KOMBINASI LATIHAN HOLD RELAX DAN AUTO MYOFASCIAL RELEASE TECHNIQUE LEBIH MENURUNKAN NYERI OTOT BETIS DARIPADA LATIHAN HOLD RELAX DAN AUTO STRETCHING PADA KARYAWAN SALES PROMOTION GIRLS (SPG) DI LIPPO MALL KUTA BALI
on
Sport and Fitness Journal
Volume 6, No.2, Mei 2018: 1-10
ISSN: 2302-688X
KOMBINASI LATIHAN HOLD RELAX DAN AUTO MYOFASCIAL RELEASE TECHNIQUE LEBIH MENURUNKAN NYERI OTOT BETIS DARIPADA LATIHAN HOLD RELAX DAN AUTO STRETCHING PADA KARYAWAN SALES PROMOTION GIRLS (SPG) DI LIPPO MALL KUTA BALI
I.A. Pascha Paramurthi1, Luh Made Indah Sri Handari Adiputra2, M.Ali Imron3, Desak Made Wihandani4, Made Muliarta5, Sugijanto6
1Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Universitas Udayana Denpasar Bali 2,4,5 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar Bali 3Program Studi Fisioterapi Stikes Aisyiyah Yogyakarta 6Fakultas Fisioterapi Universitas Esa Unggul Jakarta
ABSTRAK
Pendahuluan: Nyeri Otot Betis adalah rasa sakit atau tidak nyaman yang dirasakan pada otot gastrocnemius dan soleus akibat terus menerus menerima pembebanan karena berdiri dalam waktu yang lama dengan memakai sepatu hak tinggi yang berlebihan. Tujuan: Untuk mengetahui kombinasi latihan hold relax dan auto myofascial release technique lebih baik daripada latihan hold relax dan auto stretching dalam menurunkan nyeri otot betis pada karyawan SPG. Metode: Penelitian menggunakan metode eksperimental. Pre dan post test control group design merupakan rancangan dalam penelitian ini. Penelitian ini memakai 22 subjek, terbagi dalam 2 kelompok, dimana kelompok 1 (n=11) mendapatkan intervensi latihan hold relax dan auto stretching sedangkan kelompok 2 (n=11) mendapatkan intervensi latihan hold relax dan auto myofascial release technique. Diberikan perlakuan 3x seminggu selama 4 minggu. Tehnik pengambilan sampel dengan random sampling. Nyeri otot betis diukur dengan Sphygmomanometer modifikasi untuk memprovokasi nyeri. Hasil: Kelompok 1 didapatkan hasil p=0,001 (p<0,05) dan pada Kelompok 2 didapatkan hasil p=0,001 (p<0,05) untuk hasil Uji Paired Sample T-test. Uji beda nilai rerata dengan independent sample t-test setelah perlakuan ditemukan bahwa penurunan nyeri otot betis pada Kelompok 2 adalah 232,73mmHg lebih baik daripada Kelompok 1 adalah 199,09 mmHg dengan hasil p=0,035 (p<0,05). Simpulan: Kombinasi latihan hold relax dan auto myofascial release technique lebih menurunkan nyeri otot betis daripada latihan hold relax dan auto stretching pada karyawan SPG di Lippo Mall Kuta Bali. Saran: Untuk peneliti selanjutnya dapat dilakukan follow up research untuk melihat hasil jangka panjang pemberian latihan hold relax dan auto stretching serta latihan hold relax dan auto myofascial release technique pada karyawan SPG.
Kata Kunci; Nyeri Otot Betis, Latihan Hold Relax, Auto Myofascial Release Technique, Auto Stretching, Sales Promotion Girls.
HOLD RELAX EXERCISE AND AUTO MYOFASCIAL RELEASE TECHNIQUE MORE EFFECTIVE TO REDUCE CALF MUSCLE PAIN THAN HOLD RELAX EXERCISE AND AUTO STRETCHING ON MATAHARI SALES PROMOTION GIRLS (SPG) AT LIPPO MALL KUTA BALI
ABSTRACT
Background: Calf Muscle Pain is discomfort and pain feeling in the gastrocnemius and soleus muscles, a result of constantly receiving the loading due to excessive wear. Purpose: This study was to determine hold relax exercise and auto myofascial release technique was more effective to reduce calf muscle pain than hold relax and auto stretching on SPG at Lippo Mall Kuta Bali. Methods: This research was an experimental study with pre and post test control group design. Total sample of this study were 22 SPGs, which divided into 2 groups. Group 1 (n = 11) was given hold relax exercise and auto stretching while the group 2 (n = 11) was given intervention hold relax exercise and auto myofascial release technique. Do exercise 3 times a week for 4 weeks. Sampling techniques with random sampling. Calf muscle pain was measured with modification sphygmomanometer to provoked pain. Result: Group 1 result obtained p value = 0,001 (p <0.05) and in Group 2 got result obtained p value = 0.001 (p<0.05) for Paired Sample T-test. Different test of mean value with independent sample t-test after treatment found that the decrease of calf muscle pain in group 2 was 232.73 mmHg better than group 1 was 199.09 mmHg with p value = 0.035 (p <0.05). Conclusion: Hold relax exercise and auto myofascial release technique more effective to reduce calf muscle pain than hold relax exercise and auto stretching on SPGs in Lippo Mall Kuta Bali. Suggestion: For the next researcher can do follow up research to see long-term result of hold relax and auto stretching exercise as well hold relax and auto myofascial release technique for SPGs.
Key Word; Calf Muscle Pain, Hold Relax Exercise, Auto Myofascial Release Technique, Auto Stretching, Sales Promotion Girls.
PENDAHULUAN
Stigma masyarakat dahulu yang menyebutkan bahwa hanya lelaki saja bisa bekerja telah berubah, peran wanita di dunia karier kini semakin besar. Wanita yang bekerja dituntut berpenampilan menarik, rapi dan cantik, agar memberikan pelayanan yang baik dan memuaskan pelanggan khususnya yang bekerja di supermarket, mall dan swalayan. Saat bekerja seseorang sering tidak memperhatikan posisi dan sikap kerjanya. Posisi dan sikap kerja berdiri atau duduk dalam waktu yang lama akan menimbulkan masalah.
Aktivitas ini dapat menimbulkan masalah muskuloskeletal, keluhan subjektif, dan kelelahan.1 Keluhan otot skeletal pada wanita pekerja diakibatkan oleh karena aktivitas fisik statik seperti
berdiri, duduk dan berjalan dalam jangka waktu yang lama dan tidak sedikit karyawan yang mengenakan sepatu hak tinggi mengalami keluhan muskuloskeletal.2 Sesuai dengan penelitian sebelumnya di Kota Denpasar pada karyawan SPG mall yang dilakukan oleh Duana dan Dewi (2012), pemakai high heels banyak mengalami permasalahan otot dan tulang pada lower limb.3
Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti dengan karyawan SPG Matahari Lippo Mall. Karyawati memakai sepatu high heels selama 9 jam perhari, selang 1 jam istirahat dengan memakai sepatu high heels ± 57 cm. Aktivitas yang paling sering dilakukan adalah berdiri dan berjalan. Keluhan yang paling sering dirasakan SPG adalah rasa pegal di daerah tumit,
telapak kaki dan paling banyak pada betis. Karyawati SPG sering melakukan istirahat curian seperti jongkok sekitar ± 5 menit saat bekerja dan pergi ke toilet lalu duduk di toilet sekitar ± 10-20 menit untuk mengurangi nyeri betis.
Metode latihan yang dapat digunakan untuk mengatasi nyeri otot betis adalah latihan hold relax, auto stretching dan auto myofascial release technique. Hold Relax adalah metode latihan yang menggunakan kontraksi isometrik (tanpa gerakan pada sendi) secara optimal pada group otot agonis, yang kemudian terjadi relaksasi pada group otot tersebut (prinsip reciprocal inhibition). Penerapan hold relax akan menurunkan spasme akibat aktivasi golgi tendon organ, kemudian fasia intermiofibril yang saling melekat akan mengalami pelepasan serta pumping action terjadi pada sisa cairan limfe dan venosus meningkatkan elastisitas jaringan berpengaruh terhadap penurunan nyeri.4
Auto Stretching merupakan suatu teknik mengulur otot-otot pada tubuh yang secara aktif dilakukan oleh pasien sebagai latihan dalam mengembalikan kemampuan dari fleksibilitas otot. Latihan auto stretching akan meningkatkan fleksibilitas otot.5
Auto Myofascial Release Technique (AMRT) yaitu merupakan suatu teknik latihan kombinasi dari tekanan manual ke bagian otot yang spesifik dengan pemakaian foam roller secara simultan yang dapat mengembalikan struktur jaringan lunak sehingga berpotensi meringankan gejala dengan tepat.6
Latihan AMRT lebih menurunkan nyeri otot betis daripada latihan auto stretching disebabkan karena terdapat efek break adhesion dan stretch refleks pada otot betis. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Ajimsha dan Khuman bahwa latihan AMRT memainkan peran
utama dalam mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan kinerja fungsional.7,8
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan kombinasi latihan hold relax dan auto myofascial release technique lebih menurunkan nyeri otot betis daripada latihan hold relax dan auto stretching pada karyawan sales promotion girls (SPG) di Lippo Mall Kuta Bali.
METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian
Desain penelitian ini adalah pre dan post-test control group design dengan menggunakan rancangan eksperimental Sampel diambil dari populasi secara randomisasi atau acak dengan rumus Pocock untuk tiap kelompok. Desain penelitian ini membandingkan
membandingkan perlakuan antara dua kelompok. Kelompok-1 yaitu latihan hold relax dan auto stretching. Kelompok-2 kombinasi latihan hold relax dan auto myofascial release technique. Masing masing kelompok terdiri dari 11 orang SPG.
Lokasi pelaksanaan penelitian di Matahari Departement Store, Lippo Mall Kuta. Bali. Waktu penelitian dari tanggal 12 Desember 2016 – 11 Januari 2017 selama 4 minggu sebanyak 3 kali dalam seminggu. .
-
C. Populasi dan Sampel
Populasi Target adalah SPG di Matahari Department Store Lippo Mall. Populasi terjangkau adalah SPG yang merasakan nyeri otot betis di Matahari Departement Store Lippo Mall. Karyawan Matahari Departement Store Lippo Mall Kuta Bali yang bekerja sebagai SPG dan telah memenuhi kriteria inklusi serta eksklusi masuk sebagai sampel di penelitian ini.
Random sampling merupakan teknik yang dipilih untuk menentukan sampel. Dari jumlah populasi di Matahari Department Store Lippo Mall Kuta Bali adalah 93 orang yang kemudian diseleksi berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel yang terpilih dirandomisasi dengan cara undian untuk mendapatkan 22 sampel sesuai dengan jumlah sampel yang dibutuhkan. Pembagian kelompok dilakukan secara acak sederhana dari subjek yang terpilih. Tiap kelompok terdiri dari 11 orang SPG. Kelompok 1 akan menerima perlakuan kombinasi hold relax dengan auto stretching. Kelompok 2 akan menerima perlakuan kombinasi hold relax dan auto myofascial release technique.
Prosedur penelitian ini adalah: Tahap persiapan dan Tahap Pelaksanaan.
Tahap Persiapan : (a) Meminta ijin kepada Store Manager Matahari Department Store Lippo Mall Kuta Bali; (b) Peneliti membuat surat ijin penelitian dan ditandatangani Ketua Prodi Fisiologi Olahraga; (c) Peneliti memberikan penjelasan kepada sampel; (d) Populasi mengisi blangko inform consent.
Tahap pelaksanaan: (a) Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik sampel; (b) Menetapkan sampel kelompok 1 dan 2 secara acak yang memenuhi kriteria inklusi; (c) Melakukan pengukuran tinggi high heels dengan memakai pita meter, mengukur intensitas nyeri otot betis sebelum perlakuan dengan sphygmomamometer (dalam mmHg).
-
(d) Pemberian hold relax dan auto stretching pada Kelompok 1 dan pemberian hold relax dan auto myofascial release technique pada
Kelompok 2 selama 3 kali seminggu dalam kurun waktu 4 minggu; (e) Melakukan pengukuran tingkatan nyeri otot betis dengan sphygmomamometer setelah perlakuan terakhir. Hasil pengukuran nyeri otot dicatat. Pengukuran meliputi tinggi high heels dengan pita meter dan pengukuran nyeri otot betis.
-
1. Statistik deskriptif untuk menggambarkan karakteristik fisik yang meliputi umur, tinggi high heels dan masa kerja.
-
2. Uji normalitas data untuk mengetahui distribusi data normal atau tidak di masing–masing kelompok perlakuan menggunakan Saphiro Wilk Test. Batas kemaknaan uji ini yaitu, α = 0,05. Hasilnya p > 0,05 berarti data berdistribusi normal.
-
3. Uji homogenitas untuk mengetahui variasi data dengan menggunakan Levene Test. Kemaknaan yang dipakai dengan batas adalah α = 0,05. Hasilnya p > 0,05 maka data bersifat homogen.
-
4. Uji hipotesis I dan II menggunakan Paired Sample t-test. Uji tersebut digunakan karena data berdistribusi normal yang bertujuan menguji adanya perbedaan hasil pre dan post intervensi pada kelompok 1 dan 2. Hasilnya p < 0,05 maka H0 ditolak atau Hi diterima ada perbedaan yang signifikan.
-
5. Uji hipotesis III menggunakan Independent Samples t-test untuk menguji signifikansi antara kelompok 1 dan kelompok 2 karena data berdistribusi normal, hasilnya p < 0,05 maka H0 ditolak atau Hi diterima ada perbedaan yang signifikan.
HASIL PENELITIAN
-
1. Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian
Tabel 5.1
Distribusi Data Sampel
Nilai Rerata dan Simpang Baku
Kelompok 1 |
Kelompok 2 | |
Karakteristik |
Rerata±SB |
Rerata±SB |
Umur (tahun) |
21,55±1,36 |
21,91±1,44 |
Tinggi High heels (cm) |
6,27±1,01 |
6,09±1,044 |
Masa Kerja SPG (bulan) |
10,55±2,84 |
10,64±2,33 |
Uji normalitas memakai Saphiro Wilk test. Uji homogenitas memakai Levene’s test, dan hasilnya ada pada Tabel 5.2
Tabel 5.2
Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas
Uji Normalitas dengan Shapiro Wilk Test |
Uji Homog | ||
Kel |
Kel1 |
Kel 2 | |
Data |
Mean± SD P |
Mean± SD P |
enitas |
Nilai |
178,18 |
0,916 | |
, | |||
Pre |
±36,95 , |
±36,55 , | |
Nilai |
199,09 |
232,73 | |
Post |
±35,62 0,771 |
±34,08 0,168 |
Berdasarkan tabel diatas hasil uji normalitas pada Kelompok 1 dan Kelompok 2 sebelum perlakuan dan setelah perlakuan menunjukkan nilai p>0,05 yang menyatakan data berdistribusi normal. Hasil dari uji homogenitas menggunakan Levene’s test pada data sebelum perlakuan Kelompok 1 dan Kelompok 2 menunjukkan p>0,05 menyatakan bahwa kedua kelompok bersifat homogen.
-
3. Uji Beda Penurunan Nyeri Otot Betis Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Tabel 5.3.
Uji Paired Sample t-test dan Independent Sample t-test
Sebelum Perlakuan Mean±SD |
Setelah Perlakuan Mean±SD |
p* | |
Kel.1 |
173,64±36,95 |
199,09±35,62 |
0,001 |
Kel.2 |
178,18±36,55 |
232,73±34,08 |
0,001 |
p** |
0,775 |
0,035 |
Keterangan :
p*: Hasil Uji Beda Menggunakan Paired Sample t-test
p**: Hasil Uji Beda Menggunakan Independent Sample t-
test
Tabel di atas merupakan hasil uji paired sample t-test sebelum dan setelah perlakuan di Kelompok 1 dan Kelompok 2 bernilai p = 0,001 (p<0,05) berarti ada perbedaan yang bermakna pada penurunan dari nyeri otot betis sebelum dan setelah diberikan Kombinasi Hold relax dan Auto Stretching pada karyawan SPG di Lippo Mall Kuta Bali pada kelompok 1 dan terdapat perbedaan yang bermakna pada penurunan dari nyeri otot betis sebelum dan setelah diberikan Kombinasi Hold relax dan Auto myofascial release technique.
Hasil dari analisis independent sample t-test terjadi penurunan nilai nyeri otot betis sebelum maupun sesudah perlakuan di Kelompok 1 dan Kelompok 2 yang ditunjukkan dengan nilai p = 0,035 (p < 0,05) sesudah diberikan perlakuan, yang berarti terdapat perbedaan bermakna pada kedua pelatihan dan menunjukkan bahwa penurunan nyeri otot betis pada Kelompok 2 (hold relax dan auto myofascial release technique) lebih besar daripada Kelompok 1 (hold relax dan auto stretching).
PEMBAHASAN
-
1. Kombinasi hold relax dan auto stretching dapat menurunkan nyeri otot betis pada karyawan SPG.
Kombinasi hold relax dan auto stretching pada Kelompok 1 mengalami peningkatan dari rerata nilai nyeri otot betis sebelum mendapatkan perlakuan. Analisa kemaknaan menggunakan uji Paired Sample T-test menyatakan masing-masing kelompok mengalami penurunan nilai nyeri otot betis sebelum maupun sesudah diberikan intervensi dengan nilai p = 0,001 (p<0,05) berarti ada perbedaan yang signifikan, ini menunjukkan bahwa pemberian kombinasi hold relax dan auto
stretching dapat menurunkan nyeri otot betis pada karyawan SPG.
Latihan hold relax merupakan konsep dari Proprioceptive Neuromuscular Facilitation yang digunakan untuk membentuk kekuatan dan daya tahan otot, untuk memfasilitasi stabilitas, mobilitas, control neuromuscular dan koordinasi gerakan serta sebagai dasar untuk perubahan fungsi. Efek dari latihan ini dapat menyebabkan timbulnya autogenic inhibition dan reciprocal innervations saat hold relax diberikan, kontraksi antagonis yang terjadi menyebabkan otot lebih mudah diulur sehingga mencegah kekakuan otot akibat respon perlindungan terhadap jaringan otot yang sakit.9 Sesuai dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Lee dan Park meneliti mengenai efek dari latihan hold relax terhadap nyeri dan fungsi pada kasus myofascial pain syndrome dengan hasil statistik p<0,05 yang berarti ada perubahan secara signifikan setelah diberikan latihan hold relax.10
Auto stretching adalah latihan yang dikenal dapat meregangkan otot-otot yang memendek dan secara bersamaan meregangkan otot-otot antagonis.11 Latihan auto stretching merupakan latihan yang mampu dilakukan sendiri di rumah tanpa harus ke klinik ataupun rumah sakit, yang dapat menjadi manfaat ekonomis bagi masyarakat serta berkontribusi untuk menjaga dan perawatan setelah dirumah sakit. Irfan dan Natalia menjelaskan latihan auto stretching yang dimulai dan diakhiri dengan postur yang aman dapat menghasilkan efek peregangan maksimum.12 Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Kim dan Lee pada tahun 2016 dimana meneliti pengaruh auto stretching terhadap nyeri leher yang dimana didapatkan hasil terdapat perubahan yang signifikan yaitu
menurunnya nyeri leher dan meningkatnya ROM leher dibuktikan dengan nilai p<0,05.13
-
2. Kombinasi Hold Relax dan Auto Myofascial Release Technique dapat Menurunkan Nyeri Otot Betis pada Karyawan Sales Promotion Girls (SPG)
Kombinasi hold relax dan auto stretching pada Kelompok 2 mengalami peningkatan dari rerata nilai nyeri otot betis sebelum mendapatkan perlakuan. Analisa kemaknaan dengan uji Paired Sample t-test untuk tiap kelompok (Kelompok 1 dan 2) menghasilkan penurunan nyeri otot betis sebelum dan sesudah intervensi dengan nilai p=0,001 (p<0,05) dimana menunjukkan dengan pemberian kombinasi hold relax dan auto myofascial release technique dapat menurunkan nyeri otot betis pada karyawan SPG.
Hold relax adalah latihan yang memiliki konsep bahwa kelompok otot yang lebih kuat akan memfasilitasi respon kelompok otot yang lebih lemah.9 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Lee dan Han, dimana peneliti mencari efektifitas dari latihan PNF (hold relax) dalam menurunkan nyeri pada kasus myofascial pain syndrome dengan hasil yang signifikan yaitu p<0,05, yang berarti bahwa terdapat penurunan nyeri saat diberikan latihan hold relax. Latihan ini juga diketahui memiliki pengaruh positif pada aktivitas kekuatan otot, keseimbangan tubuh, dan improvement fungsional.14
Auto myofascial release technique adalah suatu teknik latihan intervensi yang popular digunakan untuk meningkatkan mobilitas myofascial pasien. Umumnya berupa alat foam roller dan roller massage. Seringkali alat ini digunakan sebagai bagian dari program yang komprehensif seperti
sebelum dan setelah berolahraga serta sering direkomendasikan untuk menggunakannya sehari-hari di rumah.15
Sejalan dengan penelitian Menurut Vaughan dan McLaughlin pada tahun dimana melakukan penelitian terhadap nyeri iliotibial band dengan pemberian myofascial foam roller release, didapatkan hasil yaitu terdapat penurunan nyeri setelah diberikan foam roller pada iliotibial band dimana menghasilkan perbedaan yang bermakna ditunjukkan dengan nilai p<0,05.16 Sesuai pernyataan diungkapkan Schleip mengatakan bahwa efek dari foam roller sama dengan teknik dari myofascial release umumnya, yang di dalamnya memiliki efek pada jaringan lunak17 dan berpotensi menciptakan mekanik atau perubahan histologis dalam struktur myofascial.18
-
3. Kombinasi hold relax dan auto myofascial release lebih menurunkan nyeri otot betis dibandingkan dengan hold relax dan auto stretching pada karyawan SPG
Uji beda yang dilakukan untuk Kelompok 1 dan 2 sesudah perlakuan adalah untuk membandingkan rerata keluhan nyeri pada otot betis di kedua kelompok setelah perlakuan yang diberikan yaitu, hold relax dan auto stretching dengan hold relax dan auto myofascial release technique yang dilakukan sebanyak 12 kali pelatihan. Uji Independent Sample T-test memperlihatkan hasil penurunan nilai nyeri otot betis sebelum dan sesudah pelatihan pada Kelompok 1 maupun 2 menghasilkan nilai p = 0,035 (p < 0,05) pada sesudah pelatihan. Didapatkan perbedaan bermakna diantara kedua pelatihan. Nilai rerata penurunan nilai nyeri pada Kelompok 2 (hold relax dan auto myofascial release technique)
lebih besar daripada Kelompok 1 (hold relax dan auto stretching). Hal ini menunjukkan perbedaan yang terjadi pada kedua kelompok perlakuan, dimana pelatihan kombinasi hold relax dan auto myofascial release technique lebih baik untuk menurunkan nyeri pada otot betis dibandingkan dengan kombinasi hold relax dan auto stretching.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hindle dimana menyatakan bahwa latihan PNF memiliki empat mekanisme teoritis diidentifikasi yaitu, the gate control theory. autogenic inhibition, stress relaxation dan reciprocal inhibition. 19 Studi menunjukkan bahwa kombinasi empat mekanisme ini meningkatkan jangkauan gerak. Saat stretching dilakukan secara konsisten maupun setelah latihan akan secara bersamaan memperbaiki ROM (range of motion).19 Sesuai dengan teori gate control dimana pemberian hold relax pada otot akan menimbulkan efek yang pertama yaitu pada komponen elastin (aktin dan myosin) dimana terjadi peningkatan tajam tegangan dalam otot, pemanjangan sarkomer dan apabila dilakukan berulang maka terjadi adaptasi pada otot. Derajat overlapping antara thick dan thin myofilamen akan berkurang saat sarkomer serta fascia memanjang, dimana didalam sarkomer tersebut mengandung trigger point didalamnya. Penurunan overlapping dua myofilamen, akan memberikan pengaruh pada pembuluh kapiler otot yang menjadi melebar sehingga sirkulasi darah teraliri dengan lancar sehingga mencegah timbulnya kelelahan otot, menurunkan tertimbunnya iritan dan zat-zat yang tidak diperlukan oleh tubuh, meningkatkan oksigen dan nutrisi pada otot sehingga terjadinya melepasnya perlengketan antar jaringan
pembungkus otot-otot dan timbul gerakan pompa yang mengakibatkan sisa-sisa dari cairan limfe maupun venosus teraliri darah oleh karena terjadinya peningkatan vaskularisasi jaringan sehingga elastisitas jaringan meningkat berpengaruh terhadap penurunan nyeri dan spasme.4
Sejalan dengan penelitian Balasubramaniam dan Kandhasamy meneliti efek Myofascial release technique dan Active Stretching pada kasus epicondylitis (tennis elbow) dimana hasilnya secara signifikan kedua latihan dapat menurunkan nyeri. Namun, pada Myofascial release technique menyebabkan terjadinya pemanjangan fasia dan membuat fasia kembali normal. Studi juga menyatakan bahwa Myofascial Release Technique sangat efektif dan telah terbukti dalam menurunkan nyeri.20 Ajimsha dan Khuman yang penelitiannya sejalan menunjukkan bahwa Myofascial release technique memainkan peran utama dalam mengurangi rasa sakit dan meningkatkan kinerja fungsional dan handgrip dalam kasus Epicondylitis Lateral.7,8
Auto myofascial release technique merupakan suatu latihan yang fokus memberikan penekanan secara manual pada titik trigger point dengan cara merelease otot betis secara simultan dengan bantuan foam roller. Selain memberikan penekanan pada otot betis terdapat pula peregangan yang diberikan untuk otot betis. Penekanan dan release otot pada titik trigger point menyebabkan relaksasi pada myofibril yang disebabkan oleh karena adanya dorongan ke arah longitudinal sehingga menyebabkan peregangan pada myofasial dimana melepaskan adhesi antara fasia sehingga menjadi lebih fleksibel, spasme pada jaringan ekstrafusal menurun dan peradangan pada spindle otot berkurang yang
menyebabkan sirkulasi darah kembali normal karena terjadi vasodilatasi pembuluh darah sehingga kebutuhan oksigen pada otot betis terpenuhi yang membuat otot kemudian relaksasi optimal dan nyeri berkurang. Selain mendapatkan release pada otot, latihan ini juga memberikan peregangan pada betis. Diawali dengan adanya tegangan pada otot menyebabkan GTO aktif yang mengakibatkan α motor neuron terhambat. Tegangan pada unit otot muskulotendinosa yang teregang menurun ini akan menyebabkan serabut afferent primer dan sekunder merasakan perubahan panjang yang kemudian dihantarkan ke medulla spinalis sehingga membuat otot menahan perubahan panjang otot agar tidak terjadi injury atau yang sering disebut dengan stretch refleks. Stretch refleks ini akan menyebabkan penurunan nyeri, relaksasi pada otot dan fleksibilitas otot meningkat.
Latihan Auto Stretching berdasarkan penelitian Kim dan Lee yaitu membandingkan latihan aktif stretching dan passive stretching terhadap nyeri leher. Dimana didapatkan hasil bahwa kedua latihan tersebut dapat menurunkan nyeri dan meningkatan ROM leher.13 Penurunan nyeri oleh karena auto stretching dapat menurunkan iritasi yang terjadi di saraf tipe C dan Aδ mengakibatkan nyeri oleh karena perlengketan yang tidak teratur akibat collagen yang bermunculan. Pemberian auto stretching pada otot akan membuat sarkomer terulur penuh oleh karena serabut-serabut otot menjadi terulur keluar sehingga mampu meluruskan sebagian serabut yang mengalami perlengketan yang tidak beraturan akibat sindroma miofasial.21
Sejalan dengan teori menurut penelitian Lee dan Gak dimana efek dari self stretching pada 81 sopir bus dengan tingkat rasa sakit yang dinilai
dengan numeric rating scale (NRS). Didapatkan hasil yaitu terjadi penurunan yang signifikan pada nyeri yang dirasakan di leher dan bahu setelah diberi perlakuan self stretching pada sopir bus.22
Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan terjadi penurunan nyeri pada kedua kelompok setelah diberikan kedua perlakuan pada karyawan SPG. Latihan yang telah diberikan kepada kedua kelompok untuk menurunkan nyeri tersebut secara signifikan meningkatkan sirkulasi darah, meningkatkan elastisitas dari jaringan dan melepaskan perlengketan fasia sehingga memperbaiki jaringan spasme yang berpengaruh terhadap menurunnya nyeri otot betis. Penurunan nyeri otot betis pada Kelompok 2 lebih efektif dibandingkan dengan Kelompok 1, hal ini disebabkan latihan pada Kelompok 2 memberikan efek break adhesion yang mampu melepaskan perlengketan dari fasia yang menimbulkan nyeri, dan memberikan efek relaksasi pada otot betis secara langsung, serta vasodilatasi pembuluh darah ditunjukkan dengan peningkatan nilai mmHg saat dilakukan pengukuran setelah 12 kali perlakuan.
SIMPULAN
-
1. Kombinasi Latihan hold relax dan auto stretching menurunkan nyeri pada karyawan SPG di Matahari Department Store Lippo Mall Kuta Bali
-
2. Kombinasi Latihan hold relax dan auto myofascial release technique menurunkan nyeri pada karyawan SPG di Matahari Department Store Lippo Mall Kuta Bali
-
3. Kombinasi Latihan hold relax dan auto myofascial release technique lebih menurunkan nyeri daripada Kombinasi Latihan hold relax dan auto stretching pada karyawan SPG di Matahari Department Store Lippo Mall Kuta Bali
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Tarwaka. Ergonomi Untuk
Keselamatan, Kesehatan Kerja dan
Produktivitas. In. Surakarta: UNIBA Press; 2004. p. 35, 97-101.
-
2. Herlina I. Hubungan Lama Pemakaian High Heels Dengan Resiko Fasciitis Plantaris Pada Sales Promotion Gilrs (SPG) PT. Sri Ratu Madiun.. Doctoral dissertation. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta; 2012.
-
3. Duana IMK, Dewi NKN. Keluhan Muskuloskeletal Pada Sales Promotion Girl (SPG) Mall Pemakai Sepatu Tumit Tinggidi Kota Denpasar Tahun 2012. Jurnal Community Health. 2012; 1(2).
-
4. Wahyono Y. Optimalisasi Hold Relax pada penderita Frozen Shoulder. Jakarta:; 2002.
-
5. Priyono YE. Beda Efek Penambahan Autostretching Pada MWD Dan Tens Terhadap Penurunan Nyeri. Skripsi. Jakarta: Universitas Esa Unggul; 2011.
-
6. Schneider M, Vernon H. Chiropractic management of myofascial trigger points and myofascial pain syndrome: A systematic review of the literature. Manipulative Physiol Ther. 2009; 32(1): p. 14–24.
-
7. Ajimsha M, Chithra S, Thulasyammal R. Effectiveness of myofascial release in the management of lateral epicondylitis in computer professionals. Archives of physical medicine and rehabilitation.. 2012; 4(93): p. 604— 609.
-
8. Khuman P, Trivedi P, Devi S. Myofascial release technique in chronic lateral epicondylitis: a randomized controlled study. Int J Health Sci Res. 2013; 3(7): p. 45-52.
-
9. Kisner C, Colby LA. Therapeutic Exercise Foundations And Techniques. 5th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company.; 2007.
-
10. Lee JH, Park SJ. The effect of proprioceptive neuromuscular
facilitation therapy on pain and function. Journal of physical therapy science. 2013; 25(6): p. 713-716.
-
11. Winters MV, Blake CG. Passive versus active stretching of hip flexor muscles in subjects with limited hip extension: a randomized clinical trial. Physical Therapy. 2004; 84(9): p. 800.
-
12. Irfan M, Natalia. Beda Pengaruh Auto Stretching Dengan Contract Relax and Stretching Terhadap Penambahan Panjang Otot Hamstring. Jurnal Fisioterapi Indonusa. 2008; 8(1): p. 6587.
-
13. Kim SH, Lee KW. Immediate Effects of Active Stretching Versus Passive Mobilization of the Upper Cervical Spine on Patients with Neck Pain and ROM. 대한물리의학회지. 2016;
11(4): p. 27-32.
-
14. Lee JH, Han EY. Journal of Physical Therapy Science. A comparison of the effects of PNF, ESWT, and TPI on pain and function of patients with myofascial pain syndrome. 2013; 25(3): p. 341344.
-
15. Cheatham SW, Kolber MJ, Cain M, Lee M. The Effects Of Self-Myofascial Release Using A Foam Roll Or Roller Massager On Joint Range Of Motion, Muscle Recovery, And Performance: A Systematic Review. International journal of sports physical therapy. 2015; 10(6): p. 827-838.
-
16. Vaughan B, McLaughlin P. Immediate changes in pressure pain threshold in the iliotibial band using a myofascial (foam) roller. International Journal of Therapy and Rehabilitation. 2014; 21(12): p. 569-574.
-
17. Schleip R. Fascial plasticity–a new neurobiological explanation: Part 1.. J Bodyw Mov Ther. 2003; 7: p. 11-19.
-
18. Sefton J. Myofascial release for the athletic trainers, Part I: Theory and session guidelines. Athl Ther Today. 2004; 9: p. 48-49.
-
19. Hindle KB, Whitcomb TJ, Briggs WOaHJ. Proprioceptive neuromuscular facilitation (PNF): Its mechanisms and effects on range of motion and muscular function. J Hum Kinet. 2012 ; 31(1): p. 105-113.
-
20. Balasubramaniam A, Kandhasamy M. Effect of Myofascial Release Therapy and Active Stretching on Pain and Grip Strength in Lateral Epicondylitis. Journal of Riphah College of Rehabilitation Sciences. 2016; 4(1): p. 3-6.
-
21. Sugijanto , Bimantoro A. Perbedaan Pengaruh Pemberian Ultrasound dan Manual Longitudinal Muscle Stretching dengan Ultrasound dan Auto Stretching. Jurnal Fisioterapi Indonusa. 2008; 8(1): p. 1-24.
-
22. Lee JH, Gak HB. Effects of Self Stretching on Pain and Musculoskeletal Symptom of Bus Drivers. Journal of Physical Therapy Science. 2014; 26(12): p. 1911-1914.
10
Discussion and feedback