PENAMBAHAN INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITION TECHNIQUE LEBIH MENURUNKAN DISABILITAS LEHER DARIPADA CONTRACT RELAX STRETCHING PADA INTERVENSI ULTRASOUND DALAM KASUS SINDROM MYOFASCIAL OTOT UPPER TRAPEZIUS
on
Sport and Fitness Journal
Volume 6, No.1, Januari 2018: 64-73
ISSN: 2302-688X
PENAMBAHAN INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITION TECHNIQUE LEBIH MENURUNKAN DISABILITAS LEHER DARIPADA CONTRACT RELAX STRETCHING PADA INTERVENSI ULTRASOUND DALAM KASUS SINDROM MYOFASCIAL OTOT UPPER TRAPEZIUS
Putu Ayu Sita Saraswati1, I Putu Gede Adiatmika2, Syahmirza Indra Lesmana3, I Wayan Weta4, I Made Jawi5, Wahyuddin6
1 Program Studi Fisiologi Olahraga, Universitas Udayana Denpasar Bali 2,4,5 Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar Bali 3,6Fakultas Fisioterapi Universitas Esa Unggul
ABSTRAK
Sindrom myofascial pada otot upper trapezius merupakan nyeri otot yang ditandai oleh satu atau beberapa myofascial trigger point pada otot upper trapezius. Posisi kerja statis dalam jangka waktu lama memicu timbulnya masalah tersebutdan mengakibatkan nyeri dan keterbatasan gerak pada leher sehingga akan menimbulkan disabilitas leher. Penanganan fisioterapi berupa integrated neuromuscular inhibition technique (INIT) dan contract relax stretching yang dikombinasikan dengan modalitas ultrasound berdampak pada penurunan disabilitas leher. Tujuan: mengetahui metode yang lebih efektif dalam menurunkan disabilitas leher pada sindrom myofascial otot upper trapezius.Metode: Jenis penelitian eksperimental dengan rancangan randomizedpre test and post test group design. Sampel sebanyak 24 orang dibagi menjadi dua kelompok masing-masing 12 orang secara random. Kelompok perlakuan 1 dengan kombinasi INIT dengan ultrasound, sedangkan perlakuan 2 dengan contract relax stretching dengan ultrasound. Data diperoleh dengan mengukur disabilitas leher menggunakan Neck Disability Index(NDI), lingkup gerak sendi leher (LGS) dengan goniometerpada saat sebelum dan setelah perlakuan. Hasil:Diperoleh penurunan NDI22,50±2,43%(p<0,001) dan peningkatan LGS 5,083±1,0840 (p<0,001) pada Kelompok 1.Kelompok 2 juga terdapat penurunan NDI 17,33±3,05%(p<0,001) dan peningkatan LGS3,333±0,7780 (p<0,001). Hal ini berarti bahwa dalam setiap kelompok terjadi penurunan disabilitas leher secara bermakna. Hasil uji antar kelompok menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna pada penurunan NDI (p<0,001) dan peningkatan LGS (p<0,001). Simpulan: penambahan INIT lebih menurunkan disabilitas leher daripada contract relax stretching pada intervensi ultrasound dalam kasus sindrom myofascial otot upper trapezius
Kata kunci : myofascial, trapezius, INIT, ultrasound, stretching, disabilitas leher
COMBINATION OF INTEGRATED NEUROMUSCULAR INHIBITION TECHNIQUE IS MORE EFFECTIVE THAN CONTRACT RELAX STRETCHING TO ULTRASOUND MODALITY IN REDUCING NECK DISABILITY OF MYOFASCIAL SYNDROME IN UPPER TRAPEZIUS MUSCLE
ABSTRACT
Myofascial pain syndrome in upper trapezius muscle is a muscle pain that implicated by one or some myofascial trigger points in upper trapezius muscle. Working with static position in long time stimulating the presence of myofascial trigger points that causing pain and movement limitation
of the neck that stimulate neck disability. Physical therapy’s intervention for reducing pain in this case could be integrated neuromuscular inhibition technique or contract relax stretching combined with ultrasound modality. Purpose: to compare the both interventions in reducing neck disability of myofascial pain syndrome in upper trapezius muscle. Method: this was an experimental study with Randomized Pre and Post Test Group Design. Samples were divided into 2 treatment group that consist 12 samples for each. The first group treated with integrated neuromuscular inhibition technique with ultrasound while the second one was treated with contract relaxes stretching with ultrasound. The data was collected by measuring the decrease of neck disability using the Neck Disability Index which was supported by measuring neck range of motion using goniometer at the time before and after treatment.Result: the 1st group showed that the NDI decrease 22.50±2.43%and Neck ROM increase 5.083±1.0840 (p<0.001). In another hand, the NDI 2nd group decrease17.33±3.05% and it’s ROM increase 3.333±0.7780(p<0.001). It means there were significant effect of each treatment in both groups.The results of independent t-test showed p<0.001, so that there was significant difference of decreased neck disability between these groups. The result of independent t-test showed p value 0.001, so there was significant difference between two groups at decreasing neck disability. Conclusion:combinationintegrated neuromuscular inhibition technique is more effective than contract relax stretching to ultrasound modality in reducing neck disability of myofascial syndrome in upper trapezius muscle.
Keywords: myofascial, neck disability, trapezius, INIT, ultrasound, stretching
PENDAHULUAN
Teknologi kini semakinberkembang untuk mempermudah kelangsungan hidup manusia, akan tetapi perkembangan teknologi tidak selalu membawa dampak yang positif. Salah satu dari berbagai dampak negatif dari hal tersebutadalah pola hidup yang inaktif. Pola hidup inaktif dapat terjadi akibat penggunaan teknologi dalam posisi statis dalam jangka waktu yang lama dengan pola yang tidak ergonomis. Hal tersebut akan menimbulkan dampak seperti nyeri otot dan keterbatasan gerak salah satunya pada daerah leher dan bahu sehingga akan mempengaruhi aktivitas fungsional leher.
Studi menunjukkan prevalensi nyeri musculoscletal pada leher di Indonesia selama 1 tahun sebesar 40% dan prevalensi ini lebih tinggi pada wanita1. Studi terbaru mengenai nyerileher yang diakibatkan oleh sindrom myofascial dan hubungannya dengan trigger pointsmenunjukkan bahwa keluhan mengenai sindrom myofascial sangat sering ditemukan dalam populasi umum di Spanyol. Insiden dari kasus ini adalah 54% pada wanita dan 45% pada laki-laki2.
Sindrom myofascial merupakan nyeri otot yang ditandai dengan timbulnya satu atau beberapa titik picu yang disebut dengan trigger points. Sindrom ini disebabkan oleh faktor mekanik dan faktor medis.Kondisi ini sering ditemukan pada semua orang dengan keadaan inaktivitas akibat posisi beraktivitas dengan posisi yang tidak ergonomis dalam jangka waktu lama terutama pada area leher khususnya otot Upper Trapeziusyang sering ditemukan berkontraksi berlebihan mempertahankan postur kepala yang cenderung jatuh ke depan karena kekuatan gravitasi atau berat kepala itu sendiri. Kontraksi berlebih memicu timbulnyatrigger points pada taut band yang menimbulkan nyeri sindrom myofascial sehingga akan berdampak pada terjadinya disabilitas leher3.
Penanganan fisioterapi yang dapat diberikan untuk sindrom myofascialdapat berupa terapi modalitas seperti Ultrasound yang akann dikombinasikan dengan terapi manual seperti INIT dan Contract Relax Stretching . Pemberian terapi tersebut aman diaplikasikan dan bertujuan untuk mengurangi perlengketan di fascia dan aman untuk diaplikasikan dan mampu meningkatkan
fleksibilitas otot leher sehingga berdampak pada penurunan disabilitas leher.
Kombinasi Ultrasound dengan Contract Relax Stretching akan memberikan dampak dalam mempercepat penyembuhan jaringan, pelepasan adhesi, menurunkan nyeri, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas jaringan, elongasi otot secara maksimal serta meningkatkan lingkup gerak sendi leher sehingga turut menimbulkan efektifvitas dalam menurunkan disabilitas leher. Disamping itu, kombinasi INIT dengan Ultrasoundmerupakan suatu kombinasi terapi baru yang memberi dampak lebih positif dalam menangani sindrom myofascial otot Upper Trapeziuskarena bekerja dengan langsung pada trigger point, mempercepat proses perbaikan jaringan dengan merangsang proses inflamasi fisiologis, melepas adhesi, mengurangi nyeri, menurunkan spasme, meningkatkan fleksibilitasotot, meningkatkan lingkup gerak sendi leher dan akan berpengaruh terhadap penurunan disabilitas leher. Kombinasi ini masih sangat sedikit yang mengaplikasikan serta masih sedikit penelitian mengenai keefektifannya jika dibandingkan dengan teknik Contract Relax Stretching dalam menurunkan disabilitas leher.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemberian Integrated Neuromuscular Inhibition Technique dengan Ultrasound lebih efektif menurunkan disabilitas leher daripada Contract Relax Stretching dengan Ultrasound pada sindrom myofascial otot Upper Trapezius.
MATERI DAN METODE A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental yang bersifat Pre Test-Post Testcontrol group design. Jumlah sampel 24yang dibagi menjadidari 12 sampel pada tiap kelompok perlakuan.
Penelitian dilakukan pada Praktek Fisioterapi Swasta di Denpasar selama 3 bulan terhitung mulai awal bulan Januari sampai
awal bulan Maret 2017. Intervensi terapi tiap responden dilakukan sebanyak enam kali selama 2 minggu.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien terindikasi sindrom myofascial ototUpper Trapezius yang datang untuk mendapatkan intervensi fisioterapi ke praktek fisioterapi swasta di Denpasar dalam periode bulan Januari sampai Maret 2017. Sampel penelitian sebanyak 24 orang dipilih dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang dibagi kedalam dua kelompok perlakuan secara random dengan teknik permutasi blok, dimana kelompok 1 akan diberikan intervensi INIT dengan ultrasound dan kelompok 2 diberikan contract relax stretching dengan ultrasound.
Intervensi Ultrasound diberika dengan intensitas 0,3 – 0,8 W/cm2, frekwensi 3 MHz, ERA 5 cm2waktu disesuaikan dengan rumus durasi intervensi oleh Watson, dilakukan sebelum dilakukan sebelum intervensi manual. Contract-relax-Stretching diberikan sebanyak 6 kali dimana dilakukan kontraksi otot secara isometrik selama tujuh detik diikuti rileksasi, selanjutnya dilakukan stretching selama tujuh detik, diulangi enam kali dengan posisi otot yang memanjang. Dosis INIT adalah dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan. Masing-masing sampel dilakukan pengukuran disabilitas leher dengan alat ukur neck disability index (NDI) yang diikuti pengukuran lingkup gerak sendi leher lateral fleksi kontralateral dengan goniometer sebelum dan sesudah perlakuan.
HASIL PENELITIAN
-
1. Deskripsi Karakteristik Subjek
Penelitian
Tabel 1. Karakteristik Sampel | ||
Karakteristik |
Kel 1 |
Kel 2 |
Umur (Th) |
39,58±3,370 |
40,00 ±2,730 |
Jenis kelamin: | ||
Laki- laki |
4 (33,3) |
3 (25) |
Perempuan |
8 (67,7) |
9 (75) |
Pekerjaan: | ||
Tenaga administrasi |
3 |
3 |
IRT Pembuat Banten |
2 1 |
1 2 |
Pegawai Bank |
2 |
3 |
Front Office |
1 |
1 |
Dosen |
2 |
1 |
Penjahit |
1 |
1 |
2. Uji Normalitas dan Homogenitas
Tabel 2. Uji Normalitas | |||
Kelompok Data |
Shapiro Wilk-Test |
Levene’s Test (p) | |
Kel 1 (p) |
Kel 2 (p) | ||
NDI Sebelum Perlakuan |
0,267 |
0,147 |
0,613 |
NDI Sesudah Perlakuan |
0,142 |
0,133 |
0,878 |
LGS Sebelum Perlakuan |
0,418 |
0,160 |
0,158 |
LGS Sesudah Perlakuan |
0,223 |
0,259 |
0,630 |
Data NDI dan LGS sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan pada kedua kelompok perlakuan berdistribusi normal (p > 0,05). Disamping itu varian NDI dan LGS sebelum dan setelah perlakuan kedua kelompok adalah homogen (p>0,05).
-
2. Uji Beda Penurunan Disabilitas Leherdan Peningkatan Lingkup Gerak Sendi Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Tabel 3. Uji Hipotesis
Kel
Pre
Post
Selisih
1
30,33±3,12
7,83±2,33
22,50±2,43
pa<0,001
NDI (%)
2
30,50±3,53
13,17±1,80
17,33±3,05
pa<0,001
pb= 0,903
pb=<0,001
pb=<0,001
1
38,08±1,78
43,17±1,46
5,083±1,084
pa<0,001
LGS (derajat)
2
37,67±0,88
41,00±1,34
3,333±0,778
pa<0,001
pb=0,476
pb<0,001
pb<0,001
-
a. dengan Paired T-Test
-
b. dengan Independent T-Test
-
Hasil perhitungan uji hipotesis berpasangan dalam kelompok yang didapatkan nilai p untuk skor NDI adalah <0,001 dan didukung nilai p untuk derajat lingkup gerak sendi leher (LGS) yaitu <0,001 yang menyatakan bahwa ada perbedaan yang bermakna dari penurunan disabilitas leher sebelum dan sesudah pada kedua kombinasi intervensi pada sindrom myofascial otot upper trapezius (p<0,05).
Berdasarkan Tabel 3, menunjukkan nilai p kedua variabel selisih dan setelah perlakuan antar kelompok adalah <0,001. Hasil tersebut menyatakan terdapat perbedaan yang bermakna pada hasil penerapan intervensi kedua kelompok (p<0,05). Disimpulkan kombinasi integrated neuromuscular inhibition techniquedengan Ultrasound lebih menurunkan disabilitas leher dibandingkan dengan contract relax stretching dengan Ultrasound.
PEMBAHASAN
Karakteristik subjek penelitian memiliki rerata umur 39,58 tahun pada Kelompok I dan memiliki rerata umur 40 tahun pada Kelompok II. Kelompok perlakuan 1 subjek berjenis kelamin laki-laki sebanyak 4 orang (33,3%) dan perempuan sebanyak 8 orang (67,7%), sedangkan pada kelompok perlakuan 2 subjek berjenis kelamin laki-laki sebanyak 4 orang (25%) dan perempuan sebanyak 9 orang (75%).Data tersebut
menunjukkan bahwa sampel dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan dengan sampel laki-laki.
Aktifitas sehari-hari sampel terdiri dari tenaga administrasi, sesorang yang beraktivitas dengan posisi duduk dan menunduk dalam jangka waktu yang lama menyebabkan otot bekerja secara statis dan cenderung mengalami ketegangan otot. Pekerjaan pegawai bank juga dapat menimbulkan ketegangan pada otot-otot leher sebagai akibat otot-otot leher terlalu lama dalam posisi statik. Ibu rumah tangga (IRT) sering melakukan aktivitas yang memungkinkan statis pada otot-otot leher. Pembuat banten, dosen, front office, dan penjahit sering duduk dan menunduk dalam waktu yang lama kepala sehingga otot-otot leher cenderung terjadi ketegangan.
-
2. Penurunan Disabiltas Leher pada Intervensi Kombinasi Contract Relax Stretching dengan Ultrasound
Pada pengujian kelompok dengan intervensi contract relax stretching dengan ultrasound dengan menggunakan uji beda paired sample t-test didapatkan p<0,001 (p < 0,05) yang berarti ada perbedaan yang bermakna sebelum dan sesudah intervensi. Hasil penelitian telah membuktikan bahwa contract relax stretching dengan ultrasounddapat menurunkan disabilitas leher dari 30,50% yang termasuk dalam level moderat menjadi 13,17% yang termasuk dalam level disabilitas ringan (mild disability). Disamping itu hasil penelitian didukung dengan peningkatan rerata lingkup gerak sendi leher dimana sebelum perlakuan adalah 37,670 menjadi 41,000 setelah perlakuan. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat penurunan disabilitas leher pada perlakuan 2 sebesar 56,82% didukung dengan peningkatan lingkup gerak sendi leher sebesar 14,53%. Hal ini terjadi karena efek terapi ultrasound terhadap jaringan otot dan system saraf perifer sehingga terjadi relaksasi dan penurunan nyeri pada otot. Efek terhadap sel otot dapat meningkatkan metabolisme dan kontraktil otot4. Pengaruh ultrasound terhadap jaringan
ikat otot meningkatkan elastisitas, meningkatkan protein matrix dan meningkatkan volume cairan didalam matrix. Selain itu juga dapat meningkatkan tensilestrength, collagen serta meningkatkan sel fibroblast5.
Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Watson mengenai Ultrasound yang mampu meningkatkan kemampuan alami tubuh untuk menstimulasi proses penyembuhan jaringan. Pengaruh mekanik tersebut juga dengan terstimulasinya saraf polimedal dan akan dihantarkan ke ganglion dorsalis sehingga memicu produksi “P subtance” untuk selanjutnya terjadi inflamasi sekunder atau dikenal “neurogenic inflammation”. Namun dengan terangsangnya “P” substance tersebut mengakibatkan proses induksi proliferasi akan lebih terpacu sehingga mempercepat terjadinya penyembuhan jaringan6.
Problem disabilitas leher umumnya ditemukan oleh peneliti pada setiap sampel.Rasa nyeri umumnya dirasakan pada saat beraktivitas disertai rasa pusing.Berdasarkan pengamatan dan penulusuran peneliti dari hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa problem nyeri umumnya disebabkan oleh muscle spasm atau muscle tightness pada otot-otot leher upper trapezius.
Hasil penelitian ini turut membuktikan bahwa contract relax stretching juga sangat diperlukan sebagai terapi pada sindrom myofascial karena dapat mengurangi spasme difasilitasi oleh reverse innervationpada metode intervensi ini. Kontraksi maksimalakan berkontribusi dalam menggerakkan stretch reseptor dari spindel otot untuk segera menyesuaikan panjang otot maksimal. Pada kontraksi isometrik akan terjadi penurunan stroke volume jantung, penekanan diafragma pada organ dalam dan pembuluh darah yang ada di dalamnya sehingga menekan darah agar keluar dari organ dalam. Saat dilakukan kontraksi isometrik selama 6 detik yang diikuti dengan inspirasi maksimal, motor unit maksimal yang ada pada seluruh otot akan teraktivasi. Kontraksi
maksimal ini juga akan memberi rangsang golgi tendon organ kepada pusat inhibisi di posterior horn cell medula spinalis untuk menghentikan aktifitas alpha motor neuron sehingga akan memicu relaksasi otot maksimal dan berdampak pada penurunan tonus otot dan spasme berkurang.
Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa contract relax stretching efektif dalam menurunkan disabilitas leher diakibatkan peningkatan fleksibilitas otot. Fleksibilitas sering kali dijelaskan sebagai kemampuan struktur atau segmen tubuh untuk bergerak atau digerakkan untuk memungkinkan terjadinya lingkup gerak sendi untuk aktivitas fungsional.Fleksibilitas dan lingkup gerak sendi yang memadai harus didukung oleh penurunan nyeri untuk menurunkan gangguan saat beraktivitas dan memungkinkan individu untuk bergerak secara fungsional7.
Stretching atau peregangan maksimal yang diperoleh dari relaksasi yang diikuti ekspirasi maksimal akan mempermudah dalam memperoleh pelemasan otot. Kontraksi isometrik kemudian akan diikuti peregangan secara bersamaan ketika relaksasi dan ekspirasi maksimal yang akan memperpanjang struktur fascia dan keadaan otot yang relaks membantu memicu elongasi maksimal pada saat stretching dilakukan sehingga lingkup gerak sendi leher meningkat dan dengan demikian disabilitas leher yang diakibatkan oleh keterbatasan gerak akan menurun.
Hal tersebut didukung oleh penelitian Case Report menunjukkan bahwa intervensi Contract Relax Stretching of Tissue Mobilization pasca operasi memberikan manfaat yang besar bagi pasien dimana terjadi peningkatan mobilitas fungsional cervical kesegala arah antara 7o – 20o. 8
Dalam bukunya yang berjudul Stretching Therapyyang dituliskan Ylinen menyatakan dalam berbagai tulisan para ahli, menyatakan stretching sudah dikenal sebagai metode untuk terapi pada sindrom myofascial. Dengan stretching maka otot akan dilatih untuk memanjang yang akan mempengaruhi sarcomer dan fascia akan mengurangi derajat
overlapping antara thick dan thin myofilamen dalam sarcomer sebuah taut band otot yang mengandung trigger points didalamnya. Pengurangan overlapping antara dua myofilamen, mempenkomponen elastin (aktin dan myosin) dalam sarkomer dan tegangan dalam otot meningkat dengan tajam, sarkomermemanjang dan apabila dilakukan berulang maka otot beradaptasi dan hal ini hanya bertahan sementara untuk mendapatkan panjang otot yang diinginkan. Pemanjangan otot akan mengakibatkan pemanjangan serabut serta komponen di dalamnya Sarkomer dan fascia dalam myofibril otot memanjang akibat teregang sehingga berdampak mengurangi derajat overlapping antara thick dan thin myofilamen dalam sarkomer sebuah taut band otot yang di dalamnya mengandung titik picu yang disebut trigger points sehingga menimbulkan elongasi atau ekstensibilitas jaringan serta meningkatkan fleksibilitas serta lingkup gerak sendi leher. Elongasi jaringan kedepannya diharapkan mampu memicu terjadinya pelepasan adhesi yang optimal pada jaringan ikat otot (fascia dan tendon).
Hal tersebuat relevan dengan penelitian mengenai intervensi contract relax stretching yang memiliki dampak menurunkan nyeri sebanyak 80% pada tension headache yang diakibatkan adhesi pada otot-otot sub-occipitalis9. Intervensi Contract Relax Stretching turut memberikan dampak penurunan nyeri karena kontraksi isometrik dengan inspirasi dalam dan stretching yang diikuti ekspirasi maksimal yang dilakukan dengan ritmis akan menghasilkan reaksi pumping action yang ritmis pula sehingga akan membantu melancarkan aliran darah untuk membawa produk sisa metabolisme dan/zat-zat iritan penyebab nyeri otot kembali ke jantung. Diperolehnya aliran darah yang lancar saat membawa produk sisa metabolisme dan zat-zat iritan penyebab nyeri, maka diharapkan nyeri dapat berkurang dan disabilitas leher dapat menurun16.
-
3. Pemberian Integrated Neuromuscular Inhibition Technique dengan Ultrasound Lebih Efektif Menurunkan Disabilitas Leher daripada Contract Relax Stretching dengan Ultrasound
Dalam penelitian ini ditemukan persentase penurunan disabilitas leher pada kelompok yang diberi intervensi integrated neuromuscular inhibition technique dengan ultrasound sebesar 74,18 % dan didukung dengan peningkatan lingkup gerak sendi leher sebesar 17,93%, sedangkan pada kelompok yang diberi intervensi contract relax stretching dengan ultrasound penurunan disabilitas leher sebesar 56,82% dan didukung dengan peningkatan lingkup gerak sendi leher sebesar 14,53%.
Berdasarkan data tersebut bisa disimpulkan bahwa intervensi integrated neuromuscular inhibition techniquedan ultrasound lebih efektif Ultrasounddibandingkan dengan contract relax stretching dengan Ultrasound dalam menurunkandisabilitas leher pada sindrom myofascial otot upper trapezius(p>0,001).
Pemberian modalitas ultrasound menimbulkan iritasi jaringan yang menyebabkan reaksi fisiologis sebagai efek ultrasound.Efek terapi ultrasound terhadap jaringan otot dan system saraf perifer sehingga terjadi relaksasi dan penurunan nyeri pada otot.Efek terhadap sel otot dapat meningkatkan metabolisme dan kontraktil otot4.
Pengaruh mekanik tersebut juga mestimulasi saraf polimedal menuju ganglion dorsalis sehingga memicu produksi “P”substanceuntuk selanjutnya terjadi inflamasi sekunder atau dikenal “neurogenic inflammation”.Dengan diproduksinya “P” substance tersebut memberi efek induksi proliferasi jaringan akan lebih terpacu sehingga mempercepat terjadinya penyembuhan jaringan6.
Sindrom myofascial ditandai dengan adanya trigger point pada taut band yang menyebabkan nyeri otot kronik yang dapat mempengaruhi lingkup gerak sendi serta
aktivitas fungsional. Metode yang efektif dalam mengatasi kasus ini adalah intervensi yang mampu melakukan deaktivasi trigger pointdengan cara memperlancar suplai oksigen dan metabolik serta energi kedalam sel dan jaringan otot. Kombinasi INIT dengan Ultrasoundmerupakan suatu kombinasi intervensi yang belakangan ini mulai diterapkan dan tampak memberi dampak lebih positif dalam menangani sindrom myofascial otot Upper Trapeziuskarena bekerja dengan langsung dengan memicu deaktivasi trigger point danmelepas adhesi sehingga lebih efektif dalam dibandingkan Contract Relax Stretching. Kombinasi intervensi ini juga efektif dalam mempercepat proses perbaikan jaringan dengan merangsang proses inflamasi fisiologis, mengurangi nyeri, menurunkan spasme, meningkatkan fleksibilitasotot, meningkatkan lingkup gerak sendi leher dan akan berpengaruh terhadap penurunan disabilitas leher.
Hasil penelitan sesuai dengan teori, INIT merupakan intervensi yang efektif dalam mengatasi sindrom myofascialkarena bekerja langsung terhadap trigger point15.Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa integrated neuromuscular inhibition technique dapat menurunkan disabilitas leher dan peningkatan lingkup gerak sendi leher sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya10. Pada penelitian tersebut dilaporkan bahwa dengan kompresi pada area jaringan myofascial yang memiliki taut band dan trigger points menimbulkan peningkatan tekanan osmolaritas pada membran sel sehingga mampu mempengaruhi permeabilitas membrane serta meningkatkan tekanan hidrostatik pada pembuluh darah perifer. Ketika tekanan dilepaskan maka akan terjadi limpahan aliran darah pada area trigger point yang dapat mengakibatkan pengeluaran zat-zat sisa iritan berupa sisa metabolisme yang menumpuk pada jaringan myofascial yang akan dibawa kembali melalui proses reabsorbsi dan menimbulkan penurunan iritasi pada nosiseptor sehingga nyeri berkurang.
Kompresi pada area jaringan myofascial yang memiliki taut band dan
trigger points,akan merangsangpengeluaran zat-zat sisa iritan berupa sisa metabolisme yang menumpuk pada jaringan myofascial yang akan dibawa kembali melalui proses reabsorbsi dimana akan dibawa oleh aliran darah. Penyerapan zat-zat iritan penyebab nyeri tersebut akan berdampak pada penurunan allodynia dan hiperalgesia pada system saraf. Pengaplikasian tekanan yang dalam, akan membuat darah pada jaringan yang terhalang oleh triggerpoint akan tersebar ke area lain disekitarnya hingga penekanan selesai dilakukan. Apabila teknik ini diulang beberapa kali, maka akan menimbulkan mekanisme “irrigation pump” lokal secara signifikan yang akan meningkatkan aliran darah ke area iskemik yang terdapat trigger point, sehingga kebutuhan akan metabolik, oksigen serta energi akan tercukupi dan terserap dengan baik setelah meningkatnya permeabilitas membran dan tekanan hidrostatik pembuluh darah sehingga trigger point akan terdeaktivasi dan nyeri berkurang serta allodynia dan hiperalgesiadapat dicegah11.
Hasil penelitian mengenai efektivitas INIT pada myofascial trigger point otot upper trapezius, teknik ini dapat memulihkan spasme pada otot melalui mekanisme spinal refleks dengan memberikan inhibisi transmisi stimulasi nyeri pada substansia gelatinosa. Dengan pemulihan spasme maka diharapkan viscous cycle dapat diputuskan sehingga timbulnya nyeri dapat dihambat12.
Hasil penelitian tersebut relevan dengan teori dimana saat otot Upper Trapezius yang spasme serta mengalami disfungsi secara pasif kemudian akan digerakkan ke posisi yang nyaman dimana posisi ini otot memendek dan diberikan tekanan pada muscle spindle akan memicu relaksasi otot12. Hal tersebut dikarenakan musclespindle terangsang untuk memberi sinyal dengan benar secara langsung untuk mengatur ulang gamma motor neuron untuk menghentikan informasi kontraksi kepada otot sehingga otot menjadi rileks. Otot yang rileks akan mengakibatkan tonus otot menurun sehingga spasme berkurang dan otot
kembali ke posisi yang normal secara spontan13.
Penelitian relevan sebelumnya menyatakan INIT dapat mencegah muscle fatigue dan meningkatkan fleksibilitas serta lingkup gerak sendi leher sehingga dapat menurunkan disabilitras leher pada sindrom myofascial upper trapezius10.Fleksibilitas sering kali dijelaskan sebagai kemampuan struktur atau segmen tubuh untuk bergerak atau digerakkan untuk memungkinkan terjadinya lingkup gerak sendi untuk aktivitas fungsional.Fleksibilitas dan lingkup gerak sendi yang memadai untuk menurunkan gangguan saat beraktivitas dan memungkinkan individu untuk bergerak secara fungsional14.
Pemberian tahanan isometrik muscle energy technique menggunakan resisten dengan gaya minimal, dimana hanya beberapa serabut otot yang aktif sedangkan serabut lain terinhibisi. Selama rileksasi otot yang memendek, diregangkan secara ringan dengan menghindari stretch reflex sehingga menimbulkan efek analgesia dan otot menjadi lebih rileks. Gaya yang digunakan sebesar 2030%, akan menimbulkan recruitment pada serabut otot phasic daripada serabut otot tonik sehingga tercapai pengaruh stretching otot.Otot diregangkan setelah diberikan resistensi isometrik akan mengalami pemanjangan yang mempengaruhi sarkomer dan fascia dalam myofibril otot untuk memanjang. Pemanjangan sarkomer dan fascia akan mengurangi derajat overlapping antara thick and thin myofilamen dalam sarkomer sebuah taut band otot yang mengandung trigger point yangakan mempengaruhi pelebaran pembuluh kapiler otot sehingga sirkulasi darah akan lancar, mengurangi penumpukan sampah metabolisme, meningkatkan nutrisi dan oksigen pada sel otot dan mencegah adanya muscle fatique.Ketika kebutuhan oksigen untuk pembakaran terpenuhi, kalsium terpompa kembali ke reticulum sarkoplasmik menyebabkan pelepasan asetil kolin oleh reticulum sarkoplasmik akan terhenti yang berakhir dengan normalisasi kadar asetilkolin
pada motor endplate sehingga otot mencapai relaksasi optimal serta mampu mencapai berpengaruh terhadap penurunan disabilitas fungsi kerja otot15.
Disamping itu menurut buku mengenai manual therapy yang disusun oleh Chaitow disebutkan bahwa resistensi isometrik yang diberikan saat akhir intervensi INITmampu mengurangi nyeri dengan mempengaruhi golgi tendon organ otot yang terletak di tendon berdekatan dengan serabut saraf. Ketika tegangaan meluas ke seluruh serabut saraf maka golgi tendon organ akan melaju menimbulkan relaksasi serta fleksibilitas pada otot15. Pengurangan nyeri dan spasme otot disertai dengan peningkatan fleksibilitas otot akan meningkatkan lingkup gerak sendi pada leher sehingga akan meningkatkan kemampuan aktivitas fungsional leher atau disabilitas leher dapat diturunkan.
Berdasarkan mekanisme intervensi diatas dinyatakan bahwa INIT merupakan intervensi fisioterapi yang lebih efektif daripada contract relax stretching dengan ultrasound dalam menurunkan disabilitas leher akibat sindrom myofascialkarena intervensi tersebut memiliki sasaran dalam deaktivasi trigger pointserta melepas adhesi. Hal tersebut dikarenakan sindrom myofascialmuncul akibat dari aktivasi trigger pointpada taut band otot akibat dari adhesi jaringan myofascial sehingga diperlukan intervensi yang langsung menangani pada trigger point.
SIMPULAN
Berdasarkan analisis penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pada kasus sindrom myofascial otot Upper Trapezius: 1). Intervesi Contract Relax Stretching dengan Ultrasound dapat menurunkan disabilitas leher pada penderita; 2). Intervensi Integrated Neuromuscular Inhibition Technique dengan Ultrasound dapat menurunkan disabilitas leher pada penderita.; 3). Integrated Neuromuscular Inhibition Technique dengan Ultrasound lebih memiliki efek dibandingkan Contract Relax
Stretching dengan Ultrasound dalam menurunkan disabilitas leher pada penderita.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Samara, D. Nyeri musculoskeletal pad a leher pekerja dengan posisi pekerjaan yang statis. Universa Medicina 2007; 2 6: 137-142.
-
2. Degaldo, E.V., Romero, J.C. & Escoda , C.G., 2009. Myofascial Pain Syndrom e Associated with Trigger Points: A lit erature review. (I): Epidemiology, Clin ical Treatment and Etiopathogeny. Me d Oral Patol Oral Cir Bucal, 14, pp.49 4-98.
-
3. Bron, C. & Dommerholt, J.D., 2012. E tiology of Myofascial Trigger Point. C urrent Pain and Headcahe Reports, (1 6), pp.439-444.
-
4. Micholvitz, S.L., Bellew, J.W., & Nola n Jr, T.P. 2012. Modalities for Therape utic Intervention. 5th ed. Philadelpia: F .A.Davis Company, pp.85-115.
-
5. Bahrens, et al. 2006. The Potential Of A New Stable Ultrasound Contrast Agent For Site-Specific Targeting. An In Vitro Experiment. Ultrasound in medicine & biology 32.10, pp: 14731478.
-
6. Prentice, W. 2011. Therapeutic modalities in rehabilitation. McGraw Hill Professional.
-
7. Ylinen, J., Kautiainen, H., Wirén, K., & Häkkinen, A. (2007). Stretching exercises vs manual therapy in treatment of chronic neck pain: a randomized, controlled cross-over trial. Journal of Rehabilitation Medicine, 39(2), 126-132.
-
8. Gugliotti, M. 2011. The use of mobiliz ation, muscle energy technique, and so ft tissue mobilization following a modif ied radical neck dissection of a patient with head and neck cancer. Rehabilitat
ion Oncology, 29(1), 3-8.
-
9. Asri, Muh, and Susy Purnawati. 2016. Contract Relax Stretching Dan Ultraso und Therapy Lebih Efektif Menurunka n Nyeri Dibandingkan Ischemic Comp ression Tehnique Dan Ultrasound Ther apy Pada Pasien Tension Headache. Sp ort and Fitness Journal 4.2, pp: 12-20
-
10. Nagrale, A: Glyn, P; Joshi, A. 2010. The efficacy Of INIT On Upper Trapezius Trigger Point in neck Pain. Escorts Physical
TherapyCollage.USA.Journal of
Manual and Manipulative Therapy, pp. 37-44
-
11. Nayak, Prajna P. 2013. A study to find out the efficacy of INIT (Integrated Neuromuscular Inhibitation
Technique) with therapeutic
ultrasound Vs INIT with placebo ultrasound in the treatment of acute myofascial trigger point upper trapezius. The Oxford College of Physiotherapy. Banglore
-
12. Cagnie, B, et al., 2015. Evidence for th e use of ischemic compression and dry needling in the management of trigger points of the upper trapezius in patient s with neck pain: a systematic review . American Journal of Physical Medici ne & Rehabilitation,94(7), pp.573-583.
-
13. Widodo, A., 2011. Penambahan Ische mic Pressure, Sustained Stretching,dan Koreksi Posture Bermanfaat pada Inte vensi Kasus Myofascial Trigger Point Syndrome Otot Trapezius bagian atas. Thesis. Denpasar: Universitas Udayan a, pp.10-15.
-
14. Shah, Salvi, and Akta Bhalara. 2012. M yofascial Release. Inter J Health Sci R es 2.2, pp: 69-77.
-
15. Chaitow, L., 2013. Muscle Energy Tec hnique 4th Edition. Londom: Churchill Livingstone Elsevier, pp.303-310
-
16. Kisner, C. & Colby, L.A., 2012. Thera peutic Exercise Foundations and Tech niques. 6th ed. USA: F.A.Davis Comp any, pp.65-110..
Penambahan Integrated Neuromuscular Inhibition Technique Lebih Menurunkan Disabilitas Leher Daripada Contract
Relax Stretching Pada Intervensi Ultrasound Dalam Kasus Sindrom Myofascial Otot Upper Trapezius
73
Discussion and feedback