SIMBIOSIS XI (1): 105-117               http://ojs.unud.ac.id/index.php/simbiosis

Program Studi Biologi FMIPA UNUD

eISSN: 2656-7784

Maret 2023

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KAYU MANIS (Cinnamomum burmanni Blume) DALAM MENEKAN PERTUMBUHAN JAMUR Colletotrichum magnum Rossman & Allen PENYEBAB PENYAKIT ANTRAKNOSA PADA PEPAYA

(Carica papaya Linnaeus)

EFFECTIVENESS OF CINNAMON (Cinnamomum burmanni Blume) LEAF EXTRACT IN INHIBITING THE GROWTH OF THE MUSHROOMS Colletotrichum magnum Rossman & Allen CAUSES OF ANTHRACHNOSE DISEASE IN PAPAYA

(Carica papaya Linnaeus)

Wafiatul Fitriyah1, Sang Ketut Sudirga1, Ni Made Gari1

1Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Kuta Selatan, Badung, Bali – 80361– Indonesia

*Email korespodensi: [email protected]

ABSTRAK

Penyakit antraknosa merupakan penyakit yang sering dijumpai menyerang tanaman. Penyakit ini dapat menyebabkan dieback atau mati pucuk pada tanaman dewasa yang kemudian diikuti infeksi pada buah sehingga dapat menurunkan produktivitas. Salah satu penyebab penyakit antraknosa adalah jamur patogen Colletotrichum magnum. Jamur C. magnum dapat menginfeksi beberapa tanaman budidaya, salah satunya adalah tanaman pepaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak daun kayu manis (Cinnamomum burmanni. Blume) dalam menekan pertumbuhan jamur C. magnum dan menganalisis golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak daun kayu manis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 1 kontrol negatif, 1 kontrol positif, dan 5 perlakuan konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali selanjutnya dilakukan uji skrining fitokimia. Hasil penelitian secara in vitro diperoleh bahwa ekstrak daun kayu manis mampu menghambat pertumbuhan C. magnum terlihat dari hasil uji MIC yaitu konsentrasi 0,6% dengan diameter zona hambat 8,37 mm. Hasil uji daya hambat menunjukkan seiring dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak daun kayu manis yang diberikan, diameter zona hambat yang didapatkan juga semakin besar. Konsentrasi 5% adalah konsentrasi yang memiliki zona hambat yang paling besar diantara perlakuan konsentrasi yakni sebesar 19,77 mm. Hasil skrining fitokimia pada ekstrak daun kayu manis menunjukkan ekstrak daun kayu manis positif mengandung golongan senyawa alkaloid, steroid, fenolik, saponin, flavonoid, dan tanin.

Kata kunci: antraknosa, daun kayu manis, daya hambat, Colletotrichum magnum

ABSTRACT

Anthracnose is a disease which is often found attacking plants. This disease can cause dieback or leaf tip damage of mature plants then followed by infection in the fruits, Consequently, this can result in the decrease of productivity. One of the causes of anthracnose is the pathogenic fungus Colletotrichum magnum. This fungus can infect several cultivated plants, one of which is papaya plants. This study aimed to determine the effectiveness of cinnamon leaf extract (Cinnamomum burmanni Blume) in suppressing the growth of the fungus C. magnum and to analyze the class of compounds contained in cinnamon leaf extract. The method used in this study was a Completely Randomized Design (CRD) with 1 negative control, 1 positive control, and 5 treatments with concentrations of 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, each treatment was repeated 4

times and then tested phytochemical screening. The results of the invitro study showed that cinnamon leaf extract was able to inhibit the growth of C. magnum as seen from the MIC test results, namely a concentration of 0.6% with an inhibition zone diameter of 8.37 mm. The results showed that as the concentration of cinnamon leaf extract increased, the diameter of the inhibition zone obtained was getting bigger. what you get is bigger. The concentration of 5% that has the largest inhibition zone among the concentration treatments, which is 19.77 mm. The results of phytochemical screening on cinnamon leaf extract showed that the cinnamon leaf extract contains positive groups of alkaloids, steroids, phenolic compounds, saponins, flavonoids, and tannins.

Keyword: anthracnose, Cinnamon leaves, Inhibition, Colletotrichum magnum.

PENDAHULUAN

Tanaman pepaya (Carica papaya L.) termasuk tanaman buah yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Pepaya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada iklim tropis seperti di Indonesia (Febjislami et al., 2018). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2022) produktivitas buah pepaya di Indonesia pada tahun 2016 sampai tahun 2018 sempat mengalami penurunan produktivitas, pada tahun 2016 sebesar 904,284 ton, pada tahun 2017 sebesar 875,108 ton sementara pada tahun 2018 sebesar 887,591 ton, berdasarkan data tersebut produktivitas buah pepaya pada tahun 2016 lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2017 dan 2018.

Penyakit yang dapat menyerang tanaman pepaya yakni penyakit antraknosa. Penyakit antraknosa disebabkan oleh jamur patogen dari genus Colletotrichum, salah satunya adalah Colletotrichum magnum (Sudirga et al., 2022). Gejala tanaman pepaya yang terinfeksi penyakit antraknosa mula-mula pada buah muda berbentuk luka kecil yang ditandai dengan adanya getah kental yang keluar. Pada buah yang baru matang tampak berupa bulatan kecil berwarna gelap (Wahyuni et al., 2016).

Pengendalian penyakit antraknosa, selama ini para petani menggunakan fungisida sintetik, hal ini dikarenakan fungisida sintetik lebih cepat, praktis serta mudah untuk didapatkan (Syabana et al., 2015). Penggunaan fungisida sintetik yang tidak tepat dapat meninggalkan residu pada tanaman dan terakumulasi dalam tubuh konsumen sehingga dapat menyebabkan dampak negatif terhadap kesehatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pengurangan penggunaan fungisida sintetik. Salah satu upaya untuk mengurangi penggunaan fungisida sintetik yaitu dengan menggunakan fungisida alami (Sitompul, 2017).

Fungisida alami dapat dibagi menjadi dua yakni fungisida hayati dan fungisida nabati. Fungisida hayati adalah fungisida yang melibatkan satu atau lebih organisme antagonis (Muthahanas dan Listiana, 2017). Menurut Aksara et al. (2013), fungisida nabati adalah fungisida yang mengandung bahan aktif yang berasal dari tumbuhan. Penggunaan fungisida dari bahan-bahan nabati memiliki kelebihan yaitu ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan (Nurhayati, 2011). Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai fungisida nabati adalah tanaman kayu manis (Cinnamomum burmanni B.) (Nuryanti dkk., 2015). Bagian daun dari tanaman kayu manis (C. burmanni B.) belum dimanfaatkan secara optimal (Tan, 2018). Tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan fungisida nabati karena mengandung metabolit sekunder. Daun tanaman

kayu manis ini mengandung senyawa metabolit sekunder seperti steroid, flavonoid, fenolat dan tanin (Darmadi et al., 2015).

Berdasarkan hasil penelitian Darmadi et al. (2015) ekstrak daun kayu manis secara nyata dapat menghambat pertumbuhan koloni jamur Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici penyebab penyakit layu fusarium pada tanaman tomat secara in vitro. Penelitian lebih lanjut Darmadi et al. (2017) melaporkan bahwa ekstrak daun kayu manis pada konsentrasi 0,5% secara nyata sudah dapat menghambat pertumbuhan koloni jamur Fusarium solani penyebab penyakit busuk batang pada buah naga secara in vitro.

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang ekstrak daun kayu manis meliputi daya hambat minimum, dan konsentrasi optimal ekstrak dalam menghambat pertumbuhan jamur C. magnum penyebab penyakit antraknosa pada tanaman pepaya secara in-vitro.

METODE

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Penelitian ini dilakukan pada April hingga Juli 2022.

Pengambilan simplisia

Simplisia yang digunakan pada penelitian ini adalah daun kayu manis (Cinnamomum burmanni B.) yang diambil di Desa Candikuning (ketinggian 1.200 mdpl), Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali. Jamur uji yang digunakan yakni Isolat C. magnum yang didapatkan dari koleksi di laboratorium Biokimia Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana.

Ekstraksi daun kayu manis (Cinnamomum burmanni Blume)

Daun tanaman kayu manis (C. burmanni. Blume) yang digunakan adalah daun ke empat dari ujung atau pucuk sampai daun kesembilan yang telah berwarna hijau, daun terlihat bersih dan tidak menunjukkan suatu gejala penyakit. Daun kayu manis dicuci bersih kemudian dikering anginkan. Setelah daun kering kemudian dihancurkan menggunakan blender hingga halus berbentuk serbuk. Daun kayu manis yang telah menjadi serbuk ditimbang sebanyak 100 gram, kemudian ditambahkan pelarut aseton sampai semua simplisia terendam, perbandingan yang digunakan yakni 1:10, kemudian dimeserasi selama 3x24 jam, setelah 3x24 jam selanjutnya disaring dengan kertas saring untuk memisahkan antara solven dan solut. Hasil dari meserasi didapatkan solven dan solut, solven yang didapatkan kemudian diuapkan pada suhu 35°- 45°C menggunakan Vaccum rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kasar (crude extract). Ekstrak kasar yang diperoleh siap untuk dilakukan uji daya hambatnya dan dibuat beberapa konsentrasi sampai menghasilkan konsentrasi minimum yang mampu menghambat pertumbuhan jamur Colletotrichum magnum

Uji Postulat Koch

Uji Postulat Koch dilakukan dengan cara menyiapkan buah pepaya segar yang tidak

terinfeksi jamur, permukaan buah pepaya di bersihkan dengan air mengalir, selanjutnya direndam dalam NaOCl 1% selama 15 menit. permukaan buah pepaya dibersihkan kembali dengan air mengalir, selanjutnya bagian permukaan pepaya disemprot dengan alkohol 70%, dan diletakkan pada cawan petri steril. Beberapa bagian permukaan buah ditusuk dengan jarum steril, isolat jamur C. magnum yang berumur 7 hari dipotong menggunakan cork borer, kemudian diinokulasikan ke bagian permukaan buah pepaya yang telah ditusuk dengan jarum. Buah yang telah diinokulasikan diletakkan pada beaker glass 2 liter, dan ditutup dengan plastik wrap, dan diinkubasi selama 5-7 hari pada suhu 28σc. Jamur patogen yang telah tumbuh pada permukaan buah diidentifikasi dan dibandingkan dengan ciri-ciri buah pepaya yang terinfeksi jamur C. magnum di lapangan.

Uji ekstrak kasar, Uji MIC, Uji daya hambat daun kayu manis terhadap jamur

Colletotrichum magnum

Kedua uji ini menggunakan metode sumur difusi. Cawan petri steril disiapkan, suspensi jamur C. magnum diambil sebanyak 200 µl, lalu dimasukkan pada cawan petri steril dan ditambahkan dengan media PDA yang sudah dicairkan sebanyak 10 mL. Cawan petri digoyangkan hingga homogen. Media PDA yang telah memadat dibuatkan sumur difusi dengan menggunakan cock borer diameter 5mm, selanjutnya ekstrak daun kayu manis sebanyak 20 µl diinokulasikan ke dalam sumur difusi yang ada di cawan petri (untuk uji ekstrak kasar menggunakan ekstrak kasar daun kayu manis) (untuk uji MIC menggunakan ekstrak daun kayu manis dengan konsentrasi 0,1% sampai konsentrasi 0,9%) (untuk uji daya hambat menggunakan ekstrak daun kayu manis dengan konsentrasi 1%, 2%, 3%, 4%, 5% (v/v). Selanjutnya cawan

petri yang telah berisi jamur uji dan ekstrak daun kayu manis, diinkubasi pada suhu 28σc selama 3-5 hari. Sebagai control positif digunakan fungisida sintetis merk X, diameter zona hambat yang dihasilkan oleh ekstrak daun kayu manis diukur.

Diameter zona hambat yang terbentuk diukur dengan menggunakan Rumus

Surjowardojo, dkk (2015), yaitu:

Zona hambat:

2

Keterangan:

D1: Diameter vertikal zona bening

D2: Diameter horizontal zona bening

Uji skrining fitokimia

Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder pada ekstrak kasar daun kayu manis meliputi uji alkaloid, flavonoid, steroid, terpenoid, saponin, dan tanin dengan menggunakan pereaksi yang spesifik, meliputi:

Uji Alkaloid

Identifikasi alkaloid dilakukan dengan menggunakan preaksi mayer. Sebanyak 1 ml ekstrak diamsukkan kedalam tabung reaksi selanjutnya ditambahkan larutan HCl 2N. ekstrak yang telah ditambahkan larutan HCl 2N kemudian ditambahkan 2 tetes pereaksi meyer, Apabila

hasil positif adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna putih (Ikalinus et al., 2015).

Uji Flavonoid

Uji flavonoid dilakukan dengan cara ekstrak daun kayu manis sebanyak 1 mL ditambahkan dengan 0,5 gram serbuk magnesium dan 3-7 tetes HCl pekat, apabila positif mengandung flavonoid maka akan menghasilkan larutan berwarna jingga, merah muda atau merah (Lestari et al., 2018).

Uji Fenolik

Uji fenolik dilakukan dengan cara ekstrak daun kayu manis diambil sebanyak 1 mL selanjutnya di larutkan dengan larutan FeCl₃ 5%. Apabila positif mengandung fenolik maka akan menghasilkan warna hijau, hijau kehitaman, ungu, atau biru kehitaman (Wardhani et al., 2018) Uji Steroid dan Terpenoid

Uji steroid dan terpenoid dilakukan dengan cara ekstrak daun kayu manis diletakkan pada plat tetes selanjutnya ditambahkan dengan 3 tetes pelarut Lieberman-Buchard (HCl pekat + H₂SO₄ pekat). Apabila hasil positif mengandung terpenoid maka akan berubah warna menjadi merah, pink, atau violet. Apabila hasil positif mengandung steroid maka akan berubah warna menjadi hijau hingga biru (Santoso et al., 2012)

Uji Saponin

Uji saponin dilakukan dengan cara ekstrak daun kayu manis sebanyak 0,1 gram dilarutkan ke dalam 5 mL aquades panas dan dikocok selama 10 detik. Apabila hasil positif adanya saponin ditandai dengan terbentuknya buih atau busa yang stabil selama 10 menit (Depkes RI, 2009).

Uji Tanin

Identifikasi Tanin dilakukan dengan cara ekstrak daun kayu manis diletakan pada plat tetes lalu ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3 1%. Apabila bereaksi positif akan menghasilkan warna hijau, merah, ungu, biru, atau hitam (Lestari et al., 2018).

Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini, berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dengan mendeskripsikan hasil pengamatan daya hambat. Kuantitatif dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (Anova) dan jika data yang didapatkan memiliki beda nyata pada taraf uji 5% (P ≤ 0,05) maka dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Re-isolasi dan Re-identifikasi Jamur Colletotrichum magnum

Berdasarkan hasil re-isolasi, jamur yang telah diinkubasi selama 7 hari dalam suhu 28oC memiliki ciri-ciri morfologi yaitu koloni pada permukaan atas berwarna putih keabuan dan koloni pada bagian bawah berwarna putih kehitaman. Isolat ini memiliki dimeter sebesar 62 mm

pada hari ke-7 pada media PDA (Gambar 1.)

Gambar 1.


A



Morfologi jamur C. magnum secara makroskopis


pada media PDA inkubasi selama 7 hari pada suhu 28oC, (A) tampak atas dan (B) tampak bawah

Berdasarkan pengamatan secara mikroskopis jamur C. magnum memiliki spora berbentuk silindris dengan kedua ujung tumpul atau membulat, dan memiliki bentuk hifa yang bersekat dan bercabang. Bentuk mikroskopis jamur C. magnum ini dapat dilihat pada Gambar 2.



Gambar 2. Struktur mikroskopis jamur C. magnum dengan perbesaran 100x. (A = hifa, B = spora)

Uji Postulat Koch

Pengujian Postulat Koch ini dilakukan untuk mengkonfirmasi bahwa memang benar jamur yang diisolasi adalah penyebab penyakit antraknosa pada buah pepaya. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan buah pepaya mengalami gejala penyakit antraknosa yang sama seperti gejala penyakit antraknosa pada buah pepaya di lapangan. Gejala penyakit ini muncul dihari ke-5 setelah inkubasi dengan suhu 28σc, pada bagian permukaan buah pepaya terdapat cekungan sedikit mengendap ke dalam, dan kebasah-basahan, serta terdapat bercak-bercak berwarna hitam (Gambar 3).

Gambar 3. Hasil uji Postulat Koch inkubasi selama 5 hari pada suhu 28oC .

Uji Ekstrak Kasar

Hasil uji ekstrak kasar daun kayu manis terhadap pertumbuhan jamur C. magnum dengan diameter zona hambat yang dihasilkan sebesar 26,5 mm. Berdsarkan diameter zona hambat yang dihasilkan ini termasuk dalam kategori sangat kuat dalam menghambat. Dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Hasil uji ekstrak kasar daun kayu manis terhadap jamur C. magnum selama 3 hari pada suhu 28σc .

Uji MIC ekstrak daun kayu manis terhadap jamur C. magnum

Uji minimum inhibitory concentration (MIC) ekstrak daun kayu manis terhadap jamur C. magnum Dilakukan mennggunakan konsentrasi 0,1% (v/v), 0,2% (v/v), 0,3% (v/v), 0,4% (v/v), 0,5% (v/v), 0,6% (v/v), 0,7% (v/v), 0,8% (v/v), 0,9% (v/v). Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan pada konsentrasi 0,6% (v/v) sudah memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan jamur C. magnum, dengan rata-rata zona hambat 8,37mm. Zona hambat terus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak yang telah diberikan (Tabel 1 dan Gambar 5).

Tabel 1. Rata-rata diameter zona hambat Minimum Inhibitory Concentration (MIC) ekstrak daun kayu manis terhadap pertumbuhan jamur C. magnum

Perlakuan

Konsentrasi

Rata-rata diameter zona hambat (mm)

Konsentrasi 0,1% (v/v)

0,00 ± 0,00

Konsentrasi 0,2% (v/v)

0,00 ± 0,00

Konsentrasi 0,3% (v/v)

0,00 ± 0,00

Konsentrasi 0,4% (v/v)

0,00 ± 0,00

Konsentrasi 0,5% (v/v)

0,00 ± 0,00

Konsentrasi 0,6% (v/v)

8,37 ± 0,38

Konsentrasi 0,7% (v/v)

8,72 ± 0,26

Konsentrasi 0,8% (v/v)

9,37 ± 0, 27

Konsentrasi 0,9% (v/v)

10,32 ± 0,26


Gambar 5. Hasil uji MIC ekstrak daun kayu manis terhadap jamur C. magnum selama 3 hari pada suhu 28σc .

Uji daya hambat ekstrak daun kayu manis terhadap jamur C. magnum

Berdasarkan hasil uji yang didapatkan pada konsentrasi 1% (v/v), 2% (v/v), 3% (v/v), 4% (v/v), dan 5% (v/v) ekstrak daun kayu manis dapat menghambat pertumbuhan jamur C. magnum, dengan diameter zona hambat yang semakin besar seiring dengan meningkatnya konsentrasi yang diberikan. Masing-masing zona hambat sebesar 11,6 mm, 13,22 mm, 15,77 mm, 17,02 mm, dan 19,77 mm. Perlakuan kontrol positif (+) juga menghasilkan zona hambat sebesar 20,72 mm, sebaliknya pada kontrol negatif (-) tidak menunjukkan diameter zona hambat yang terbentuk (Tabel 2 dan Gambar 6).

Tabel 2. Rata-rata diameter zona hambat ekstrak daun kayu manis terhadap pertumbuhan jamur C. magnum


Perlakuan Konsentrasi

Rata-rata diameter zona hambat (mm)

Kontrol negatif (-)

0,00 ± 0,00a

Konsentrasi 1% (v/v)

11,60 ± 0,25b

Konsentrasi 2% (v/v)

13,22 ± 0,49c

Konsentrasi 3% (v/v)

15,77 ± 0,78d

Konsentrasi 4% (v/v)

17,02 ± 0,84e

Konsentrasi 5% (v/v)

19,77 ± 0,78f

Kontrol positif (+)

20,72 ± 0,67g

Gambar 6. Hasil uji daya hambat ekstrak daun kayu manis terhadap jamur C. magnum selama 3 hari pada suhu 28oC .

Uji fitokimia ekstrak daun kayu manis

Berdasarkan hasil uji fitokimia ekstrak daun kayu manis menunjukkan hasil bahwa ekstrak daun kayu manis positif mengandung golongan senyawa yaitu alkaloid, steroid, fenolik, saponin, flavonoid, dan tanin (Tabel 3).

Tabel 3. Hasil uji fitokimia ekstrak daun kayu manis

Golongan senyawa

Hasil pemeriksaan

Keterangan

Alkaloid

+++

Terbentuknya endapan putih

Steroid

+++

Berubah warna kehijauan

Terpenoid

-

Berubah warna kemerahan

Fenolik

+++

Berubah warna hijau kehitaman

Saponin

+

Terbentuk Busa

Flavonoid

++

Berubah warna kemerahan

Tanin

++

Berubah warna hijau kecoklatan

Keterangan :

+++ :Memberikan endapan / warna yang banyak ++ : Memberikan endapan / warna yang sedang + : Memberikan endapan / warna yang cukup

PEMBAHASAN

Hasil yang didapatkan memiliki ciri-ciri makroskopis yaitu koloni pada permukaan atas berwarna putih keabuan dan koloni pada bagian bawah berwarna putih kehitaman. Isolat ini memiliki dimeter sebesar 62 mm pada hari ke-7 pada media PDA. Secara mikroskopis jamur ini memiliki spora berbentuk silindris dengan kedua ujung tumpul, dan memiliki bentuk hifa yang bersekat dan bercabang. Hasil re-isolasi dan re-identifikasi ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Rangkuti, (2017) menyatakan bahwa Jamur C. magnum secara mikroskopis memiliki bentuk spora berbentuk silindris, dengan kedua ujung membulat atau tumpul, ukuran spora 16,1 x 5,6 µm, memiliki bentuk hifa bersekat dan bercabang. Sedangkan secara makroskopis Jamur C. magnum memiliki warna koloni yang seragam yakni tampak atas koloni berwarna abu-abu dan tampak bawah abu kehitaman. Dickman, (1993) menyatakan bahwa Colletotrichum magnum memiliki hifa bersekat dan bercabang, menghasilkan konidia yang transparan serta memanjang dengan kedua ujung membulat dengan panjang 10-16 µm, dan lebar 5-7 µm, massa konidia berwarna hitam dan hifa berwarna abu-abu, konidia tersusun dalam aservulus.

Gejala penyakit yang terlihat pada permukaan buah pepaya yang telah diinkubasi selama 5 hari yakni terdapat cekungan sedikit mengendap ke dalam, dan sedikit kebasah-basahan serta terdapat bercak-bercak berwarna hitam. Menurut Awaludin et al., (2020) jamur patogen genus Colletotrichum akan menyebabkan timbulnya gejala bercak-bercak cokelat kemerahan sampai

kehitaman, serta kebasah-basahan. Selanjutnya pada saat buah matang bercak tersebut akan cepat membesar, membentuk bercak bulat yang lebih besar, dan akan sedikit mengendap ke dalam. Penyakit ini akan terus berkembang dan menembus ke bagian dalam buah sehingga jaringan buah membusuk, menjadi lunak, dan berwarna agak gelap.

Hasil uji ekstrak kasar daun kayu manis terhadap pertumbuhan jamur C. magnum yang telah dilakukan menunjukkan hasil terbentuknya zona hambat yang sangat kuat dengan diameter zona hambat 26,5 mm (Gambar 7). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Darmadi et al. (2015) bahwa ekstrak kasar daun kayu manis dapat menghambat pertumbuhan jamur Fusarium oxysporum f.sp. lycopersici penyebab penyakit layu fusarium pada tanaman tomat secara in vitro dengan diameter zona hambat sebesar 30 mm.

Berdasarkan hasil uji MIC yang telah dilakukan didapatkan pada konsentrasi 0,6% (v/v) sudah memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan jamur C. magnum, dengan rata-rata zona hambat 8,37mm yang diamati pada hari ke-3 setelah inkubasi. Menurut Surjowardojo (2015) terdapat 4 kategori zona hambat berdasarkan aktivitas zona hambat yang terbentuk yakni kategori lemah <5mm, kategori sedang 6-10mm, ketegori kuat 11-20mm, dan kategori sangat kuat >21mm. Berdasarkan penggolongan diameter zona hambat yang terbentuk pada konsentrasi 0,6% (v/v) dengan rata-rata zona hambat 8,37mm termasuk dalam kategori sedang. konsentrasi 0,7% (v/v) memiliki rata-rata zona hambat sebesar 8,72mm termasuk dalam kategori sedang. Demikian juga pada konsentrasi 0,8% (v/v) memiliki rata-rata zona hambat 9,37mm, konsentrasi 0,9% dengan rata-rata zona hambat 10,32 termasuk dalam kategori sedang. Dapat diketahui bahwa semakin besar perlakuan konsentrasi yang diberikan maka semakin besar juga zona hambat yang terbentuk. Menurut Sudirga dan Suprapta, (2021) mekanisme kerja suatu ekstrak sebagai antijamur yakni dengan mempengaruhi permeabilitas membran sel jamur, gangguan permeabilitaas membran sel dapat menyebabkan kebocoran dan hilangnya sitoplasma sehingga bisa mengakibatkan lisis sel dan akhirnya pertumbuhan sel terhambat sehingga menyebabkan kematian pada sel jamur.

Berdasarkan hasil uji daya hambat yang ditampilkan pada Tabel 2, kategori zona hambat yang terbentuk yakni daya hambat ekstrak daun kayu manis terhadap jamur C. magnum pada konsentrasi 1% (11,60 mm), konsentrasi 2% (13,22 mm), konsentrasi 3% (15,77 mm), konsentrasi 4% (17,02 mm), dan Konsentrasi 5% (19,77 mm) termasuk dalam kategori kuat. Pada penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa seiring dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak daun kayu manis yang digunakan zona hambat yang dihasilkan juga semakin meningkat, tetapi daya hambat yang dihasilkan pada perlakuan konsentrasi belum didapatkan daya hambat yang sangat kuat dan secara statistika data yang didapatkan memiliki hasil yang berbeda nyata antar perlakuan (P. ≤ 0,05). Konsentrasi 5% adalah konsentrasi yang memiliki zona hambat yang paling besar diantara perlakuan konsentrasi ekstrak yang diujikan yakni sebesar 19,77 mm. Menurut Goering et al (2013), konsentrasi yang efektif merupakan konsentrasi minimum yang mampu memberikan respons daya hambat yang sangat kuat.

Menurut Alifiah et al.., (2015) Menyatakan bahwa perbedaan ukuran dari zona hambat yang terbentuk dipengaruhi oleh perbedaan besar kecilnya konsentrasi ekstrak, perbedaan kandungan metabolit sekunder yang terkandung pada ekstrak, temperatur inkubasi, waktu pembuatan sumur difusi, dan jarak sumur difusi antifungi. Kemampuan suatu ekstrak dalam menghambat pertumbuhan jamur disebabkan adanya senyawa aktif yang terkandung (Salni et

al.., 2013). Ekstrak daun kayu manis mampu menghambat pertumbuhan jamur C. magnum, hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak daun kayu manis mengandung senyawa metabolit sekunder yang berfungsi untuk senyawa anti jamur.

Berdasarkan hasil uji fitokimia ekstrak daun kayu manis positif mengandung golongan senyawa antara lain yakni alkaloid, steroid, fenolik, saponin, flavonoid, dan tanin (Tabel 3). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Darmadi et al, (2015), yang menyatakan bahwa daun tanaman kayu manis ini mengandung senyawa metabolit sekunder seperti steroid, flavonoid, fenolat dan tanin, pada penelitian Safratilofa (2016) menyatakan bahwa ekstrak daun kayu manis mengandung senyawa aktif antara lain yakni alkaloid, flavonoid, fenolik, tanin, saponin, steroid dan Glikosida.

SIMPULAN

Ekstrak kasar daun kayu manis mampu menghambat pertumbuhan jamur C. magnum dengan diameter zona hambat 26,5 mm yang termasuk dalam kategori sangat kuat. Konsentrasi minimum inhibitory concentration (MIC) ekstrak daun kayu manis yang dapat menghambat pertumbuhan jamur C. magnum adalah konsentrasi 0,6% (v/v) dengan diameter zona hambat 8,37mm. Konsentrasi 5% menghasilkan zona hambat yang paling besar diantara perlakuan konsentrasi yang yang diujikan yakni 19,77 mm yang termasuk dalam kategori kuat, Golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak daun kayu manis yaitu alkaloid, steroid, fenolik, saponin, flavonoid, dan tanin.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji in vitro dengan penambahan konsentrasi ekstrak daun kayu manis sehingga bisa didapatkan konsentrasi yang efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur C. magnum dan uji in vivo ekstrak daun kayu manis terhadap jamur C. magnum penyebab penyakit antraknosa pada tanaman pepaya.

DAFTAR PUSTAKA

Aksara, R., Weny, J. A., dan Musa, La, A. 2013. Identifikasi Senyawa Alkaloid dari Ekstrak

Metanol Batang Mangga (Mongifera indica L.). Journal Entropi. 8(3): 1-6.

Alifiah, R. R., Khotimah, S., dan Turnip. 2015. Efektifitas Ekstrak Metanol Daun Sembung Rambat (Mikania micrantha Kunth) Terhadap Pertumbuhan Jamur Candida albicans. Jurnal Protobiont. 4(1):52-57.

Awaludin, M. A., Efri., dan Sudiono. 2020. Pengaruh Ekstrak Pepaya Terhadap Penyakit Antrakknosa pada Buah Pepaya. Jurnal Agrotek Tropika. 8(3): 409-421.

Badan Pusat Statistik. 2022. Produksi Tanaman Buah-buahan 2018-2020. Badan Pusat statistik (BPS - Statistics Indonesia). Jakarta.

Darmadi, A. A. K., Ginantra, I K., dan Joni, M. 2017. Uji Efektivitas Ekstrak Aseton Daun Kayu Manis (Cinnamomum burmanni Blume) Teradap Jamur Fusarium solani Penyebab Penyakit Busuk Batang pada Buah Naga (Hylocereus sp.). Jurnal Metamorfosa. 4 (1): 7986.

Darmadi, A. A. K., Suprapta, D. N., Temaja, I G. R. M., and Swantara, I M. D. 2015. Leaf Extract of Cinnamomum burmanni Blume Effectively Suppress The Growth of Fusarium oxysporum f.sp. Lycopersici The Cause of Fusarium Wilt Disease On Tomato. Journal of Bioloy Ariculture and Healtcare. 5 (4):131-137.

Departemen kesehatan Republik Indonesia. 2009. Materi Medika Indonesia Jilid 3. Puspa swara. Jakarta.

Dickman, M. W. 1993. The Fungi. Academic Press. New York.

Febjislami, S., Suketi, K., dan Yunianti, R. 2018. Karakteristik Morfologi Bunga, Buah, dan Kualitas Buah Tiga Genotipe Pepaya Hibrida. Buletin Agrohorti. 6(1): 112-119.

Goering, R., Hanzel, D., Mark, Z., Ivan, R., Peter, L. C. 2013. Mims’ Medical Microbiologi Fifth Edition. Elsivier Ltd.

Ikalinus, R., Widyastuti, S. K., dan Setiasih, N. L. E. 2015. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit Batang Kelor (Moringa oliefera). Indonesia Medicus Veterinus. 4(1): 71-79.

Lestari, I. P., Mappiratu., Ruslan., dan Pasjan, S. 2018. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Tanaman Tembelekan (Lantana camara Linn) dari Beberapa Tingkat Kepolaran pelarut. Jurnal Kovalen. 4(3): 244-253.

Muthahanas, I., dan Listiana, E. 2017. Skrining Streptomyces sp. Isolat Lombok sebagai Pengendali Hayati Beberapa Jamur Patogen Tanaman. Scientific Journal of Agronomy. 1(2): 130-136.

Nurhayati. 2011. Efektifitas Ekstrak Daun Sirih Terhadap Infeksi Colletotrichum capsici pada Buah Cabai. Dharmapala. 3(2):54-59.

Nuryanti, S., Minarni, R., dan Nursucianti. 2015. Uji Aktivitas Anti Jamur Ekstrak Kayu Manis (Cinnamomum burmanni Blume) Terhadap Jamur Candida albicans. Jurnal Akademia Kimia. 4(3): 123-128.

Rangkuti, E. E., Wiyono, S., dan Widodo. 2017. Identifikasi Colletotrichum spp. Asal Tanaman Pepaya. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 13(5): 175-183.

Safratilofa. 2016. Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Kayu Manis (Cinnamomum burmanni B.) Terhadap Bakteri Aeromonas hydrophila. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi. 16(1):1-6.

Salni., Aminasih, N., dan Sriviona, R. 2013. Isolasi Senyawa Antijamur Dari Rimpang Lengkuas Putih (Alpinia galanaga L. Wild) dan Penetuan Konsentrasi Daya Hambat Minimum Terhadap Candida albicans. Prosiding Semirata FMIPA. Universitas Lampung. Lampung.

Santoso, M. G., Boza, F. T., Thomazini, M. dan Favaro, C. S. 2012. Microerncapsulation of Xylitot by Double Emulsio Followed by Complex Coacervation. Food Chemistry. 171: 3239.

Sitompul, L. Y. 2017. Uji Efektifitas Beberapa Tanaman Terhadap Patogen Colletotrichum capsici (Syd.) E.J.Butler and Bisby Secara In Vitro dan In Vivo pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L.). Skripsi. Program Studi Agroteknologi. Fakultas Pertanian. Universitas Jember.

Sudirga, S. K., and Suprapta, D. N. 2021. Biological Control of Antracnose Disease (Colletotrichum acutatum) in Chili Peppers by Crude Leaf Extract of Fig (Ficus septica Brum.f.). Sabrao Journal. 53 (1):79-87.

Sudirga, S.K., Wijaya, I.M.S and Darmadi, A.A.K. 2022. First Testimony Of New Host Plant Of Colletotrichum magnum (S.F.Jenkins&Wibstead) Rossman &W.C. Allen Causing Anthracnose In Carica papaya L. Fruits In Bali, Indonesia. Sabrao Journal of Breeding and Genetics. 54(4) : 834-841.

Surjowardojo, P., Tri, E. S., dan Gabriel, R. B. S. 2015. Daya Hambat Dekok Kulit Apel Manalagi (Malus sylvests Mill.) Terhadap Pertumbuhan Staphylococus aureus dan Pseudomonas sp. Penyebab Mastitis pada Sapi Perah. Jurnal Ternak Tropika. 16(2): 40

48.

Syabana, M. A., Saylendra, A., Ramdhani, D. 2015. Aktivitas Anti Cendawan Ekstrak Daun Sereh Wangi (Cymbopogon nardus L.) terhadap Colletotrichum sp. Penyebab Penyakit Antraknosa pada Cabai. Warta wiptek. 16(1): 21-27.

Wahyuni, I., Amin, B., dan Ulim, M. A. 2016. Efektivitas Berbagai Konsentrasi dan Waktu Aplikasi Ekstrak Buah Mengkudu Terhadap Penyakit Antraknosa (Colletotrichum Gloeosporioides) pada Buah Pepaya (Carica papaya L.). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyia. 1(1): 1-9.

Wardhani, R. R. A. A. K., Akhyar, O., dan Prasiska, E. 2018. Aanlisis Skrining Fitokimia Kadar Total Fenol-Flavonoid dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Kayu Tanaman Galam Rawa Gambut (Melaleuca cajupati roxb). Al Ulum Sains Dan Teknologi. 4(1): 1-7.

DOI: https://doi.org/10.24843/JSIMBIOSIS.2022.v11.i01.p09

117