SIMBIOSIS X (1):64-74                http://ojs.unud.ac.id/index.php/simbiosis

Program Studi Biologi FMIPA UNUD

eISSN: 2656-7784

Maret 2022

KEANEKARAGAMAN JENIS CAPUNG DI SEPANJANG SUNGAI AYUNG

DIVERSITY OF DRAGONFLY AROUND THE AYUNG RIVER

Putu Ayu Wulan Trisna, Ni Luh Watiniasih dan I Ketut Ginantra

Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Kabupaten Badung – Bali

Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga April 2020 pada tiga area berbeda, antara lain Desa Penikit, Petang, Desa Sayan, Ubud, dan di Desa Padang Galak, Sanur dengan menggunakan teknik sweeping. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman capung di sepanjang sungai Ayung. Analisis yang dilakukan diantaranya adalah menganalisis indeks keanekaragaman (H’) Shannon-wiener, indeks kemerataan (E), indeks dominansi (D) simpons, frekuensi kehadiran serta kualitas air Sungai Ayung. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 11 spesies capung. Individu yang paling banyak ditemukan adalah Orthetrum sabina (23 individu), sedangkan individu terendah berasal dari famili Libellulidae sebanyak 5 individu. Spesies dan individu paling banyak ditemukan di lokasi Sayan sebanyak 11 spesies dengan total 124 individu (H’=2,24, E=0,93, D=0,19), diikuti lokasi Petang sebanyak 6 spesies dengan total 27 individu (H’=1,60, E=0,89, D=0,30), sedangkan yang terendah adalah lokasi Sanur sebanyak 4 spesies dengan total 15 individu (H’=0,94,  E=0,69,  D=0,67).

Keanekaragaman capung di Sungai Ayung tergolong sedang (H’=2,36), Indeks kemerataan spesies pada lokasi Petang dan Sayan termasuk kategori hamper merata. Petang (0,89) dan Sayan (0,93), sedangkan pada lokasi Sanur termasuk kategori cukup merata (0,69). Frekuensi kehadiran tertinggi pada spesies Orthetrum sabina sebesar 89% dengan kategori kehadiran sering atau absolut. Nilai BOD dan DO pada Sungai Ayung tidak memenuhi syarat standar baku mutu air, sedangkan COD memenuhi syarat berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001.

Kata kunci: keanekaragaman, capung, Sungai Ayung.

ABSTRACT

This research was conducted from february to April 2020 in three different areas, including in Penikit Village, Petang, Sayan Village, Ubud, and in Padang Galak Village, Sanur using sweeping techniques. This study aims to determine the diversity of dragonflies along the Ayung river. The analyzes carried out include analyzing the Shannon-Wiener diversity index (H'), evenness index (E), dominance index (D) sympons, frequency of presence and water quality of the Ayung River. The results showed as many as 11 species of dragonflies. The most common individuals found were Orthetrum Sabina (23 individuals), while the lowest individuals were from the Libellulidae family as many as 5 individuals. Most species and individuals were found at the Sayan location with 11 species with a total of 124 individuals (H'=2.24, E=0.93, D=0.19), followed by 6 species in the Petang location with a total of 27 individuals (H' =1.60, E=0.89, D=0.30), while the lowest was the Sanur location with 4 species with a total of 15 individuals (H'=0.94, E=0.69, D=0.67 ). Diversity of dragonflies in the Ayung River is classified as moderate (H'=2.36), the evenness index of species at the Petang and Sayan locations is in the almost evenly distributed category. Petang (0.89) and Sayan (0.93), while the Sanur location was in the fairly even category (0.69). The highest frequency of presence in Orthetrum sabina species was 89% with frequent or absolute presence categories. The BOD and DO values in the Ayung River do not meet the requirements of water quality standards, while COD meets the requirements based on PP No. 82 of 2001.

Keywords: Diversity, dragonflies, Ayung River.

PENDAHULUAN

Capung merupakan ordo Odonata yang memiliki bentuk tubuh berukuran sedang sampai besar serta memiliki warna yang menarik. Tubuh capung sama seperti serangga lainnya, yang terdiri dari kepala, dada, dan perut yang langsing dan Panjang. Capung juga memiliki enam tungkai dan dua pasang sayap ditubuhnya serta memiliki tipe pembuluh darah jala. Menurut Hanum (2013), capung merupakan serangga yang memiliki atena pendek berbentuk rambut, mata tipe majemuk yang besar dan alat mulut tipe pengunyah.

Capung merupakan salah satu serangga yang memiliki peranan penting dalam menjaga keseimbangan dan keberlangsungan ekosistem. Capung memiliki peran sebagai predator hama, baik dalam bentuk nimfa (larva) maupun dewasa. Capung memiliki 2 habitat hidup, yaitu air dan udara menjadikan serangga tersebut sebagai bioindikator kualitas ekosistem (Jhon, 2001). Capung betina dewasa yang melakukan peletakan telur (ovoposisi) akan memilih habitat perairan yang jernih dan bersih dan nimfa rentan

terhadap kualitas air yang telah tercemar (Jhon, 2001).

Aktivitas manusia dipengaruhi berdasarkan pasokan kualitas air yang berasal dari daerah sumbernya, sedangkan kualitas pasokan air dari daerah sumber mata air berkaitan dengan aktifitas manusia yang ada didalamnya (Parama, 2000). Saat ini masalah yang sedang di hadapi adalah air yang ada dipermukaan sering tercemar sehingga mengurangi kualitas air. Penurunan kualitas air akan menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung dan daya tampung dari sumber daya alam. Untuk mendapat air sesuai standar tertentu saat ini menjadi barang yang mahal, karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari kegiatan manusia sehingga kualitas sumber daya air telah mengalami penurunan. Maka dari itu, informasi mengenai keanekaragaman jenis capung di sepanjang Sungai Ayung sangat diperlukan. Diharapkan nantinya melalui penelitian ini, dapat dijadikan acuan oleh masyarakat, pemerintah dan instansi terkait dalam pengelolaan sungai Ayung.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan yang dimulai dari bulan Februari hingga April 2020. Pengambilan sampel dilakukan di tiga daerah Sungai Ayung, yaitu Petang yang merupakan hulu sungai, Sayan yang merupakan tengah sungai dan Sanur yang merupakan hilir sungai

Waktu dan Lokasi Penelitian

(Gambar 1). Identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Taksonomi Hewan, Program Studi Biologi, FMIPA, serta uji kadar air dilakukan di Laboratorium UPT Analitik Unversitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian


Metode Pengambilan Data

Sampel capung diambil dengan teknik sweeping dengan menggunakan jaring serangga (Insect net). Sampel diambil dari tiga lokasi yang berbeda sepanjang Suangai Ayung yaitu di daerah Petang, Sayan dan Sanur. Sampel diambil sepanjang 5 meter pada kedua sisi sungai p setiap lokasi. Pengambilan sampel capung dilakukan dalam dua periode waktu, yaitu pada pagi dari pukul 08.00-10.00 dan siang hari pukul 15.00 - 17.00 WITA. Tiap spesies capung dihitung jumlah individunya. Setiap spesies dikoleksi satu individu untuk identifikasi dan dokumentasi, sampel capung diawetkan dengan alkohol 70%.

Identifikasi Spesies Capung

Jenis capung yang ditemukan diidentifikasi berdasarkan warna abdomen, warna sayap, warna thoraks, dan ciri spesifik lainnya serta panjang abdomen, dan panjang sayap diukur untuk keperluan

Sampel air diambil di 3 lokasi Sungai Ayung yaitu Sungai Ayung Petang yang merupakan hulu sungai, Sungai Ayung Ubud yang merupakan tengah sungai dan Sungai Ayung Sanur yang merupakan hilir sungai. Parameter yang diananlisis pada sampel air adalah BOD, COD, DO, pH dan suhu. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Analitik Universitas Udayana, untuk menguji COD, BOD, dan DO yang mengacu pada standar baku mutu air berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001. Sedangkan Ph dan suhu diukur langsung pada lokasi dengan menggunakan termometer Six-Bellani.

identifikasi. Kemudian identifikasi spesies dicocokkan dengan buku identifikasi Odonata yang mengacu Subramanian (2005).

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis indeks keanekragaman, indeks kemerataan, indeks dominansi dan frekuensi kehadiran. Secara detail, masing-masing perhitungan analisa disampaikan di bawah ini.

apabila nilai yang didapat mendekati satu, maka terdapat spesies yang mendominasi krebpada area pengambilan sampling.

  • 3.    Indeks Kemerataan

Indeks      kemerataan      atau

  • 1.    Indeks Keanekaragaman

Keanekaragaman spesies capung dihitung dengan indeks Shannon-Wienner (H’) (Krebs, 1989), sebagai berikut:

H' = —f-1pilnpi, dengan pi = ^^ pi adalah proporsi nilai penting suatu spesies terhadap total nilai penting semua spesies; ni adalah nilai penting tiap spesies capung dan N adalah nilai penting total seluruh spesies capung. Kategori nilai indeks keanekaragaman (H’) Shannon-Wienner, mengacu pada Purwodidodo (2015), yaitu H’ < 1 adalah keanekargaman rendah, 1 ≤ H’ ≤ 3 adalah keanekaragaman sedang serta H’ > 3 adalah keanekaragaman tinggi.

  • 2.    Indeks Dominansi

Indeks     dominansi     capung

ditentukan dengan Indeks Dominansi Simpsons (D) dengan rumus:

D= ∑pi2 , yang mana pi = ^ pi adalah proporsi spesies ke-i di dalam sampel total; ni adalah jumlah individu tiap spesies capung, serta N adalah jumlah total seluruh spesies capung. Nilai dari indeks dominansi yang didapat apabila mendekati nol, maka dapat diartikan bahwa pada area pengambilan sampling tidak ada yang mendominasi. Begitu pula sebaliknya,

keseragaman (E) serta kategori indeks kemerataan spesies capung dihitung dengan

rumus seperti di bawah ini:

E =


H'


H’ adalah indeks keanekaragaman spesies Purwowididan S adalah jumlah spesies. Kategori nilai indeks kemerataan mengacu pada Purwodidodo (2015), yaitu 0.00-0.25 berarti tidak merata; 0.26-0.50 berarti kurang merata; 0.51-0.75 berarti cukup merata; 0.76-0.95 berarti hampir merata serta 0.96-1.00 berarti merata.

  • 4.    Frekuensi Kehadiran

Pola penyebaran satu spesies pada area dihitung menggunakan frekuensi kehadiran, yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies di dalam suatu habitat dalam satu satuan waktu, dengan rumus sebagai berikut:

Frekuensi Kehadiran (FK) =

Jumlah plot yang ditempati suatu jenis

----------------------× 1UU%

Jumlah total plot

Kategori nilai 0-25% berarti frekuensi kehadiran sangat jarang, 25-50% berarti frekuensi kehadiran jarang, 50-75% berarti frekuensi kehadiran sedang serta 75100% berarti frekuensi kehadiran sering atau absolut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

  • 1.    Keanekaragaman capung di Sungai Ayung

Spesies capung yang ditemukan di sepanjang Sungai Ayung berjumlah 11 spesies yang terdiri dari enam famili (Libellulidae,             Calopterygidae,

Chlorocyphidae,             Eupharidae,

Platycnemididae, dan Protoneuridae)

dengan jumlah total 166 individu yang teramati (Tabel 1). Spesies atau jenis-jenis capung yang ditemukan pada penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Tabel 1. Populasi, Famili dan Spesies Capung yang Ditemukan dari 3 lokasi penelitian sepanjang Sungai Ayung.

Famili

Spesies

Jumlah Individu yang ditemukan

Petang

Sayan

Sanur

Total Individu

1. Diplocodes trivialis

1

4

1

5

2. Neurothemis

Ω

Libelliludidae

ramburii

2

3

3

8

3. Orthetrum Sabina

8

5

10

23

4. Pantala flavescens

7

5

1

13

1. Vestalis gracilis

0

11

0

11

Calopterygidae

2. Vestalis luctusa

0

23

0

23

1. Rhinocypha

0

19

0

19

Chlorocyphidae

fenestrate

2. Libellago lineata

0

17

0

17

Eupharidae

1. Euphae variegate

0

12

0

12

Platycnemididae

1. Copera marginipes

6

13

0

19

1. Prodasineura

Protoneuridae

3

12

0

15

autumnalis

Total Individu Teramati

27

124

15

166





H





Gambar 1. Jenis Capung di Sepanjang Sungai Ayung. (A)

Diplacodes trivalis, (B) Ortherium sabina, (C) Neurothemis ramburii, (D) Pantala flavescens, (E) Vestalis luctosa, (F) Rhinocypha fanestrata, (G) Libellago lineata, (H) Euphae variegate, (I) Copera marginipes, (J) Prodasineura autumnalis, (K) Vestalis gracilis

  • 2.    Indeks Keanekaragaman (H’), Dominansi (C) dan Kemerataan (E)

Hasil perhitungan indeks keanekaragaman, dominansi dan kemerataan pada seluruh lokasi ditampilkan dalam Tabel 2. Perhitungan indeks keanekaragaman capung pada seluruh area bernilai 2,36 dengan lokasi sayan memiliki nilai indeks tertinggi, yaitu 2,24 diikuti petang (1,60) dan terendah pada lokasi sanur (0,94). Seluruh area memiliki nilai indeks kemerataan 0,98 dan

indeks dominansi 0,14 dengan nilai pada setiap lokasi bervariasi. Nilai indeks kemerataan paling rendah dimiliki oleh sanur sebagai daerah hilir (0,69) dan tertinggi di lokasi sayan (0,94), sedangkan pada hulu bernilai 0,89. Nilai dominansi berbeda pada setiap lokasi, dominansi tertinggi dimiliki oleh daerah hilir sebesar 0,67 dan terendah pada lokasi sayan sebesar 0,19.

Tabel 2. Indeks Keanekaragaman, Kemerataan dan Dominansi capung pada 3 lokasi penelitian, sepanjang Sungai Ayung

Indeks

Petang

Sayan

Sanur

Seluruh Lokasi

Diversitas

(H’)

1,60

2,24

0,94

2,36

Kemerataan (E)

0,89

0.93

0,69

0.98

Dominansi (C)

0,30

0,19

0,67

0,14

3.    Frekuensi Kehadiran

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

89% dan dijumpai pada 8 plot. Sedangkan

bahwa

frekuensi kehadiran capung di

frekuensi

kehadiran  terrendah  untuk

sepanjang Sungai Ayung dari 11 spesies

seluruh lokasi pengambilan sampel, yaitu

yang ditemukan, yang memiliki frekuensi

Rhinocypha fanestrata, Libellago lineata,

kehadiran tertinggi untuk seluruh lokasi

Vestalis

luctosa,

Vestalis gracilis dan

pengambilan sampel adalah Orthetrum

Euphae

variegata

sebesar 33% dan

sabina dengan frekuensi kehadiran sebesar

dijumpai hanya pada 3 plot.

Tabel 3.

Frekuensi kehadiran capung di sepanjang Sungai Ayung

No

Spesies

Jumlah Plot

Frekuensi Kehadiran (%)

1

Neurothemis ramburii

6

67

2

Orthetrum sabina

8

89

3

Diplacodes trivialis

4

44

4

Pantala flavescens

6

67

5

Rhinocypha fanestrata

3

33

6

Libellago lineata

3

33

7

Copera marginipes

6

67

8

Prodasineura autumnalis

6

67

9

Vestalis luctosa

3

33

10

Vestalis gracilis

3

33

11

Euphae variegata

3

33

  • 4.    Uji Kualitas Air

Hasil pengujian suhu air, COD, BOD, dan DO pada lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil pengujian dari setiap parameter

dibandingkan dengan baku mutu air berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001.

Tabel 4. Perbandingan hasil laboratorium dengan baku mutu

Lokasi

Pengambilan Sampel

Parameter yang diuji

Hasil Lab

Air Sungai Ayung (mg/L)

Baku Mutu

MS/TMS*

Lokasi 1

BOD5

19,784

≤ 6

TMS

COD

36,352

≤ 50

MS

Petang

DO

2,770

≥ 3

TMS

BOD5

17,808

≤ 6

TMS

Lokasi 2

Sayan

COD

34,534

≤ 50

MS

DO

2,968

≥ 3

TMS

BOD5

17,806

≤ 6

TMS

Lokasi 3

Sanur

COD

35,443

≤ 50

MS

DO

2,968

≥ 3

TMS

BOD5

18,466

≤ 6

TMS

Keseluruhan

COD

35,443

≤ 50

MS

Lokasi

DO

2,902

≥ 3

TMS

* TMS = Tidak Memenuhi Syarat Standar baku mutu air MS= Memenuhi Syarat Standar baku mutu air Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001

Pembahasan

1.    Keanekaragaman capung di sepanjang Sungai Ayung

Dari 11 spesies yang ditemukan, terdapat empat spesies ditemukan pada ketiga area pengambilan sampel (Neurothemis ramburii, Orthetrum sabina, Diplacodes trivialis, dan Pantala flavescens), sedangkan tujuh spesies lainnya tidak ditemukan pada ketiga area. Tujuh spesies tersebut adalah Copera marginipes dan Prodasineura autumnalis yang ditemukan pada daerah hilir dan tengah, sedangkan lima spesies lainnya hanya ditemukan di daerah tengah. Lima spesies tersebut antara lain Rhinocypha fanestrata, Libellago lineata, Vestalis luctosa, Vestalis gracilis, dan Euphae variegata.

Sebanyak enam spesies capung ditemukan pada daerah hulu Sungai Ayung. Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan spesies capung pada daerah hilir (Sanur), tetapi lebih sedikit dibandingkan dengan daerah tengah (Sayan). Dapat dilihat pada Tabel 1, jumlah spesies terbanyak pada lokasi 2 sebanyak 11 spesies, kemudian lokasi 1 sebanyak 6 spesies, dan yang paling sedikit adalah lokasi 3 yakni 4 spesies. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa jumlah spesies berbanding lurus dengan jumlah individu pada setiap lokasi pengamatan, dimana capung lebih banyak ditemukan pada kawasan terbuka yang dekat dengan perairan. Susanti (1998)

menyatakan bahwa capung dewasa sering terlihat di tempat-tempat terbuka, terutama di perairan tempat mereka berkembang biak.

Keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain jenis habitat atau tempat hidup, stabilitas lingkungan, produktifitas, kompetisi, dan penyangga makanan. Perbedaan keanekaragaman capung pada tiga lokasi tersebut dikarenakan kondisi habitat yang relative berbeda, yang dierkirakan dapat berpengaruh terhadap ketersediaan pakan. Kondisi habitat tersebut erat kaitannya

Individu yang banyak ditemukan pada penelitian ini adalah Ortherum sabina dan Vestalis luctusa dengan jumlah individu yang sama (23 individu), akan tetapi spesies Vestalis luctusa hanya ditemukan pada lokasi sayan, sedangkan Orthetrum sabina ditemukan pada ketiga lokasi. Orthetrum sabina termasuk capung yang umum dijumpai di berbagai tempat. Capung Orthetrum sabina merupakan spesies yang adaptif dan dapat hidup di lingkungan air yang kurang bagus (Apriatun, 2019). Menurut Kamaludin dkk (2016) capung ini dikenal sebagai capung

dengan pemanfaatan lahan di sekitar area pengambilan. Terdapat perbedaan pada pemanfaatan lahan dari ketiga daerah pengambilan sampel. Pemanfaatan lahan di daerah hulu antara lain, tegalan, perkebunan, sawah tadah hujan dan pemukiman adat dengan segala tradisinya, berbeda dengan daerah hilir yang menggunakan sawah irigasi, pemukiman padat penduduk, serta terdapat peternakan secara komersial pada hamparan lahan datar. Lahan pada daerah tengah Sungai Ayung dimanfaatkan untuk perkebunan, sawah

sambar hijau, dan tergolong ke dalam spesies kosmopolitan karena terdistribusi ke berbagai habitat. Biasanya dijumpai sedang hinggap atau terbang di sekitar semak-semak di pinggir sungai, di batang tanaman air, dan di bebatuan sungai. Capung ini merupakan capung predator yang cukup ganas karena sering terlihat memangsa capung jarum atau capung lain bahkan memangsa dari sejenisnya (Apriatun, 2019). Capung sambar hijau memiliki sifat toleran terhadap pencemaran dan gangguan lingkungan lainnya

  • 2.    FaktorAbiotik Perairan Sungai Ayung sebagai Pendukung Keanekaragaman

Capung

Hasil pengujian air yang tertera pada Tabel 4 menunjukkan konsentrasi BOD di ketiga lokasi pengambilan sampel berada di atas baku mutu yang ditetapkan. Air pada lokasi petang memiliki konsentrasi yang paling tinggi, sedangkan pada lokasi sayan dan sanur memiliki nilai konsentrasi dengan hanya berselisih 0,002 lebih tinggi konsentrasi pada daerah sayan. Nilai BOD pada keseluruhan lokasi adalah 18,466 mg/L tergolong tidak memenuhi syarat baku mutu air. Nilai BOD yang rendah menunjukan kandungan oksigen di

dalam air sedikit dan sulit digunakan oleh bakteri untuk memecah zat organik. Keadaan ini dapat memengaruhi konsentrasi oksigen terlarut (DO) di dalam air.

Pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya keberadaan capung pada suatu lingkungan seperti, memiliki fungsi ekologi penting bagi kehidupan manusia, namun sayangnya manusia tidak bijaksana dalam memperlakukan aneka ragam satwa liar di alam, termasuk terhadap spesies capung. Misalnya, manusia dengan berbagai

tindakannya banyak mencemari perairan, antara lain dengan membuang berbagai limbah dari rumah tangga. Selain itu banyak pula kegiatan-kegiatan manusia dalam bidang pertanian, dengan membuang limbah ke berbagai badan air. Akibatnya, nimfa-nimfa capung di perairan banyak

terbunuh (Iskandar, 2015). Diperlukan upaya agar mengurangi kemungkinan hal itu terjadi dengan tidak mencemari lingkungan hidup di perairan, terutama membuang limbah secara langsung ke dalam perairan (Erni, 2018).

KESIMPULAN

Capung yang ditemukan di Sungai Ayung adalah 11 spesies yang termasuk dalam 6 famili. Spesies dan individu paling banyak ditemukan di lokasi Sayan sebanyak 11 spesies dengan total 124 individu (H’=2,24,  E=0,93,  D=0,19),

Petang sebanyak 6 spesies dengan total 27 individu (H’=1,60,  E=0,89,  D=0,30),

sedangkan yang terendah adalah lokasi Sanur sebanyak 4 spesies dengan total 15 individu (H’=0,94,  E=0,69,  D=0,67).

Keanekaragaman capung di Sungai Ayung tergolong sedang (H’=2,36), kemerataan

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui kesukaan spesies capung

yang hampir merata pada lokasi petang dan sayan, serta kemerataan yang cukup pada lokasi sanur.

BOD dan DO pada Sungai Ayung tidak memenuhi syarat standar baku mutu air, sedangkan COD memenuhi syarat berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001. Sungai yang tercemar mempengaruhi keanekaragaman capung, dan capung dapat dijadikan bioindikator pencemaran air karena capung lebih menyukai habitat perairan yang bersih atau tidak tercemar.

terhadap tumbuhan yang dijadikan tempat bernaung dan meletakkan telur (hostplant), kedepannya akan mempermudah identifikasi.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. FX Sudaryanto, Dra. Luh Putu Eswaryanti Kusuma Yuni dan Dr. Ni Wayan Sudatri, S,Si.,M.Si. yang telah memberikan masukan untuk perbaikan tulisan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Nila Arieswari dan Wahyu Puji Lestari yang telah membantu dalam koleksi sampel di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Apriatun, N.N., 2019. Inventarisasi Capung (Insecta:Odonata) di Sungai Grojogan dan Sungai Ambyarsari, Taman Nasional Bali barat. Skripsi. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Erni,      S.,      2018.      Inventarisasi

Keanekaragaman       Jenis-jenis

Capung      di      Kecamatan

Sumberharta. Skripsi. Program Studi Pendidikan Biologi. STKIP-PGRI Lubuklinggau.

Hanum, S., 0. 2013. Jenis-Jenis Capung (Odonata) di Kawasan Taman

Satwa Kandi Kota Sawahlunto Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas. 1(1):2302-2162.

Iskandar, J.,  2015. Keanekaragaman

Hayati Jenis Binatang. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Jhon. 2001. Current Status of the Odonata of Bhutan, a Checklist with Four New  Records.  Department of

Zoology, Sherubtse College, Kanglung. Bhutan.

Krebs, C. J. 1989. Ecological Methodology. Harper and Rowl Publ. New York.

Parama, O.P.A. 2000. Permasalahan Pengelolaan Keaneragaman Hayati di Indonesia. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri      Surakarta.      Jurnal

Biodiversitas. 1 (2):36-40.

Purwodidodo.        2015.        Studi

Keanekaragaman Hayati Kupu-Kupu (Sub Ordo Rhopalocera) dan Peranan Ekologisnya di Area Hutan Lindung Kaki Gunung Prau Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Jurusan Ilmu Pendidikan Biologi Fakultas Ilmu Tatbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Walisongo. Walisongo Institutional Repository.

Sigit, W., Feriwibisono, B. Nugrahani, P. M. Putri B. dam Makitan. T. 2013. Naga     Terbang     Wendit.

Keanekaragaman Capung Perairan Wendit, Malang Jawa Timur. Indonesia Dragon Fly society. Jawa Timur.

Subramanian, K.A. (2005). Dragonflies dan Damselflies of Peninsular India-A Field Guide. A Colabaration of center for Ecological Science, Institute of Science, Bangalor and Indian Academy of Science.

Susanti, S. 1998. Mengenal Capung. Puslitbang Biologi, LIPI. Bogor

Virgiawan, C., Iin H. dan Sukarsono. 2015. Studi Keanekaragaman Capung (Odonata) Sebagai Bioindikator Kualitas Air Sungai Brantas Batu-Malang dan Sumber Belajar Biologi. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia. 1(2): 188-196.

74