Sport and Fitness Journal

Volume 6, No.2, Mei 2018: 11-22

ISSN: 2302-688X

KOMBINASI ULTRASOUND DAN DRY NEEDLING LEBIH MENURUNKAN DISABILITAS LEHER DARI PADA KOMBINASI ULTRASOUND DAN HOLD RELAX PADA MYOFASCIAL PAIN SYNDROM OTOT UPPER TRAPEZIUS

Oleh :

Iman Santoso1, Bagus Komang Satriyasa2, Muthiah Munawaroh3, I Nengah Sandi4, Made Muliarta5, Wahyuddin6

1 Program Magister Fisiologi Olahraga Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2, 4, 5 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 3, 6 Fakultas Fisioterapi Universitas Esa Unggul

ABSTRAK

Pendahuluan :Myofascial pain syndrom (MPS) otot upper trapezius adalah kumpulan gejala yang ditandai dengan adanya triger point di otot upper trapezius. MPS dapat menyebabkan disabilitas dan kerugian ekonomi serta sering terjadi kesalahan diagnosa. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan kombinasi ultrasound dan dry needling lebih menurunkan disabilitas leher dari pada kombinasi ultrasound dan hold relax. Metode :Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan rancangan penelitian pre-test and post-test control group design. Jumlah sampel Kelompok perlakuan sebanyak 17 orang diberikan intervensi kombinasi ultrasound dan dry needling sebanyak tiga kali intervensi, sedangkan pada Kelompok kontrol sebanyak 17 orang diberikan intervensi kombinasi ultrasound dan hold relax sebanyak tiga kali. Hasil intervensi dievaluasi menggunakan neck disability index (NDI). Uji hipotesis I menggunakan wilcoxon signed ranked test, uji hipotesis II menggunakan t-test related, uji hipotesis III menggunakan t-test independent. Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) terdapat penurunan NDI pada kelompok perlakuan, nilai rerata pre test 42,04 + 7,33 % dan post test 10,18 + 3,78% dengan nilai p=0,000 (p<0,05). (2) terdapat penurunan NDI pada kelompok kontrol, nilai rerata pre test 45,29 + 6,03% dan post test 22,24 + 5,42 dengan nilai p=0,000 (p<0,05). (3) terdapat perbedaan yang signifikan penurunan NDI antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan membandingkan post test antar Kelompok, dengan nilai p=0,000(p<0,05). Kesimpulan : Disimpulkan bahwa intervensi kombinasi ultrasound dan dry needling serta intervensi kombinasi ultrasound dan hold relax dapat menurunkan NDI. Terdapat perbedaan yang signifikan pada penururan NDI antara dua perlakuan. Intervensi kombinasi ultrasound dan dry needling lebih menurunkan NDI dibandingkan intervensi kombinasi ultrasound dan hold relax pada myofascial pain syndrom otot upper trapezius.

Kata kunci : myofascial pain syndrom, ultrasound, dry needling, hold relax,neck disability index (NDI)

COMBINATION OF ULTRASOUND AND DRY NEEDLING WAS BETTER THAN COMBINATION OF ULTRASOUND AND HOLD RELAX TO DECREASE NECK DISABILITY INDEX IN UPPER TRAPEZIUS MYOFASCIAL PAIN SYNDROM

ABSTRACT

Introduction : Upper trapezius myofascial pain syndrom (MPS) is characterized by presence of trigger points in upper trapezius muscle. MPS can cause disability and also has negative economic effect. Purpose : The reserach’s goal is to improve that combination of ultrasound and dry needling was better than combination of ultrasound and hold relax to decrease neck disability index. Methods : This research used experimental methods to study with pre-test and post-test control group design. Number of samples of the experimental group was 17 subjects given three times treatment of combination of ultrasound and dry needling, while in the control group were 17 subjects given three time treatment of combination of ultrasound and hold relax. NDI was used as out come measure. Shaphiro-wilk test was used to test the normality and levene’s test was used to test the homogenity. wilcoxon signed ranked test was used for hipothesis I, t-test related was used for hipothesis II and t-test independent wa used for hipothesis III.

Results : The research showed that: (1) There was significant decrease of NDI in the experimental group . values of mean for pre test were 42,04 + 7,33 % and post test were 10,18 + 3,78 %. with p value = 0.000 (p <0.05) (2) there was significant decrease of NDI in the control group. values of mean for pre test were 45,29 + 6,03 % and post test were 22,24 + 5,42 %, with p value = 0.000 (p <0.05) (3) There were significant differences between experimental group and control group comparing with the differences of post test values between the group. The mean of post test values in experimental group showed 10,18 + 3,78 % meanwhile 22,24 + 5,42% in control group, with p value = 0.000 (p <0.05). Conclution : It was concluded that combination of ultrasound and dry needling and combination of ultrasound and hold relax can decrease the neck disability index. Combination of ultrasound and dry needling was better than combination of ultrasound and hold relax to decrease neck disability index in subject with upper trapezius myofascial pain syndrom.

Key words : myofascial pain syndrom, ultrasound, dry needling, hold relax, neck disability index (NDI)

PENDAHULUAN

Nyeri leher adalah istilah umum untuk menggambarkan keluhan di area servikal, masyarakat umum biasanya menggambarkan dengan kata pegal-pegal, terasa berat, tidak nyaman, kaku, bahkan disertai sakit kepala dan menjalar ke lengan. Jika ditanyakan secara acak kemungkinan hampir 100% orang pernah mengeluh nyeri pada leher baik ringan ataupun berat.

Para pekerja dengan aktivitas duduk lama juga sangat berIsiko terhadap nyeri leher. Trauma, umur, posture yang buruk, metabolisme dan makanan dan kurangnya gerak dan juga olah raga menjadi faktor internal terjadinya nyeri leher, adapun kondisi ergonomi yang buruk menjadi faktor eksternal yang dapat meningkatkan keluhan nyeri leher dan juga meningkatkan disabilitas leher.

Diperkirakan 22% sampai 70 % dari populasi akan mengalami nyeri leher dalam satu waktu sepanjang hidup. Insidensi nyeri leher makin meningkat, pada waktu tertentu, 10% sampai 20% dari populasi mengalami nyeri leher dan 54 % nya mengalami dalam waktu enam bulan.1 Prevalensi nyeri leher meningkat sesuai dengan usia dan lebih sering terjadi pada wanita usia 50 tahunan.2

Postur yang buruk menyebabkan nyeri yang membuat orang menghindari untuk mengerakkan leher sehingga terjadi proses imobilisasi. Imobilisasi menyebabkan keterbatasan gerak leher. Imobilisasi dapat terjadi pada posisi memendek ataupun memanjang. Otot-otot sekitar leher adalah otot-otot postural yang jika terjadi immobilisasi mudah terjadi ketegangan atau tighness yang merupakan awal dari terjadinya myofascial pain syndrom.

Hal di atas didukung oleh studi di Thailand yang menemukan bahwa sindroma miofasial adalah diagnosis utama pada 36% dari 431 pasien dengan keluhan nyeri yang timbul dalam waktu kurang dari seminggu.3

Myofascial pain syndrom adalah kumpulan gejala disebabkan adanya satu

atau beberapa trigger points. Diantara gejalanyaa adalah nyeri otot kronis, spasme , tenderness, stiffness, dan keterbatasan gerak, kelemahan otot dan sering pula timbul disfungsi autonomik serta nyeri menjalar. Pasien datang dengan keluhan nyeri yang menjalar apabila dilakukan penekanan pada trigger point, juga ditemukan taut band. yaitu.4

Intervensi standar penatalaksanaan untuk myofascial pain syndrom otot upper trapezius adalah ; latihan aktif dan pasif, ultrasound, transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS), traksi, edukasi pasien dan obat-obatan anti inflamasi nonsteroid, tetapi pada penelitian efektifitasnya masih kurang

Pada penelitian ini dilakukan kombinasi ultrasound dan dry needling pada Kelompok perlakuan dan kombinasi ultrasound dan hold relax pada Kelompok kontrol.

Terapi ultrasound adalah intervensi yang menggunakan gelombang suara dengan frekwensi lebih dari 30 KHz, frekwensi yang umum digunakan antara 0,7 MHz dan tiga MHz. Ultrasound terbagi menjadi 2 bagian yaitu termal ultrasound dan non termal ultrasound

Dry needling adalah intervensi fisioterapi dengan menggunakan jarum filiform yang tipis untuk kasus nyeri neuromuskuloskeletal dan juga gangguan gerak. Dry needling pada otot upper trapezius dilakukan pada pasien posisi tengkurap dengan bahu abduksi 90 derajat. Arah tusukan ke arah kepala 45 derajat.

Hold relax adalah salah satu teknik PNF untuk mengurangi nyeri. Prinsip intervensi hold relax adalah gerakan isometrik dengan tekanan submaksimal. Pada penelitian ini tekanan yang diberikan adalah 20 atau 40 mmHg dengan alat ukur sphygmomanometer analog. Pemilihan beban dilakukan setelah studi pendahuluan.

Rumusan masalah sebagai berikut : 1) Apakah kombinasi ultrasound dan dry needling dapat menurunkan disabilitas leher pada myofascial pain syndrom upper

trapezius?, 2) Apakah kombinasi ultrasound dan hold relax dapat menurunkan disabilitas leher pada myofascial pain syndrom upper trapezius?, 3) Apakah kombinasi ultrasound dan dry needling lebih menurunkan disabilitas leher dari pada kombinasi ultrasound dan hold relax dengan pada myofascial pain syndrom otot upper trapezius ?

Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan : 1) Kombinasi ultrasound dan dry needling dapat menurunkan disabilitas leher pada myofascial pain syndrom otot upper trapezius, 2) Kombinasi ultrasound dan hold relax dapat menurunkan disabilitas leher pada myofascial pain syndrom otot upper trapezius, 3) Kombinasi ultrasound dan dry needling lebih menurunkan disabilitas leher dari pada kombinasi ultrasound dan hold relax dengan pada myofascial pain syndrom otot upper trapezius.

Manfaat Akademis penelitian ini diharapkan berkontribusi positif bagi pengembangan IPTEK tentang konsep penanganan disabilitas leher secara konservatif khususnya menggunakan kombinasi ultrasound dan dry needling serta kombinasi ultrasound dan hold relax pada myofascial pain syndrom otot upper trapezius.

Manfaat Praktis penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi fisioterapis pada intervensi pasien nyeri leher terutama untuk menurunkan disabilitas leher akibat pada myofascial pain syndrom upper trapezius

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimenal dengan pre test – post test control group design dengan jumlah total sampel 34 orang. Kelompok perlakukan mendapatkan intervensi kombinasi ultrasound dan dry needling dan kombinasi ultrasound dan hold relax pada Kelompok kontrol. Dengan neck disability index sebagai outcome measure

  • B.    Tempat dan Waktu Penelitian

penelitian dilaksankan di praktek mandiri, selama 12 pekan mulai Desember 2016 sampai Februari 2017.

  • C.    Populasi dan Sampel

Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah pasien-pasien myofascial pain syndrom upper trapezius yang datang ke praktek mandiri yang bersedia mengikuti program penelitian, yaitu mendapat perlakuan sebanyak tiga kali dalam sepekan.

Sampel diambil dari populasi terjangkau, total sampel sebanyak 34 orang.

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian tediri dari prosedur pendahuluan, prosedur pelaksanaan.

  • 1)    Prosedur Pendahuluan :

  • (a) Peneliti membuat inform consent yang harus ditandatangani subjek, dengan satu orang saksi. (b) Peneliti menerangkan kepada subyek yang diteliti mengenai manfaat, tujuan, proses dan pentingnya dilakukan penelitian ini.

  • 2)    Prosedur Pelaksanaan :

  • (a) Studi     pendahuluan,     (b)

Pengukuran disabilitas leher sebelum intervensi,         (c)intervensi (d)

Pengukuran disabilitas leher sesudah intervensi

E. Analisis Data

Statistik deskriptif menggambarkan karakteristik subjek yaitu ; jenis kelamin, umur, pendidikan, lokasi trigger point, gaya hidup dan kondisi pekerjaan.

Uji normalitas menggunakan Shapiro-wilk test, uji Homogenitas menggunakan levene’s test, uji statistik hipotesis I menggunakan uji non parametrik ( wilcoxon signed range), sedangkan uji hipotesis II dan III menggunakan uji parametrik yaitu t-test related dan t-test independent.

HASIL PENELITIAN

  • A.    Gambaran Partisipasi subjek

Terdapat 41 orang yang bersedia menjadi subjek penelitian, ditemukan tiga subjek yang masuk kriteria eksklusi. Terdapat 38 subjek yang menandatangani informed consent. Empat orang subjek sebagai sebagai subjek studi pendahuluan. Tiga puluh empat subjek mengikuti penelitian sampai selesai, tidak terdapat subjek yang drop off. Gambaran partisipasi sebjek digambarkan pada

Gambar 1

Gambaran Partissipasi Subjek

Dari bagan di atas digambarkan terdapat 41 orang yang bersedia menjadi subjek penelitian dan mengikuti asesmen awal. Terdapat tiga subjek yang masuk kreteria eksklusi, empat subjek mengikuti studi pendahuluan dan 34 subjek mengikuti penelitian sampai selesai. Tidak ada subjek yang drop off.

  • B.    Hasil Studi pendahuluan

Pada Penelitian ini dilakukan studi pendahuluan untuk menentukan besar tahanan yang diberikan saat intervensi hold relax, Kelompok I diberikan tahanan 20 mmHg, sedangkan Kelompok II diberikan tahanan 40 mmHg dengan hasil sebagai berikut :

Tabel 1

Hasil Studi Pendahuluan

Kelompok

Neck Disability Index(%)

Pre test

Post test

selisih

I

44

18

26

II

45

21

24

Dari Tabel 1 didapat hasil bahwa tahanan 20 mmHg lebih menurunkan disabiltas leher, maka penelitian ini dilakukan tahanan 20 mmHg pada intervensi hold relax.

  • C.    Gambaran Karakteristik Subjek

Karakteristik subjek penelitian di gambarkan pada Tabel 2 berikut ini :

Tabel 2

Gambaran Karakteristik Subjek

Variabel

Kelompok I

Kelompok II

n

%

n

%

Jenis kelamin

Laki-laki

15

88

14

82

Perempuan

2

12

3

18

Usia (tahun)

<20

0

0

0

0

21-30

3

18

3

18

31-40

3

18

3

18

>40

11

65

11

65

Pendidikan

Rendah

0

0

0

0

Sedang

7

41

8

47

Tinggi

10

59

9

53

Lokasi trigger point

Kanan

12

71

12

71

Kiri

3

18

2

12

Bilateral

2

12

3

18

Gaya hidup

Merokok

2

12

2

12

Kekurangan tidur

5

29

9

53

Kekurangan zat besi

2

15

2

12

Kondisi pekerjaan

Bekerja dengan

11

65

10

59

komputer

Bekerja di suhu

0

0

0

0

dingin dingin

Prolonged posture

9

53

9

53

Tabel 2 menunjukkan jumlah dan persentase subjek berdasarkan karakteristik subjek . Jenis kelamin pada Kelompok I terdiri dari subjek laki-laki sebanyak 15 orang (88%) dan subjek perempuan sebanyak dua orang (12%). Sedangkan pada Kelompok II terdiri dari subjek laki-laki sebanyak 14 orang (82%) dan subjek perempuan sebanyak tiga orang (18%). Sedangkan pada karakteristik berdasarkan usia, tidak terdapat subjek yang berumur di bawah 20 tahun baik pada Kelompok I dan II. Secara prosentase umur terdapat kesamaan anatara Kelompok I dan II yaitu terdapat tiga orang subjek (18%) yang berusia 20-30 tahun, tiga orang subjek (18%) yang berusia 31-40 tahun dan 11 orang yang berusia di atas 40 tahun (65%). Sedangkan rerata dan simpangan baku dapat dilihat pada tabel 4 dengan gambaran sebagai berikut ; nilai rerata 43,4 tahun dengan nilai simpangan baku 10,65 untuk Kelompok I dan rerata 42,5 tahun dengan nilai simpangan baku 10,75 untuk Kelompok II. Data ini menunjukkan bahwa rerata subjek kedua Kelompok tergolong dalam kategori usia dewasa.

Tabel 3

Gambaran Karakteristik Subjek Berdasarkan Usia

Kelompok

n

Rerata

SB

I

17

43,4

10,65

II

17

42,5

10,75

berpendidikan sedang sebanyak tujuh orang (41%) dan yang berpendidikan tinggi sebanyak 10 orang (59%). Sedangkan pada Kelompok dua digambarkan sebagai berikut ; delapan orang berpendidikan sedang (47%) dan sembilan orang berpendidikan tinggi (53%).

Berdasarkan letak trigger point, pada Kelompok I diperoleh data 12 orang (71%) trigger point di sebelah kanan, tiga orang (18%) disebelah kiri dan dua orang (12%) pada kedua sisi (bilateral). Pada sampel Kelompok II terdapat 12 orang (71%) yang memiliki trigger point di sebelah kanan, dua oarang (12%) di sebelah kiri dan tiga orang (18%) di kedua sisi (bilateral).

Berdasarkan gaya hidup pada Kelompok I dan II terdapat masing-masing dua orang (12%) yang merokok, terdapat lima orang(29%) yang menyatakan kurang tidur pada Kelompok I, sedangkan pada Kelompok II terdapat sembilan orang (53%). Terdapat masing-masig dua orang (12%) yang menyatakan memiliki gangguan nutrisi pada tiap Kelompok.

Gambaran kondisi pekerjaan pada Kelompok I terdapat 11 orang (65%) yang bekerja menggunakan komputer, sedangkan pada Kelompok II terdapat sepuluh orang (59%). Tidak terdapat sampel yang bekerja di suhu dingin pada seluruh sampel. Terdapat masing-masing sembilan orang (53%) yang mengalami prolonged posture pada semua Kelompok.

  • D.    Hasil Kuesioner Neck Disability

Index

Pengukuran dengan NDI didapat hasil sebagai berikut :

Berdasarkan tingkat pendidikan, tidak terdapat sampel yang mempunyai pendidikan rendah atau disimpulkan semua sampel berpendidikan minimal menengah atas dengan rincian sebagai berikut ; pada Kelompok I yang


Tabel 4

Hasil Uji Neck Disability Index pada Kelompok I dan II

Kelompok

Pre Test

Post Test

Rerata Selisih raw score

Rerata Raw score

Rerata +SB (%)

Rerata Raw score

Rerata + SB (%)

I

41,53

42,04

5

10,18

15,75

+

+

II

45,06

45,29

11,06

22,24

11,47

+6,03

+

5,42

Tabel 4 menunjukkan nilai disabilitas leher pada Kelompok I dan II sebelum intervensi dan sesudah intervensi, baik rereta, simpangan baku dan level disabilitas. Nilai NDI Kelompok I sebelum diberikan intervensi memiliki rerata + SB sebesar 42,04 + 7,33 % atau level disabiltas sedang. Pada Kelompok II memiliki rerata + SB sebesar 45,29 + 6,03% atau level disabilitas sedang. Setelah intervensi sebanyak tiga kali, Kelompok I mempunyai rerata + SB sebesar 10,18  +  3,77% atau level

disabiltas ringan dan Kelompok II mempunyai rerata + SB sebesar 22 + 5,42% atau level disabilitas ringan. Pada hasil rerata raw score didapat semua Kelompok di atas 10 poin, maka The minimum      clinically      important

difference/change (MCID/MCIC) pada penelitian ini tercapai, kecuali pada sampel nomor 12 pada Kelompok II yang hanya mencapai sembilan poin.

  • E.    Uji Persyaratan Analisis

Tabel 5

Uji Normalitas dan Homogenitas Data NDI Sebelum dan Sesudah Intervensi pada Kelompok I dan II

Variabel

Uji Normalitas

Uji homogenitas

Kelompok I

Kelompok II

NDI Sebelum

0,025

0,054

0,260

NDI Sesudah

0,287

0,324

0,890

Uji normalitas pada tabel 5 dengan menggunakan Shapiro-Wilk test pada variabel pre test menunjukkan Kelompok I

tidak berdistribusi normal (p < 0,05).

Maka untuk uji statistik hipotesis I menggunakan uji non parametrik, sedangkan pada variabel Kelompok II menunjukkan berdistribusi normal (p > 0,05),maka pada hipotesis II menggunakan uji parametrik.

Uji      homogenitas      dengan

menggunakan Levene’s test menunjukkan data bersifat homogen (p > 0,05).

  • F.    Uji Hipotesis

Hasil uji hipotesis didapat sebagai berikut :

Tabel 6

Hasil Uji Beda NDI antara Sebelum dan Sesudah Perlakuan dan antar Kelompok

Rerata

Hipotesis    Kelompok I       +      p value

SB(%)

Pre test

42,04 +

I

Kelompok I Post test

7,33

10,18 +

0,000a

Kelompok I Pre test

3,77

45,29 +

II

Kelompok II Post test

6,03

22,24 +

0,000b

Kelompok II Post Test

5,42

10,18 +

III

Kelompok I Post Test

3,7

22,24 +

0,000c

Kelompok II

5,42

Keterangan :

a : uji hipotesis I dengan wilcoxon signed range b : uji hipotesis II dengan t-test related c : uji hipotesis III dengan t-test independent

Dari tabel 6 diketahui uji hipotesis I didapatkan nilai p = 0,000 yang berarti nilai p <  0,05.     Sehingga dapat

disimpulkan ada penurunan disabilitas leher secara signifikan pada Kelompok I setelah diberikan kombinasi ultrasound dan dry needling. Uji hipotesis II didapatkan nilai p = 0,000 yang berarti nilai p <  0,05.     Sehingga dapat

disimpulkan ada penurunan disabilitas leher secara signifikan pada Kelompok II setelah diberikan kombinasi ultrasound dan hold relax. Uji hipotesis III membandingkan post test antar Kelompok didapatkan nilai p = 0,000 yang berarti nilai p < 0,05. Sehingga disimpulkan dengan uji antar post test dua Kelompok didapat hasil bahwa kombinasi ultrasound

dan dry neeling lebih menurunkan disabilitas leher dari pada kombinasi ultrasound dan hold relax pada kasus myofascial pain syndrom otot upper trapezius.

PEMBAHASAN

  • A.    Kombinasi  Ultrasound dan Dry

Needling     Dapat Menurunkan

Disabilitas Leher pada Myofascial Pain Syndrom Otot Upper Trapezius

Pada penelitian    didapat bahwa

ultrasound dan dry needling dapat menurunkan disabilitas leher pada myofascial pain syndrom. Peran ultrasound dan dry needling dalam menurunkan disabilitas dapat dijelaskan sebagai berikut :

Efek termal dari ultrasound meliputi peningkatan suhu jaringan, meningkatkan aliran darah   lokal5,   meningkatkan

kelenturan jaringan dan mengurangi viskositas elemen cairan dalam jaringan.6 Efek lebih lanjutnya, ultrasound mempercepat metabolisme jaringan dengan cara meningkatkan permeabilitas sel dan transport ion.7 Pada kasus myofascial pain syndrom, gangguan vaskularisasi dan kurangnya suplai oksigen menjadi masalah utama yang dapat menyebabkan nyeri dan disabilitas. Dengan efek termal dari intervensi ultrasound     akan     meningkatkan

vasodilatasi pembuluh darah sehingga aliran darah membaik dan iskemia berkurang. Dengan terjadinya peningkatan aliran darah, maka suplai oksigen di jaringan meningkat.

Maka dengan efek-efek di atas sangatlah wajar jika ultrasound merupakan intervensi elektroterapi pilihan untuk masalah nyeri, spasme otot dan juga kontraktur sendi.8 Penelitian dengan menggunakan plasebo membuktikan bahwa ultrasound      efektif untuk

menangani cervical myofascial pain syndrom.9

Peran ultrasound dalam mengurangi nyeri, spasme otot dan meningkatkan

lingkup gerak sendi berpengaruh positif dalam menurunkan NDI.

Pada saat dilakukan penusukan pada trigger point akan menimbulkan local twitch respon (LTR). LTR ini dihipotesakan sebagai suatu kontraksi involunter yang terjadi akibat perbaikan kelistrikan dalam otot, dan hal ini dikuatkan dengan perubahan gambaran EMG sebelum dan sesudah dry needling. Efek lain selain timbulnya LTR adalah peningkatan suplai darah lokal di jaringan target, peningkatan darah ini dapat dapat dilihat secara langsung berupa kemerahan pada area sekitar penusukan.  Secara

fisiologis peran dry needling dalam menurunkan disabilitas leher  adalah

disebabkan peran-peran berikut : a. peran endocannabinoid

Dry needling dapat menstimulasi opioid endogen seperti dynorphin, enkhapalin dan endorphin dari sel imun seperti neutrophil, eosinophil,     basophil,     lymphocyte,

monocyte dan macrophag yang selanjutnya akan merangsang reseptor opioid yang dinyatkan di ujung saraf perifer.10 Pelepasan opioid endogen secara signifikan akan mengurangi nyeri dan menurunkan disabilitas akibat myofascial pain syndrom. 11

  • c. Peran sistem saraf simpatis

Dry needling juga mengaktivasi sistem saraf simpatis yang sepertinya menambah peran sistem endocannabinoid dalam mengurangi nyeri dan inflamasi. Selain juga mengatur intracelluler adhesion molecule-1 (ICAM-1) sistem saraf simpatis juga melepaskan norepinephrine d. Peran Koreksi Keasaman

Kondisi pH yang rendah menyebabkan kondisi otot lebih asam/asidosis dan hal ini berhubungan dengan menurunnya sensisitivitas ambang rangsang nyeri. Hubungan ini didukung oleh studi mikrodialisis, di mana ditemukan kondisi asidosis pada otot yang terdapat myofascial trigger points.12

kondisi dalam otot yang asam dapat diobservasi saat iskemia, hipoksia dan juga setelah latihan. Pelepasan proton akibat

stres fisik ataupun otot yang cidera akan mengaktivasi acid sensing ion chanel (ASICs) dan nosiseptor vanilloid yang menjadi sinyal hiperlagesia. Kondisi ini akan menyebabkan vasokontriksi kapiler dan peningkatan kebutuhan metabolisme dari otot yang memendek akibat adanya trigger point, iskemia, dan hipoksia yang dapat terjadi di area sekitar trigger point. Hal ini dapat menyebabkan sensitiasi nosiseptor perifer maupun sentral . Penusukan jarum pada trigger point akan meningkatkan suplai darah lokal dan akan mengkoreksi pH di otot sehingga secara langsung akan terjadi perubahan millieu interior otot yang sebelumnya asidosis sehingga tidak terjadi aktivasi acid sensing ion chanel (ASICs) dan nosiseptor vanilloid yang menjadi sinyal hiperlagesia.

Dengan adanya peningkatan aliran darah akibat dry needling maka hal ini mendukung teori bahwa peningkatan aliran darah adalah faktor penting untuk pengurangan nyeri yang dapat menyebabkan disabilitas.13 Perbaikan jaringan, pengurangan nyeri dapat meningkatkan fungsi gerak sehingga berpengaruh positif untuk menurunkan disabilitas leher.

  • B.    Kombinasi Ultrasound dan Hold Relax Dapat Menurunkan Disabilitas Leher pada Myofascial Pain Syndrom Otot Upper Trapezius

Pada penelitian     didapat bahwa

ultrasound dan hold relax dapat menurunkan disabilitas leher pada myofascial pain syndrom. Peran ultrasound dan hold relax dalam menurunkan disabilitas dapat dijelaskan sebagai berikut :

  • (a)    Efek ultrasound terhadap penurunan disabilitas sudah diterangkan pada sub bab di atas. Selain hal yang diterangkan di atas, intervensi ultrasound akan meningkatkan suhu, kelenturan otot dan meningkatkan aliran darah lokal, sehingga lebih siap untuk dilakukan latihan seperti pada penelitian ini yaitu hold relax.

  • (b)    Peran hold relax dalam menurunkan disabilitas sangatlah rasional. Dalam hal ini mendukung rasionalisasi peran terapi latihan secara umum dalam menurunkan disabiltas. Pada kasus myofascial pain syndrom otot upper trapezius di mana terjadi hipoksia dan iskemia pada otot yang terkena maka intervensi berupa kontraksi isometrik dan juga efek pumping mechanisme akan membantu terjadinya peningkatan suplai darah ke jaringan sehingga akan mengurangi terjadinya iskemia dan hipoksia. Kondisi iskemia dan hipoksia dapat menyebabkan nyeri seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya tentang mekanisme nyeri yang berhubungan dengan pH di dalam otot. Intervensi hold relax dapat mengurangi iskemia dan hipoksia yang menyebabkan nyeri. Jika nyeri berkurang maka disabilitaspun menurun. Penelitian tentang efektifitas PNF dalam menurunkan nyeri dan meningkatkan aktifitas fungsional pasien dan terbukti intervensi tersebut dapat mengurangi nyeri dan meningkatkan aktifitas fungsional pasien.14

  • (c)    Pada awalnya PNF diesain oleh Dr.Kabat dan Margarett Knott sebagai intervensi yang bertujuan untuk peningkatan kekuatan dan fleksibilitas. Dengan memberikan tahanan selama enam detik pada intervensi hold relax telah diteliti dapat meningkatkan lingkup gerak sendi aktif pada gerak fleksi hip.15 Penelitian lain juga membuktikan bahwa latihan gerak isometrik sebagai prinsip kerja intervensi hold relax dapat meningkatkan lingkup gerak sendi bahu.16 Dari paparan ini dapat disimpulkan bahwa salah satu peran hold relax dalam menurunkan disabilitas adalah dengan cara peningkatan lingkup gerak sendi merupakan imparment yang akan mempengaruhi skor disabilitas seperti pada penilaian nomor tiga ; mengangkat, nomor tujuh; bekerja, nomor delapan ; mengendarai dan nomor sepuluh; rekreasi. Jika terjadi perbaikan lingkup gerak sendi, maka penilaian disabilitas pada nomor-

nomor tersebut akan menurun yang secara umum akan menurunkan disabilitas.

Dari paparan di atas dapat simpulan bahwa hold relax berefek positif terhadap pengurangan nyeri dan peningkatan lingkup gerak sendi dan peningkatan fungsional dimana hal tersebut akan berpengaruh     terhadap     penurunan

disabilitas leher pada myofascial pain syndrom otot upper trapezius.

  • C.    Kombinasi ultrasound dan dry needling    lebih    menurunkan

disabilitas leher daripada kombinasi ultrasound dan Hold relax mmHg pada myofascial pain syndrom otot upper trapezius

Pada penelitian didapat bahwa kombinasi ultrasound dan dry neeling lebih menurunkan disabiltas leher daripada kombinasi ultrasound dan hold relax pada myofascial pain syndrom otot upper trapezius. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

Pada penelitian ini masing-masing Kelompok mendapatkan intervensi yang sama yaitu ultrasound yang sudah dijelaskan perannya dalam menurunkan disabiltas sehingga dapat disimpulkan bahwa intervensi ultrasound tidak mempengaruhi perbedaan hasil antara dua Kelompok. Intervensi yang berbeda pada dua Kelompok adalah pemberian dry needling pada Kelompok I dan pemberian hold relax pada Kelompok II di mana peran keduanya sudah dipaparkan sebelumnya. Maka pada akan dibahas superioritas dry needling dibandingkan hold relax.

Intervensi langsung pada trigger point adalah yang paling efektif pada kasus myofascial pain syndrom karena myofascial pain syndrom merupakan kumpulan gejala di mana secara anatomis ditemukan adanya taut band pada otot yang disebut dengan trigger point. Walaupun sampai sekarang belum jelas bagaimana trigger point tersebut menyebabkan myofascial pain syndrom yang bersifat regional dan dapat

menyebabkan disabilitas Penusukan langsung pada trigger point dapat merangsang timbulnya nya local twitch respon (LTR) yang dihipotesakan sebagai perbaikan kelistrikan dalam otot, dan hal tersebut dibuktikan dengan pemeriksaan EMG dengan membandingkan gambaran sebelum dan sesudah dry neeling. Selain LTR dry needling juga meningkatkan suplai darah kejaringan yang dapat dilihat secara langsung berupa kemerahan pada area sekitar penusukan.

Dari sisi penyebab terjadinya myofascial pain syndrom yaitu postur yang buruk, over use dan lain sebagainya. Intervensi hold relax sangat membantu karena hold relax dapat meningkatkan body awarenes dan juga muscle endurance yang dapat meningkatkan quality of life, namun hal tersebut memerlukan waktu lebih lama yaitu minimal empat bulan intevensi.17 Sedangkan dry needling terbukti dapat mengurangi nyeri berefek lebih cepat.18

Superioritas lain dari dry neeling adalah efeknya yang sama dengan injeksi anasthesi dengan efek yang sama dengan injeksi anatesi maka dapat disimpulkan bahwa dry needling sangat efektif mengurangi nyeri dan tentunya berefek langsung terhadap penurunan disabilitas.19 Ulasan dengan level of evidence 1A menunjukkan     bahwa      ischemic

compression dan dry needling dapat direkomendasikan untuk penanganan nyeri leher pada pasien dengan myofascial pain syndrom otot upper trapezius.20 Systematic review dan meta-analysis menunjukkan dry neeling terdapat strong evidence (level A) yang menunjukkan bahwa dry needling memiliki efek positif terhadap menurunan nyeri untuk jangka waktu segera dan menengah.18

KESIMPULAN

  • 1.    Kombinasi ultrasound dan dry needling dapat menurunkan disabilitas leher pada myofascial pain syndrom otot upper trapezius.

  • 2.    Kombinasi ultrasound dan hold relax dapat menurunkan disabilitas leher pada myofascial pain syndrom otot upper trapezius.

  • 3.    Kombinasi ultrasound dan dry needling lebih baik menurunkan disabilitas leher daripada kombinasi ultrasound dan hold relax dapat

DAFTAR PUSTAKA

Population-Based  Cohort Study.

Pain.112:276-273.

  • 2.    Childs, J.D., Fritz, J.M., Piva, S.R. 2001.    Proposal of A

Classification System for Patient with Neck Pain. J Orthop Sport Phys Ther. 34:686-696.

  • 3.    Fernandez, D.P.C., Alonso, B.C., Miangolarra, J.C. 2006. Myofascial Trigger Points in Subjects Presenting with Mechanical Neck Pain: A blinded, Controlled Study. Journal of Musculoskeletal Pain.12:No.1:29-23.

  • 4.    Wadsworth-Hilary, A. 1998. Electrophysical     Agent     in

Physiotherapy. New South Wales: Science Press.

  • 5.    Lee, V., Griffith-Noble, F. 2007. Therapeutic Ultrasound: The Effects upon Cutaneous Blood Flow in Humans. Ultrasound Med Biol. 33: 279–285

  • 6.    Knight, L.K., Draper, D.O. 2013. Therapeutic Modalities. The Art and Science, 2nd ed. Therapeutic           Ultrasound.

Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins. pp 252–282.

  • 7.    Dinno, M.A., Crum, L.A., Wu, J. 1989. The effect of the theurapeutic ultrasound on electrophysiological parameters on frog skin. Ultrasound Med Biol. 33:297-285.

  • 8.    Robertson,     V.J.,     Baker,

K.G.2001. A Review f Therapeutic Ultrasound:          Effectiveness

Studies. Phys Ther:81: 1339–1350

  • 9.    Dündar Ü., Solak Ö., Samli, F. 2010. Effectiveness f Ultrasound Therapy in Cervical Myofascial Pain Syndrome: A Double Blind, Placebo-Controlled Study. Turk J Rheumatol. 25:110–115

  • 10.    Zang, R., Lao. R., Ren, K., Berman, B.M. 2014. Mechanisme of Accupunture-Electropunkture on Persistent                    Pain.

Anesthesiology.120:482-503.

  • 11.    Butt, R., Dunning, J., Perreault, T., Mourad, F., Grubb, M. 2016. Peripheral and Spinal Mechanisme of Pain and Dry Needling Mediated Analgesia : A Clinical Resource Guide for Health Professionals. Int J Phys Med Rehabil. 4:327

  • 12.    Shah, J.P., Elizabeth, A., Gilliams, B.A. 2008. Uncovering the Biochemical Milieu of Myofascial Trigger Points Using In Vivo Microdialysis : An Aplication of Muscle Pain Concepts to Myofascial Pain Syndrom : J Of Bodywork    And    Movement

Therapies.12:371-384

  • 13.    Cumming. T.M. 2001. Needling Therapy in The Management of Myofascial Trigger Point Pain: A Systematic Riview. Arch Phys Med Rehabil; 82:986-964.

  • 14.    Dhaliwal, M.K., Amandeep, Jagmohan, 2014. To Compare the Effect     Of     Proprioceptive

Neuromuscular       Fascilitation

Versus Core Stabilzation Exercise For Decreasing Pain An Improving Function In Patient With Low Back Pain. IOSR J Of Sport and Physical Education.1:PP29-35

  • 15.    Hardy, L, 1985. Improving Active Range Of Motion Hip Flexion. Res Q Exc Sport.56:111-114.

  • 16.    Moore. M.A., Kulkulka. C.G. 1991. Depression of Hoffman Reflex Following Voluntary Contraction and Implication for Proprioceptive     Neuromuscular

Fascilitation. Phys Ther.71:321-388

  • 17.    Jadeja, T., Vyas, M., Sheth, M. 2015. To Study the effect of proporioceptive neuromuscular facilitatition on back muscle strenght, pain and quality of life in subject with chronic low back pain-an experimental study. Int J Physiother;2(5).

  • 18.    Liu, L., Huang, Q.M., Liu, Y.G., Ye, G., Bo, C.Z., Chen, M.J. 2015. Effectiveness of Dry Neeling for Myofascial     Trigger     Points

Associated with Neck and Shoulder Pain:  A Systematic

Riview and Meta-Analysis. Arch Phys Med Rehabil. 96(5):944-55.

  • 19.    Borg-Stein, J. 2006. Treatment of Fibromyalgia, Myofascial Pain and Related Disorders. Phys Med Rehabil         Clin         N

Am.Vol:17.No.2:491-510,viii.

  • 20.    Cagnie, B., Catelein, B., Pollie, F., Steelant, L., Verhoeyen, H., et al. 2015. Evidence for the Use of Ischemic Compression and Dry Needling in the Management of Trigger Points of Upper Trapezius in Patient with Neck Pain: A Systematic Riview. Am J Phys Med Rehabil. 94(7):573-83.

22