SIMBIOSIS IX (2): 62-73                http://ojs.unud.ac.id/index.php/simbiosis

Program Studi Biologi FMIPA UNUD

eISSN: 2656-7784

September 2021

PENGARUH PENCUCIAN DETERJEN TERHADAP HASIL EKSTRAKSI DNA SPERMATOZOA PADA KAIN KATUN

THE IMPACT OF LAUNDRY DETERGENT AS A METHOD OF WASHING TOWARDS SPERM DNA EXTRACTION RESULT ON COTTON FABRIC Christian Subagya Gunardi1, I Ketut Junitha2,

Inna Narayani3

Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Bali.

Email: [email protected]

ABSTRAK

Keberadaan DNA spermatozoa pada kasus pemerkosaan dapat menjadi barang bukti kuat, namun dalam upaya pencarian barang bukti di lapangan tim kepolisian sering menemukan beberapa kendala seperti rusaknya barang bukti ataupun barang bukti yang sengaja dihilangkan oleh pelaku. Salah satu upaya pelaku dalam melenyapkan barang bukti yaitu dengan mencuci pakaian yang terkena bekas ejakulat (plasma seminal) dengan menggunakan deterjen. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pencucian deterjen terhadap hasil ekstraksi DNA spermatozoa pada kain katun. Metode yang digunakan meliputi ekstraksi DNA menggunakan kit (Roche) dan kuantifikasi DNA menggunakan spektrofotometer Nanodrop. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar disertai dengan ethical clearance. Sampel plasma seminal diperoleh dari probandus dengan disertai informed consent. Variabel yang diukur pada penelitian ini adalah kuantitas dan kualitas DNA hasil ekstraksi bercak sperma pada kain katun. Sampel dibagi berdasarkan dua perlakuan yaitu dengan pencucian dan tanpa pencucian dengan deterjen. Setelah itu sampel disimpan dengan masa simpan yang berbeda yaitu langsung, satu minggu dan dua minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencucian bercak plasma seminal pada kain (katun) dengan deterjen tidak menghilangkan DNA dari bercak tersebut sampai masa tunggu dua minggu. Pencucian deterjen dapat menurunkan kuantitas DNA spermatozoa yang terletak pada kain katun namun tidak menghilangkan secara keseluruhan sampai masa simpan dua minggu.

Kata kunci : ejakulat, kit, deterjen, kain katun, spektrofotometer

ABSTRACT

The presence of spermatozoa DNA is reliably counted as a solid evidence when dealing with rape cases. However, police department often finds difficulties to obtain it, mainly because it has been destroyed by the perpetrator. Such act can be done by washing semen stains on the clothing with detergent. The purpose of this research is to analyze the impact of detergent as a washing property towards spermatozoa DNA extract on a cotton fabric. Furthermore, samples are stored with different storage time. This research applied two methods; DNA extraction using kit (Roche) and DNA quantification using spectrophotometer Nanodrop. The research was held at Biomedic Laboratory, Faculty of Medicine, Udayana University, Denpasar with ethical clearance. Seminal plasma sampel was obtained from a donor with informed consent. Observed variables in this study are quantity and quality of spermatozoa DNA extract from semen stain on cotton fabric. Samples are divided based on two separate treatments; detergent-washed and unwashed. This research showed that seminal stain washing on cotton fabric doesn't remove the DNA until two-week-storage time however it gradually reduces the spermatozoa DNA quantity over time.

Keywords: Ejaculate, kit, detergent, cotton fabric, spectrophotometer

PENDAHULUAN

Upaya identifikasi korban maupun tersangka pada kasus kriminalitas seperti pembunuhan dan pemerkosaan semakin hari semakin meningkat kuantitas maupun kualitasnya. Hal ini menjadikan kedokteran forensik sebagai cabang ilmu kedokteran yang semakin berperan bagi kemajuan dan pengembangan ilmu kedokteran secara keseluruhan (Sosiawan, 2007).

Pelecehan seksual merupakan salah satu masalah yang marak terjadi di Indonesia. Salah satu tindakan yang termasuk pelecehan seksual adalah pemerkosaan. Namun masih banyak kasus pemerkosaan yang tidak dilaporkan dan tidak terusut secara tuntas karena beberapa faktor seperti kurangnya bukti pendukung. Berdasarkan data dari Komnas Perempuan (2019), kasus pemerkosaan merupakan salah satu kasus terbanyak dari kasus pelecehan seksual (1998-2010). Terdapat 4.391 kasus pemerkosaan di Indonesia.

Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto selaku Kepala Divisi Hubungan Masyarakat menyampaikan dalam berita Republika (14/11/2018) yang ditulis oleh Nugroho (2018), terdapat beberapa hambatan dalam mengusut kasus pemerkosaan. Hambatan tersebut yaitu jarang terdapat saksi dalam kasus pemerkosaan, kasus pemerkosaan terlambat dilaporkan pada pihak berwajib sehingga bukti sulit didapat sedangkan untuk mengusut kasus pemerkosaan, kecepatan olah tempat kejadian perkara sangatlah penting

Barang bukti biologis yang dapat menunjukkan sebuah profil DNA dianggap sebagai barang bukti paling penting dalam pengadilan, karena dapat membuktikan hubungan korban dengan tersangka. Pada kasus pemerkosaan, barang bukti yang

paling kuat dan umum dicari adalah sperma. Pada plasma seminal (semen) terdapat spermatozoa yang mengandung DNA. Pada kasus pemerkosaan ada pelaku yang tidak mengejakulasikan spermanya pada vagina korban untuk menghindari terjadiya fertilisasi melainkan pada tubuh korban atau pakaian korban. Pada beberapa kasus yang sangat minim barang bukti, pengecekan menggunakan vaginal swab mungkin dilakukan. (Beckwith et al., 2018). Namun jika sperma terletak di luar tubuh korban seperti terciprat pada pakaian korban dan barang bukti tersebut tidak ditemukan untuk waktu yang lama dapat mengakibatkan hilangnya barang bukti. Menurut Susilawati (2011), plasma seminal memiliki peran yang besar dalam menjaga kondisi spermatozoa yang ada di dalamnya. Plasma seminal yang sudah mengering dapat menyebabkan spermatozoa mengalami kerusakan. Salah satu kerusakan yang dapat terjadi pada spermatozoa diakibatkan oleh stres oksidatif oleh zat radikal bebas yang dapat menyebabkan rusaknya DNA dan membran spermatozoa (Widayati, 2019).

Pengujian plasma seminal pada kasus pemerkosaan umumnya sangat sulit untuk mendapatkan hasil yang kuat karena nyatanya di lapangan setelah tindakan pemerkosaan, pelaku akan berusaha untuk meminimalisir barang bukti sebaik mungkin misalnya dengan cara merendam pakaian di air, mencuci dengan deterjen atau bahkan membuang pakaian korban dan pelaku. Sampai sejauh ini hubungan pemberian deterjen terhadap DNA belum diketahui secara mendalam (Nuraini dkk, 2012). Bahan yang paling umum digunakan untuk mencuci kain atau pakaian adalah deterjen. Menurut Yulianti (2006), deterjen memiliki molekul kimia

yang dinamakan surfaktan. Secara umum surfaktan dapat digolongkan sebagai emulgator lemak. Surfaktan dapat melarutkan bagian lemak pada bagian membran sel sehingga mengakibatkan spermatozoa mengalami lisis dan DNA

METODE PENELITIAN

Persiapan penelitian

Penelitian dilaksanakan di laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Unud. Sampel diambil dengan meminta ejakulat plasma seminal dari seorang mahasiswa Program Studi Biologi FMIPA ,Unud. Pengambilan ejakulat dilakukan sebanyak dua kali untuk memenuhi kriteria volume sampel yang diperlukan dengan jarak waktu pengambilan ejakulat pertama dan kedua selama tiga hari. Sampel ejakulat

Uji pendahuluan

Uji pendahuluan pertama yang dilaksanakan pada penelitian ini bertujuan untuk memastikan ejakulat probandus mengandung spermatozoa (probandus

Rancangan percobaan

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan jumlah sampel 24 sampel yang terdiri dari tiga pengulangan, dua perlakuan yakni masa simpan serta perlakuan pencucian dan sampel kontrol.

Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 24 sampel, dari jumlah keseluruhan sampel tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu sampel yang diberi perlakuan sebanyak 18 sampel dan sampel kontrol sebanyak 6 sampel. Kelompok sampel yang diberi perlakuan akan dibagi menjadi dua yaitu sampel yang dicuci dan tidak dicuci. Kedua jenis sampel dengan perlakuan tersebut masing-

akan keluar dari sel. Penelitian bertujuan untuk melihat pengaruh pencucian menggunakan deterjen terhadap keberadaan DNA spermatozoa pada kain katun dengan masa simpan langsung, satu minggu dan dua minggu.

yang pertama kali diambil, disimpan dalam botol kaca dan diletakkan pada refrigerator yang bersuhu 4˚C lalu langsung digabungkan dengan sampel kedua ketika sampel ejakulat kedua diperoleh. Jumlah sampel/unit penelitian yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 24 sampel lebih kurang 150 µL setiap sampel, dimana 3 sampel berfungsi sebagai kontrol.

tidak mengidap azoospermia). Uji pendahuluan dilakukan dengan mengamati sperma menggunakan mikroskop dengan perbesaran 100 x.

masing diberi tiga periode masa simpan yaitu langsung (0 hari), satu minggu dan dua minggu. Pada kelompok sampel kontrol dibagi menjadi dua yaitu sampel ekstraksi DNA plasma seminal langsung tanpa peletakan pada kain dan sampel ekstraksi swab dari kain yang digunakan sebagai media peletakan plasma seminal (kontrol kain). Sampel kontrol tersebut ditujukan untuk mengetahui kuantitas DNA plasma seminal donor tanpa diberi perlakuan dan memastikan kain yang digunakan pada penelitian tidak mengandung DNA kontaminan yang berasal dari penjual pakaian maupun peneliti. Setiap jenis sampel diberikan

pengulangan sebanyak tiga kali. Berikut

tabel rancangan penelitian:

Tabel 1. Rancangan Penelitian

Langsung (0 Hari)

7 hari

14 hari

Kontrol Kain

Kuantitas DNA Semen

Dicuci

3 SAMPEL

3 SAMPEL

3 SAMPEL

Tidak dicuci

3 SAMPEL

3 SAMPEL

3 SAMPEL

3 SAMPEL

3 SAMPEL

Perlakuan

Sampel kain katun yang tidak dicuci dan mengandung semen dikeringanginkan selama tiga menit sebelum diekstraksi dan dikuantifikasi. Selanjutnya untuk jenis sampel yang diberi masa simpan satu minggu dan dua minggu, kain disimpan pada suatu wadah plastik tertutup dan disimpan pada suhu ruang sampai masa simpan yang ditentukan, lalu diekstraksi dan dikuantifikasi DNA sampelnya.

Sampel kain dengan pencucian, dicuci terlebih dahulu dengan deterjen lalu dilanjutkan dengan ekstraksi dan kuantifikasi DNA seperti sampel yang tidak dicuci. Pada sampel kain yang dicuci, waktu masa simpan yang digunakan sama

Ekstraksi DNA Sampel

Ekstraksi DNA pada penelitian ini dilakukan menggunakan kit yang bermerk Roche. Pada kit Roche, elution buffer harus diinkubasikan pada suhu 70˚C sebelum digunakan pada proses ekstraksi. Isolasi spermatozoa pada kain dilakukan dengan menggunakan cotton bud yang sudah direndam dalam aquades steril. Cotton bud dioleskan pada bercak sperma secara menyeluruh dengan gerakan memutar selama 7 menit. Untuk sampel yang dicuci, swabbing dilakukan pada kedua sisi kain. Setelah itu, ujung cotton bud dipotong dan diletakkan pada tabung tabung mikro berukuran 1,5 ml yang berisi PBS (Phosphate Buffered Saline) sebanyak 400 µL dan divortex. Setelah itu seluruh cairan

dengan sampel kain yang tidak dicuci yakni langsung, satu minggu dan dua minggu. Pencucian dilakukan menggunakan deterjen bermerk Rinso dengan media air (30 gram Rinso bubuk dengan air 2,25 liter) dengan suhu ruang. Seluruh sampel kain yang dicuci melalui metode pencucian yang sama yaitu direndam selama lima menit, dibilas dengan air bersih dan diperas. Setelah sampel dicuci, sampel dikeringanginkan pada suhu ruangan selama sepuluh menit dan DNA dikoleksi dari kain yang sudah dicuci dengan cotton bud untuk dilanjutkan ke tahap ekstraksi lalu kuantifikasi DNA.

PBS dipindahkan ke tabung mikro yang lain dengan ditambahkan 200 µL binding buffer serta 40 µL proteinase K dan divortex. Berikutnya sampel diinkubasi pada suhu 70˚C selama 10 menit pada penangas air. Setelah diinkubasi, selanjutnya sampel ditambahkan 100 µL isopropanol, dipindahkan pada spin column yang disanggah dengan collection tube kemudian divortex dan disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama satu menit. Setelah disentrifugasi, spin column diambil dan disanggah dengan collection tube yang baru (collection tube yang berisi filtrat dibuang) lalu ditambahkaan wash buffer sebanyak 500 µL dan disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama satu

menit. Selanjutnya spin column diletakkan pada collection tube yang baru dan kembali ditambahkan wash buffer sebanyak 400 µL lalu disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm. Langkah terakhir, spin column yang sudah disentrifugasi akan disanggah dengan tabung mikro lalu ditambahkan 50 µL

Kuantifikasi DNA

Sampel DNA dikuantifikasi dengan metode spektrofotometer menggunakan alat Simplinano Biochrom. Tahap yang dilakukan sebelum proses kuantifikasi adalah pedestal instrument dibersihkan terlebih dahulu (untuk memastikan tidak ada sisa dari sampel sebelumnya). Aquades steril dipipet sebanyak 4-5 μL lalu pedestal ditutup dengan penutup dan

Variabel Peneltian

Variabel bebas pada penelitian ini meliputi waktu selama penyimpanan kain katun yang sudah diteteskan oleh ejakulat serta pelakuan pencucian. Masa simpan yang digunakan adalah yakni selama 0 hari

Analisis data

Analisis data yang diterapkan pada penelitian ini adalah uji Two Way ANOVA dengan taraf signifikansi p<0,01.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Penelitian ini dimulai dengan uji pendahuluan yang bertujuan untuk

elution buffer dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan 8000 rpm selama satu menit. Setelah disentrifugasi pada tahap akhir, ekstrak DNA spermatozoa sudah terkumpul pada tabung mikro dan siap untuk dilanjutkan menuju tahap kuantifikasi.

ditunggu selama 1 menit lalu dibuka dan pedestal diusap dengan tissue kering. Sampel DNA yang sudah diekstraksi dipipet menggunakan mikropipet sebanyak 1 μL dan diteteskan pada pedestal mesin Nanodrop lalu ditutup dan hasil berupa kuantitas DNA dalam satuan ng/µL dan nilai kemurnian DNA akan muncul pada layar mesin.

(langsung), satu minggu dan dua minggu. Variabel terikat pada penelitian ini berupa kuantitas DNA pada sampel yang dicuci maupun tidak tidak dicuci pada seluruh masa simpan.

memastikan plasma seminal dari donor mengandung spermatozoa (tidak mengidap azoospermia). Berikut merupakan hasil pengamatan mikroskopik pada plasma seminal donor


Gambar 1. Spermatozoa pada Plasma Seminal Donor Keterangan: Spermatozoa

Spermatozoa dapat terlihat pada pengamatan mikroskopik pada uji pendahuluan seperti pada Gambar 1. sehingga donor dapat dipastikan tidak mengidap azoospermia.

Setiap kain katun yang digunakan sebagai media penetesan sampel pada penelitian ini diuji sama seperti kain yang diberi perlakuan yaitu diswab lalu diekstraksi dan dikuantifikasi. Kontrol kain pada penelitian ini memiliki kuantitas DNA bernilai negatif (hasil dapat dilihat pada Tabel 3). Hasil negatif tersebut menandakan kain yang digunakan pada penelitian sudah bebas dari kontaminan yang dapat berasal dari penjual pakaian maupun peneliti.

Setelah dilakukannya uji pendahuluan dengan hasil donor tidak menderita azoospermia maka penelitian dapat dilanjutkan ke tahap perlakuan. Sampel uji

kontrol kain dan uji kuantitas DNA pada plasma seminal tanpa diberi perlakuan dilakukan. Kuantifikasi DNA pada plasma seminal tanpa perlakuan dilakukan untuk mengetahui jumlah penurunan kuantitas DNA pada plasma seminal yang diekstraksi secara langsung dengan plasma seminal yang diteteskan terlebih dahulu pada kain. Hasil yang diperoleh adalah kain yang digunakan pada penelitian dapat dipastikan tidak mengandung DNA kontaminan. Kuantitas DNA dari sampel plasma seminal yang diekstraksi langsung lebih besar kuantitasnya dibandingkan dengan plasma seminal yang diletakkan terlebih dahulu pada kain dan diekstraksi setelahnya. Berikut merupakan tabel data hasil yang diperoleh:

Tabel 2. Hasil Analisis Statistik Kuantitas DNA Sampel.

Perlakuan

Masa Simpan

Langsung (0 Hari)

1 minggu (7 hari)

2 minggu (14 hari)

Tidak dicuci

63,73 ± 3,95a

28,06 ± 2,48b

14,13 ± 4,27c

Dicuci

6,8 ± 0,88d

4,26 ± 0,15e

1,76 ± 1,18f

Keterangan: 1. Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada taraf (p<0,01) pada kolom dan baris yang berbeda.

2. Angka setelah tanda ± menunjukkan standar deviasi.


Berdasarkan analisa statistik dengan metode two way ANOVA (taraf


signifikansi p<0,01), dapat diketahui sampel yang persentase penurunan kuantitas DNA dari waktu ke waktu (masa simpan) dan akibat efek pencucian menunjukkan perbedaan nyata pada setiap jenis sampelnya. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2, dimana nilai kuantitas DNA pada perlakuan dengan masa simpan

maupun pengaruh pencucian memiliki notasi huruf yang berbeda. Pengulangan sampel pada setiap perlakuan dapat dikatakan homogen karena nilai standar deviasi yang lebih kecil dari nilai rata-rata (dapat dilihat pada Tabel 2).

Tabel 3. Kualitas DNA Sampel pada Nanodrop.

Langsung (0 hari)

7 hari

14 hari

Tidak Dicuci

(**1,735)(*0,577)

(**1,817)(*0,882)

(**1,645)(*0,86)

(**1,807)(*1,372)

(**1,699)(*0,903)

(**1,362)(*0,485)

(**1,836)(*1,281)

(**1,473)(*0,882)

(**1,581)(*1,247)

Dicuci

(** 1)(*0,812)

(**2,193)(*0,449)

(**1)(*0,485)

(**1,27)(*0,7)

(**2,280)(*0,519)

(**0,717)(*0,202)

(**1,251)(*0,714)

(**2,213)(*0,558)

(**0,225)(*0,088)

Keterangan: (**) merepresentasikan kualitas rasio 260/280, (*) merepresentasikan kualitas rasio 260/230.

Gambar 2. Rata-rata kuantitas DNA Spermatozoa (ng/ µL)


Pembahasan

Menurut Desjardins and Conklin. (2010), dalam upaya mengintepretasikan nilai dari rasio sampel terdapat beberapa hal yang dapat diperhatikan. Perbedaan jenis asam nukleat (DNA atau RNA) yang terkandung pada sampel dapat dilihat dari ratio 260/280. Sampel DNA yang murni

akan memberikan nilai rasio 1,8 sedangkan untuk RNA akan ditandai dengan nilai rasio 2,0 pada rasio 260/280. Pada hasil kualitas sampel yang diperoleh (Tabel 3) dapat dilihat bahwa beberapa sampel menunjukkan keberadaan RNA. Hal ini dapat terjadi karena selama proses

pengerjaan, peneliti tidak menggunakan RNAse. Menurut Matlock (1997), sampel yang memilki nilai rasio 260/280 dibawah 1,8 menandakan bahwa kuantitas DNA pada sampel terlalu sedikit atau terjadi kontaminasi protein seluler (>10 ng/µL). Sampel yang memilki nilai rasio 260/230 kurang dari 2,0-2,2 mengindikasikan adanya kontaminasi garam-garam kaotropik yang berasal dari tahap ekstraksi.

Hasil kemurnian ekstrak DNA yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan beberapa sampel yang terkontaminasi pada rasio 260/280 maupun 260/230. Hal ini dapat disebabkan karena proses ekstraksi yang kurang teliti oleh peneliti. Namun hal tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil kuantitas DNA. Pernyataan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wilfinger et al. (1997), yang mengatakan kontaminan-kontaminan yang lolos pada tahap kuantifikasi tidak berdampak besar pada kuantitas DNA kecuali jika sampel akan diuji secara lanjut dengan metode tertentu. Nilai abnormal pada rasio 260/280 dan 260/230 tidak mengganggu kuantitas DNA secara langsung namun dapat berpengaruh pada proses lanjutan uji DNA terutama pada tingkat cemaran terhadap bahan organik pada rasio 260/230.

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari ketiga periode masa tunggu (0 hari, 7 hari dan 14 hari) dapat diketahui suatu hal yakni pencucian dengan menggunakan deterjen dapat mengurangi kuantitas DNA yang ditandai terjadinya penurunan kuantitas DNA sebesar ± 87% dari kuantitas DNA pada sampel yang tidak melalui tahap pencucian dengan deterjen walau tidak menghilangkan spermatozoa secara keseluruhan sampai masa tunggu dua minggu. Hasil dapat dilihat pada

Grafik 1. dimana nilai rata-rata kuantitas DNA spermatozoa pada sampel yang tidak dicuci pada masa tunggu 0 hari sebesar 63,73 ng/µL dan menurun setelah dilakukannya pencucian menjadi 6,8 ng/µL (penurunan sebesar 89%). Pada sampel yang tidak dicuci pada masa tunggu satu minggu memiliki nilai kuantitas DNA sebesar 28,06 ng/µL sebelum dilakukannya pencucian dan menurun menjadi 4,26 ng/µL setelah dicuci (penurunan sebesar 85%). Pada sampel dengan masa tunggu dua minggu yang tidak dicuci memiliki kuantitas DNA sebesar 14,13 ng/µL, setelah dicuci menurun menjadi 1,76 ng/µL (penurunan sebesar 87%). Penurunan kuantitas DNA akibat pencucian disebabkan karena adanya molekul surfaktan pada deterjen yang dapat merusak integritas membran spermatozoa sehingga spermatozoa mengalami lisis yang akan berakibat hancurnya materi genetik (DNA) spermatozoa tersebut. Molekul umum yang terdapat pada membran sel hewan adalah lemak, karbohidrat dan protein. Separuh komposisi dari membran sel hewan tersebut tersusun dari kumpulan beberapa jenis lemak yang membentuk membran ganda fosfolipid. Molekul-molekul surfaktan yang terdapat pada deterjen memiliki kutub hidrofilik dan hidrofobik, kutub hidrofobik dari setiap molekul surfaktan akan menempel pada sisi hidrofobik dari molekul fosfolipid pada membran dan mengganggu integritas membran sel. Pada saat membran sel sudah mencapai batas kritis menahan kepadatan molekul surfaktan maka sel akan mengalami lisis (Nazari, 2012).

Kuantitas DNA spermatozoa pada penelitian ini masih dapat diperoleh sampai masa tunggu dua minggu sehingga masih memungkinkan untuk dilakukannya

upaya profiling DNA walaupun perlu dilakukan upaya amplifikasi DNA. Hal tersebut dikarenakan kuantitas DNA yang diperoleh dari hari pertama menurun dari satu minggu ke minggu berikutnya (Tabel 2.). Hasil ini didukung oleh penelitian Farmen et al. (2007), dimana kuantitas DNA spermatozoa yang diteteskan pada celana dalam berbahan katun dan dilakukan pencucian, masih dapat diperoleh hingga masa tunggu 3 minggu.

Perbedaan kuantitas DNA antara sampel yang dicuci dengan tidak dicuci dari waktu ke waktu menunjukkan perbedaan yang signifikan. Pada sampel yang diperlakukan langsung (0 hari) memiliki kuantitas DNA 68,73 ng/µL sedangkan untuk sampel yang tidak dicuci 6,8 ng/µL. Pada sampel yang tidak dicuci pada masa tunggu satu minggu memiliki kuantitas 28,06 ng/µL sedangkan sampel yang dicuci 4,26 ng/µL. Sampel dengan masa tunggu dua minggu memiliki kuantitas DNA 14,13 ng/µL dan untuk sampel yang dicuci bernilai 1,76 ng/µL. Kuantitas DNA yang terjadi pada sampel masa tunggu langsung (0 hari) sampai masa tunggu dua minggu mengalami penurunan setiap waktunya namun DNA tidak pernah habis tercuci .

Hal tersebut dapat disebabkan karena struktur jalinan pada kain berbahan katun memiliki kemampuan retensi yang baik sehingga spermatozoa pada masa tunggu sampai dua minggu tidak tercuci sepenuhnya oleh proses pencucian. Hasil ini didukung oleh penelitian Jobin and Gouffe (2013), yang mengatakan retensi dari kain berbahan katun cenderung lebih baik dibandingan dengan kain berbahan nilon. Dua jenis bahan ini merupakan bahan umum yang digunakan sebagai bahan dasar pakaian dalam pria maupun wanita. Hal tersebut disebabkan karena

struktur serat kain berbahan katun memiliki bentuk seperti huruf U jika disayat secara melintang dan memiliki karakteristik serat berongga, berbeda halnya dengan struktur serat kain berbahan nilon yang memiliki bentuk lurus bersudut tajam. Karakteristik dari kain katun tersebut dapat menyebabkan spermatozoa lebih mudah terperangkap diantara serat-serat kain.

Faktor lingkungan dapat menjadi penyebab lain turunnya kuantitas DNA spermatozoa yang diperoleh. Faktor yang dapat menurunkan kuantitas DNA tersebut adalah mengeringnya plasma seminal sebagai mediator hidup spermatozoa. Mengeringnya plasma seminal ini akan diikuti oleh tahap degradasi spermatozoa yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti hilangnya sumber nutrisi dan senyawa penangkal radikal bebas (ROS). Degradasi spermatozoa dapat dilihat dengan menurunnya kuantitas DNA dari hari pertama sampai minggu kedua (Tabel 2.). Degradasi spermatozoa pada lingkungan terbuka dapat disebabkan karena faktor ROS (Reactive Oxygen Species) atau yang umum dikenal sebagai radikal bebas. Radikal bebas dapat terakumulasi pada spermatozoa dan akan lebih berdampak buruk ketika cairan plasmanya mongering. Menurut Iwasaki and Gagnon (1992), inkubasi plasma seminal pada keadaan aerob dapat memungkinkan meningkatnya pembentukan ROS oleh spermatozoa itu sendiri. Plasma seminal manusia sudah mengandung enzim yang berfungsi untuk menangkal radikal bebas yang merusak sel-sel di sekitarnya seperti superoksida dismutase (SOD), katalase dan asam askorbat. Pada saat jumlah molekul radikal bebas yang ada sudah melebihi enzim penangkal radikal bebas, sel akan

mengalami stress oksidatif yang akan mengakibatkan kerusakan sel. Menurut Wolff (1995), ROS pada cairan mani dapat berasal dari dua prekursor yakni leukosit yang berada pada plasma seminal dan spermatozoa itu sendiri. Hal tersebut didukung dengan pengujian ROS terhadap pasien yang mengidap azoospermia dan normozoospermia,     pada     pasien

azoospermia molekul ROS tidak ditemukan.

Secara fisiologis, radikal bebas (ROS) merupakan produk sampingan yang terbentuk dari respirasi aerob suatu sel. Radikal bebas pada kadar rendah memiliki fungsi positif untuk spermatozoa seperti hiperaktivasi, kapasitasi dan mendukung fusi spermatozoa dengan oosit namun pada kadar yang terlalu tinggi ketika tidak adanya agen untuk menetralisir molekul yang bersifat reaktif ini, molekul-molekul

Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa pencucian kain dengan deterjen tidak menghilangkan DNA pada bercak plasma seminal yang terletak pada kain katun sampai masa tunggu dua minggu. Terdapat penurunan DNA yang signifikan antara sampel yang dicuci dan tidak dicuci yakni sebesar 89% pada sampel tanpa masa tunggu, 85% pada sampel dengan masa tunggu satu minggu dan 87% dengan masa tunggu dua minggu. Hasil kuantitas DNA

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang melibatkan beberapa jenis kain yang umum digunakan untuk bahan dasar

Daftar Pustaka

Abbiramy, V.S. and V. Shanthi. 2010.

Spermatozoa Segmentation and

ROS akan bersifat destruktif terhadap sel. Beberapa kumpulan molekul yang tergalong sebagai radikal bebas (ROS) adalah superoksida ( Oq ), hidroksil (OH*) dan hidrogen peroksida ( H,Oq ) (Holland et al., 1982).

Dampak negatif ROS dalam merusak atau mengurangi kualitas spermatozoa antara lain menyebabkan spermatozoa imotil (tidak bergerak), fragmentasi DNA dan menyebabkan apoptosis sel. Hal tersebut dapat menjadi penyebab menurunnya kuantitas DNA spermatozoa yang diperoleh dari hari pertama sampai dua minggu kemudian. Selama masa tunggu, plasma seminal yang terdapat pada sampel sudah mulai mengering sehingga kemungkinan terjadinya degradasi spermatozoa lebih tinggi (Aitken ,2017; Rizal, 2012).

spermatozoa pada penelitian ini menunjukkan jumlah kuantitas DNA yang diperoleh dari hari pertama sampai dua minggu mengalami penurunan untuk sampel yang tidak dicuci maupun dicuci. Kualitas sampel DNA hasil ekstraksi menunjukkan sampel mengalami kontaminasi zat yang berasal dari kit pasca tahap ekstraksi dan beberapa mengalami kontaminasi protein. Kualitas DNA tidak mempegaruhi kuantitas DNA.

pakaian, masa tunggu yang lebih panjang serta metode koleksi DNA spermatozoa dari bercak yang terdapat pada kain.

Morphological Parameter Analysis Based Detection of

Teratozoospermia. IJCP, 3 (7) : 1923.

Aitken, R. J. 2017. Reactive Oxygen Species as Mediators of Sperm Capacitation and Pathological Damage. University of Newcastle. Australia.

Arifin. 2008. Metode Pengolahan Deterjen. SMK Negeri 3 Kimia. Madiun

Beckwith, S., J. Murakami and B. Chapman. 2018. The Persistence of Semen on Cotton Fabric in Various Water Environments. Australian Journal of Forensic Sciences. 2-10.

Biochrom. 1970. Biochrom : A Division of Harvard Bioscience, Inc.

https://biochromspectros.com /spectrophotometers/simplinano-cat/simplinano-

spectrophotometer.html. Diakses pada tanggal 25 Januari 2020.

Campbell, N. A., J. B. Reece, L. A. Urry, S. A.Wasserman, P. V. Minorsky dan R. B. Jackson. 2004. Biologi Jilid 3 (Edisi Kelima). Erlangga. Jakarta.

Desjardins, P and D. Conklin. 2010. Nanodrop Microvolume Quantitation of Nucleic Acids. Journal of Visualized Experiments, (45).

Farmen, R. K., P. Cortez and E. S.

Froyland.    2007.    Spermatozoa

Recovered on

Laundered Clothing. Forensic Science International, 1 (1): 418-420.

Gaffar, S. 2007. Buku Ajar Bioteknologi Molekul.  Universitas Padjadjaran.

Bandung.

Henkel R.R. 2007. Leukocytes and Oxidative Stress: Dilemma for Sperm Function and Male Fertility. Asian J Androl, 13: 43-52.

Holland M.K., J. G. Alvarez and B.T. Storey. 1982. Storey BT: Production of Superoxide and Activity of Superoxide Dismutase in Rabbit Epididymal Spermatozoa. Biol Reprod, 27: 1109.

Isminingsih, S. 1972. Analisa Zat Aktif Permukaan Dan Deterjen. Institut Teknologi Tekstil. Bandung.

Iwasaki ,A and C. Gagnon. 1992. Formation of Reactive Oxygen Species in Spermatozoa of Infertile Patients. The American Fertility Society, 57 (2): 409-416.

Jobin R.M. and M. D. Gouffe. 2013. The Persistence of Seminal Constituents on Panties After Laundering, Significance to Investigations of Sexual Assault. Canadian Society of Forensic Science Journal, 36 (1): 1-10.

Kartini, A.R. 2012. Karakterisasi Molekular Padi Transgenik dengan Beberapa Metode Isolasi DNA. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. (Skripsi).

Komnas Perempuan. 2019. 25 Tahun

Pelaksanaan Kesepakatan Global Beijin Platform for Action (BPfA+25) di Indonesia. Commission on the Status of Women (CSW).

Matlock, B. 1997. Assessment of Nucleic Acid Purity. Wilmington: Thermo Fisher Scientific.

Mustafa, H., I. Rachmawati dan Y. Udin. 2016. Pengukuran Konsentrasi dan

Kemurnian DNA Genom Nyamuk Anopheles barbirostris. Jurnal Vektor Penyakit, 10 (1) : 7-10.

Nazari, M. 2012. Properties of Surfactants that Govern Their Funtions and

Applications on Lipid Membranes. Department of Pharmaceutical Sciences University of Toronto. (Thesis).

Ngili, Y. 2010. Bio Kimia Dasar. Rekayasa Sains. Bandung. Nugroho, A. S. 2018. Polri Ungkap Kendala Selesaikan Kasus Pemerkosaan. Tersedia dalam republika.co.id/berita/nasional/hukum/p i58zh370/tradisi-ramadhan. Diakses pada tanggal 1 Maret 2020.

Nuraini, I., S. E. Kusuma dan A. Sosiawan. 2012. Analisis Pengaruh Waktu dan Pencucian Deterjen terhadap DNA Bercak Cairan Semen pada Lokus FGA

dengan Metode STR-PCR. JBP, 14 (2) :106-114.

Poerwandari, E. K. 2000. Kekerasan Terhadap Perempuan:   Tinjauan

Psikologi Feministik, dalam Sudiarti Luhulima (ed) "Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan terhadap Perempuan      dan     Alternatif

Pemecahannya", Jakarta Kelompok kerja "convention watch" Pusat Kajian Wanita dan Jender. Universitas Indonesia.

Rahimah, Z., H. Heldawati dan I.

Syauquiah. 2016. Pengolahan Limbah Deterjen dengan Metode Koagulasi-Flokulasi Menggunakan Koagulan Kapur dan PAC. Konversi, 5 (2) : 1319.

Rizal, D. M. 2012. Life Extension Strategies and Recent Reproductive Health Issues. Pertemuan Ilmiah Tahunan Persandi VI Pandi XX. Semarang.

Rosen, M.J. 2004. Surfacts and Interfacial Phenomena 3rd Ed. J. Willey. New York. Santoso, T. 1997. Seksualitas dan Hukum Pidana. Ind Hill Co. Jakarta.

Sawyer, C.N., P.L. McCarty, dan G.F.

Parkin. 1994. Chemistry for Environmental Engineering. Fourth Edition. McGraw-Hill. New York.

Sisca, H., dan C. Moningka. 2009. Resiliensi perempuan dewasa muda yang pernah mengalami kekerasan seksual di masa kanak-kanak. Jurnal Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil), 3.

Sosiawan A, 2007. Analisis Efek Paparan Panas Suhu Ekstrim Tinggi Terhadap DNA Yang Berasal Dari Tulang dan Gigi.     Universitas     Airlangga.

(Disertasi).

Stanko, E A. 1996. Warnings to Women: Police Advice and Women's Safety in

Britain. Sage Publications, 2 (1): 524.

Suhandjati, S. 2004. Kekerasan terhadap istri. Gama Media. Yogyakarta.

Suryo. 2011. Genetika Strata 1. Universitas     Gadjah    Mada.

Yogyakarta.

Susilawati, T. 2011. Spermatologi.

Universitas Brawijaya Press. Malang.

Talluri, T. R., G. Mal dan S. K. Ravi. 2017. Biochemical Components of Seminal Plasma and Their Correlation to the Fresh Seminal Characteristics in Marwari Stallions and Poitou Jacks. Veterinary World, 10 (2): 214-220.

Tanjung, C. F., I. Effendi dan Elizal. 2017. Experiment of Rinso Detergent’s

Effect On the Growth of Heterothrophic Bacteria in Sea Water. Lecturer Faculty of Fisheries and Marine University of Riau. Pekanbaru.

ThermoScientific. 2010. Nucleic Acid : Thermo Scientific Nanodrop

Spectrophotometers. United States.

Tower, C. C. 2002. Understanding Child Abuse and Neglect. Boston : Allyn and Bacon.

Widayati, E. 2019. Oksidasi Biologi, Radikal Bebas dan Antioksidan.

Bagian Kimia-Biokimia FK Unissula. Semarang.

Wilfinger, W.W., K. Mackey dan P. Chomczynski. 1997. Effect of pH and Ionic

Strength on the Spectrophotometric Assessment of Nucleic Acid Purity. BioTechniques, 22: 474-481.

Wolff, H. 1995. The Biologic Significance of White Blood Cells in Semen. Fertil Steril, 63 :1143-1147.

Yulianti, E. 2006. Pengembangan Teknik Isolasi DNA Tumbuhan Menggunakan Detergen  Komersial.      Seminar

Nasional MIPA.

73