat karena MWM memperbaiki kesalahan posisi (positional
fault) yang memberi pengaruh pada penguluran otot dan kapsul sendi, sehingga memperbaiki aspek arthrokinematics.7
Mekanisme neurofisiologi berkaitan dengan MWM dan termasuk kedalam perubahan sistem inhibisi nyeri, memungkinkan MWM mengurangi rasa sakit melalui stimulasi mechanoreceptors yang kemudian menginhibisi rangsang pada nociseptive. Selain efek neurofisiologi dan efek biomekanik, gerakan MWM yang diulang-ulang memungkinkan merubah konsentrasi mediator anti inflamasi pada sendi, yang kemudian menghambat nociceptor nyeri. Selanjutnya efek psikologis juga mempengaruhi, seperti berkurangnya ketakutan terhadap timbulnya rasa nyeri ketika bergerak.7
Efek penggunaan metode MWM juga di publikasikan oleh Ribeiro et al, metode dilakukan pada tiga puluh partisipan tanpa gejala atau keluhan bahu, pengukuran dilakukan menggunakan surface electromyography yang di letakan pada otot supraspinatus, infraspinatus, deltoid posterior, dan middle deltoid. Peserta melakukan empat set 10 repetisi abduksi dari scaption bahu dengan dan tanpa sustained glenohumeral postero-lateral glide. Hasil pengukuran di analisis multivariat dengan (MANOVA) untuk menilai efek dari arah pergerakan (abduksi dan scaption), dan kondisi (dengan dan tanpa postero-lateral glide) pada tingkat aktivitas masing-masing otot (variabel dependen). MANOVA secara signifikan dilanjutkan dengan analisis satu arah pada tiap varians.10
Temuan tersebut disampaikan bahwa pada pemberian sustained postero-lateral glide menunjukan pengurangan aktivitas otot dibandingkan dengan penelitian pada
kelompok kontrol. Temuan tersebut berguna untuk meningkatkan pergerakan bahu pada populasi klinis. Penurunan aktivitas otot terjadi melalui perubahan mekanika pergerakan sendi, hal tersebut membantu saat pergerakan mengangkat lengan, karena adanya perubahan informasi melalui input sensoris syaraf afferen pada saat pergerakan bahu.10
-
2. Kombinasi Caudal Traction dan Scapular Stability Exercise meningkatkan Kemampuan Fungsional pada External Shoulder Impingement Syndrome
Pada Kelompok II dengan jumlah sampel sebanyak 8 orang diperoleh nilai peningkatan kemampuan fungsional SPADI tertinggi berada pada sampel nomor 7 dengan nilai selisih pre dan post sebesar 53.94 dan nilai terendah pada sampel nomor 6 dengan nilai selisih pre dan post 40.11. Kemudian dilakukan uji hipotesis II menggunakan t-test related yang dapat dilihat dari nilai mean (%) pre program yaitu 69.727±2.212. Kemudian nilai mean (%) post program sebesar 21.961±4.251. Berdasarkan t-tes related pada data tersebut maka didapat nilai P-value 0,001 dimana p<0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa kombinasi caudal traction dan scapular stability exercise dapat meningkatkan kemampuan fungsional pada external shoulder impingement syndrome.
Hasil tersebut juga dinyatakan pada penelitian yang dilakukan oleh Moezy et al disimpulkan bahwa scapular stabilization exercise efektif terhadap peningkatan lingkup gerak sendi bahu, mengurangi anterior posisi dari caput humeri dan meningkatkan fleksibilitas dari pectoralis minor.11
Mengenai keuntungan menggunakan latihan ini berupa penurunan nilai nyeri melalui mekanisme sebagai berikut; otot rotator cuff yang terlatih memberikan stabilitas caput humerus terhadap fossa glenoidalis, hal tersebut menyebabkan ketika lengan bergerak maka terjadi proteksi untuk menjaga celah dan menghindari benturan antara tuberculum major humeri dengan acromion. Itu sebabnya resistance training (rubeer band) yang di gunakan dalam penelitian ini memberi efek yang baik terhadap pengurangan nyeri melalui mekanisme tersebut. Selain itu, latihan ini juga memberi efek regangan yang memberi peningkatan flexibilitas jaringan pada bahu yang mengalami kekakuan dan berdampak terhadap penurunan nyeri. Protokol latihan ini bermanfaat pada kondisi shoulder impingement syndrome.11
Terhadap peningkatan lingkup gerak persendian bahu, penelitian ini menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pre dan post intervensi terhadap gerak abduksi dan eksternal rotasi. Hal ini menunjukkan bahwa latihan tersebut memberi peningkatan terhadap lingkup gerak sendi bersamaan dengan peningkatan fleksibilitas yang terjadi pada kapsul sendi yang mengalami kekakuan dan pemendekan pada otot pectoralis minor.11
Terhadap perbaikan postural, hasil penelitian menunjukkan bahwa scapular stabilitazion exercise secara signifikan menunjukkan bahwa meningkatkan perbaikan postur pasien secara terukur pada pre dan post latihan. Latihan ini menunjukkan peningkatan fleksibilitas pada otot levator scapula dan pectoralis minor yang mengalami ketegangan dan juga temuan penelitian sebelumnya yang
telah menunjukkan aktivasi selektif pada otot-otot deep flexor pada cervical, middle dan upper trapezius dan juga otot serratus anterior pada pasien dengan shoulder impingement syndrome. Jika diamati, bahwa penguluran pada otot bahu bagian anterior yang mengalami ketegangan dengan penguatan otot-otot yang mengalami kelemahan pada sisi yang berlawanan ternyata memiliki efek sinergis yang signifikan pada postur pasien.11
Pengaruhan peningkatan kemampuan fungsional pada kondisi external shoulder impingement syndrome melalui mekanisme stretch shorten cycle reflex, akan terjadi relaksasi terhadap otot-otot antagonis dan stabilitas pada otot agonis yang di latih, ketika pemberian dilakukan berulang dengan atau tanpa elastic rubber secara kontraksi konsentrik maupun eksentrik, latihan ini merangsang kontraksi otot secara ritmik sehingga terbentuk stabilitas dinamik pada otot-otot yang dilatih. Peregangan yang terjadi akan merangasang golgi tendon organ (GTO) sehingga terjadi reflek relaksasi, kontraksi dan peregangan intermitten akan memperbaiki mikrosirkulasi kapiler dan cairan sendi oleh pumping action sehingga mengurangi iritasi pada syaraf afferent yang menimbulkan reflek keseimbangan tonus otot.12
Keseimbangan tonus otot ini maka akan memberi koreksi terhadap posisi scapular ketika diam maupun ketika bergerak diamis, sehingga terbentuk gerakan scapular humeral rhytem yang proporsional dan menghindari gerakan yang dapat menimbulkan cidera berulang pada jaringan subacromialis.12
Perbaikan posisi dan gerak normal scapular terhadap scapulathoracic maka akan berpengaruh terhadap gerak normal
dari scapulohumeral rhytem. sehingga saat aktivitas fungsional kembali normal dan tidak terjadi impingement yang menyebabkan iritasi.
-
3. Kombinasi Caudal Traction dan Mobilization With Movement lebih baik daripada Kombinasi Caudal Traction dan Scapular Stability Exercise dalam Meningkatkan Kemampuan Fungsional pada External Shoulder Impingement Syndrome
Berdasarkan data penelitian yang diperoleh dan dilakukan uji menggunakan t-test independent pada pre-pre, diperoleh nilai p=0,605 yang berarti p>0,05, sedangkan pada post-post, maka diperoleh nilai p=0.001 yang berarti nilai p<0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa secara signifikan pemberian kombinasi caudal traction dan mobilization with movement lebih baik daripada kombinasi caudal traction dan scapular stability exercise dalam meningkatkan kemampuan fungsional pada external shoulder impingement syndrome.
Pada kombinasi caudal traction dan mobilization with movement memberikan efisiensi waktu dalam meningkatkan kemampuan fungsional karena kombinasi intervensi tersebut memberikan perbaikan pada beberapa aspek dan mekanisme, seperti pada aspek biomechanic terjadi perbaikan kesalahan posisi (positional fault) pada komponen gerak persendian sehingga terjadi koreksi kesalahan posisi, aspek arthrokinematics terjadi melalui perbaikan propriosepsi dan perbaikan gerak fisiologi roll glide pada sendi glenohumeral dan perbaikan sirkulasi serta viskositas cairan sendi, aspek neurophysiology berkaitan dengan perubahan sistem inhibisi
nyeri, melalui stimulasi mechanoreceptors yang kemudian menginhibisi rangsang pada nociseptive sehingga terjadi penurunan nyeri, aspek pshychology juga mempengaruhi, seperti berkurangnya ketakutan terhadap timbulnya rasa nyeri ketika bergerak.13
Sedangkan pada kombinasi caudal traction dan scapular stability exercise dalam meningkatkan kemampuan fungsional melalui perbaikan stabilitas oleh aktifitas otot-otot stabilitator scapular sehingga terjadi koreksi stabilitas statis maupun dinamis pada posisi dan ritme dari scapulothorac dan scapulohumeral, perbaikan tersebut memberi proteksi antara tuberculum major humeri dengan acromion ketika melakukan aktifitas lengan. Selain itu kombinasi tersebut juga memberi efek regangan yang mempengaruhi tingkat flexibilitas pada kapsul sendi yang mengalami kekakuan dan juga pada pemendekan otot pectoralis minor. Perbaikan postural juga terjadi melalui peningkatan fleksibilitas pada otot levator scapula dan pectoralis minor yang mengalami ketegangan dan latihan ini menunjukkan aktivasi selektif pada otot-otot deep flexor pada cervical, middle dan upper trapezius dan juga otot serratus anterior pada pasien dengan shoulder impingement syndrome.14
Penelitian oleh Kachingwe et al. Dimana dilakukan penelitian dengan membandingkan teknik manual terapi dengan teknik terapi latihan pada kondisi shoulder impingement. Setelah dilakukan analisa berulang, maka didapat penurunan nyeri yang dirasakan, peningkatan kemampuan fungsional, dan peningkatan lingkup gerak persendian yang signifikan. Analisa univarian terhadap besaran
persentase perubahan dari pre-treatment menuju post-treatment terhadap masing-masing variable dependen tidak begitu signifikan perbedaannya, namun demikian kelompok teknik manual terapi (MWM) dan mobilisasi memiliki presentasi perubahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang diberi teknik terapi latihan. Studi ini menunjukkan bahwa kombinasi program mobilisasi glenohumeral dan MWM dibandingkan dengan program terapi latihan yang terkontrol maka akan lebih menurunkan tingkat nyeri dan meningkatkan kemampuan fungsional, namun demikian masih perlu pengembangan dengan metode sampling yang lebih besar.15
Dari kedua kombinasi intervensi tersebut, keduanya memberikan perbaikan dalam meningkatkan kemampuan fungsional, masing-masing memberikan perbaikan melalui mekanisme dan pendekatan yang berbeda, namun dari uraian tersebut menjelaskan penggunaan CT dan MWM meberi waktu penyembuhan yang lebih singkat dan efisien dibandingkan menggunakan CT dan SSE.
SIMPULAN
Berdasarkan analisis penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1) Kombinasi caudal traction dan mobilization with movement meningkatkan kemampuan fungsional pada external shoulder impingement syndrome. 2) Kombinasi caudal traction dan scapular stability exercise meningkatkan kemampuan fungsional pada external shoulder impingement syndrome. 3) Kombinasi caudal traction dan mobilization with movement lebih baik daripada kombinasi caudal traction dan
scapular stability exercise dalam meningkatkan kemampuan fungsional pada external shoulder impingement syndrome.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Kisner, C., Colby, A. 2007. Therapeutic Exercise Fifth Edition, Philadhelpia: Davis Company.
-
2. Neer, C. 1972. "Anterior acromioplasty for the chronic impingement syndrome in the shoulder: a preliminary
report.” Pubmed. Vol 54 No. 1: 41–50.
-
3. Chang, W. 2004. ”Shoulder Impingement,” Physical Medicine and Rehabilitation Clinic”. North America: Elsevier Saunders.
-
4. Stevenson, JH., Trojian, T. 2002. “Evaluation of Shoulder Pain,” The journal of Family Practice. Vol. 51(7):605-611.
-
5. Lewis, S. J., Weright, C., Green, A. 2005. “Subacromial Impingement Syndrome,” The Effect of Changing Posture on Shoulder Range of Movement, Journal of Orthopaedic & Sport Physical Therapy. United Kingdom, Converty University. Vol 35. No 2.
-
6. Pocock, S.J., 2008. Clinical Trial, A practical approach. New York. A Willey Medical.
-
7. Lewis, S. J., Weright, C., Green, A. 2005. “Subacromial Impingement Syndrome,” The Effect of Changing Posture on Shoulder Range of Movement, Journal of Orthopaedic & Sport Physical Therapy. United Kingdom, Converty University. Vol 35. No 2.
-
8. Teys, P., Bisset., Vicenzino, B. 2006. The initial effect of a Mulligan’s Mobilization with Movement technique
on range of movement and pressure pain threshold in pain limited shoulder. Science Direct. Vol. 13(1):37-42.
-
9. Mulligan, B. 2004. ”The
Extremities,”Mobilization With
Movements Fifth Edition”. United Kingdom. Medicine & Health Science.
-
10. Ribeiro, C. D., De-Castro, P. M., Sole, G., Vicenzino, B. 2015. The initial effect of a suistained glenohumeral postero-lateral glide during elevation on shoulder muscle activity: a repeated measures study on asymptomatic shoulder. Science Direct. Vol. 22. No. 3:101-8.
-
11. Moezy, A., Sepehrifar, S., Dodaran, S. 2014. ”The effect of scapular stabilization base exercise therapy on pain, posture, flexibility and shoulder mobility in patients with shoulder impingement syndrome, A controlled randomize clinical trial.” Medical Journal of the Islamic Republic of Iran (MJIRI). Vol. 28. No. 4: 87.
-
12. Wilk. 2012. Shoulder Rehabilitation, Physical Rehabilitation of The Injured Athelete Fourth Edition. Philadelphia: Elseiver Saunders.
-
13. Vicenzino, B., Paungmali, A., Teys, P. 2007. Mulligan’s Mobilization with Movement, posisional faults and pain relief, Current conceps from a critical review of literature. Science Direct. Vol. 12(2):98-108.
-
14. Voight, M,. Paine. R. 2013. The Role of The Scapula, The International Journal of Sport Physical Therapy. Vol. 8, No. 5: 617.
-
15. Kachingwe, F. A., Phillips, B., Sletten, E., Plunkett, W. S. 2007. Comparasion of Manual Therapy Techniques with Therapeutic Exercise in the Treatment
of Shoulder Impingement, A Randomized Controlled Pilot Clinical, The Journal of Manual & manipulative Therapy, Vol. 16, No 4: 238-247
50
Discussion and feedback