Sport and Fitness Journal

Volume 5, No.3, September 2017: 71-77

ISSN: 2302-688X

PERBEDAAN KOMBINASI MYOFASCIAL RELEASE TECHNIQUE DENGAN ULTRASOUND DAN KOMBINASI ISCHEMIC COMPRESSION TECHNIQUE DENGAN ULTRASOUND DALAM MENINGKATKAN KEKUATAN OTOT LEHER AKIBAT SINDROMA MIOFASIAL PADA PENJAHIT PAKAIAN DI KABUPATEN GIANYAR

Ni Made Intansari Tri Buana1, Susy Purnawati2, Sugijanto3, Komang Satriyasa4, Nengah Sandi5, M. Ali Imron6

1Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Universitas Udayana Bali

  • 2,4,5 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Bali

3

  • 3Fakultas Fisioterapi Universitas Esa Unggul Jakarta

  • 6Program Studi Fisioterapi Stikes Aisyiyah Yogyakarta

ABSTRAK

Pendahuluan: Sindroma miofasial merupakan suatu kondisi kronis yang muncul akibat teraktivasinya trigger point yang menyebabkan penurunan kekuatan otot leher pada penjahit pakaian.Tujuan: Untuk mengetahui perbedaan kombinasi myofascial release technique dengan ultrasound dan kombinasi ischemic compression technique dengan ultrasound dalam meningkatkan kekuatan otot leher akibat sindroma miofasial. Metode: Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan rancangan penelitian pre-test and post-test group design. Sampel berjumlah 22 orang yang terdiri dari 11 orang di setiap kelompok. Kelompok pertama diberikan intervensi myofascial release technique dengan ultrasound dan kelompok kedua diberikan ischemic compression technique dengan ultrasound. Intervensi diberikan 3x seminggu selama 2 minggu. Teknik pengambilan sampel dengan random sampling. Kekuatan otot leher diukur dengan sphygmomanometer Hasil: Uji Paired Sample T-test pada Kelompok 1 didapatkan hasil nilai p=0,000 (p<0,05) dan pada Kelompok 2 didapatkan hasil nilai p=0,002 (p<0,05) yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna sebelum dan sesudah pemberian intervensi pada setiap kelompok. Uji beda nilai rerata dengan independent sample t-test sesudah perlakuan antar kelompok yaitu 0,195 mmHg (p>0,05) yang berarti bahwa tidak ada perbedaan antara kedua kelompok dalam meningkatkan kekuatan otot leher. Simpulan: Tidak ada perbedaan antara kombinasi myofascial release technique dengan ultrasound dan kombinasi ischemic compression technique dengan ultrasound dalam meningkatkan kekuatan otot leher akibat sindroma miofasial pada penjahit pakaian. Saran: Sebagai referensi dalam menangani kasus sindroma miofasial terutama otot upper trapezius.

Kata Kunci : Sindroma miofasial, kekuatan otot leher, myofascial release technique, ultrasound, ischemic compression technique.

DIFFERENCES OF THE COMBINATION MYOFASCIAL RELEASE TECHNIQUE WITH ULTRASOUND AND COMBINATION ISCHEMIC COMPRESSION TECHNIQUE WITH ULTRASOUND IN IMPROVING POWER OF NECK MUSCLE DUE TO MIOFACIAL SINDROMA ON TAILORS IN SARASWATI CONVECTION GUWANG VILLAGE GIANYAR

ABSTRACT

Background: Myofascial syndrome is a chronic condition arising from trigger point activation causing a decrease in neck muscle strength in tailor clothes. Purpose: To determine the different combinations of myofascial release technique with ultrasound and ischemic compression technique combination with ultrasound in increasing neck muscle strength due to myofascial

syndrome on the tailor of clothes in saraswati convection guwang gianyar village. Method: This study used an experimental study with pre-test and post-test group design. The sample consisted of 22 people consisting of 11 people in each group. The first group was given myofascial release technique intervention with ultrasound and the second group was given ischemic compression technique with ultrasound. Intervention is given 3x a week for 2 weeks. Sampling technique with random sampling. The strength of neck muscle was measured by sphygmomanometer. Results: Paired Sample T-test test in Group 1 was obtained p= 0,000 (p <0,05) and in Group 2 the result was p = 0,002 (p <0,05) Meaningful differences before and after intervention in each group. The mean difference test of mean values with independent sample t-test after treatment between groups was 0.195mmHg (p> 0.05) which means that there is no difference between the two groups in increasing the strength of neck muscles. Conclusion: There is no difference between a combination of myofascial release technique with ultrasound and a combination of ischemic compression technique with ultrasound in increasing neck muscle strength due to myofascial syndrome in dressmaker. Suggestion: As reference in handling case of myofascial syndrome especially upper trapezius muscle

Key Word: Myofascial Syndrome, neck muscle strength, myofascial release technique, ultrasound, ischemic compression technique.

PENDAHULUAN

Dewasa ini, masyarakat dituntut untuk lebih giat bekerja karena kebutuhan hidup yang semakin meningkat. Peranan wanita juga semakin meningkat karena wanita mampu bekerja untuk mencukupi kehidupan keluarga. Aktivitas sehari-hari dalam rumah tangga maupun pekerjaan akan berdampak pada kesehatan yang tergantung dari aktivitas yang dilakukan. Pekerjaan yang sering dilakukan oleh wanita yaitu menjahit.

Aktivitas menjahit di sebuah konveksi membutuhkan konsentrasi dan stamina yang baik karena harus melakukan aktivitas yang sama dalam waktu yang lama untuk menyelesaikan banyak pesanan. Tidak sedikit penjahit yang mengeluh kaku, pegal hingga sakit pada leher dan pundak karena kepala yang terlalu lama dalam posisi menunduk.1

Pada umumnya keluhan-keluhan yang dirasakan oleh penjahit tidak tertangani secara medis karena penjahit menganggap bahwa keluhan itu biasa terjadi, sehingga berisiko pada menurunnya kekuatan otot leher dan kepala cenderung condong kedepan dalam jangka waktu yang lama. Sindroma miofasial merupakan masalah yang sering dikeluhkan terutama pada pekerja yang melakukan aktivitas monoton dan berulang. Keluhan yang dirasakan bersifat subjektif seperti rasa pegal

pada bahu, kekakuan, rasa tertusuk dan nyeri menjalar saat ditekan.2

Sindroma miofasial bila tidak ditangani dengan tepat dapat berdampak pada penurunan kekuatan otot leher yang dapat mengganggu kerja otot stabilisator leher dalam mempertahankan kepala pada posisi tegak. Pekerjaan menjahit dalam waktu lama serta berulang dapat menyebabkan pembebanan berlebih pada leher dan bahu.3 Nyeri sindroma miofasial pada penjahit berkaitan dengan kegiatan statis dan posisi yang tidak ergonomis. Penelitian pendahuluan yang dilakukan di Saraswati Konveksi Desa Guwang, mendapatkan bahwa penjahit pakaian semua wanita. Para penjahit memiliki kisaran umur dari 25-50 tahun yang sudah memiliki masa kerja cukup lama dengan waktu bekerja selama delapan jam sehari dan bekerja enam hari dalam seminggu. Hasil interview pada tujuh penjahit mengatakan aktivitas menunduk dalam waktu yang lama dan berulang serta konsentrasi penuh pada jahitan membuat mereka mengeluh adanya rasa pegal, kaku, tegang dan sakit pada daerah leher hingga pundak. Penelitian pendahuluan juga memeriksa kekuatan otot leher pada tujuh penjahit menggunakan sphygmomanometer, dengan kemampuan dalam melakukannya berkisar antara 10-20mmHg.4

Penanganan Fisioterapi pada kondisi sindroma miofasial dapat menggunakan

kombinasi manual terapi dengan modalitas fisioterapi seperti kombinasi myofascial release technique dengan ultrasound dan kombinasi ischemic compression technique dengan ultrasound untuk mengatasi sindroma miofasial yang akan berdampak pada peningkatan kekuatan otot leher.

Kombinasi myofascial release technique dengan ultrasound merupakan pilihan yang efektif untuk kasus pada sindroma miofasial karena diberikan ultrasound terlebih dahulu untuk memperbaiki jaringan abnormal crosslink kemudian dilakukan penekanan dan peregangan terkontrol yang bertujuan untuk melepaskan perlengketan yang terjadi atau yang disebut myofascial release technique. Terapi ultrasound dapat merangsang peningkatan aliran darah cairan plasma serta peningkatan permeabilitas membran sehingga terjadi peningkatan elastisitas jaringan. Frekuensi ultrasound merupakan jumlah osilasi gelombang suara yang dicapai dalam waktu satu detik dengan rentang frekuensi 0,75-3 MHz, dengan sebagian besar mesin ditetapkan pada frekuensi satu atau tiga MHz5. Penerapan terapi ultrasound pada sindroma miofasial di otot upper trapezius paling tepat diberikan frekuensi tiga MHz sesuai dengan kedalaman otot upper trapezius sehingga penyerapannya akan lebih tepat dan optimal.6

Myofascial release technique adalah teknik terapi yang efektif untuk mengobati nyeri sindroma miofasial, yang mengacu pada teknik peregangan dan penekanan untuk meregangan fascia dan melepaskan ikatan antara fascia dan kulit, otot, serta tulang, dengan tujuan untuk menghilangkan rasa sakit yang akan berdampak pada peningkatan jangkauan gerak dan gerak otot dapat maksimal.7

Ischemic compression technique adalah suatu teknik terapi manual yang dilakukan langsung pada titik trigger point yang diharapkan agar zat-zat sisa iritan dapat keluar dan adanya limpahan aliran darah pada adhesion di otot upper trapezius sehingga terjadi penyerapan zat-zat iritan penyebab nyeri yang akan menurunkan allodynia dan hiperalgesia pada sistem saraf.8

METODE PENELITIAN

  • A.    Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan studi eksperimental dengan rancangan pre dan posttest control group design. Sampel berjumlah 22 orang yang terdiri dari 11 orang di setiap kelompok. Kelompok 1 diberikan intervensi myofascial release technique dengan ultrasound dan kelompok 2 diberikan ischemic compression technique dengan ultrasound.

  • B.    Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Saraswati Konveksi Desa Guwang Gianyar. Persiapan awal sejak bulan November dilanjutkan mengurus ijin dan pelaksanaan penelitian pada bulan Februari yang dilakukan sebanyak enam kali dalam dua minggu dan analisis data sampai april.

  • C.    Populasi dan Sampel

Populasi target penelitian ini adalah semua penjahit pakaian di Saraswati Konveksi yang berjumlah 56 orang. Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah penjahit yang terindikasi sindroma miofasial otot upper trapezius di Saraswati Konveksi Desa Guwang. Sampel pada penelitian ini penjahit Saraswati Konveksi Desa Guwang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

  • D.    Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel menggunakan random sampling. Dari jumlah populasi target di Saraswati Konveksi adalah 56 orang yang kemudian dilakukan pemeriksaan berdasarkan kriteria inklusi dan eklusi. Kemudian dilakukan randomisasi sehingga mendapatkan 22 sampel yang dibagi menjadi dua kelompok secara acak sederhana dengan pembagian setiap kelompok terdapat 11 sampel. Kelompok-1 mendapatkan perlakuan kombinasi myofascial release technique dengan ultrasound dan Kelompok-2 mendapatkan perlakuan kombinasi ischemic compression technique dengan ultrasound.

  • E.    Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini adalah: Tahap persiapan dan Tahap Pelaksanaan. Tahap Persiapan: (a)Meminta ijin kepada pemilik Saraswati Konveksi Desa Guwang Gianyar; (b)Peneliti memberikan penjelasan kepada

sampel; (c)Sampel mengisi blangko inform consent. Tahap pelaksanaan: (a)Melakukan assesment sindroma miofasial dan diseleksi kembali berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi (b)Melakukan pengukuran kekuatan otot leher sebelum      perlakuan      menggunakan

sphygmomanometer (mmHg) (c)Sampel kemudian dibagi menjadi 2 kelompok (d)Kelompok 1 diberikan kombinasi myofascial release technique dengan ultrasound dan Kelompok 2 diberikan ischemic compression technique dengan ultrasound yang dilakukan 6 kali dalam 2 minggu (e)Melakukan pengukuran kekuatan otot leher sesudah perlakuan terakhir menggunakan sphygmomanometer (mmHg).

  • F.    Analisis Data

  • 1.    Statistik deskriptif untuk menggambarkan karakteristik yang meliputi umur dan masa kerja.

  • 2.    Uji normalitas data dengan Saphiro Wilk Test, bertujuan untuk mengetahui distribusi data normal atau tidak pada masing–masing kelompok perlakuan. Batas kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05. Hasilnya p> 0,05 maka data berdistribusi normal.

  • 3.    Uji homogenitas data dengan Levene Test, bertujuan untuk mengetahui variasi data. Batas kemaknaan yang digunakan adalah α =  0,05. Hasilnya p> 0,05 maka data

homogen.

  • 4.    Uji hipotesis I dan II menggunakan Paired Samples t-test karena data berdistribusi normal. Untuk menguji adanya perbedaan hasil sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok 1 dan 2. Hasilnya p < 0,05 maka H0 ditolak atau Hi diterima ada perbedaan yang signifikan.

  • 5.    Uji hipotesis III menggunakan Independent Samples t-test untuk menguji signifikansi antara kelompok 1 dan kelompok 2 karena data berdistribusi normal, hasilnya p> 0,05 maka H0 diterima atau Hi ditolak tidak ada perbedaan yang signifikan.

HASIL PENELITIAN

  • 1.    Deskripsi     Karakteristik     Subjek

Penelitian

Tabel 1 Distribusi Data Sampel

Rerata ± SB

Karakteristik     Kelompok 1        Kelompok 2

Umur (tahun)

38,09±7,84

36,55±6,63

Masa Kerja (bulan)

46,82±13,81

41,00±5,67

  • 2.    Uji Normalitas dan Homogenitas

Uji normalitas dengan menggunakan Saphiro Wilk test, sedangkan uji homogenitas menggunakan Levene’s test, yang hasilnya tertera pada Tabel 5.2

Tabel 2 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas

Normalitas ( Shapiro Wilk Test)

P Homoge nitas

Kel

Data

Kel-1

Ke2 2

Mean ± SD

P

Mean ± SD

P

Nilai Pre

16,00±9, 37

0,215

22,36±11, 68

0,344

0,696

Nilai Post

35,55±8, 93

0,734

29,27±12, 70

0,118

0,596

Berdasarkan tabel diatas hasil uji normalitas pada Kelompok 1 dan Kelompok 2 sebelum perlakuan dan setelah perlakuan menunjukkan nilai p>0,05 yang berarti bahwa data berdistribusi normal. Hasil uji homogenitas dengan Levene’s test dari data sebelum perlakuan pada Kelompok 1 dan Kelompok 2 diperoleh nilai p>0,05 yang berarti bahwa kedua kelompok memiliki data homogen.

  • 3.    Uji Beda Kekuatan Otot Leher Sebelum dan Sesudah Perlakuan

Tabel 3 Uji Paired Sample t-test dan Independent Sample t-test

Sebelum

Rerata ±SD

Setelah Rerata±SD

p*

Kel.1

16,00±9,37

35,55±8,93

0,000

Kel.2

22,36±11,68

29,27±12,70

0,002

p**

0,195

Keterangan:

p*: Hasil Uji Beda Menggunakan Paired Sample t-test

p**: Hasil Uji Beda Menggunakan Independent Sample t-test

Tabel di atas menunjukan bahwa hasil uji paired sample t-test sebelum dan setelah perlakuan pada Kelompok 1 didapatkan nilai p= 0,000 (p<0,05) yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada peningkatan kekuatan otot leher sebelum dan setelah diberikan kombinasi Myofascial Release Technique dengan Ultrasound. pada Kelompok 2 didapatkan nilai p= 0,002 (p<0,05) yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada peningkatan kekuatan otot leher sebelum dan setelah diberikan kombinasi Ischemic Compression Technique dengan Ultrasound.

Hasil analisis independent sample t-test sebelum dan sesudah perlakuan pada Kelompok 1 dan Kelompok 2 yang diperoleh nilai p =  0,195  (p>0,05) pada sesudah

perlakuan, yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna di antara kedua intervensi.

PEMBAHASAN

  • 1.    Pengaruh kombinasi myofascial release technique dengan ultrasound terhadap peningkatan kekuatan otot leher akibat sindroma miofasial pada penjahit pakaian.

Kombinasi     myofascial     release

technique dengan ultrasound hasil analisis kemaknaan dengan uji Paired Sample T-test menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kekuatan otot leher. Myofascial release technique merupakan teknik yang digunakan untuk melepaskan colagen waving yang terjadi pada otot dan fascia yang dapat memicu perbaikan sirkulasi lokal sehingga mengurangi spasme dan nyeri sehingga memberi efek peningkatan kekuatan otot pada leher9. Perbaikan sirkulasi darah oleh efek terapi ultrasound akan menyebabkan terjadinya relaksasi otot karena zat-zat pengiritasi jaringan bersirkulasi untuk dieliminasi dengan lebih baik. Pemberian terapi ultrasound memiliki tujuan untuk mengatasi jaringan fibrotik yang ditimbulkan akibat adanya adhesi pada jaringan ikat10. Selain itu, efek stretching pada myofascial release technique dapat mengaktivasi Golgi tendon organ (GTO) pada otot yang bersangkutan. Golgi tendon organ

dapat menghasilkan refleks relaksasi pada otot setelah peregangan karena GTO memiliki sifat inhibitor yang dapat mempengaruhi sekumpulan motor neuron. Akibat peningkatan kelenturan dan rentang otot pada leher berdampak pada peningkatan kekuatan otot leher.11

  • 2.    Pengaruh     kombinasi     ischemic

compression technique dengan ultrasound terhadap peningkatan kekuatan otot leher akibat sindroma miofasial pada penjahit pakaian

Kombinasi ischemic compression technique dengan ultrasound hasil analisis kemaknaan dengan uji Paired Sample T-test menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kekuatan otot leher. Ischemic compression technique merupakan teknik penekanan langsung yang dilakukan pada titik trigger point. Penekanan pada langsung pada trigger point diharapkan dapat mengeluarkan zat–zat iritan yang merupakan sisa metabolisme pada jaringan miofasial yang telah menumpuk agar dapat dibawa kembali melalui proses reabsorbsi oleh alirah darah9. Dengan adanya reabsorbsi zat–zat iritan penyebab nyeri, maka allodynia dan hiperalgesia pada sistem saraf akan menurun. Teknik ini berfungsi untuk mengurangi     hiperiritable,     mengurangi

ketegangan otot sehingga fleksibilitas dapat meningkat dan dapat mengurangi nyeri pada saraf polimodal pada level supra spinal agar ambang rangsang nyeri dapat meningkat.12

Penanganan pada sindroma miofasial dapat diberikan kombinasi manual dengan modalitas fisioterapi. modalitas seperti ultrasound dapat diberikan terlebih dahulu kemudian pemberian manual terapi. Akibat berkurangnya nyeri leher dapat berdampak pada peningkatan kekuatan otot leher.14

  • 3.    Kombinasi myofascial release technique dengan ultrasound dan kombinasi ischemic compression technique dengan ultrasound    sama    baik    dalam

meningkatkan kekuatan otot leher akibat sindroma miofasial pada penjahit pakaian

Temuan utama pada penelitian ini bahwa kombinasi myofascial release technique dengan ultrasound dan kombinasi ischemic compression technique dengan ultrasound sama baik dalam meningkatkan kekuatan otot leher akibat sindroma miofasial pada penjahit pakaian. Kedua intervensi ini sama-sama dapat meningkatkan volume darah dan aliran darah karena adanya penekanan pada area otot upper trapezius sehingga dapat membuang sisa metabolisme dan nyeri akan berkurang. Saat nyeri berkurang, kekuatan otot leher akan meningkat. Pemberian terapi ultrasound pada kedua intervensi dapat meningkatkan kelenturan jaringan fibrotik yang timbul akibat adhesi pada jaringan ikat melalui efek mekanik terapi ultrasound berupa cavitation dan microstreaming yang merangsang peningkatan aliran darah cairan plasma serta peningkatan permeabilitas membran sel terhadap ion kalsium dan ion sodium dalam proses penyembuhan jaringan.10

Sebelum pemberian manual terapi, diterapkan terapi ultrasound untuk memudahkan melepaskan abnormal crosslink yang ada pada fascia dan serabut otot. Terapi ultrasound dapat memberikan efek penurunan tonus otot-otot leher secara signifikan sehingga memudahkan pelaksanaan myofascial release technique dan ischemic compression technique sehingga dapat menghasilkan efek yang lebih besar yaitu terjadinya peningkatan ekstensibilitas kolagen dari jaringan otot dan fascia sehingga mempermudah melakukan stretching pada myofascial release technique yang diikuti dengan penekanan yang lembut sehingga mempercepat untuk melepaskan jaringan collagen waving pada jaringan otot dan fascia.10

Pemberian intervensi myofascial release technique dan ischemic compression technique dapat merangsang struktur-struktur jaringan konektif khususnya sel mast. Adanya rangsangan pada sel mast akan menghasilkan histamin yang merupakan vasodilator. Vasodilatasi akan meningkatkan aliran darah ke area yang diobati dan ke area lain yang menerima histamin melalui aliran darah. Terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan vena kecil yang menghasilkan diffusi lebih

cepat dan lebih lengkap untuk membuang produk sisa-sisa metabolisme dari jaringan ke darah.14

Dampak yang diperoleh dari menurunnya tingkat nyeri dan meningkatnya kelenturan myofascial, maka kontraksi otot makin kuat akibat semakin banyaknya motor unit di rekrut untuk kontraksi. Ini menyebabkan kekuatan meningkat pada kedua kelompok sama baiknya secara statistik namun secara deskriptif kombinasi myofascial release technique dengan ultrasound lebih baik.

SIMPULAN

  • 1 .Kombinasi ischemic compression technique dengan ultrasound dapat meningkatkan secara signifikan kekuatan otot leher penderita sindroma miofasial pada penjahit pakaian di Saraswati Konveksi Desa Guwang Gianyar sebesar.

  • 2 .Tidak ada perbedaan antara kombinasi myofascial release technique dengan ultrasound dan kombinasi ischemic compression technique dengan ultrasound dalam meningkatkan kekuatan otot leher pada kasus sindroma miofasial penjahit pakaian di Saraswati Konveksi Desa Guwang Gianyar.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Febriana F. 2012. Gambaran Tingkat Risiko

Ergonomi Dan Keluhan Subjektif Cumulative Trauma Disorders (CTDs) Pada Penjahit Sektor Informal di Kecamatan Cileungsi. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia.

  • 2.    Tulaar, Angela BM. Nyeri Leher dan Punggung. Majalah Kedokteran Indonesia. Vol. 5(58): 2-12.

  • 3.    Buana IT. 2016. Pengukuran Kekuatan Otot Leher Menggunakan Sphygmomanometer pada Penjahit Pakaian Saraswati Konveksi Desa Guwang Gianyar. Denpasar: Universitas Udayana; (Belum Publikasi).

  • 4.    Speed, CA. 2003 Therapeutic Ultrasound for Soft Tissue  Lesion.   Cambridge:

Rheumatology unit, Addenn Brooke’s Hospital.

  • 5.    Watson, T. 2002 Ultrasound Treatment Dose Calculations. In Touch. Vol. 101: 1016.

  • 6.    Jenings, BG. 2002 Myofascial Release: Complete Study Guide Package. Second Edition. Canada: Jasper Initiatives. p. 3035.

  • 7.    Anggraeni NC. 2013. Penerapan Myofascial Release Technique sama baik dengan Ischemic Compression Technique dalam menurunkan nyeri pada Sindroma Miofasial Otot Upper Trapezius. Skripsi. Denpasar: Universitas Udayana.

  • 8.    Faizah, Z. 2015. Penambahan Myofascial Release Technique Pada Intervensi Kombinasi Ultrasound Dan Stretching Metode Janda Lebih Menurunkan Disabilitas Leher Pada Sindroma Miofasial Otot Trapezius Descendens. Tesis. Denpasar: Universitas Udayana.

  • 9.    Watson, T. 2015. Therapeutic Ultrasound. p. 5-10.

  • 10.    Chaitow L. 2016. Muscle Energy Technique. Third Edition. Edinburgh: Churchill Livingstone. p. 129-135.

  • 11.    Gemmell, H., Miller, P., Nordstrom, H. 2008. Immediate Effect of Ischemic Compression and Trigger Point Pressure Release on Neck Pain and Upper Trapezius Trigger Points: A Randomised Controlled Trial. Clinical Chiropractic. Vol. 11: 3036.

  • 12.    Hains, G. 2002. Chiropractic Management of Shoulder Pain and Dysfunction of Myofascial Origin Using Ischemic Compression    Techniques.    Journal

Chiropractic Association. Vol. 46(3): 192– 200.

  • 13.    Grant. KE., Riggs, A. 2009. Myofascial Release. New York: Wiley Interscience.

Perbedaan Kombinasi Myofascial Release Technique Dengan Ultrasound…

77