PELATIHAN 12 BALANCE LEBIH MENINGKATKAN KESEIMBANGAN DIBANDINGKAN PELATIHAN CORE STABILITY PADA LANSIA DI BANJAR BATU, DESA PERERENAN KECAMATAN MENGWI-BADUNG
on
Sport and Fitness Journal
Volume 6, No.1, Januari 2018: 107-116
ISSN: 2302-688X
PELATIHAN 12 BALANCE LEBIH MENINGKATKAN KESEIMBANGAN DIBANDINGKAN PELATIHAN CORE STABILITY PADA LANSIA DI BANJAR BATU, DESA PERERENAN KECAMATAN MENGWI-BADUNG
Ida Ayu Astiti Suadnyana1 , Ketut Tirtayasa2 , Muthiah Munawaroh3 ,Luh Made Indah Sri Handari Adiputra4 ,I Putu Adiartha Griadhi5 , Muh.Irfan6
-
1 Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Universitas Udayana, Denpasar 2,4,5 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar
-
3,6 Fakultas Fisioterapi Universitas Esa Unggul, Jakarta
ABSTRAK
Gangguan keseimbangan merupakan masalah umum pada lansia. Masalah yang akan timbul dari gangguan keseimbangan adalah peningkatan risiko jatuh pada lansia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pelatihan 12 balance lebih efektif dibandingkan pelatihan core stability dalam meningkatkan keseimbangan.Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimental pre and post test two group design. Teknik pengambilan sampel secara simple random sampling. Sampel penelitian berjumlah 24 orang yang dibagi menjadi 2 kelompok, masing-masing terdiri dari 12 orang, Kelompok 1 diberikan pelatihan core stability dan Kelompok 2 diberikan pelatihan 12 balance. Pelatihan ini dilakukan 3 kali dalam seminggu selama 6 minggu. Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur keseimbangan menggunakan berg balance scale (BBS) sebelum dan setelah intervensi. Hasil penelitian menunjukkan skor rerata keseimbangan sebelum intervensi pada Kelompok 1 sebesar 45,42±4,79 dan Kelompok 2 sebesar 44,92±4,27 dengan nilai p=0,227 (p>0,05) serta skor rerata setelah intervensi pada Kelompok 1 sebesar 50,33±4,43 dan pada Kelompok 2 sebesar 52,67±3,31. Hasil menunjukkan adanya peningkatan keseimbangan pada Kelompok 1 sebesar 4,91±0,66 dan pada Kelompok 2 terjadi peningkatan keseimbangan sebesar 7,75±1,21. Uji beda selisih dengan menggunakan mann-whitney u test menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara Kelompok 1 dan Kelompok 2 dimana p=0,000 (p<0,05). Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pelatihan 12 balance lebih efektif dalam meningkatkan keseimbangan dibandingkan pelatihan core stability pada lansia di Banjar Batu, Desa Pererenan, Kecamatan Mengwi-Badung.
Kata kunci : keseimbangan, core stability, 12 balance, lansia
TRAINING OF 12 BALANCE EXERCISES IMPROVES BALANCE BETTER THAN CORE STABILITY EXERCISE AMONG THE ELDERLY IN BANJAR BATU, PERERENAN VILLAGE, MENGWI-BADUNG DISTRICT
ABSTRACT
One of the problems that would arise from a balance disorder is an increased risk of falls among the elderly. The purpose of this study is to determine of 12 balance exercises is more effective than core stability exercise to improve balance.This study is an experimental study with pre and post test two group designs. Sampling methods used in this study was simple random sampling. This study involved 24 subjects which are divided into two groups; In each group, there were consisted of 12 samples, group 1 which was given of core stability exercise while group 2 was given of 12 balance exercises. This exercise is done for 3 times a week for 6 weeks. The data used in this study is collected by measuring balance among the elderly using Berg Balance Scale (BBS) at the beginning and at the end of the exercise in each group. The result showed that the mean score of balance before intervention in group 1 was 45.42 ± 4.79 and group 2 was 44.92 ± 4.27 with 107 Pelatihan 12 Balance Lebih Meningkatkan Keseimbangan Dibandingkan Pelatihan Core Stability…………
p=0.0227 (p>0.05) and the mean score after intervention in group 1 was 50.33 ± 4.43 and in group 2 was 52.67 ± 3.31. The results showed that improvement of balance occur within group 1 with score 4.91 ± 0.66 and and within group 2 with score 7.75 ± 1.21. Difference test by using mann-whitney u test showed a significant difference between intervention in group 1 and group 2 where p = 0.000 (p <0.05). Based on these results it can be concluded that 12 balance exercises is more effective in increasing balance rather than core stability exercise among the elderly in Banjar Batu, Pererenan Village, Mengwi-Badung District.
Keywords: balance, core stability, 12 balance, elderly.
PENDAHULUAN
Perkembangan dan perubahan zaman di era globalisasi ini membawa bangsa Indonesia mengalami kemajuan di berbagai bidang. Perkembangan dan kemajuan di berbagai bidang juga menyebabkan meningkatnya usia harapan hidup (UHH) manusia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, usia harapan hidup di Indonesia pada tahun 2011 adalah 69,65 tahun dengan persentase populasi lansia yaitu 7,58 % selanjutnya pada tahun 2012 persentase rata-rata populasi lansia di Indonesia mencapai 7,65% dan Provinsi Bali telah melebihi persentase rata-rata populasi nasional tersebut hingga mencapai 9,78% yang berada di peringkat ke-4 dengan populasi lansia terbanyak di Indonesia.1
Lansia merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan berbagai organ, fungsi dan sistem tubuh yang bersifat alamiah/fisiologis.2 Penggolongan lansia menurut WHO meliputi : middle age (45–59 tahun),elderly (60-74 tahun), old (75-90 tahun), very old (diatas 90 tahun).3 National Health and Nutrition Examination Survey di Amerika melakukan tes keseimbangan pada lebih dari 5000 orang berusia 40 tahun atau lebih. Survei tersebut menghasilkan 19% usia kurang dari 49 tahun, 69% responden berusia 70 – 79 tahun dan 85% usia 80 tahun atau lebih yang mengalami ketidakseimbangan. Sepertiga dari responden berusia 65 – 75 tahun mengatakan memiliki gangguan keseimbangan yang dapat mempengaruhi kualitas hidup.4
Studi menunjukkan bahwa bertambahnya umur dapat berpengaruh terhadap penurunan keseimbangan. Permasalahan utama yang sering dialami oleh lansia di seluruh dunia adalah jatuh.5 Peningkatan risiko jatuh dan penyertanya berbanding lurus dengan pertambahan usia.6 Menurut WHO, prevalensi
jatuh pada populasi lansia yang tinggal dirumah meningkat sesuai dengan pertambahan umur yakni 28% – 35% pada lansia dengan umur lebih dari 65 tahun dan 32% – 42% dengan usia diatas 75 tahun.7
Keseimbangan merupakan interaksi yang kompleks dari sistem sensorik (vestibular, visual, dan somatosensoryt ermasuk proprioceptor) dan muskuloskeletal (otot, sendi dan jaringan lunak lain) yang dimodifikasi/diatur dalam otak (kontrol motorik, sensorik, basal ganglia, cerebellum, area asosiasi) sebagai respon terhadap perubahan kondisi internal dan eksternal. Dari keseimbangan tersebut maka aktivitas lainnya dapat dilakukan secara baik.8
Keseimbangan postural terdiri atas keseimbangan statis dan keseimbangan dinamis. Keseimbangan dapat ditingkatkan untuk mengurangi risiko kejadian jatuh dengan mengenal faktor risiko gangguan keseimbangan. Adanya penurunan keseimbangan akan menyebabkan menurunnya kontrol postur, menurunnya alignment tubuh, serta kurangnya kontrol kestabilan gerakan.9 Dalam hal ini diperlukan suatu pelatihan untuk meningkatkan keseimbangan dan mencegah terjadinya jatuh pada lansia. Ada banyak jenis pelatihan keseimbangan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keseimbangan lansia, diantaranya adalah Pelatihan core stability dan Pelatihan 12 balance.
Sebuah penelitian terhadap 24 lansia yang berusia 60-74 tahun dengan memberikan Pelatihan core stability exercise selama 3 kali dalam seminggu selama empat minggu mampu meningkatkan keseimbangan dinamis lansia sebesar 28%.10 Pelatihan core stability bertujuan untuk mengontrol posisi dan gerakan pada bagian pusat tubuh dari trunk sampai pelvic
yang digunakan untuk melakukan gerakan secara optimal. Core stability sangat penting dalam keseimbangan karena memberikan stabilitas proksimal untuk mobilitas distal.11
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Nugraha, terhadap 28 lansia yang berusia 60-74 tahun membuktikan bahwa pemberian Pelatihan 12 balance 3 kali seminggu selama 5 minggu mampu meningkatkan keseimbangan dinamis yang dievaluasi dengan menggunakan berg balance scale. Gerakan 12 balance exercise meliputi: single limb stance, eye tracking, clock reach, tandem stance, single limb stance with arm, balancing wand, knee marching, body circles, hel to toe, grapevine, stepping exercises, dan dynamic walking.12
Studi meta-analisis yang dilakukan oleh Sibley menyimpulkan bahwa tujuan pelatihan keseimbangan agar dapat mencapai: functional stability limit (kemampuan untuk menggerakkan pusat gravitasi sejauh mungkin pada arah anteroposterior atau mediolateral), meningkatkan sistem motorik (kekuatan dan koordinasi), meningkatkan stabilitas statis, kontrol postural, anticipatory postural control, stabilitas dinamik, integrasi sensoris (visual, vestibular, dan somatosensoris), serta berpengaruh terhadap perbaikan sistem kognitif.13
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pelatihan core stability dan pelatihan 12 balance dalam meningkatkan keseimbangan lansia di Banjar Batu, Desa Pererenan, Kecamatan Mengwi-Badung.
METODE PENELITIAN
-
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah eksperimental dengan rancangan randomized pre and post test two group design, dimana pengelompokkan subjek secara random. Subjek dibagi menjadi dua kelompok, kelompok 1 diberikan pelatihan core stability dan pada kelompok 2 diberikan pelatihan 12 balance.
-
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Banjar Batu Desa Pererenan Kecamatan Mengwi-Badung, pada Desember 2016 sampai Januari 2017
sebanyak 3 kali dalam 1 minggu selama 6 minggu.
-
C. Populasi dan Sampel
Populasi dari penelitian ini adalah lansia yang berada di Banjar Batu, Desa Pererenan, Kecamatan Mengwi-Badung. Sampel pada penelitian ini adalah lansia yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang berjumlah 24 orang.
-
D. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik random sampling. Dari jumlah populasi lansia di Banjar Batu sebanyak 51 orang kemudian diseleksi sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Sampel yang terpilih kemudian dirandomisasi dengan cara undian untuk mendapatkan sampel yang dibutuhkan. Pembagian kelompok di lakukan secara acak senderhana dari subjek yang terpilih.
Prosedur penelitian ini adalah : Tahap Persiapan dan Persiapan Pelaksanaan.
Tahap Persiapan :
-
a. Melakukan perijinan kepada kelian Banjar Batu, Desa Pererenan, Kecamatan Mengwi-Badung.
-
b. Peneliti membuat surat ijin penelitian dan ditandatangani Ketua Prodi Fisiologi Olahraga.
-
c. Peneliti memberikan penjelasan kepada sampel.
-
d. Sampel mengisi blanko inform consent.
Tahap pelaksanaan :
-
a. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada subjek.
-
b. Menetapkan kelompok perlakuan 1 dan kelompok perlakuan 2 secara acak sederhana yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. c. Melakukan pengukuran Keseimbangan lansia dengan berg balance scale.
-
d. Pemberian pelatihan core stability pada kelompok 1 dan pelatihan 12 balance pada
kelompok 2 sebanyak 3 kali seminggu selama 6 minggu
-
e. Melakukan pengukuran keseimbangan kembali menggunakan berg balance scale setelah pemberian intervensi terakhir kemudian mencatat hasil pengukuran.
-
1. Uji Deskriptif statistik untuk
memberikan gambaran tentang karakterisitik sampel yaitu umur, jenis kelamin dan pekerjaan.
-
2. Uji normalitas data menggunakan
Shapiro wilk test, bertujuan untuk mengetahui distribusi data masing-masing kelompok. Batas kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05. Data berdistribusi normal dengan nilai p > 0,05.
-
3. Uji Homogenitas data dengan levene’s
test, bertujuan untuk mengetahui variasi data. Batas kemaknaan 0,05. Apabila hasilnya p > 0,05 maka data homogen dan apabila hasilnya p < 0,05 maka data tidak homogeny
-
4. Uji Hipotesis I dan II menggunakan
paired sample t-test karena data berdistribusi normal. Untuk menguji signifikansi 95% pada kelompok 1 dan kelompok 2, jika p < 0,05 maka hipotesis ditolak (Ho ditolak atau Hi diterima ada perbedaan yang signifikan).
-
5. Uji Hipotesis III menggunakan mann-
whitney u test untuk menguji signifikansi antara kelompok 1 dan 2 karena data tidak berdistribusi normal. Pengambilan keputusan berdasarkan perbandingan probabilitas dengan tingkat signifikansi 95%, jika p < 0,05 maka hipotesis ditolak (Ho ditolak atau Hi diterima ada perbedaan yang signifikan).
HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Karakteristik Subjek berdasarkan jenis kelamin, umur, pekerjaan
Persen (%)
Karakteristik |
Kategori |
Kelompok 1 |
Kelompok 2 |
Jenis |
Laki-laki |
16,7 |
16,7 |
Kelamin |
Perempuan |
83,3 |
83,3 |
Total |
100 |
100 | |
61-65 th |
66,7 |
50,0 | |
Umur |
66-70 th |
8,3 |
33,3 |
71-74 th |
25,0 |
16,7 | |
Total |
100 |
100 | |
IRT |
8,2 |
25,0 | |
Petani |
75,0 |
58,3 | |
Pekerjaan |
Pedagang Banten |
16,7 |
100 |
Total |
100 |
100 |
Berdasarkan Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa karakteristik subjek pada penelitian ini yaitu subjek pada kelompok 1 maupun 2 yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 2 orang (14,3%) dan perempuan sebanyak 12 orang (85,7%). Rerata umur subjek pada kelompok 1 yaitu 66,08 tahun dan rerata umur subjek pada kelompok 2 yaitu 65,83 tahun. Pekerjaan pada kelompok 1 didapatkan subjek sebagai ibu rumah tangga berjumlah 1 orang (8,3%), bekerja sebagai petani berjumlah 9 orang (75%), kemudian bekerja sebagai pedagang banten berjumlah 2 orang (16,7%). Pada kelompok 2 dengan subjek sebagai ibu rumah tangga berjumlah 3 orang (25%), bekerja sebagai petani berjumlah 7 orang (58,3%), dan bekerja sebagai pedagang banten 2 orang (16,7%).
Tabel 2. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Keseimbangan
Uji Normalitas dengan Shapiro Wilk Test Kelompok Kelompok Kelompok 1 2 |
Uji Homogenitas (Levene’s test) | ||
Data |
p |
p |
p |
Skor BBS Sebelum Perlakuan |
0,138 |
0,227 |
0,48 |
Skor BBS Setelah Perlakuan |
0,053 |
0,086 |
0,25 |
Selisih |
0,012 |
0,018 |
0,02 |
Berdasarkan Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa hasil uji normalitas distribusi data denganmenggunakan shapiro wilk Test didapatkan nilai probabilitas untuk kelompok 1 sebelum pelatihan core stability yaitu p = 0,138 (p>0,05) yang berarti bahwa data berdistribusi normal. Pada kelompok 2 nilai yang didapatkan sebelum pelatihan 12 balance yaitu p = 0,227 (p>0,05) yang berarti bahwa data berdistribusi normal.
Untuk kelompok 1 nilai yang didapatkan setelah pelatihan core stability yaitu p = 0,053 (p>0,05) yang berarti bahwa data berdistribusi normal. Demikian juga dengan hasil analisis pada kelompok 2 setelah pelatihan 12 balance, nilai p = 0,086 (p>0,05) yang berarti bahwa data berdistribusi normal.
Untuk kelompok 1 nilai selisih sebelum dan setelah pelatihan core stability yaitu p = 0,012 (p>0,05) yang berarti bahwa data tidak berdistribusi normal. Demikian juga dengan hasil analisis selisih sebelum dan setelah pelatihan 12 balance pada kelompok 2 yaitu p = 0,018 (p>0,05) yang berarti bahwa data tidak berdistribusi normal.
Hasil uji homogenitas dengan menggunakan levene’s test dari data sebelum intervensi pada kelompok 1 dan kelompok 2 diperoleh nilai p = 0,48 (p>0,05), yang berarti bahwa data bersifat homogen. Data keseimbangan setelah intervensi pada kelompok 1 dan kelompok 2 menunjukkan nilai p = 0,25 (p>0,05) yang berarti bahwa data
bersifat homogen serta data selisih kelompok 1 dan kelompok 2 menunjukkan nilai p = 0,02 (p<0,05) yang berarti bahwa data bersifat tidak homogen.
-
2. Uji Beda Rerata Nilai Keseimbangan Sebelum dan Setelah Intervensi
Tabel 3. Hasil uji T-berpasangan (Paired sample t test)
Rerata sebelum
Intervensi ±
SB
Rerata setelah p
Intervensi ±
SB
Kel.1
45,42 ± 4,79
50,33 ± 4,43 0,000
Kel.2
44,92 ± 4,27
52,67 ± 3,31 0,000
Berdasarkan Tabel 3 didapatkan hasil beda rerata peningkatan nilai keseimbangan yang dianalisis dengan paired sample t-test sebelum dan setelah intervensi pada kelompok 1 dengan nilai p = 0,000 (p<0,05) yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada peningkatan nilai keseimbangan sebelum dan setelah pelatihan core stability pada lansia di Banjar Batu.
Pengujian hipotesis sebelum dan
setelah intervensi pada kelompok 2
menggunakan uji paired sample t-test
didapatkan nilai p = 0,000 (p<0,05) yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada peningkatan nilai keseimbangan sebelum dan setelah pelatihan 12 balance pada lansia di Banjar Batu
-
4. Uji Beda Hasil Nilai Keseimbangan dan Peningkatan Keseimbangan Pada
Kelompok 1 dan Kelompok 2.
Tabel 4. Hasil Mann-whitney u test | |||
Kelompok |
Kelompok 1 |
Kelompok 2 |
p |
Data |
Rerata ± SB |
Rerata ± SB | |
Skor Sebelum Perlakuan |
45,42 ± 4,79 |
44,92 ± 4,27 |
0,705 |
Skor Setelah Perlakuan |
50,33 ± 4,43 |
52,67 ± 3,31 |
0,170 |
Selisih |
4,91 ± 0,66 |
7,75 ± 1,21 |
0,000 |
Berdasarkan Tabel 4 diatas hasil nilai keseimbangan yang diukur menggunakan berg balance scale memperoleh nilai selisih pada kelompok 1 dan kelompok 2 dimana nilai p=0,000 (p<0,05). Hal ini berarti ada perbedaan yang signifikan antara kedua pelatihan tersebut setelah dilakukan pelatihan.
Rerata peningkatan nilai keseimbangan pada kelompok 2 yaitu 7,75 lebih besar dibandingkan kelompok 1 yaitu 4,91. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pelatihan 12 balance menghasilkan peningkatan nilai Keseimbangan yang lebih besar dibandingkan pelatihan core stability.
PEMBAHASAN
Pelatihan core stability memiliki mekanisme dalam meningkatkan keseimbangan pada lansia dengan meningkatkan sistem motorik (kekuatan otot dan koordinasi), meningkatkan sensor proprioseptif, meningkatkan stabilitas statis & dinamik serta meningkatan kontrol postural.
Pelatihan core stability yang dilakukan secara teratur minimal 3 kali dalam seminggu selama 6 minggu dapat meningkatkan keseimbangan. Hasil penelitian Kahle menunjukkan nilai p<0,05 yang berarti pelatihan core stability efektif dalam meningkatkan keseimbangan, rata-rata peningkatan keseimbangan yang dicapai sebesar 6,6%. Pelatihan core stability berperan dalam peningkatan kekuatan otot-otot khususnya otot area lumbal sehingga core stability yang baik akan menstabilkan segmen vertebra yang menyebabkan gerak ekstremitas secara dinamis akan lebih efisien.14
Penelitian yang dilakukan Ahmadi et al (2012) menyatakan pelatihan core stability akan meningkatkan kekuatan pada otot-otot trunk, abdominal, lumbal hingga pelvis. Hasil penelitian tersebut menunjukkan nilai p<0,05, yang juga berarti pelatihan core stability yang diberikan secara signifikan dapat meningkatkan keseimbangan lansia. Core stability penting dalam memberikan kekuatan
lokal dan keseimbangan untuk memaksimalkan aktivitas secara efisien.15 Pola dalam kinerja otot-otot core memberikan stabilitas proksimal yang digunakan untuk mobilitas pada distal. Pola proksimal ke distal merupakan gerakan berkesinambungan yang melindungi sendi pada distal yang digunakan untuk mobilisasi saat bergerak.16
Core stability berperan dalam meningkatkan kekuatan otot, kelincahan fisik, meningkatkan koordinasi neuromuskular dan keseimbangan. Hasil penelitian tersebut membandingkan core stability exercise dan walking exercise pada lansia menunjukkan bahwa latihan core stability lebih meningkatkan keseimbangan dimana nilai p<0,05 dengan persentase peningkatan sebesar 34%.17 Teori yng dikemukan oleh American Collage of Sport Medicine, pelatihan yang dapat meningkatkan kekuatan otot pada akhirnya akan meningkatkan keseimbangan postural lansia yang dapat dilakukan 3-4 minggu dengan frekuensi 3 kali seminggu. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Nyman bahwa pelatihan keseimbangan dapat menimbulkan adanya kontraksi otot.18
Penelitian yang dilakukan oleh Wolf (2001) menyatakan bahwa pelatihan 12 balance yang dilakukan lansia selama 4-6 minggu mampu meningkatkan keseimbangan lansia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan nilai p≤0,001 hal ini berarti pelatihan 12 balance secara signifikan dapat meningkatkan keseimbangan lansia. Persentase peningkatan keseimbangan yang dihasilkan adalah sebesar 13,9%.19 Pelatihan 12 balance mampu mengaktifkan sistem gerak volunter, respon postural otomatis, serta gerak refleks tubuh.
Pada saat melakukan pelatihan single limb stance akan meningkatkan fungsi proprioseptif tubuh dan kemampuan kontrol neuromuskular serta dapat memperkuat otot-otot tulang belakang dan panggul.19 Pada saat melakukan pelatihan single limb stance,
tandem stance dan body circle, tubuh akan meresponnya dengan melakukan gerakan volunter. Pada saat melakukan pelatihan tersebut tubuh akan meresponnya dengan mengirimkan sinyal melalui mekanoreseptor untuk diteruskan ke girus postsentralis dari korteks serebri dan diolah untuk menghasilkan sinyal motorik ke serabut piramidal dan berakhir di neuron-neuron motorik anterior. Neuron motorik anterior meneruskan potensial aksi sampai akson terminal, sehingga menghasilkan potensial end plate dan menimbulkan suatu potensial aksi yang menyebar di sepanjang membran otot dan terjadilah peristiwa kontraksi otot.20
Respon postural otomatis tubuh dicapai ketika melakukan pelatihan clock reach, single limb stance with arm dan balancing wand. Pada pelatihan ini, percepatan linear tubuh akan dideteksi oleh organ sensoris makula utrikulus yang berperan penting menentukan orientasi kepala ketika kepala dalam posisi tegak. Sinyal-sinyal yang sesuai dikirimkan melalui nervus vestibularis ke nuklei vestibular untuk diolah di batang otak. Pada sistem ini, batang otak menjalarkan sinyal eksitasi yang kuat ke otot-otot antigravitasi melalui traktus vestibulospinalis medialis dan lateralis dalam kolumna anterior medula spinalis. Tubuh akan meresponnya dengan melakukan feedback gerakan berupa koreksi atau proteksi terhadap tubuh akibat suatu gangguan atau perubahan landasan tumpu.21
Pelatihan knee marching, heel to toe dan grapevine dalam pelatihan 12 balance mengaktifkan otot-otot yang berperan dalam gerakan melangkah pada lansia. Pelatihan ini berpengaruh terhadap kontrol dinamik. Pelatihan yang dilakukan selama tiga kali dalam lima minggu memberikan efek berupa peningkatan kekuatan otot pada otot-otot yang digunakan untuk melangkah, diantaranya otot-otot panggul (ekstensor, fleksor, abduktor, adduktor, dan rotator), otot-otot lutut (ekstensor dan fleksor), kaki dan pergelangan kaki, serta otot-otot postural tubuh (m. erector spinae dan m. rectus abdominis).
Pelatihan eye tracking, dynamic walking dan stepping exercise pada 12 balance
akan membentuk sistem integrasi sensoris dan pengaktifan sistem feedforward pada strategi gerakan dengan menggunakan respon postural otomatis dimana efek dari pepelatihan ini tidak dimiliki oleh pelatihan core stability. Pelatihan eye tracking berperan pada sistem visual yang memegang peranan penting dalam sistem sensoris. Sistem visual langsung memberikan informasi ke otak, kemudian otak memerikan informasi agar sistem muskuloskeletal agar dapat bekerja secara sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh. Adanya peningkatan pada sistem visual dapat meningkatkan kontrol gerakan.
Pelatihan dynamic walking akan memberikan informasi kepada kanalis semisirkularis terkait perubahan posisi kepala. Pada kanalis semisirkularis cairan akan mengalir dari kanalis menuju ampula yang selanjutnya membelokkan kupula ke salah satu sisi. Peristiwa ini menyebabkan terjadinya depolarisasi sel-sel rambut dan sinyal-sinyal yang sesuai dikirimkan melalui nervus vestibularis untuk memberitahu sistem saraf pusat mengenai perubahan perputaran kepala dan kecepatan perubahan kepala.21
Stepping exercise dalam pelatihan 12 balance, akan mengaktifkan fungsi vestibuloserebelum yang berperan menghitung kecepatan arah dan gerakan selama beberapa milidetik yang akan datang. Hasil penghitungan ini adalah kunci untuk kemajuan otak bagi urutan gerak selanjutnya. Selama pengaturan keseimbangan diperkirakan bahwa informasi yang berasal dari bagian perifer tubuh maupun apparatus vestibular digunakan oleh sirkuit pengaturan umpan balik yang khusus guna menyediakan koreksi antisipasi sinyal motorik. Koreksi antisipasi mengaktifkan feedforward mechanism untuk koreksi sikap yang diperlukan dalam menjaga keseimbangan sewaktu ada gerakan yang sangat cepat, termasuk perubahan arah gerakan yang cepat.21
Integrasi sensoris pada pelatihan 12 balance dicapai melalui gerakan eye tracking, dynamic walking dan stepping exercise. Pada saat melakukan pelatihan eye tracking sistem visual akan beradaptasi terhadap perubahan
yang terjadi di lingkungan dan akan memberikan informasi ke otak yang akan bekerja sinergis dalam mempertahankan keseimbangan. Pelatihan stepping exercise juga menimbulkan eksitasi pada apparatus vestibular dalam hal ini kanalis semisirkularis dan yang terakhir dynamic walking memberikan tambahan informasi pada somatosensoris tubuh. sehingga tercapailah konsep integrasi sensoris dalam hal menjaga keseimbangan.
Hal tersebut diatas sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugraha (2016) menyatakan bahwa pelatihan 12 balance exercise lebih meningkatkan keseimbangan dinamis dibandingkan balance strategy pada lansia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan nilai p=0,000 setelah diberikan pelatihan 12 balance, peningkatan keseimbangan setelah diberikan pelatihan 12 balance yaitu sebesar 6,78%. Peningkatan yang terjadi melalui mekanisme peningkatan kekuatan otot postural yang menciptakan perbaikan pada limit of stability, respon otomatis postural melalui mekanisme feedback gerakan yaitu protektif dan korektif, meningkatkan kontrol dinamik, mengaktifkan sistem feedforward pada strategi gerakan, serta tercapai integrasi sensoris berupa sensory strategies dan sensory re-weighting.13
6 minggu mampu meningkatkan keseimbangan lansia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan nilai p≤0,001, hal ini berarti pelatihan 12 balance secara signifikan dapat meningkatkan keseimbangan lansia.(19)
Pelatihan eye tracking dalam 12 balance melibatkan sistem visual yang dapat meningkatkan kontrolgerakan. Visual memegang peranan sangat penting dalam sistem sensorik. Vision/penglihatan memainkan peran penting pada semua strategi reaktif, prediktif dan antisipasi. Pada stepping exercise dalam pelatihan 12 balance akan mengaktifkan fungsi vestibuloserebelum yang berperan menghitung kecepatan arah dan gerakan tubuh. Selama pengaturan keseimbangan diperkirakan bahwa informasi yang berasal dari bagian perifer tubuh maupun apparatus vestibular digunakan oleh sirkuit pengaturan umpan balik yang khusus guna menyediakan koreksi antisipasi sinyal motorik. Koreksi antisipasi mengaktifkan feedforward mechanism untuk koreksi sikap yang diperlukan dalam menjaga keseimbangan sewaktu ada gerakan yang sangat cepat, termasuk perubahan arah gerakan yang cepat.21 Dynamic walking memberikan tambahan informasi pada somatosensoris tubuh sehingga tercapailah konsep integrasi sensoris dalam hal menjaga keseimbangan yaitu: integrasi antara sistem visual, vestibular, dan somatosensoris.
Hal tersebut diatas juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugraha (2016) yang menyatakan bahwa pelatihan 12 balance exercise lebih meningkatkan keseimbangan dinamis dibandingkan balance strategy pada lansia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan nilai p=0,000 yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna antara pelatihan 12 balance dan balance strategy dimana pelatihan 12 balance exercise memberikan peningkatan keseimbangan yang lebih signifikan dibandingan balance strategy.
Pada pelatihan core stability memiliki mekanisme dalam meningkatkan keseimbangan pada lansia dengan meningkatkan sistem motorik (kekuatan otot dan koordinasi), meningkatkan sensor
proprioseptif, meningkatkan stabilitas statis & dinamik serta meningkatan kontrol postural. Hasil penelitian Golpaigany et al tahun 2010 dalam judul penelitian “the effect of core stabilization training program on elderly postural control” menyatakan pelatihan core stability yang dilakukan selama 4 minggu dengan frekuensi 3 kali seminggu dapat meningkatkan kontrol postur lansia, hasil penelitian tersebut menunjukkan nilai p<0,05 yang berarti pelatihan core stability secara signifikan dapat meningkatkan kontrol postural lansia.22 Stabilitas postur terbentuk dari aktivasi otot-otot core yang optimal yang akan menyebabkan mobilitas pada ekstremitas menjadi baik. Stabilitas postur tidak hanya bergantung pada kekuatan otot tetapi juga input sensorik yang akan menginformasikan ke SSP tentang interaksi tubuh dengan lingkungan. Dengan demikian core stability akan mempertimbangkan komponen sensorik dan motorik yang terkait untuk stabilisasi postur yang optimal.
Persentase peningkatan rerata nilai keseimbangan yang dihasilkan pada penelitian ini adalah pada kelompok 2 dengan intervensi pelatihan 12 balance yaitu 17,25% lebih besar dibandingkan kelompok 1 yaitu 10,81%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pelatihan 12 balance lebih baik dibandingkan pelatihan core stability dalam meningkatkan keseimbangan pada lansia.
Kedua pelatihan keseimbangan yang dilakukan dalam penelitian ini berdampak positif bagi lansia. Meningkatnya keseimbangan pada lansia akan dapat menurunkan risiko jatuh yang merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi lansia. Dengan keseimbangan tubuh yang baik menyebabkan lansia dapat beraktifitas secara optimal tanpa ada rasa khawatir untuk jatuh. Dengan demikian dapat meningkatkan kualitas hidup lansia.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1) Pelatihan core stability tiga kali dalam
seminggu selama enam minggu dapat meningkatkan keseimbangan pada lansia di Banjar Batu, Desa Pererenan, Kecamatan Mengwi-Badung. 2) Pelatihan 12 balance tiga kali dalam seminggu selama enam minggu dapat meningkatkan keseimbangan pada lansia di Banjar Batu, Desa Pererenan, Kecamatan Mengwi-Badung. 3) Pelatihan 12 balance tiga kali seminggu selama enam minggu lebih dapat meningkatakan keseimbangan dibandingkan pelatihan core stability pada lansia di Banjar Batu, Desa Pererenan, Kecamatan Mengwi-Badung.
Saran yang dapat diberikan yaitu penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menambah variabel-variabel yang diteliti, seperti IMT, postur tubuh serta menambah waktu penelitian dan dapat menggunakan latihan dengan beban yang progesif agar dapat mencapai hasil yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Kemenkes, RI, 2013. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta: Buletin Jendela Data dan
Informasi Kesehatan.
-
2. Nugroho, W., 2008. Keperawatan
Gerontik dan Geriatrik. 3ed. Jakarta: EGC.
-
3. Maryam, S.R., 2008. Mengenal Usia
Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
-
4. Philips, J.O., 2011. Find your balance. Hearing Health Mgazine, 27 (4), pp.2022.
-
5. Bouillon LE & Baker JL., 2011. Dynamic Balance Differences as Measured by The Star Excursion Balance Test Between Adult-Aged and MiddleAged Woman. Sport Health, 46(2), pp.466-9.
-
6. Cho KH, Bok SK, Kim Y-J, Hwang SL., 2012. Effect of Lower Limb Strength on Falls and Balance of the Elderly. Ann Rehabil Med, 36(3), pp.386–93.
-
7. Kuptniratsaikul V, Praditsuwan R, Assantachai P, Ploypetch T, Udompunturak S, Pooliam J., 2011.
Effectiveness of Simple Balancing Training Program in Elderly Patients With History of Frequent Falls. Clin Interv Aging, (6), pp.111–7.
-
8. Batson, G., 2009. Update on
Proprioception Considerations for Dance Education. Journal of Dance Medicine and Science, 13(2).
-
9. Yuliana, S., Adiatmika, I.P.G., Irfan, M., Hazmi, D., 2014. Pelatihan Kombinasi Core Stability Exercise dan Ankle Strategy Exercise Tidak Lebih Meningkatkan Dari Core Stability Exercise Untuk Keseimbangan Statis pada Mahasiswa S1 Fisioterapi Stikes Aisyiyah Yogyakarta. Sport Journal and Fitness Journal, 2(2) pp.63-73.
-
10. Suadnyana, I.A., Nurmawan, S., Muliarta, I.M., 2015. Core Stability
Exercis Meningkatkan Keseimbangan Dinamis Lanjut Usia di Banjar Bebengan, Desa Tangeb, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Sport Journal and Fitness Journal, 3(1).
-
11. Akuthota, V., A. Ferreiro, T. Moore & M. Fredericson. 2008. Core stability exercise principles. Curr Sports Med. Rep, 7(1), pp. 39-44.
-
12. Nugraha, M.H.S., Wahyuni, N., Muliarta, I.M., 2016. Pelatihan 12 Balance
Exercise Lebih Meningkatkan
Keseimbangan Dinamis Daripada Balance Strategy Pada Lansia Di Banjar Bumi Santi, Desa Dauh Puri Kelod, Kecamatan Denpasar Barat. Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia, 1(1).
-
13. Sibley, K. Beauchamp, M. Ooteghem, K. Straus, S. dan Jaglal, S., 2015. Using the System Framework for Postural Control to Analyze the Components of Balance Evaluated in Standardized Balance Measures: A Scoping Review. American Congress of Rehabilitation Medicine, (96), pp.122-132
-
14. Kahle, N., 2009. The Effects of Core Stability Training on Balance Testing in Young. The University of Toledo.
-
15. Ahmadi, R., Daneshamandi, H. & Barati, A.H., 2012. The Effect of 6 Weeks Core Stabilization Training Program on The Balance in Mentally Retarded Students. International Journal of Sport Studies, 2(10), pp.496-501.
-
16. Kibler, W.B., 2006. The Role of Core Stability in Athletics Function. Sport Med, 36(3), pp.189-198.
-
17. Shi, Z., Zhou, J. 2014. Effect of core
stability training on balance in elderly women. Family Medicine and Community Health, 2(4), pp.48–52.
-
18. Nyman. 2007. Why do I need to improve my balance?. From
www.balancetraining.org.uk. Akses (20 Juni 2016).
-
19. Wolf, B. Feys, H. Weerdt, W. Meer, J.
Noom, M. Aufdemkampe, G., 2001.
Effect of A Physical Therapeutic Intervention for Balance Problems in The
Elderly: A Single-Blind,
Randomized, Controlled Multicentre Trial. Netherlands: Department of
Physical Therapy, Stichting Zorgcentrum Texel.
-
20. Squire, L. Berg, D. Bloom, F. Lac, S. Ghosh, A. Spitzer, N., 2008.
Fundamental Neuroscience. Elsevier: USA.
-
21. Guyton, A. & Hall, J., 2008. Fisiologi Kedokteran. Singapore: Elsevier.
-
22. Golpaigany, M., Shavandi, N., Mahdavi, S., Hessari, A.F., Ali Bakhshi, E., 2010. The Effect of Core Stabilization Training Program On Elderly Postural Control. Spor Hekimligi Dergisi, (45), pp. 37-44.
116
Pelatihan 12 Balance Lebih Meningkatkan Keseimbangan Dibandingkan Pelatihan Core Stability…………
Discussion and feedback