Sport and Fitness Journal

Volume 6, No.2, Mei 2018: 31-37

ISSN: 2302-688X

KOMBINASI PERCEPTUAL MOTOR PROGRAM DAN NEURODEVELOPMENTAL TREATMENT LEBIH BAIK DARIPADA KOMBINASI KINESIOTAPING DAN NEURODEVELOPMENTAL TREATMENT DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN DUDUK PENDERITA CEREBRAL PALSY

Listya Triandari1, Ketut Tirtayasa2, Muhammad Irfan3, Desak Made Wihandani4, Bagus Komang Satriyasa5, Sugijanto6

  • 1    Program Magister Fisiologi Olahraga Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

  • 2,    4, 5 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

  • 3,    6 Fakultas Fisioterapi Universitas Esa Unggul

ABSTRAK

Penyimpangan pada pertumbuhan otak salah satunya adalah cerebral palsy (CP). Masalah yang tampak pada anak CP adalah ketidakmampuan untuk duduk. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan penambahan perceptual motor program lebih baik daripada kinesiotaping pada neurodevelopmental treatment dalam meningkatkan kemampuan duduk penderita cerebral palsy. Metode penelitian menggunakan rancangan penelitian pre and post test design dengan sampel 14 anak cerebral palsy tipe quadriplegi yang belum mampu duduk. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok I (perceptual motor program dan neurodevelopmental treatment) dan kelompok II (kinesiotaping dan neurodevelopmental treatment). Intervensi dilakukan setiap sesi selama 60 menit, dua kali seminggu selama 12 minggu yang diukur dengan Level of Sitting Scale (LSS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat peningkatan skor hasil tes LSS pada kelompok I dengan nilai rerata pre test 1,86 ± 0,69 dan post test 4,00 ± 0,82, (2) terdapat peningkatan hasil tes LSS pada kelompok II dengan nilai rerata pre test 2,00 ± 0,82 dan post test 2,86 ± 1,07, (3) terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil tes LSS pada kelompok perlakuan I dengan p = 0,029 (p < 0,05) antara hasil tes LSS pada kelompok I dan kelompok II. Disimpulkan bahwa kombinasi perceptual motor program dan neurodevelopmental treatment lebih baik daripada kinesiotaping dan neurodevelopmental treatment dalam meningkatkan kemampuan duduk penderita cerebral palsy.

Kata kunci : perceptual motor program, kinesiotaping, kemampuan duduk, level of sitting scale (LSS), cerebral palsy children.

THE COMBINATION OF PERCEPTUAL MOTOR PROGRAM AND NEURODEVELOPMENTAL TREATMENT WAS BETTER THAN THE COMBINATION OF KINESIOTAPING AND

NEURODEVELOPMENTAL TREATMENT IN INCREASE SITTING ABILITY IN CEREBRAL PALSY PATIENTS

ABSTRACT

One of the deviation on brain growth was cerebral palsy (CP). The problem in cerebral palsy patient was inability to sitting. The aim of this study is to prove that additional

of perceptual motor program is better than kinesiotaping in neurodevelopmental treatment in improving ability sitting in cerebral palsy patients. The method of study was pre and post test design. Fourteen cerebral palsy children with quadriplegi type that unable to sit as the sample in this study. The samples divided into two group that was group I (perceptual motor program and neurodevelopmental treatment) and group II (kinesiotaping and neurodevelopmental treatment). The intervention was applied in 60’ per session, twice session per week for 12 weeks. The score of measurement was measured by Level of Sitting Scale (LSS). The result of research showed (1) improvement of the LSS score in the group I as pre test 1.86 ± 0.69 and post test 4.00 ± 0.82, (2) improvement of the LSS score in the group II as pre test 2.00 ± 0.82 and post test 2.86 ± 1.07, (3) there was significance difference of the LSS score between group I and II with p = 0.029 (p < 0,05). It was concluded that the combination of perceptual motor program and neurodevelopmental treatment was better than the combination of kinesiotaping and neurodevelopmental treatment in increase sitting ability in cerebral palsy patients.

Keyword : perceptual motor program, kinesiotaping, sitting ability, level of sitting scale (LSS), cerebral palsy children

PENDAHULUAN

Proses pertumbuhan dan perkembangan anak dimulai sejak dari dalam kandungan ibu dan berlanjut ketika anak lahir sampai usia 5 tahun yang dikenal sebagai periode emas (golden period). Pada periode ini, perkembangan otak sendiri berlangsung cepat hingga balita berusia 3 tahun. Nutrisi yang lengkap dan seimbang dibutuhkan anak untuk mencapai tahap perkembangan yang pesat. Faktor internal dan eksternal baik itu ketika anak masih berbentuk janin, saat proses kelahiran, maupun pada masa perkembangannya setelah lahir diakui sangat berpengaruh terhadap maturasi sel-sel di otak dan jika terjadi gangguan bisa menyebabkan terjadinya penyimpangan terutama pada pertumbuhan otak. Salah satu kondisi penyimpangan tersebut adalah cerebral palsy (CP).

Cerebral palsy terjadi akibat kerusakan pada area motorik otak yang mengganggu kemampuan otak untuk mengontrol pergerakan dan postur secara adekuat. 1 Cerebral palsy sering disertai dengan gangguan sensasi, kognisi, komunikasi, persepsi, perilaku atau

keduanya. Di Indonesia, YPAC Cabang Surakarta telah melakukan pendataan terhadap jumlah anak yang mengalami cerebral palsy. Pada tahun 2005, berjumlah 118 anak, tahun 2006 sampai dengan bulan Desember berjumlah 112 anak, sedangkan tahun 2007 sampai dengan bulan Desember berjumlah 198 anak, tahun 2008 sebanyak 307 anak, tahun 2009 berjumlah 313 anak, tahun 2010 berjumlah 330 anak, dan tahun 2011 berjumlah 343 anak.2

Kemampuan duduk merupakan salah satu postur yang harus dicapai oleh anak sebelum masuk ke tahapan perkembangan lainnya yang lebih tinggi. Anak dengan CP sering mengalami kegagalan dalam memberikan mekanisme balik ketika belajar duduk. Untuk mengkompensasi masalah tersebut, terjadi gerakan elevasi shoulder girdle sehingga kontrol dari shoulder girdle itu sendiri menjadi terhambat perkembangannya. Otot-otot trunk dan abdomen menjadi lemah dan inaktif sehingga terbentuklah postur kifosis akibat gangguan thoraco-lumbal.

Intervensi fisioterapi yang dapat digunakan pada kasus cerebral palsy meliputi neurodevelopmental treatment, perceptual motor program, neurosensomotor, kinesiotaping, serta

latihan penguatan dan keseimbangan. Neurodevelopmental Treatment adalah pendekatan holistik berkaitan dengan kualitas koordinasi, tidak hanya berhubungan dengan fungsi otot individu, tidak hanya masalah sensorik-motorik, tetapi juga penurunan persepsi kognitif, masalah emosional, sosial dan fungsional dalam keseharian hidup.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa NDT berpengaruh terhadap posture dan masalah gangguan gerak dengan mengaktivasi trunk.3 Selain masalah motorik yang sering terjadi pada anak CP, sensori juga mengalami gangguan, terutama pada sistem proprioseptif, yang berperan penting dalam mempertahankan postural anak sehingga anak dapat menyadari dan mengetahui posisi tubuhnya.

Proses duduk memberikan gerakan yang luas pada penggunaan tangan secara lebih aktif, kemampuan fungsional dan perawatan diri yang lebih baik, dan kesempatan untuk memiliki orientasi diri terhadap lingkungan untuk memperbaiki persepsi, perkembangan kognitif, dan interaksi sosial.4 Perbaikan persepsi yang mendukung kemampuan duduk salah satunya dengan memberikan teknik perceptual motor program. Teknik ini dapat membantu anak memberikan pemahaman dan pengalaman gerak terutama terhadap lingkungan sekitar. Selain itu, dapat melatih kemampuan postural ketika anak meraih mainan saat duduk. Intervensi ini mencakup aktivitas handling dan merangsang perhatian anak dan memodifikasi lingkungan. Penggunaan gerakan pasif tidak dilakukan pada intervensi.5

Kinesiotaping adalah intervensi lain yang dapat digunakan dan pernah diaplikasikan untuk mengatasi masalah fungsional yang terjadi pada cerebral palsy. Kinesiotaping yang ditempelkan pada area trunk dapat memperbaiki postur duduk. Eksitabilitas otot lebih baik pada otot dan sendi yang diberikan kinesiotaping. Kinesiotaping memberikan

stimulasi aferent kutaneus sehingga meningkatkan input eksteroreseptif.6 Kinesiotaping yang ditambahkan kepada pasien stroke yang diberikan metode MRP memberikan hasil yang signifikan pada pola jalan.7 Penelitian lebih lanjut untuk membuktikan bahwa kinesiotaping efektif untuk mendukung kemampuan fungsional.8

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa kedua intervensi ini yaitu perceptual motor program dan kinesiotaping dapat meningkatkan kemampuan duduk penderita cerebral palsy. Namun, belum terdapat penelitian yang membandingkan mana yang lebih baik diantara keduanya. Ditinjau dari uraian di atas, perceptual motor program memberikan pengalaman gerak dan merangsang minat anak untuk bergerak dengan adanya mainan sedangkan kinesiotaping memberikan stabilitasi pada otot-otot trunk. Dalam perkembangan kematangan otak, perceptual motor program lebih merangsang fungsi kognitif anak dan membangkitan eksplorasi anak untuk bergerak sehingga bisa lebih baik dalam meingkatkan kemampuan fungsional yang dalam hal ini adalah kemampuan duduk. Oleh karena itu, peneliti akan mengambil penelitian tentang penambahan perceptual motor program lebih baik daripada kinesiotaping pada neurodevelopmental treatment dalam meningkatkan kemampuan duduk penderita cerebral palsy.

METODE PENELITIAN

  • A.    Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan yang digunakan adalah pre dan post test group design, yaitu membandingkan perlakuan antara dua kelompok. Kelompok pertama yaitu kombinasi perceptual motor program dan neurodevelopmental treatment. Kelompok kedua yaitu

kinesioteaping dan neurodevelopmental treatment.

  • B.    Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Poli Fisioterapi Rumah Sakit Jiwa Daerah Sei Bangkong Pontianak dalam waktu 3 bulan yaitu dari bulan Desember 2016 – Maret 2017.

  • C.    Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah anak cerebral palsy yang mengalami keterlambatan dalam kemampuan duduk di Poli Fisioterapi Rumah Sakit Jiwa Daerah Sei Bangkong Pontianak.

  • D.    Teknik Pengambilan Sampel

Sampel penelitian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi berjumlah 14 orang dibagi dengan kelompok I berjumlah 7sampel dan kelompok II dengan metode pengambilan sampel purposive sampling

  • E.    Prosedur Penelitian

  • 1)     Tahap Persiapan dan Administrasi

  • 2)    Melakukan Pengukuran sebelum Intervensi 3) Melakukan intervensi 4) Pengukuran setelah intervensi

  • F.    Analisis Data

Statistik      deskriptif      dengan

menganalisa umur, level LSS yang datanya diambil saat pengukuran awal. Uji normalitas data dengan shapiro wilk test. Uji homogenitas data dengan levene test. Uji hipotesis 1 dan 2 menggunakan uji komparasi data pre dan post test untuk mengetahui     beda     peningkatan

kemampuan duduk anak cerebral palsy pada dua kelompok tersebut. Data berdistribusi normal menggnakan uji t-test related. Uji hipotesis 3 merupakan uji komparasi data sesudah perlakuan dari

kedua kelompok yang bertujuan mengetahui beda peningkatan kemampuan duduk anak cerebral palsy. Data berdistribusi normal menggunakan rumus statistik parametrik Independent t-test.

HASIL

  • A.    Deskripsi sampel

Kelompok I   Kelompok

Karakteristik

(n=7)           II

(n=7)

Rerata ± SB Rerata ± SB

Usia (tahun)      3,43 ± 0,79   3,00 ± 0,58

LSS (skor)       1,86 ± 0,69   2,00 ± 0,82

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sampel penelitian pada kelompok I, memiliki rerata usia 3,43 ± 0,79 tahun dan pada kelompok II memiliki rerata usia 3,00 ± 0,58. Hal ini memberikan gambaran bahwa sampel pada kedua kelompok mewakili usia terjadinya cerebral palsy. Nilai LSS, sampel penelitian pada kelompok I memiliki rerata 1,86 ± 0,69 dan pada kelompok II memiliki rerata 2,00 ± 0,82. Nilai ini menggambarkan besarnya support yang diterima anak dalam mencapai kemampuan duduk.

  • B.    Uji Normalitas dan Homogenitas

Tabel 5.2

Uji Normalitas dan Homogenitas Nilai Level of Sitting Scale sebelum dan sesudah perlakuan

Perlakuan

Uji Normalitas Shapiro Wilk Test

Uji Homogenitas Levene’s Test (p)

Kelompok I (p)

Kelompok

II (p)

Sebelum

0,099

0,144

Sesudah

0,144

0,294

0,730

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa hasil uji normalitas pada kelompok I dan kelompok II dengan menggunakan Shaphiro-wilk test pada semua variabel berdistribusi normal (p > 0,05). Hasil uji homogenitas pada data sebelum perlakuan dengan menggunakan Levene’s test menunjukkan bahwa data homogen (p > 0,05).

  • C.    Hasil Analisis Data

Tabel 5.3

Pengujian Hipotesis

Independent t-test

Dependent t- test

Kelompok   pre

post

Rerata ±

Rerata p±

(p)         (p)

SB

SB

Kelompok  1,86 ±

4,00 ±

I              0,69

0,82

0,001

Kelompok 2,00 ±

1,000  2,86 ±

0,029    0,017

II             0,82

1,07


Tabel 5.3 diketahui bahwa sebelum diberikan intervensi, nilai rerata pada kelompok I sebesar 1,86 dan SB sebesar 0,69, dan sesudah diberikan intervensi nilai rerata sebesar 4,00 dan SB sebesar 0,82. Berdasarkan perhitungan didapatkan nilai p = < 0,001 yang berarti nilai p < 0,05. Sehingga dapat disimpulkan ada peningkatan kemampuan duduk pada kelompok I setelah diberikan kombinasi perceptual motor program dan neurodevelopmental treatment.

Selanjutnya, dari Tabel di atas diketahui bahwa sebelum diberikan intervensi, nilai rerata pada kelompok II sebesar 2,00 dan SB sebesar 0,82, dan sesudah diberikan intervensi nilai rerata sebesar 2,86 dan SB sebesar 1,07. Berdasarkan perhitungan didapatkan nilai p= 0,017 yang berarti nilai p < 0,05. Sehingga dapat disimpulkan ada peningkatan kemampuan duduk pada kelompok II setelah diberikan kombinasi

kinesiotaping dan neurodevelopmental treatment.

Berdasarkan perhitungan di atas juga didapatkan nilai p= 0,029 yang berarti nilai p < 0,05. Dapat disimpulkan bahwa kombinasi perceptual motor program dan neurodevelopmental treatment lebih baik daripada kinesiotaping dan neurodevelopmental treatment dalam meningkatkan kemampuan duduk cerebral palsy.

PEMBAHASAN

Berdasarkan deskripsi usia di atas, presentase untuk cerebral palsy pada anak usia 24-59 bulan yang memiliki kelainan / cacat di Indonesia sebesar 0,09 %. Dari deskripsi nilai GMFM dan level LSS yang dipaparkan di atas tampak bahwa nilai kemampuan motorik dan level kemampuan duduk menjadi penilaian dalam proses penelitian.

Kombinasi Perceptual Motor Program dan Neurodevelopmental Treatment dapat meningkatkan kemampuan duduk cerebral palsy

Anak menerima informasi spesifik pada sensori proprioseptif, taktil, visual, dan auditori. Ketika anak melakukan gerakan, anak mulai belajar untuk mengontrol berat tubuhnya sehingga bisa membangkitkan kontrol postural pada anak. Perseptual motor menggabungkan antara kemampuan persepsi dan aksi gerak yang dilakukan anak.

Perseptual motor memberikan stabilitas pada anggota gerak atas, dimana hal ini menjadi bagian dari komponen kemampuan duduk. Perseptual motor program dapat meningkatkan kemampuan duduk dengan menitikberatkan pada fokus perhatian anak pada gerak terhadap lingkungannya. 9

Kombinasi Kinesiotaping dan Neurodevelopmental Treatment dapat meningkatkan kemampuan duduk cerebral palsy

Pada pengujian hipotesis II menggunakan t-test related pada kelompok II dengan jumlah sampel sebanyak 7 orang. Diperoleh peningkatan pada kemampuan duduk yang diukur dengan level of sitting scale (LSS) dari 2,00 dengan standar deviasi 0,82, menjadi 2,86 dengan standar deviasi 1,07 nilai p-value 0,017 dimana karena nilai p < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Kinesiotaping dapat meningkatkan kemampuan duduk cerebral palsy.

Hal ini dapat terjadi karena : kinesiotaping dapat menurunkan spastisitas otot dengan meningkatnya input sensori yang akan menstimulasi supra spinal sehingga meningkatkan kinestetik dan rasa sendi. Pemberian kinesiotaping dapat meningkatkan stabilisasi trunk dan ini merupakan bagian dari komponen duduk.10

Kombinasi Perceptual Motor Program dan Neurodevelopmental Treatment lebih baik daripada kombinasi Kinesiotaping dan Neurodevelopmental Treatment dalam meningkatkan kemampuan duduk cerebral palsy

Perceptual Motor program memiliki keempat unsur yang mendukung peningkatan kemampuan duduk yaitu : body awareness, spatial awareness, directional awareness, dan temporal awareness. Adaptasi dan pemilihan strategi yang sesuai dengan lingkungan (kontak sentuhan) akan didukung oleh persepsi / aksi akan menambah pemahaman pada kontrol postural.11

Kinesiotaping mampu memberikan input sensori kepada sistem eksteroreseptor untuk dikirimkan ke sistem saraf pusat kemudian diteruskan ke otot sebagai perintah untuk melakukan

gerakan. Kinesiotaping yang ditempelkan pada area trunk dapat memberikan stabilisasi langsung pada otot-otot paraspinal sehingga dapat membantu meningkatkan kemampuan duduk. Berdasarkan dari beberapa penelitian yang dilakukan dengan menggabungkan 2 jenis latihan waktu yang diperlukan rata-rata 12 minggu.

Berdasarkan penjabaran mekanisme di atas, dapat disimpulkan bahwa Kombinasi Perceptual Motor Program dan Neurodevelopmental Treatment lebih baik daripada kombinasi Kinesiotaping dan Neurodevelopmental Treatment dalam meningkatkan kemampuan duduk cerebral palsy.

KESIMPULAN

  • 1.    Kombinasi perceptual motor program dan neurodevelopmental treatment dapat meningkatkan kemampuan duduk anak cerebral palsy.

  • 2.    Kombinasi    kinesiotaping    dan

neurodevelopmental treatment dapat meningkatkan kemampuan duduk anak cerebral palsy.

  • 3.    Kombinasi perceptual motor program dan neurodevelopmental treatment lebih baik daripada kinesiotaping dan neurodevelopmental treatment dalam meningkatkan kemampuan duduk anak cerebral palsy.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Suharso. 2006. Cerebral Palsy. Surakarta : YPAT Press.

  • 2.    Marcia, Serepy. 2000. Aging baby Boomers Report Ominous Level of Disability. Washington, DC. The Back Letter.

  • 3.    Veliccovic,D.T., Perat, V.M. 2005.

Basic         Principles         of

Neurodevelopmental      Treatment

Osnove Neurorazvojnog Tretmana. Medicina, 42 (41) Hal 112-120.

  • 4.    Arndt SW, Chandler LS, Sweeney JK, Sharkey MA, McElroy JJ. 2008. Effects of a neurodevelopmental treatment-based trunk protocol for infants with posture and movement dysfunction. Pediatr Phys Ther; 20(1):           11-22.           doi:

10.1097/PEP.0b013e31815e8595.

  • 5.    Ryalls, B.O., Harbourne, R., Kelly-Vance, L., Wickstrom, J., Stergiou,N., and Kyvelidou, N. 2016. A Perceptual Motor Intervention Improves Play Behavior in Children with Moderate to Severe Cerebral Palsy. Frontiers in Psychology. 7:643.

  • 6.    Kase, et al., 2003. Clinical Therapeutic Application of the Taping method 2nd edition. Jepang

  • 7.    Irawan, Dimas Sondang. 2014. Metode Konvensional, Kinesiotaping, dan Motor Relearning Programme Berbeda     Efektivitas     dalam

Meningkatkan Pola Jalan Pasien Post Stroke di Klinik Ontoseno Malang. Sport and Fitness Journal. Volume 2, No.1 : 72 – 133.

  • 8.    Camerota, Filippo., Galli, Manuela., Cimolin,      Veronica.      2014.

Neuromuscular Taping for the Upper Limb in Cerebral Palsy : A Case Study in a Patient with Hemiplegia. Journal Developmental Neurorehabilitation. Volume 17- Issue 6.

  • 9.    Surkar, Swati M, et al., 2015. Sitting Postural Control Affects the Development of Focused Attention in Children With Cerebral Palsy. Pediatric Physical Therapy. Volume 27.Issue 1.p 16-22.

  • 10.    Lakomy, Agata Anna. et al., 2015. The Impact of Hippotherapy Integrated with Kinesiology Taping on the Quality of Trunk Stabilisation in Children with Spastic Form of Infantile Cerebral Palsy. International Journal of Rehabilitation. 2:1.

  • 11.    Whitall, J., Getchell, N., McMenamin, S., Horn, C. 2006. Perception-action coupling in children with and without DCD: Frequency locking between

task-relevant auditory signals and motor responses in a dual-motor task. Volume 32, Issue 6. Pages 679-692. Child : Health, Care, and Development Jou

38