Sport and Fitness Journal

Volume 5, No.3, September 2017: 54-61

ISSN: 2302-688X

COMBINATION OF ISOTONIC LEBIH BAIK DARIPADA RHYTHMIC STABILIZATION DALAM MENURUNKAN DISABILITAS PENGRAJIN GENTENG PADA KONDISI NYERI PUNGGUNG BAWAH MIOGENIK DI

DESA DARMASABA

Dewa Agung Gina Andrini1, N. Adiputra2, Wahyuddin3, Susy Purnawati4, Ni Made Linawati5, Sugijanto 6

  • 1    PS Magister Fisiologi Olahraga Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar 2,4,5 Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar

  • 3,6 Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul, Jakarta

ABSTRAK

Pendahuluan: Nyeri punggung bawah miogenik merupakan nyeri di sekitar punggung bawah yang timbul akibat adanya gangguan atau kelainan pada unsur muskuloskeletal tanpa di sertai dengan gangguan neurologi. Combination of isotonic dan rhythmic stabilization merupakan latihan PNF yang umum digunakan dalam penanganan NPB miogenik. Tujuan: untuk mengetahui combination of isotonic lebih baik daripada rhythmic stabilization dalam menurunkan disabilitas pengrajin genteng pada kondisi NPB miogenik.Metode: Penelitian ini mengunakan rancangan eksperimental dengan pre-test and post-test control group design. Penelitian dilaksanakan di Desa Darmasaba dengan subjek sebanyak 20 orang. Penurunan disabilitas diukur dengan modified oswestry disability index (MODI) sebelum dan sesudah pelatihan.Hasil: Uji statistik didapatkan terjadi penurunan skor MODI pada Kelompok Perlakuan I diperoleh beda rerata sebesar 38,20±3,048 dan pada Kelompok Perlakuan II diperoleh beda rerata sebesar 31,80±4,050 dengan nilai p=0,001. Simpulan: Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa combination of isotonic lebih baik daripada rhythmic stabilization dalam menurunkan disabilitas pengrajin genteng pada pasien NPB miogenik di Desa Darmasaba. Saran: Untuk peneliti selanjutnya dapat dilakukan follow up research untuk melihat hasil jangka panjang pemberian latihan combination of isotonic dan rhythmic stabilization pada pengrajin genteng.

Kata kunci : combination of isotonic, rhythmic stabilization, disabilitas, nyeri punggung bawah miogenik.

COMBINATION OF ISOTONIC IS BETTER THAN RHYTHMIC STABILIZATION FOR DECREASED DISABILITY OF TILE CRAFTSMAN WITH MYOGENIC LOW BACK PAIN IN DARMASABA VILLAGE

ABSTRACT

Background: Myogenic low back pain is pain around of the lower back muscle or a

disorder caused by abnormalities in the musculoskeletal system without neurological disorders.Combination of isotonic and rhythmic stabilization is PNF exercises that commonly used in the treatment of myogenic low back pain. Purpose : The purpose of this study prove that the combination of isotonic better than rhythmic stabilization to decrease disability in craftsman tile with myogenic low back pain in Darmasaba village. Methods: This study uses an experimental design with pre-test and post-test control group design. The experiment was conducted in Darmasaba village and subjects were 20 patients.Decreased disability was measured with the Modified Oswestry Disability Index (MODI) before and after training. Results: Statistical test results obtained, a decrease in MODI scores in the first treatment group showed that mean difference obtained 38.20±3.048 and for the second group obtained 31.80±4.050 with p=0.001.

Conclusion: From these results it can be concluded that the combination of isotonic is better than rhythmic stabilization for decreased disability of tile craftsman with myogenic low back pain in Darmasaba village. Suggestion: For the next researcher can do follow up research to see long-term result of combination of isotonic and rhythmic stabilization for tile craftsman.

Keyword: combinatiion of isotonic, rhythmic stabilization, disability, myogenic low back pain.

PENDAHULUAN

Kesehatan merupakan keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk melaksanakan aktivitas kehidupan sehari–hari. Aktivitas yang sangat padat membuat masyarakat melupakan bahwa kesehatan merupakan kebutuhan hidup setiap manusia. Banyak masyarakat yang bekerja tidak memperhitungkan waktu untuk istirahat. Sikap kerja yang kurang baik, posisi atau teknik saat menyelesaikan pekerjaan yang kemudian menimbulkan keluhan salah satunya sakit pinggang, yang biasa dikenal dengan istilah nyeri punggung bawah.

Nyeri punggung bawah (NPB) merupakan masalah kesehatan yang sedang berkembang pada masyarakat di seluruh dunia.1 Angka kejadian NPB hampir sama pada semua populasi masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju maupun negara berkembang. Diperkirakan sekitar 80% dari populasi pernah menderita NPB paling tidak sekali dalam hidupnya.2 Sedangkan prevalensi NPB kronis sekitar 23%, dengan 11%–12% penduduk yang mengalami ketidakmampuan (disability).1 NPB merupakan penyebab utama terbatasnya aktivitas dan absen kerja di seluruh dunia yang menggambarkan beban ekonomi pada individu, keluarga, komunitas, industri dan pemerintah.3 Menurut data di Amerika, biaya tahunan yang dikeluarkan akibat NPB sebesar 30 sampai 70 miliar dolar per tahun.4

Berdasarkan patofisiologinya NPB dibagi menjadi NPB spesifik dan NPB non spesifik. NPB spesifik berupa gejala yang disebabkan oleh mekanisme patologi yang spesifik, seperti hernia nucleus pulposus (HNP), infeksi, osteoporosis, rheumatoid arthritis, fraktur dan tumor. NPB non spesifik berhubungan dengan faktor mekanik seperti cara angkat dan angkut yang tidak benar, sikap yang tidak ergonomis dalam beraktivitas dan

postur tubuh yang buruk. Masalah-masalah mekanik merupakan penyebab terbanyak timbulnya keluhan NPB yang sering dikenal dengan istilah NPB miogenik.5

NPB miogenik berhubungan dengan aktivitas sehari-hari yang berlebihan, mengangkat beban yang berat, terlalu lama berdiri atau duduk dengan posisi yang salah.6 Sekitar 90% NPB miogenik disebabkan oleh faktor mekanik yaitu nyeri pada struktur anatomi normal yang digunakan secara berlebihan atau akibat trauma atau deformitas yang menimbulkan stress atau strain pada otot, tendon dan ligamen7.

Metode latihan yang dapat digunakan untuk mengatasi nyeri punggung bawah miogenik adalah combination of isotonic dan rhythmic stabilization. Combination of isotonic merupakan salah satu bagian dari teknik PNF yang merupakan kombinasi dari gerakan konsentrik, eksentrik dan isometrik pada suatu kelompok otot agonis tanpa relaksasi.8 Saat pengaplikasian teknik combination of isotonic akan terjadi mekanisme yang disebut reciprocal inhibition. Sesuai dengan prinsip reciprocal inhibition yaitu ketika suatu otot berkontraksi maka antagonis akan terinhibisi dan akan menunjukkan penurunan tonus dengan cepat setelah kontraksi tersebut sehingga terjadi relaksasi dan sekaligus penambahan panjang dari otot antagonis.9 Peregangan dan tahanan yang diberikan saat mengaplikasikan teknik combination of isotonic dapat menurunkan disabilitas. Dimana kombinasi latihan ini dapat meningkatkan fleksibilitas, kekuatan, tenaga dan daya tahan otot terintegrasi pada gerakan fungsional untuk mengurangi risiko cidera, dan menurunkan disabilitas.10

Rhythmic stabilization merupakan merupakan salah satu bagian dari teknik PNF yang menggunakan prinsip kontraksi isometrik otot.8 Rhythmic stabilization merupakan latihan tahanan di mana pada teknik ini akan terjadi

mekanisme post isometric relaxation (PIR). PIR mengacu pada pengurangan tonus otot setelah kontraksi isometrik yang akan mencegahan kontraksi lebih lanjut, sehingga menghasilkan relaksasi.11 Kontraksi otot yang kuat akan menimbulkan mekanisme pumping action sehingga elastisitas jaringan meningkat dan berpengaruh terhadap penurunan nyeri.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin membuktikan apakah combination of isotonic lebih baik daripada rhythmic stabilization dalam menurunkan disabilitas pengrajin genteng pada kondisi nyeri punggung bawah miogenik di Desa Darmasaba.

METODE PENELITIAN

  • A.    Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah eksperimental dengan desain penelitian pre dan post-test control group design, dimana pengambilan sampel dari populasi dilakukan secara acak atau random dengan memakai rumus Pocock. Pre dan post test control group design membandingkan perlakuan pada dua kelompok. Kelompok Perlakuan I yaitu latihan combination of isotonic. Kelompok Perlakuan II latihan rhythmic stabilization. Masing masing kelompok terdiri dari 10 orang.

  • B.    Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di tempat pengrajin genteng di wilayah Desa Darmasaba Kabupaten Badung, terhitung mulai bulan Januari 2017-Februari 2017. Intervensi terapi tiap responden dengan frekuensi 3 kali dalam satu minggu selama 4 minggu.

  • C.    Populasi dan Sampel

Populasi target dalam penelitian ini adalah semua pengerajin genteng di Desa Darmasaba yang mengalami NPB. Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah seluruh pengrajin genteng di desa Dramasaba, Badung sejumlah 36 orang yang mengalami NPB miogenik berdasarkan assesment yang dilakukan.

  • D.    Teknik Pengambilan Sampel

Teknik yang digunakan yaitu random sampling, pemilihan sampel dilakukan secara acak dengan memilih sampel yang telah

memenuhi kriteria sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi. Sampel yang terpilih kemudian diseleksi berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi dan kemudian dibagi menjadi 2 kelompok dengan undian.

  • E.    Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini adalah: Tahap persiapan dan Tahap Pelaksanaan.

Tahap Persiapan : (a) Melakukan proses perijinan pada institusi tempat penelitian; (b) Mencari pasien yang memenuhi kriteria inklusi yang akan menjadi subjek penelitian; (c) Peneliti memberikan penjelasan kepada sampel; (d) Populasi mengisi blangko informed consent.

Tahap pelaksanaan: (a) Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik sampel; (b) Melakukan pengukuran tingkat disabilitas dengan kuesioner Modified Oswestry Disability Index (MODI); (c) Pemberian latihan combination of isotonic pada Kelompok Perlakuan I; (d) pemberian latihan rhythmic stabilization pada Kelompok Perlakuan II.

  • F.    Analisis Data

  • 1.    Statistik Diskriptif

Digunakan untuk menggambarkan karakteristik fisik sampel yang meliputi umur, jenis kelamin dan IMT.

  • 2.    Uji Normalitas Data

Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah data yang dianalisis berdistribusi normal atau tidak. Analisis statistik yang digunakan yaitu Shapiro-wilk test. Batas kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05. Hasilnya p > 0,05 maka data berdistribusi normal.

  • 3.    Uji Homogenitas Data

Uji homogenitas data dengan uji Levene’s test, bertujuan untuk mengetahui apakah varian ke dua data yang dianalisis bersifat homogen atau tidak. Batas kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05. Hasilnya p > 0,05 maka data homogen.

  • 4.    Uji Hipotesis I dan II

Menggunakan Paired Samples t-test karena data berdistribusi normal. Untuk menguji adanya perbedaan hasil sebelum dan

sesudah perlakuan pada Kelompok Perlakuan I dan II. Hasil dinyatakan signifikan karena p < 0,05.

  • 5.    Uji Hipotesis III

Menggunakan Independent Samples t-test untuk menguji signifikansi antara Kelompok Perlakuan I dan Kelompok Perlakuan II karena data berdistribusi normal, hasil dinyatakan signifikan karena p < 0,05.

HASIL PENELITIAN

  • 1.    Deskripsi Karakteristik Subjek

    Penelitian

Karakteristik     sampel penelitian

meliputi: usia, jenis kelamin dan IMT. Deskripsi karakteristik sampel penelitian disajikan pada Tabel 5.1 berikut ini:

Tabel 1 Distribusi Data Sampel Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin dan IMT

Karakteristik Subjek

Rentangan

Klp.

Perlakuan I

Klp.

Perlakuan II

N

%

N

%

Usia

31-35

1

10

1

10

36-40

4

40

3

30

41-45

2

20

3

30

46-50

2

20

1

10

51-55

1

10

2

20

Jenis Kelamin

Laki-laki

4

40

4

40

Perempuan

6

60

6

60

IMT

18,25-25,0

4

40

5

50

25,1-27,0

6

60

5

50

Dari Tabel di atas menunjukkan bahwa subjek penelitian Kelompok Perlakuan I yang memiliki usia dari 31-35 tahun sebanyak 1 (10%) orang, usia 36-40 tahun sebanyak 4 (40%) orang, usia 41-45 tahun sebanyak 2 (20%) orang, usia 46-50 tahun sebanyak 2 (20%) orang dan usia 51-55 tahun sebanyak 1 (10%) orang. Sedangkan pada Kelompok Perlakuan II yang memiliki usia dari 31-35 tahun sebanyak 1 (10%) orang, usia 36-40 tahun sebanyak 3 (30%) orang, usia 41-45 tahun sebanyak 3 (30%) orang, usia 46-50 tahun sebanyak 1 (10%) orang dan usia 51-55 tahun sebanyak 2 (20%) orang. Untuk karakteristik jenis kelamin menunjukkan bahwa pada Kelompok Perlakuan I dan Kelompok Perlakuan II subjek yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 4 (40%) orang dan perempuan sebanyak 6 (60%) orang. Untuk karakteristik

IMT menunjukkan bahwa pada Kelompok Perlakuan I subjek yang memiliki IMT 18,2525,0 sebanyak 4 (40%) orang dan 25,1-27,0 sebanyak 6 (60%). Sedangkan pada Kelompok Perlakuan II subjek yang memiliki IMT 18,2525,0 sebanyak 5 (50%) orang dan 25,1-27,0 sebanyak 5 (50%).

  • 2.    Uji Normalitas dan Homogenitas

Uji normalitas dengan menggunakan Saphiro Wilk test, sedangkan uji homogenitas menggunakan Levene’s test, yang hasilnya tertera pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas

Kelompok

Normalitas dengan Shapiro Wilk Test (p value)

Uji Homogenitas (Lavene’s Test)

Data

Klp.

Perlakuan I

Klp. Perlakuan II

Sebelum Perlakuan Sesudah Perlakuan

0,322

0,124

0,742

0,162

0,458

Berdasarkan Tabel di atas terlihat hasil uji normalitas dengan menggunakan shapiro wilk test didapatkan nilai probabilitas untuk kelompok data sebelum dan setelah perlakuan pada Kelompok Perlakuan I dan Kelompok Perlakuan II yaitu p>0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa data berdistribusi normal. Hasil uji homogenitas dengan menggunakan levene's test didapatkan nilai probabilitas untuk kelompok data sebelum perlakuan p>0,05. Yang berarti bahwa ke dua kelompok memiliki data homogen.

  • 3.    Uji Rerata Persentase Penurunan

Disabilitas Sebelum dan Setelah Perlakuan Pada Kelompok Perlakuan I dan II

Tabel 3 Uji Rerata Persentase Penurunan Disabilitas Sebelum dan Sesudah Perlakuan

Sebelum Intervensi

Setelah

Intervensi

p

Kel. Perlakuan I

40,80±4,826

2,60±2,319

0,000

Kel. Perlakuan II

43,60±7,043

11,80±5,287

0,000

Bedasarkan Tabel di atas didapatkan hasil beda rerata penurunan disabilitas yang

dianalisis dengan paired sample t-test sebelum dan setelah perlakuan pada Kelompok Perlakuan I dan II dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang berarti bahwa ada perbedaan yang bermakna dari penurunan disabilitas sebelum dan setelah intervensi combination of isotonic pada pengrajin genteng dengan keluhan NPB miogenik dan ada perbedaan yang bermakna dari penurunan disabilitas sebelum dan setelah intervensi rhythmic stabilization.

  • 4.    Uji Rerata Selisih Penurunan Disabilitas Sebelum dan Sesudah Perlakuan Pada Ke dua Kelompok Perlakuan

Untuk menguji perbandingan rerata penurunan disabilitas sebelum dan sesudah perlakuan pada kedua kelompok digunakan uji independent t-test. Hasil uji tertera disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil Uji Independent Sample T-Test

Kelompok      N   Rerata±SB    P

Kel. Perlakuan I    10   38,20±3,048

Kel. Perlakuan II    10   31,80±4,050  0,001

Hasil analisis independent sample t-test menunjukkan bahwa terjadi penurunan disabilitas sebelum dan sesudah perlakuan pada Kelompok Perlakuan I dan Kelompok Perlakuan II yang diperoleh nilai p = 0,01 (p < 0,05), yang berarti ada perbedaan yang bermakna di antara ke dua perlakuan dan menunjukkan bahwa penurunan disabilitas pada Kelompok Perlakuan I (combination of isotonic) lebih baik daripada Kelompok Perlakuan II (rhythmic stabilization).

PEMBAHASAN

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Tanvi et al (2013) menunjukkan bahwa dengan melakukan program latihan combination of isotonic secara intensif selama 4 minggu dapat meningkatkan fleksibilitas, kekuatan dan daya tahan otot sebagai akibat dari kombinasi gerakan konsentrik, eksentrik dan isometrik.12 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Franklin et al (2013), combination of isotonic akan mengakibatkan peningkatan kemampuan fungsional, sebagai akibat dari peningkatan fleksibilitas dan daya tahan otot.9 Combination of isotonic memberikan efek positif terhadap peningkatan fleksibilitas lumbal karena adanya mekanisme reciprocal inhibition.

Reciprocal inhibition mengacu pada inhibisi otot antagonis ketika kontraksi isotonik yang terjadi dalam otot agonis, sesuai dengan prinsip reciprocal inhibition yaitu ketika suatu otot berkontraksi maka antagonis akan terinhibisi dan akan menunjukkan penurunan tonus dengan cepat setelah kontraksi tersebut. Saat otot agonis dikontraksikan secara maksimal maka akan mengaktifkan muscle spindle. Muscle spindle bekerja untuk mempertahankan panjang otot secara tetap dengan memberikan umpan balik pada perubahan kontraksi, dalam hal ini arah muscle spindle memainkan bagian dalam proprioseptif. Dalam respon untuk peregangan, muscle spindle akan memberikan impuls melalui serabut saraf afferent ke bagian dorsal root medula spinalis dan bertemu dengan inhibitory motor neuron yang akan menginhibisi dari impuls saraf efferent sehingga menyebabkan relaksasi dan sekaligus penambahan panjang dari otot antagonis.13

  • 2.    Rhythmic stabilization dapat menurunkan disabilitas pada pengrajin genteng dengan NPB miogenik di Desa Darmasaba

Bedasarkan Tabel 3. pengujian hipotesis sebelum dan setelah intervensi pada Kelompok Perlakuan II yang menggunakan uji paired sample t-test didapatkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang berarti bahwa ada perbedaan yang bermakna dari penurunan disabilitas sebelum dan setelah intervensi rhythmic stabilization pada pengrajin genteng dengan keluhan NPB miogenik.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sari (2016) menyatakan bahwa latihan rhythmic stabilization memiliki pengaruh terhadap penurunan disabilitas.14 Penurunan disabilitas dipengaruhi oleh efek latihan rhythmic stabilization dimana latihan ini ditujukan pada otot-otot bagian anterior maupun posterior sehingga dapat memelihara posisi yang stabil. Rhythmic stabilization merupakan latihan tahanan di mana pada teknik ini akan terjadi mekanisme post isometric relaxation (PIR). PIR mengacu pada pengurangan tonus otot setelah kontraksi isometrik. Hal ini terjadi karena pengaruh reseptor stretch yang disebut golgi tendon organ pada otot. Dalam teknik ini, kekuatan kontraksi otot terhadap perlawanan yang sama memicu reaksi golgi tendon organ. Impuls saraf afferent dari golgi tendon organ masuk ke bagian dorsal spinal cord dan menyebabkan aktivasi inhibitor interneuron. Interneuron ini yang akan menghentikan impuls motor neuron efferent dan oleh karena itu terjadi pencegahan kontraksi lebih lanjut, tonus otot menurun, yang menghasilkan relaksasi.11 Dengan rileksasi otot diharapkan akan terjadi perbaikan pada muscle pump dan mengakibatkan meningkatnya sirkulasi darah pada otot yang diberikan latihan. Hal tersebut yang membuat suplai oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan jaringan otot menjadi lebih baik sehingga nyeri yang diakibatkan dari spasme dapat berkurang.10

otot, fleksibilitas dan aktivitas fungsional pada wanita yang mengalami NPB menyatakan bahwa program latihan combination of isotonic secara intensif selama 4 minggu dapat meningkatkan daya tahan otot, mengurangi nyeri dan gangguan kemampuan fungsional.15 Hasil penelitian menunjukkan bahwa latihan combination of isotonic efektif dalam menangani masalah NPB. Latihan combination of isotonic menunjukkan peningkatan yang signifikan pada fleksibilitas lumbal dan daya tahan otot sebagai akibat dari kombinasi gerakan konsentrik, eksentrik dan isometrik. Pada kemampuan aktivitas fungsional juga terjadi perubahan positif yang merupakan akibat dari peningkatan fleksibilitas lumbal, peningkatan kekuatan otot dan daya tahan otot.15 Latihan combination of isotonic berpengaruh besar terhadap penurunan nyeri punggung bawah pada responden karena merupakan sebuah latihan yang dirancang untuk meningkatkan respon mekanisme neuromuskuler dengan merangsang proprioceptors, dengan merespon fungsi kontraksi dari muscle spindle sehingga akan menyebabkan meningkatnya rangsangan pada golgi tendon organ sehingga terjadi proses rileksasi dan pengurangan nyeri.

Penurunan disabilitas pada NPB miogenik merupakan akibat dari peningkatan fleksibilitas lumbal, peningkatan kekuatan otot dan daya tahan otot.15 Fleksibilitas sering kali dijelaskan sebagai kemampuan struktur atau segmen tubuh untuk bergerak atau digerakkan untuk memungkinkan terjadinya lingkup gerak sendi untuk aktivitas fungsional. Fleksibilitas dan lingkup gerak sendi yang memadai harus didukung oleh tingkat kekuatan dan daya tahan otot yang dibutuhkan serta kontrol neuromuskular untuk memungkinkan tubuh mengakomodasi tekanan yang diterima selama gerak fungsional dan memungkinkan individu untuk bergerak secara fungsional.10

Combination of isotonic dapat mengembalikan mobilitas serta meningkatkan lingkup gerak sendi dan fleksibilitas lumbal yang merupakan akibat adanya peregangan pada otot-otot tersebut. Peregangan terjadi karena adanya kombinasi gerakan konsentrik, eksentrik dan isometrik saat mengaplikasikan

teknik ini. Pengaruh peregangan terjadi pertama kali pada komponen elastin (aktin dan miosin) dan tegangan dalam otot akan meningkat dengan tajam, sarkomer akan memanjang dan bila terjadi terus-menerus otot akan beradaptasi. Pemanjangan otot akan mengakibatkan sarkomer terulur secara penuh dan mempengaruhi jaringan penghubung yang ada disekitarnya. Hal tersebut menyebabkan serabut otot yang berada pada posisi yang cross-link diubah posisinya sehingga menjadi lurus dengan arah ketegangan yang diterima. Posisi yang sudah mengalami perubahan dan pelurusan ini akan berdampak pada pemulihan jaringan parut untuk kembali normal.10

Combination of isotonic berfungsi sebagai kontrol gerakan karena kontraksi eksentrik dan konsentrik ini bekerja secara berpasangan sebagai perangsang propioseptif untuk memfasilitasi peningkatan muscle reqruitment pada waktu yang minimum atau pada waktu yang singkat. Sehingga peningkatan dalam sistem neuromuskular memungkinkan seseorang mengontrol kontraksi ototnya menjadi lebih baik. Selain untuk meningkatkan fleksibilitas dan sebagai kontrol gerakan, latihan tahanan pada combination of isotonic dapat digunakan untuk membentuk kekuatan dan daya tahan otot terintegrasi pada gerakan fungsional. Kombinasi latihan tahanan konsentrik dan eksentrik yang terjadi saat mengaplikasikan combination of isotonic efektif pada peningkatan rehabilitasi bagi pasien dengan gangguan kinerja otot untuk meningkatkan kekuatan, tenaga dan daya tahan otot serta untuk memenuhi kebutuhan fungsional. Adaptasi yang terjadi saat latihan tahanan adalah adaptasi serabut otot di antaranya hipertropi. Hipertropi adalah peningkatan ukuran pada serabut otot yang disebabkan karena adanya peningkatan volume pada myofibril. Hipertropi menjadi adaptasi yang sangat penting yang berhubungan dengan perolehan kekuatan otot. Sedangkan pada jaringan ikat terjadi peningkatan kekuatan pada tendon dan ligamen. Ketahanan tarikan tendon dan ligamen meningkat pada respon terhadap latihan tahanan untuk mendukung kekuatan adaptif dan perubahan ukuran pada otot yang

dirancang untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot.10

SIMPULAN

  • 1.    Combination of isotonic dapat menurunkan disabilitas pada pengrajin genteng dengan NPB miogenik di Desa Darmasaba.

  • 2.    Rhythmic stabilization dapat menurunkan disabilitas pada pengrajin genteng dengan NPB miogenik di Desa Darmasaba.

  • 3.    Combination of isotonic lebih menurunkan disabilitas dibandingkan dengan rhythmic stabilization pada pengrajin genteng dengan NPB miogenik di Desa Darmasaba.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Balague, F., Mannion, AF., Pellise, F., Cedraschi, C. 2012. Non-Spesific Low Back Pain. The Lancet. Vol. 379(9814): 482-491.

  • 2.    Lionel, KA. 2014. Risk Factors For chronic Low Back Pain. J Community Med Health Educ. Vol. 4: 271.

  • 3.    Hoy, D., Bain, C., Williams, G., March, L., Brooks, P., Blyth, F. 2012. Systematic Review of The Global Prevalence of Low Back Pain. Arthritis Rheum. Vol. 64: 2028- 2037.

  • 4.    Driscoll. 2011. Cost Associated with Low Back Pain Treatment. Asia-pac Journal of Public Health.

  • 5.    Ehrlich, G. 2003. Low back Pain. Bulletin of the World Health Organization. Vol. 81(9).

  • 6.    Magee, D.J. 2013. Orthopaedics condition and treatment. sixth edition. Philadelpia: WB Saunders Company. hal. 209-230.

  • 7.    Borestein and Wissel. 2004. Low back pain     Medical     diagnosis     and

comprehensive management. Philadelpia: WB Saunders Company. hal. 147- 169.

  • 8.    Adler, S., Beckers, D., Buck, M. 2008. PNF in Practice. 3rd ed. Germany: Springer Medizin Verlag Heidelberg.

  • 9.    Franklin, CVJ., Kalirathinam, D., Palekar, T., Nathani, N. 2013. Effectiveness of PNF Training for Chronic Low Back Pain. IOSR Journal of Nursing and Health Scienc. Vol. 2 (4) : 41-52.

  • 10.    Kisner, C., Colby, L.A. 2012. Therapeutic Exercise Foundation and Techniques. F.A. Davis: Philadelphia, PA.

  • 11.    Hindle, KB., Whitcomb, TJ., Briggs, WO., Hong, J. 2012. Proprioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF): Its Mechanisms and Effects on Range of Motion and Muscular Function. Journal of Human Kinetics. Vol. 31: 105-113.

  • 12.    Tanvi, A., Shalini, G., Parul, R., Gaurav, S.

2013. Effect of Proprioceptive Neuromuscular Facilitation Program on Muscle Endurance, Strength, Pain, and Functional Performance in Women with Post-Partum Lumbo-Pelvic Pain. IOSR journal of dental and medical sciences. Vol. 7(3): 66-67.

  • 13.    Chaitow, L. 2006. Muscles Energy Technique. 3rd ed. Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier.

  • 14.    Sari, RAN. 2016. Pengaruh Latihan Rhythmic     Stabilization     Terhadap

Peningkatan Aktivitas Fungsional Pada Pekerja Laundry Yang Mengalami Nyeri Punggung Bawah Myogenic Di Desa Pabelan       [skripsi].       Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

  • 15.    Kofotolis, N., Kellis, E. 2006. Effect of Two       4-week       Proprioceptive

Neuromuscular Facilitation Programs on Muscle Endurance, Flexibility, and Functional Performance in Women With Chronic Low back Pain. Physical Therapy Vol. 86(7)): 1001-1012.

Combination Of Isotonic Lebih Baik Daripada Rhythmic Stabilization

61