EKSTRAKSI DNA DARI SPERMA PADA KONDOM DAN KAIN YANG TERSIMPAN SAMPAI DUA BELAS HARI
on
JURNAL SIMBIOSIS I (1) :28- 39
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Udayana
ISSN : 2337-7224
EKSTRAKSI DNA DARI SPERMA PADA KONDOM DAN KAIN YANG TERSIMPAN SAMPAI DUA BELAS HARI
DNA EXTRACTION FROM SPERM IN THE CONDOM AND FABRICS THAT WERE STORED UNTIL TWELEF DAYS
Vandus Jehuda
Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Udayana, Denpasar, Bali.
INTISARI
Sperma merupakan bahan biologis yang sering digunakan sebagai bukti untuk kasus pemerkosaan. Penelitian ekstraksi DNA dari sperma dilakukan untuk mengetahui apakah DNA dapat diekstraksi dari sperma pada kondom dan kain yang tersimpan selama 3, 6, 9, dan 12 hari serta untuk mengetahui keberhasilan amplifikasinya. Sampel dari seorang probandus diteteskan ke dalam kondom dan kain masing-masing 150 μL, kemudian disimpan selama 3, 6, 9, dan 12 hari. Ekstraksi DNA dilakukan dengan menggunakan metode fenol-klorofom yang sudah dimodifikasi dan amplifikasi DNA dengan menggunakan PCR Mastermix.
Hasil menunjukkan bahwa DNA dapat diekstraksi dan hasil ekstraksi DNA dapat diamplifikasi dari sperma dan kain yang tersimpan selama 3, 6, 9, dan 12 hari.
Kata kunci : Sperma, Pemerkosaan, Ekstraksi DNA, Amplifikasi DNA.
ABSTRACT
Sperm is a biological material that is often used as evidence in rape cases. The research of DNA extraction from sperm was conducted in order to determine DNA whether it could be extracted from sperm in the condom and fabrics that were stored for 3, 6, 9, and 12 days and to know the success of its amplification. The sample is dripped into a condom and fabrics each 150 μL, then stored for 3, 6, 9, and 12 days. DNA extraction was performed using phenol-chloroform method that had been modified and DNA amplification using PCR Mastermix. The results showed that DNA could be extracted and the extraction could be amplified from sperm in the condom and fabrics that were stored for 3, 6, 9 and 12 days.
Key Words: Sperm, rape, DNA extraction, DNA amplification
PENDAHULUAN
Dizaman modern banyak ditemukan tindakan melanggar hukum (kriminalitas) di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.
Kriminalitas dapat berupa pembunuhan, terorisme, pencurian,
pemerkosaan, dan sebagainya. Dilihat dari segi kuantitatif kejadian, efek yang ditimbulkan, dan proses terjadinya, kriminalitas di Indonesia dapat digolongkan sebagai kriminalitas luar biasa (extra
ordinary crime) (Meliala et al., 2007).
Menurut Fadilah (2009), dari berbagai kasus kriminalitas yang terjadi di Indonesia, kasus pemerkosaan (tindakan menyetubuhi seseorang yang bukan pasangannya secara paksa, dan biasanya diikuti dengan kekerasan atau pembunuhan) merupakan kasus kriminalitas yang unik. Hal ini dikarenakan, sebagian besar kasus pemerkosaan dilakukan oleh pelaku dengan latar belakang ekonomi yang mencukupi, dan hampir semua pelaku dengan korbannya saling mengenal.
Pada skala Internasional, Indonesia menduduki peringkat ke 62 mengenai kasus pemerkosaan dengan jumlah 0,00567 per 1000 orang atau 5-6 per satu juta orang (Richard, 2000). Untuk kasus pemerkosaan di Provinsi Bali, selama tahun 2009 telah terjadi 19 kasus (AKP I Wayan Eka Putra Bagian Intelijen, Kom. Pri.). Dari sekian banyak kasus pemerkosaan yang terjadi, selalu ditemukan masalah yang sulit untuk diselesaikan oleh pihak berwajib. Masalah tersebut seperti sulitnya
mengidentifikasi pelaku atau korban (karena banyak korban yang malu untuk melaporkan bahwa dirinya telah diperkosa atau korban telah meninggal sesaat setelah pemerkosaan) dan menentukan waktu terjadinya pemerkosaan (Anonim, 2009; Atmadja, 2009).
Pada kasus pemerkosaan sering ditemukan darah dan sperma, baik di bagian tubuh korban, terutama vagina (apabila tidak dibersihkan sebelumnya) atau di media (tanah, lantai, pakaian, kondom, dan lain-lain) yang ada di tempat kejadian perkara (TKP). Darah dan sperma ini bisa dijadikan barang bukti untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi pihak berwajib. Dari bukti tersebut bisa dilakukan analisa DNA (Atmadja, 2009).
Analisa DNA diawali dengan proses ekstraksi DNA. Ekstraksi DNA secara umum memiliki tahapan-tahapan yang meliputi isolasi dari jaringan, pelisisan dinding dan membran sel, ekstraksi dalam larutan, purifikasi serta presipitasi atau pemadatan. Ekstraksi DNA dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode,
seperti: metode fenol-kloroform, metode membran dialisis, metode chilex, dan metode boom. Salah satu metode ekstraksi yang sering digunakan adalah metode fenol-kloroform yang diperkenalkan oleh Sambrook dan Russell (Toha, 2001).
Prinsip metode fenol-kloroform yaitu memisahkan protein dan DNA dari sebuah sel oleh fenol-kloroform, presipitasi DNA dengan menggunakan alkohol, dan proses sentrifugasi. Pada kecepatan tertentu proses sentrifugasi akan memberikan sejumlah gaya sentrifugal, sehingga molekul ringan akan berada diatas sedangkan molekul berat akan berada di bagian bawah atau bagian dasar (Sambrook dan Russell, 2001).
DNA dapat diperoleh dari inti sel yang disebut DNA kromosomal dan dari mitokondria yang disebut mt-DNA, yang dapat diekstrak dari setiap bagian biologis makhluk hidup termasuk manusia. Pada manusia bagian biologis sebagai sumber DNA dapat berupa darah, epitel mukosa mulut, folikel rambut, urine, sperma, dan lain-lain. Sperma merupakan bagian biologis yang sering digunakan sebagai bukti untuk
menyelesaikan kasus pemerkosaan, terutama dalam identifikasi pelaku (Atmadja, 2009; Fadilah, 2009). Sperma adalah sel reproduksi dari tubuh jantan, yang diteliti pertama kali pada tahun 1677 oleh Stephen Ham, salah satu murid dari Antonie van Leeuwenhoek (Apip, 2009; Enersen, 2010).
Hasil ekstraksi DNA yang bisa didapatkan dari bahan biologis seperti sperma di TKP memiliki kualitas dan kuantitas relatif rendah, yang secara langsung akan mempersulit pihak berwajib menggunakannya sebagai barang bukti untuk menyelesaikan permasalahan terkait kasus pemerkosaan. Untuk memberdayakan barang bukti seperti itu perlu dilakukan amplifikasi (perbanyakan). Amplifikasi adalah suatu penerapan bioteknologi untuk memperbanyak DNA hingga ratusan bahkan ribuan kali. Amplifikasi dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) (Sujana, 2007). Amplifikasi dengan metode PCR menggunakan primer yang
merupakan sekuen oligonukleotida (umumnya 18- 30 nukleotida) khusus yang akan berikatan dengan DNA target pada daerah yang spesifik (Anonim, 2008; Junitha, Kom. Pri.).
Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah DNA dapat diekstraksi dan diamplifikasi dari sperma dalam kondom dan noda pada kain yang tersimpan dalam rentang waktu 3, 6, 9, dan 12 hari, sehingga nantinya dapat memberikan informasi mengenai jangka waktu dapat dilakukannya analisa DNA dari sperma yang ada di kondom dan noda pada kain untuk kepentingan forensik.
MATERI DAN METODE
Materi penelitian ini adalah sperma segar pada kondom dan kain kasa sebagai kontrol, serta sperma pada kondom dan kain kasa yang tersimpan dalam rentang waktu berbeda (3, 6, 9, dan 12 hari), dari relawan yang tidak ingin disebutkan namanya. Pengambilan sampel sperma dengan cara meminta relawan melakukan masturbasi di
suatu ruangan tertutup dan sperma yang diejakulasikan ditampung ke dalam gelas kaca. Sebelum dilakukan pengambilan sampel sperma, relawan diberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai tujuan penelitian.
Ekstraksi DNA
Sampel sperma pada kondom dan kain (segar, disimpan selama 3, 6, 9, dan 12 hari) dimasukkan ke dalam tabung 1,5 mL, diberi buffer lisis dengan komposisi NaCl 10 mM, EDTA 100mM, Tris-Cl 100 mM, dan Urea 4 M (Junitha, 2004). Sampel sperma selanjutnya diekstraksi menggunakan metode fenol-kloroform dan presipitasi etanol (Sambrook dan Russell, 2001) dengan modifikasi (tidak menambahkan proteinase-K dan tanpa inkubasi 55o C). DNA hasil ekstraksi diresuspensi pada Tris EDTA (TE) 80% sebanyak 50 µL.
Elektroforesis Pada Gel Agarosa
DNA hasil ekstraksi diuji kualitasnya dengan cara dielektroforesis pada gel agarosa 1% selama 30 menit dengan tegangan 110 volt dan visualisasi dengan
ethidium bromida (EtBr) selama 15 menit. Pengamatan DNA dilakukan di bawah lampu UV.
Amplifikasi DNA Mikrosatelit
DNA hasil ektraksi diamplifikasi pada mesin PCR (Applied Biosystems 2720 Thermal Cycler) dengan menggunakan primer TH01 (F: GTGGGCTGAAAAGCTCCCG ATTAT dan R: GTGATTCCCAT TGGCCTGTTCCTC). Reaksi PCR terdiri atas PCR mastermix 9,5 µL, DNA template sampel 2 µL, dan primer mikrosatelit yang sudah dicampur antara forward dan reverse sebanyak 1 µL, dengan volume total 12.5 µL. Proses denaturasi dengan suhu 95o C selama 45 detik, penempelan primer pada suhu antaran 56o C selama 60 detik, dan pemanjangan DNA dengan suhu 72o
Pada penelitian ini, sebelum dilakukan proses ekstraksi, sperma terlebih dahulu dihitung jumlahnya dengan menggunakan metode hemasitometer. Jumlah spermatozoa yang didapatkan dari relawan dihitung sebanyak dua kali. Perhitungan pertama sebanyak 111.800.000 per mL, sedangkan
C selama 90 detik. Proses amplifikasi dilakukan sebanyak 30 siklus.
Elektroforesis Produk PCR Pada Gel Poliakrilamid
Hasil amplifikasi (PCR products) dielektroforesis pada gel poliakrilamid (PAGE) 6% selama 90 menit dengan tegangan 110 volt dan visualisasi DNA dengan pewarnaan perak nitrat (Tegelstrõm, 1986). Jarak migrasi pita-pita DNA pada gel diukur dan hasil pengukuran dianalogkan pada kertas semilog untuk menetapkan panjang DNA hasil amplifikasi.
HASIL
perhitungan kedua sebanyak 102.400.000 per mL. Jumlah ini termasuk dalam kategori normozoospermia (20 juta-250 juta per mL) (Subratha, 1999).
Diharapkan dari 1 mL sperma, didapatkan 150.000 sampai 300.000 ng DNA (Lee dan Laad, 2001). Penghitungan jumlah spermatozoa
ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa jumlah spermatozoa dalam keadaan normal, sehingga menghindari faktor ketidakberhasilan proses ekstraksi karena jumlah spermatozoa yang sedikit (Anonim, 2006).
Secara umum DNA dapat diekstraksi atau diisolasi dari berbagai jenis sel penyusun tubuh makhluk hidup, termasuk dari sperma (Putra, 2008; Sujana, 2007). Hasil ekstraksi diperoleh dengan menggunakan sperma segar pada kondom dan kain serta sperma yang
disimpan selama 3, 6, 9, dan 12 hari pada kondom dan kain. Pengujian keberhasilan ekstraksi DNA yang telah dilakukan dengan menggunakan elektroforesis. DNA akan terlihat pada gel agarosa yang telah diwarnai dengan ethidium bromida (EtBr) sebagai pita-pita yang berpendar oleh sinar UV (Yuwono, 2005).
Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa dari kelima belas sampel, hanya lajur 8 (ekstrak sperma segar pada kain) yang tidak didapatkan DNA (berupa pita berpendar).
Gambar 1. Hasil Elektroforesis Pada Gel Agarosa.
Keterangan :
Lajur 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 16 dimasukkan ekstrak sperma pada kondom.
Lajur 9 dimasukkan GeneRuler 100bp DNA ladder sebagai marker.
Lajur 8, 10, 11, 12, 13, 14, dan 15 dimasukkan ekstrak sperma pada kain.
Tidak didapatkannya DNA
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: kurang terampil dalam tahapan ekstraksi dan sudah terjadi
degradasi spermatozoa. Faktor pertama, kurang terampil dalam tahapan ekstraksi seperti penurunan kadar etanol dan saat proses
keringanginkan pellet. Sewaktu penurunan kadar etanol, memungkinkan masih adanya etanol dalam tabung yang akan berikatan dengan DNA. Ketika dielektroforesis hal itu akan mengakibatkan gangguan pergerakan DNA menuju kutub positif sehingga pita DNA menjadi tidak muncul (Yuwono, 2005). Untuk proses keringanginkan pellet, DNA ikut terbuang karena tidak menempel dengan sempurna pada dasar tabung. Hal yang serupa juga ditemukan pada penelitian Unadi et al. (2010) terhadap masyarakat suku Batak dan Hudayya (2009) terhadap spesies nematoda sista kentang.
Faktor kedua, spermatozoa sudah mengalami degradasi. Degradasi spermatozoa dapat terjadi karena lingkungan yang tidak mendukung seperti adanya kontaminasi berupa ion magnesium (Mg 2+) (Ward dan Ward, 2004). Ion magnesium merupakan ion kimia bernomor atom 12 yang banyak terdapat di tanah, dalam bentuk padat akan berwarna putih keperakan (Anonim, 2011). Kaitan ion magnesium dengan hasil penelitian ini adalah, ketika peneliti
ingin meneteskan sperma segar ke kain, kain terhempas karena hembusan angin dan terjatuh di atas tanah. Hal ini memungkinkan ion magnesium yang ada di tanah menempel di kain dan masuk ke spermatozoa. Masuknya ion ini mengakibatkan spermatozoa mengeluarkan enzim endonuklease melalui membran plasmanya. Enzim endonuklease ini nantinya akan menghancurkan nukleus di dalam kepala spermatozoa menjadi fragmen-fragmen kecil. Hancurnya nukleus spermatozoa mengakibatkan tidak akan didapatkannya DNA dalam proses ekstraksi (Maione et al., 1997).
Selain karena ion magnesium, degradasi spermatozoa juga dapat disebabkan oleh paparan sinar matahari, kehadiran bakteri, dan adanya kontaminasi deterjen. Menurut Sheu dan Sheu (2006), sinar matahari mengandung panjang gelombang 380-10 nm. Panjang gelombang tersebut dapat mengakibatkan dimmer pada basa timin sehingga terjadi kerusakan rangka fosfodiester DNA. Rusaknya rangka fosfodiester DNA
mengakibatkan spermatozoa mengeluarkan enzim endonuklease melalui membran plasmanya. Degradasi spermatozoa juga dapat terjadi apabila ada bakteri gram positif (+) yang hadir di sekitar spermatozoa dan adanya kontaminasi berupa deterjen yang mengandung senyawa alkali seperti dithiothreitol (DTT) dan triton x-100 (TX-100) (Poinar, 2003; Szczygiel dan Ward, 2002).
Sebelum dilakukan elektroforesis dengan gel poliakrilamid, DNA
diamplifikasi terlebih dahulu secara in vitro dengan menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) dengan suhu annealing 56º C. Dalam PCR peranan primer sangat penting, karena berfungsi untuk menempelkan DNA. Primer dapat berupa DNA, RNA, atau protein spesifik (Yuwono, 2005). Dalam penelitian ini primer yang dipakai adalah TH01. Primer TH01 terletak pada alel 160-204 bp (Shoester, 2006).
Gambar 2. Hasil Elektroforesis Pada Gel Poliakrilamid.
Keterangan :
Lajur 1, 2, 3, 4, dan 6 dimasukkan ekstrak sperma pada kondom.
Lajur 5 dimasukkan GeneRuler 100bp DNA ladder sebagai marker.
Lajur 7, 8, 9, 10, dan 11 dimasukkan ekstrak sperma pada kain.
Secara keseluruhan proses amplifikasi dan elektroforesis pada penelitian ini berhasil dilakukan. Menurut Muladno (2010), keberhasilan amplifikasi dan elektroforesis dilihat dari kemunculan
pita DNA pada gel poliakrilamid. Pada Gambar 2 dapat dilihat kemunculan sembilan pita DNA dan hanya satu sampel yang tidak muncul pita DNA, yaitu sperma
segar pada kain (lajur 7). Tidak munculnya pita DNA disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: kurang terampil dalam tahapan ekstraksi dan sudah terjadi degradasi spermatozoa (sudah dijelaskan sebelumnya).
Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Gambar 2, lajur 5 merupakan marker. Marker adalah segmen DNA yang telah diketahui ukurannya. Marker berfungsi sebagai DNA patokan untuk mengetahui ukuran DNA hasil amplifikasi (Martin, 1996). Ukuran DNA pada gel poliakrilamid tersebut tidak dapat ditentukan. Hal ini dikarenakan letak pita DNA yang tidak segaris meskipun berasal dari individu yang sama. Menurut Anam (2010), jika sampel dari individu yang sama dielektroforesis, maka pita DNA yang diharapkan muncul pada gel poliakrilamid akan terletak segaris, kecuali ada faktor tegangan yang tidak stabil pada saat elektroforesis.
Letak pita DNA yang tidak sejajar dipengaruhi oleh faktor tegangan yang tidak stabil pada saat elektroforesis. Pada proses elektroforesis, arus listrik yang mengalir tidak stabil. Terkadang arus yang mengalir sebesar 100 V, tetapi tidak jarang arus listrik kembali menjadi 110 V. Menurut Anam (2010), DNA yang dialiri
arus listrik sebesar 110 V akan bermigrasi lebih jauh dibandingkan dialiri arus listrik sebesar 100 V. Pada saat dilakukan pewarnaan gel, pita DNA akan terletak tidak segaris meskipun berasal dari satu individu yang sama.
SIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa DNA dapat diekstraksi dan hasil ekstraksi DNA dapat diamplifikasi dari sperma dan kain yang tersimpan selama 3, 6, 9, dan 12 hari.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis meyampaikan terima kasih Dr. Drs. I Ketut Junitha, M. S., dan Dr. Drh. Nengah Wandia, M.Si., yang telah memberikan izin penggunaan alat laboratorium serta kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
KEPUSTAKAAN
Anam, K. 2010. Laporan Rekayasa Genetika. Available at : http://khairulanam.files.wordpress.com/2010/08/laporan- 1-rekgen.pdf Opened : 27/04/2011
Anonim. 2006. Pengambilan Langsung Sel Sperma. Available at: http://www.freewebs.com/pengumpulansampeldna/pengambilanselsperma. htm Opened : 27/04/2011
Anonim. 2008. Marker Molekuler. Available at : http://unud.ac.id/biotek/analisis.../marker-molekuler Opened :
29/09/2010
Anonim. 2009. Pemerkosaan. Available at : http://menegpp.go.id/en/pemerkosaanOpened : 27/09/2010
Anonim. 2011. Magnesium. Available at : http://en.wikipedia.org/wiki/Magnesium Opened : 27/04/2011
Atmadja, D. S. 2009. Pemeriksaan Forensik Pada Kasus Perkosaan & Delik Aduan Lain. Available at :
http://reproduksiumj.blogspot.com/.../pemeriksaan-forensik-pada-kasus.html Opened : 23/11/2010
Apip, A. 2009. Spermatogenesis (Proses Pembentukan Sperma). Available at : http://sarmanpsagala.wordperss.com/2009/06/01/spermatogenesis-
proses-pembentukan-sperma/ Opened : 28/09/2010
Enersen, O. D. 2010. Antonie van Leeuwenhoek. Available at :http://www.whonamedit.com/doctor.cfm/1593.html Opened : 23/11/2010
Fadillah, Y. 2009. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal. Available at : http://yasinfadillah.blogspot.com Opened : 27/09/2010
Hudayya, A. 2009. Identifikasi Spesies Nematoda Sista Kentang (Globodera spp.) Asal Kabupaten Banjarnegara dan Wonosobo. Available at :http://hudayyafiles.wordpress.com/2010/11/skripsi-hasil-penelitian.pdf Opened : 15/05/2011
Junitha, K. 2004. Keragaman Genetik Masyarakat di Desa-Desa Bali Aga Berdasarkan Analisis DNA dan Sidik Jari. Bogor. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Disertasi S3. Tidak Dipublikasikan.
Lee, H. C., dan C. Ladd. 2001. Croatian Medical Journal. 42: 225-228.
Maione, B., C. Pittoggi, L. Achene, R. Lorenzini, dan C. Spadafora. 1997. Activation of Endogenous Nucleases in Mature Sperm Cells Upon
Interaction With Exogenous DNA. DNA Cell Biology Journal. 16:10871097.
Martin, R. 1996. Gel Elektroforesis: Nucleic Acids. Bios Scientific Publisher. London.
Meliala, A., I. Sulhin, dan Nurdian. 2007. Kriminalitas. Available at : http://id.shvoong.com/tags/kriminalitas Opened : 27/09/2010
Muladno. 2010. Teknologi Rekayasa Genetika. Edisi Kedua, IPB Press. Bogor.
Poinar, H. N. 2003. The Top 10 List; Criteria of Authenticity for DNA From Ancient and Forensic Samples, in Brinkmann, B. and Carracedo, A. (end) Progress in Forensic Genetics. 9:575-579. Elsevier Science. New York.
Putra, S. E. 2008. Kategori Biokimia Di balik Teknologi Tes DNA. Available at : http://www.chen-is-try.org/?sect=artikel&ext=185 Opened
: 27/04/2011
Richard, E. 2000. Kasus Pemerkosaan. Available at :http://www.forumbebas.com/index.php/artikel_bebas_kita/kasus-pemerkosaan/ Opened : 27/09/2010
Sambrook, J., dan D. W. Russell. 2001. Molecular Cloning: A Laboratory Manual. 3rd edition. Cold Spring Harbor Laboratory Press. New York.
Sheu, I. J., dan E. Y. Sheu. 2006. Characterization of DNA Degradation Using Direct Current Conductivity and Dynamic Dielectric Relaxation Techniques. Available at :
http://www.aapspharmscitech.org/view.asp?art=pt070236 Opened : 27/04/2011
Shoester, M. V. 2006. Forensics in Law Enforcement. Nova Science Publishers, Inc. New York.
Subratha, I. M. 1999. Analisis Sperma Rutin. Upada Sastra. Denpasar.
Sujana, A. 2007. Biologi. Mega Aksara. Jakarta.
Szczygiel, M. A., dan W. S. Ward. 2002. Combination of Dithiothreitol and Detergent Treatment of Spermatozoa Causes Paternal Chromosomal Damage. Biology Reproduction. 67:1532-1537.
Tegelstrõm, H. 1986. Mithochondrial DNA in Natural Population: an Improved Routine for Screening of Genetic Variation Based on Sensitive Silver Staining Electrophoresis 7.
Toha, A. H. A. 2001. Deoxyribo Nucleac Acid: Keanekaragaman, Ekspresi, Rekayasa, dan Efek Pemanfaatannya. Edisi Pertama. Alfabeta. Bandung.
Unadi, Y. C., I. Narayani, dan I. K. Junitha. 2010. Variasi Genetik Suku Batak Yang Tinggal Di Kota Denpasar Dan Kabupaten Badung Berdasarkan Tiga Lokus Mikrosatelit DNA Autosom. Jurnal Biologi Vol. XIV Nomor 2. Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Jimbaran.
Ward, A. M., dan W. S. Ward. 2004. A Model For The Function Of Sperm DNA Degradation. Available at : http://www2.jabsom.hawaii.edu/Grad_Physiol/Files/data/MWard_Publicat ions/10.pdf Opened : 27/04/2011
Yuwono, T. 2005. Biologi Molekuler. Erlangga. Jakarta.
Discussion and feedback