PEMANFAATAN KULTUR BAKTERI ASAM LAKTAT (BAL) Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus DALAM PEMBUATAN LULUR
on
SIMBIOSIS VI (2 ): 50- 55
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Udayana
ISSN: 2337-7224
September 2018
http://ojs.unud.ac.id/index.php/simbiosis
ΓΛΓΛ Λ I Oirectoryof
OPEN ACCESS
LJkyr-VvJ journals
PEMANFAATAN KULTUR BAKTERI ASAM LAKTAT (BAL) Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus DALAM PEMBUATAN LULUR
THE APPLICATION OF ISOLATE LACTIC ACID BACTERIA (LAB) Lactobacillus bulgaricus and Streptococcus thermophilus IN BODY SCRUB PRODUCTION
Bayu Putri Handayani*, Retno Kawuri, Ni Luh Suriani
Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana
*Email: [email protected]
INTISARI
Lulur yang beredar dipasaran sebagian besar mengandung paraben, jenis pengawet kimia yang aman digunakan dalam jumlah yang sesuai. Akan tetapi dapat menyebabkan iritasi kulit. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui daya tahan lulur alami yogurt dan tepung beras sebagai produk alami tanpa bahan pengawet kimia dan aman untuk kulit. Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan lulur yang terbuat yogurt dengan memanfaatkan kultur L. bulgaricus dan S. thermophilus dengan perbandingan 25:25; 30:20; 20:30 dan dicampur tepung beras dengan perbandingan 10:14; 10:16; 10:18 dan kontrol digunakan yogurt buatan pabrik. Lulur diuji organoleptik dengan melibatkan 50 orang panelis. Lulur disimpan di suhu ruangan ±28oC selama 1 bulan dan dilakukan identifikasi mikroba yang mengkontaminasi lulur dengan metode pewarnaan Gram dan uji katalase. Data dianalisis dengan analysis of variance (ANOVA). Starter dengan perbandingan berbeda yaitu 25:25, 30:20, dan 20:30 tidak berbeda nyata, semua perlakuan meghasilkan yogurt dengan karakteristik aroma khas yogurt, warna putih, dan tekstur lembut. Formula pada perlakuan K2 (10:16) dengan rata-rata teritinggi pada parameter warna 3,38 (sangat suka), dan parameter tekstur 3,08 (sangat suka). Meskipun pada parameter aroma nilai rata-rata 2,79 (suka). Daya tahan pada suhu penyimpanan ±28oC selama 1 bulan tertinggi pada perlakuan A1, A2, dan B2 sebesar 83,3%, terendah ditunjukkan pada perlakuan K1 dan K3 sebesar 0%. Kontaminasi mikroba yang teridentifikasi berupa cemaran bakteri Genus Bacillus dan Streptobacillus, cemaran jamur berupa Genus Aspergillus, Rhizopus, dan Trikoderma.
Kata kunci : bakteri Asam laktat, yogurt, Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus, lulur
ABSTRACT
The majority of body scrub that are distributed in the market contain paraben. Paraben is a type chemicals that are safe to use in the appropriate amount. But it could cause skin irritation. This research was conducted to know the durability from natural body scrub by yogurt and rice flour without chemical preservative and safe for skin. The research methods are comparison of the use of Lactobacillus bulgaricus and Streptococcus thermophilus with concentration 25:25; 30:20; 20:30. The yogurt will be mixed with rice flour and the treatment control using factory yogurt with concentration of rice flour comparing with yogurt namely 10:14; 10:16; 10:18. This product was tested to 50 panelists. This product was kept in room temperature ±28oC for a month and conducted the identification of microbial impurities that contaminate the product with Gram staining method and catalase test. Data was analyzed by analysis of variance (ANOVA). Starter with different comparison 25:25, 30:20; 20:30 are not making real difference. All of the treatment produce yogurt with typical aroma of yogurt, white colored, and soft texture. The formula in K2 (10:16) treatment with the highest average that obtained 3.38 (very like) in color parameter and 3.08 (very like) in texture parameter. Although in aroma parameter the average value that obtained is 2.79 (like). In A1, A2, and B2 treatment had the highest durability percentage that obtained 83,3% and the lowest was shown in K1 and K3 treatment that obtained 0%. Microbial impurities that identified was bacteria from Genus Bacillus and Genus Streptobacillus, fungal impurities from Genus Aspergillus, Rhizopus, and Trichoderma.
Keywords : lactic Acid bacteria, yogurt, Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus, body scrub
PENDAHULUAN
Lulur tradisional Bali yang berbahan dasar rempah-rempah alami memiliki daya tarik tinggi bagi wisatawan lokal maupun mancanegara, dibuktikan dengan antusiasme wisatawan mengunjungi spa-spa di Bali (Pramono, 2013). Lulur adalah sediaan dapat berupa krim maupun bubuk yang memiliki manfaat untuk mengangkat sel-sel kulit mati, membersihkan kotoran pada kulit serta mencerahkan dan menghaluskan kulit. Seiring dengan berkembangnya teknologi produk lulur yang berkembang luas di masyarakat dan banyak digunakan oleh industri spa di Bali saat ini adalah produk lulur tradisional buatan pabrik (Imanuella dkk., 2014; Marliyati dan Dwiyanti, 2013).
Berdasarkan survey yang telah dilakukan ditemukan 6 dari 7 produk lulur tradisional buatan pabrik dipasaran positif mengandung paraben, sehingga memiliki daya penyimpanan yang lama yaitu 1 hingga 4 tahun. Menurut Darbre dan Harvey (2008) paraben adalah jenis pengawet yang aman digunakan dalam jumlah tertentu karena berisiko kecil dalam menyebabkan penyakit tumor. Handa dkk., (2006) dan Okamoto dkk., (2008) menyatakan paraben ketika dioleskan pada kulit dan terpapar sinar matahari dapat meningkatkan resiko penuaan kulit dan menimbulkan alergi. Menurut Rudi dkk. (2017) tepung beras memiliki kandungan amilosa, amilopektin, hydralized amylum/dekstrin, gamma oryzonal dan
asam kojik yang dapat mencerahkan kulit. Surajudin (2005) menyatakan yogurt memiliki kandungan asam laktat yang berperan dalam mencerahkan kulit, dan juga dapat membantu mengangkat sel-sel kulit mati. Berdasarkan latar belakang tersebut maka dalam penelitian ini diharapkan dapat diketahui daya simpan produk lulur alami berbahan dasar yogurt dan tepung yang bebas kandungan bahan kimia dan aman untuk kulit.
MATERI DAN METODE
Pembuatan starter yogurt menggunakan kultur L. bulgaricus FNCC 0041 dari Laboratorium Biosains FMIPA Universutas Udayana dan S. thermophilus FNCC 0040 dieproleh dari Universitas Gajah Mada dengan formula perbandingan A yaitu 25:25; B yaitu 30:25; C yaitu 25:30. Formula yogurt dan tepung beras dengan perbandingan 10:14; 10:16; 10:18; Kontrol perlakuan menggunakan yogurt buatan pabrik. Pengamatan daya tahan lulur dengan penyimpanan di suhu ruangan 28oC selama 1 bulan dan pengamatan setiap 3 hari. Identifikasi bakteri pencemar dengan metode pewarnaan Gram dan uji katalase, dan digunakan Buku Bergey’s Manual Bacteriology of Determinative tahun 1994. Identifikasi jamur dengan pewarnaan dan pengamatan mikroskopik, digunakan Buku Fungal Biodiversity tahun 2009. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial
ΓΛΓ> Λ I Oirectoryof OPEN ACCESS LJ∖JΓΛU JOURNALS
(RALF) dengan ulangan masing-masing perlakuan sebanyak 6 kali, sehingga total sampel penelitian yang diperoleh adalah 72 sampel. Penilaian lulur dilakukan dengan pemberian kuisioner kepada 50 orang panelis. Penilaian panelis dituliskan dalam bentuk skala hedonik 1-4 yaitu 1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = suka; dan 4 = sangat suka, dengan parameter penilaian aroma, warna dan tekstur lulur. Teknik analisis yang digunakan yaitu ANOVA dengan progam SPSS versi 22 tahun 2013. Apabila terdapat perbedaan secara nyata antara perlakuan dengan kontrol maka dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf signifikan <0,05. Hasil akan ditampilkan dalam bentuk Gambar, dan Tabel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil formulasi penambahan kultur bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus dalam pembuatan yogurt
Hasil penambahan starter L. bulgaricus dan S. thermophilus dengan perbandingan 25:25; 30:20; dan 20:30, tidak
menunjukkan perbedaan. Yogurt yang dihasilkan memiliki karakteristik yang sama yaitu berwarna putih, aroma wangi khas yogurt, dan tekstur yang lembut seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Yogurt dengan perbandingan starter bakteri yang berbeda (A) 25:25, (B) 30:20, (C) 20:30.
Hasil uji organoleptik lulur
Berdasarkan uji Anova didapatkan hasil bahwa perbedaan perlakuan yang diberikan dalam pembuatan lulur tidak berpengaruh nyata terhadap penilaian panelis pada parameter warna, aroma dan tekstur (P>0,05). Hasil penilaian dari 50 panelis terhadap warna produk lulur tertinggi terdapat pada
kontrol perlakuan K2 dengan nilai 3,38 ± 0,49 (sangat suka) ditunjukkan pada Tabel 1. Penilaian parameter aroma nilai tertinggi terdapat pada kontrol perlakuan K3 dengan nilai 2,98 ± 0,79 (suka) Ditunjukkan pada Tabel 2. Penilaian parameter tekstur nilai tertiggi terdapat pada kontrol perlakuan K2 yaitu 3,08 ± 0,82 (sangat suka) ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 1. Hasil uji organoleptik penilaian 50 panelis berdasarkan tingkat kesukaan terhadap warna produk lulur.
Perlakuan |
N |
Rata-Rata ± Std. Deviasi |
Keterangan |
A1 |
50 |
3,12 ± 0,62 |
Sangat Suka |
A2 |
50 |
3,18 ± 0,59 |
Sangat Suka |
A3 |
50 |
3,08 ± 0,56 |
Sangat Suka |
B1 |
50 |
2,96 ± 0,72 |
Suka |
B2 |
50 |
3,00 ± 0,63 |
Sangat Suka |
B3 |
50 |
3,10 ± 0,67 |
Sangat Suka |
C1 |
50 |
3,08 ± 0,60 |
Sangat Suka |
C2 |
50 |
2,94 ± 0,68 |
Suka |
C3 |
50 |
3,18 ± 0,56 |
Sangat Suka |
K1 |
50 |
3,24 ± 0,62 |
Sangat Suka |
K2 |
50 |
3,38 ± 0,49 |
Sangat Suka |
K3 |
50 |
3,28 ± 0,58 |
Sangat Suka |
Tabel 2. Hasil uji organoleptik penilaian 50 panelis berdasarkan tingkat kesukaan terhadap aroma produk lulur.
Perlakuan |
N |
Rata-Rata ± Std. Deviasi |
Keterangan |
A1 |
50 |
2,82 ± 0,74 |
Suka |
A2 |
50 |
2,74 ± 0,80 |
Suka |
A3 |
50 |
2,86 ± 0,75 |
Suka |
B1 |
50 |
2,72 ± 0,85 |
Suka |
B2 |
50 |
2,82 ± 0,69 |
Suka |
B3 |
50 |
2,82 ± 0,74 |
Suka |
C1 |
50 |
2,84 ± 0,65 |
Suka |
C2 |
50 |
2,84 ± 0,68 |
Suka |
C3 |
50 |
2,90 ± 0,73 |
Suka |
K1 |
50 |
2,80 ± 0,80 |
Suka |
K2 |
50 |
2,76 ± 0,74 |
Suka |
K3 |
50 |
2,98 ± 0,79 |
Suka |
Tabel 3. Hasil uji organoleptik penilaian 50 panelis berdasarkan tingkat kesukaan terhadap tekstur produk lulur.
Perlakuan |
N |
Rata-Rata ± Std. Deviasi |
Keterangan |
A1 |
50 |
2,82 ± 0,77 |
Suka |
A2 |
50 |
2,94 ± 0,84 |
Suka |
A3 |
50 |
2,70 ± 0,83 |
Suka |
B1 |
50 |
2,80 ± 0,78 |
Suka |
B2 |
50 |
2,72 ± 0,90 |
Suka |
B3 |
50 |
2,74 ± 0,85 |
Suka |
C1 |
50 |
2,54 ± 0,78 |
Suka |
C2 |
50 |
2,86 ± 0,78 |
Suka |
C3 |
50 |
2,84 ± 0,76 |
Suka |
K1 |
50 |
2,76 ± 0,77 |
Suka |
K2 |
50 |
3,08 ± 0,82 |
Sangat Suka |
K3 |
50 |
2,96 ± 0,84 |
Suka |
Oirectoryof OPEN ACCESS JOURNALS
Hasil pengamatan daya tahan lulur pada suhu ruangan ±28oC selama 1 bulan waktu penyimpanan
Persentase lama penyimpanan tertinggi pada perlakuan
A1,A2, dan B1 sebesar 83,3%. Persentase terendah pada K1
dan K3 sebesar 0% (Tabel 4). Lulur yang diamati dibandingkan dengan dengan keadaan pada hari ke 0 (Gambar 2). Ditemukan kontaminasi bakteri (Gambar 3) dan jamur (Gambar 4) pada lulur
Tabel 4. Hasil persentase daya tahan lulur selama 1 bulan penyimpanan
Perlakuan Persentase Daya Tahan %
A1 |
83,3 |
A2 |
83,3 |
A3 |
50 |
B1 |
83,3 |
B2 |
33,3 |
B3 |
33,3 |
C1 |
66,6 |
C2 |
50 |
C3 |
16,6 |
K1 |
0 |
K2 |
16,6 |
K3 |
0 |
Keterangan: A1 (10:14), A2 (10:16), A3 (10:18), B1 (10:14), B2 (10:16), B3 (10:18), C1(10:14), C2 (10:16), C3 (10:18), K1 (10:14), K2 (10:16), K3 (10:18)
Gambar 3. Produk lulur yang terkontaminasi bakteri
Gambar 4. Produk lulur yang terkontaminasi jamur
Hasil isolasi dan identifikasi bakteri dan jamur yang mengkontaminasi lulur
Hasil uji pewarnaan Gram menunjukkan bakteri berwarna merah (Gram negatif), dari Genus Bacillus dengan bentuk
batang dan Genus Streptobacilllus dengan bentuk batang yang tersusun seperti rantai (Gambar 5 dan Tabel 6). Hasil uji katalase menunjukkan seluruh isolat bakteri positif katalase ditunjukkan pada (Tabel 5).
Oirectoryof OPEN ACCESS JOURNALS
Gambar 5. Hasil isloasi dan pewarnaan Gram bakteri C1 (batang rantai), K1 (batang)
Tabel 5. Hasil uji pewarnaan Gram, uji biokimia, dan uji mikroskopis | |||
Perlakuan |
Uji Gram |
Uji Katalase |
Bentuk Sel |
A2 |
Negatif |
Positif |
Batang |
B3 |
Negatif |
Positif |
Batang |
C1 |
Negatif |
Positif |
Batang Rantai |
C2 |
Negatif |
Positif |
Batang |
C3 |
Negatif |
Positif |
Batang |
K1 |
Negatif |
Positif |
Batang |
K2 |
Negatif |
Positif |
Batang |
K3 |
Negatif |
Positif |
Batang Rantai |
Pengamatan mikroskopis jamur ditemukan 3 Genus jamur yaitu Aspergillus, Rhizopus, dan Trikoderma. Genus Rhizopus dengan ciri-ciri hifa tidak bersekat, memiliki rhizoid, stolon. Genus Trikoderma dengan ciri mikroskopis hifa beracabang-cabang seperti salib dan memiliki phyalid. Genus Aspergillus dengan ciri-ciri konidia yang tersusun dibagian ujung sterigmanya serta terdapat vesikula (Gambar 6 dan Tabel 6).
Gambar 6. (a) Genus Rhizopus, pengamatan mikroskopis usia 3 hari (perbesaran 10x10) (b) Genus Trikoderma, pengamatan mikroskopis usia 5 hari (perbesaran 40x10) (c) dan (d) Genus Apsergillus pengamatan mikroskopis usia 5 hari (perbesaran (40x10)
Tabel 6. Cemaran mikroba yang di temukan pada lulur
Jenis Mikroba |
Genus |
Keterangan |
Bakteri |
Bacillus |
Bentuk sel batang (bacil) |
Bakteri |
Streptobacil |
Bentuk sel batang membentuk rantai |
Jamur |
Aspergillus |
Koloni hitam dan hijau, memiliki konidia, konidiofor, sterigma |
Jamur |
Rhizopus |
Koloni putih, memiliki sporangiofor, stolon, rhizoid |
Jamur |
Trikoderma |
Koloni hijau kebiruan, memiliki phyalid dan hifa bercabang seperti salib |
PEMBAHASAN
Penambahan kultur bakteri L. bulgaricus dan S. thermophilus dalam pembuatan yogurt
Penambahan kultur L. bulgaricus dan S. thermophilus dengan perbandingan 25:25 (A), 30:20 (B), 20:30 (C) tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Yogurt yang dihasilkan berwarna putih, memiliki aroma khas yogurt, dan bertekstur
lembut tidak berbentuk butiran. Askar dan Sugiarto (2005) menyatakan yogurt yang berkualitas baik adalah yogurt yang memiliki aroma khas yogurt, bertekstur halus serta tidak terbentuk butiran. Menurut Sirait (1984) hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam pembuatan yogurt adalah perbandingan jumlah starter yang digunakan. Perbandingan starter yang dapat menghasilkan yogurt dengan kualitas baik adalah 1:1, 1:2, dan 1:3.
RΓ> Λ I Oirectoryof
OPEN ACCESS
L√<JΛΛU JOURNALS
Rahman dkk. (2015) melaporkan variasi perbandingan kultur L. bulgaricus dan S. thermophilus 1:1, 1:4, dan 4:1 tidak memberikan perbedaan karakteristik yogurt baik secara visual maupun komposisi gizi dalam yogurt. Hasil penelitian dari Yunita dkk. (2015) dalam pembuatan niyogurt menunjukkan variasi perbandingan starter 1:1, 1:2, dan 1:3 tidak dihasilkan perbedaan karakteristik dari produk niyogurt yang dihasilkan. Siregar dkk. (2013) dan melaporkan pemberian starter dengan variasi 1% sampai 3% tidak berpengaruh terhadap karakteristik produk yogurt. Menurut Yunita dkk. (2015) pembentukan aroma merupakan peran penting dari bakter L. bulgaricus, sedangkan dalam pemebentukan cita rasa merupakan peran dari S. thermophilus. Tidak adanya pengaruh pada produk hasil jadi yogurt pada pemberian perbandingan kultur L. bulgaricus dan S. thermophilus disebabkan karena aktifitas dari kedua bakteri tersebut tidak terpengaruh.
Uji organoleptik lulur
Berdasarkan penilaian dari panelis produk lulur yang paling disukai adalah perlakuan K2 dengan perbandingan yogurt dan tepung beras 10:16. Nilai rata-rata tertinggi untuk parameter warna yaitu 3.38 dengan kategori sangat suka. Perlakuan K2 juga mendapatkan nilai tertinggi untuk parameter tekstur sebesar 3.08 dengan kategori sangat suka, meskipun dari parameter aroma produk lulur K2 mendapat nilai terendah ke 3 yaitu sebesar 2.76. Penambahan tepung beras pada produk lulur tidak memberikan pengaruh karena tepung beras memiliki warna putih seperti yogurt sehingga tidak mempengaruhi warna dan aroma dari produk lulur secara khusus. Menurut Andriani dan Khasanah (2005) warna yogurt dengan bahan dasar susu, kultur bakteri, dan penambahan gula kurang disukai panelis karena kurang memiliki keunikan dibandingkan dengan produk yogurt yang memiliki warna selain putih seperti yogurt dengan penambahan ekstrak ubi ungu. Zakaria (2008) melaporkan yogurt tanpa tambahan bahan lain seperti gula memiliki aroma asam khas yang kurang begitu disukai. Aroma lulur yang disukai panelis berdasarkan dari penelitian Umaroh dan Sulandjari (2015) adalah lulur dengan penambahan ekstrak kulit jeruk yang dapat memberikan kesan menenangkan bagi panelis karena aroma khasnya. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Arbarini dan Maspiyah (2015) yaitu aroma khas aromatik yang berasal dari rempah-rempah yang cukup tajam menjadi daya tarik tersendiri bagi panelis. Umaroh dan Sulandjari (2015) melaporkan bahwa daya lekat kuat pada tepung beras disebabkan karena adanya amilosa dan amilopektin sehingga mudah mengangkat kotoran kulit.
Daya tahan lulur pada suhu ruangan ±28oC selama 1 bulan waktu penyimpanan
Daya tahan lulur pada suhu ruang ±28oC selama 1 bulan, menunjukkan bahwa produk lulur perlakuan A1, A2, dan B1 memiliki persentase daya tahan paling tinggi yaitu sebesar 8,33%, sedangkan K1 dan K3 memiliki persentase terendah yaitu 0% dimana semua produk lulur dengan perlauan K1 dan K3 tidak mampu bertahan lebih dari 6 hari. Kontaminasi pada kontrol perlakuan ditandai dengan terjadinya perubahan warna pada produk lulur menjadi kecoklatan serta perubahan aroma khas yogurt menjadi busuk dan pada beberapa produk tampak berlendir.
Hutabarat dkk. (2015) menyatakan bakteriosin yang dihasilkan oleh BAL dalam yogurt mampu menghambat pertumbuhan bakteri lain bakteriosin tersebut diproduksi secara maksimal oleh BAL pada waktu akhir dari fase pertumbuhan dan menuju fase awal stasioner. Fase pertumbuhan BAL terhitung dalam waktu 4-10 jam masa inkubasi, sehingga dalam waktu inkubasi 15 jam bakteriosin telah terbentuk
menyebabkan BAL dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain setelah masa inkubasi. Hal tersebut menyebabkan produk lulur bisa bertahan selama 6 hari meskipun dalam suhu ruangan ±28oC. Bila dibandingkan dengan hasil produk lulur berpengawet kimia (paraben) yang dijual dipasaran produk lulur dengan perlakuan A1, A2, dan B1 memiliki daya tahan cukup baik meskipun tanpa penambahan bahan pengawet.
Identifikasi mikroba pencemar lulur
Identifikasi bakteri kontaminan didapatkan bakteri dari Genus Bacillus dan Streptobacillus, jamur kontaminan dari Genus Aspergillus, Trikoderma, dan Rhizopus. Produk lulur mudah terkontaminasi oleh bakteri dan jamur disebabkan karena seluruh bahan yang digunakan merupakan bahan organik dan tidak ditambahkan dengan pengawet berbahan kimia.
Apriliani dan Aniriani (2017) melaporkan hasil identifikasi scrub berbahan dasar kapur sirih C. ablicans, S. aureus, P. aeruginosa, E. coli, dan Salmonella, hal tersebut disebabkan scrub ditambahkan pengawet kimia paraben. Raini dkk. (2004) melaporkan ditemukan jamur cemaran Aspergillus sp. dan Penicilium sp. hal tersebut dieperkiran berasal dari bahan baku yang dipergunakan, serta cara penyimpanan produk yang kurang baik sehingga menyebabkan produk mengalami kontaminasi oleh jamur-jamur tersebut. Penelitian Baraq dkk. (2010) menyebutkan bahwa pada produk bedak yang diidentifikasi positif terkontaminasi Sterptococcus sp., Staphylococcus sp., C. albicans, hal tersebut disebabkan karena bahan baku serta proses produksi dan lingkungan pendistribusian.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Formula penambahan starter 25:25, 30:20, dan 20:30 tidak mengahasilkan perbedaan karakteristik produk yogurt. Formula lulur terbaik ditunjukkan pada perlakuan K2 (10:16) dengan nilai rata-rata teritinggi pada parameter warna 3,38 (sangat suka), dan parameter tekstur 3,08 (sangat suka), meskipun pada parameter aroma hanya memperoleh nilai sebesar 2,79 (suka). Daya tahan lulur pada suhu penyimpanan ±28oC selama 1 bulan tertinggi pada perlakuan A1, A2, dan B1 dengan
persentase 83,3%, sedangkan daya tahan terendah pada perlakuan K1 dan K3 dengan persentase sebesar 0%. Mikroba pencemar yang diidentifikasi yaitu bakteri dari Genus Bacillus dan Streptobacil, sedangkan jamur dari Genus Aspergillus, Rhizopus, dan Trikoderma.
Saran
Diharapkan dilakukan penelitian lanjutan untuk daya tahan lulur pada suhu rendah <28oC, dan tinggi >28oC. Diperlukan adanya penambahan kultur BAL jenis lain dan beberapa bahan untuk meningkatkan kualitas rasa, aroma, dan tekstur dari yogurt.
KEPUSTAKAAN
Andriani, M. dan L. U. Khasanah 2005. “Kajian Karakteristik Fisiko Kimia dan Sensori Yoghurt Dengan Penambahan Ekstrak Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)”. Skripsi. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Apriliani, N. F. dan G. W. Aniriani. 2017. Analisis Uji Mikrobiologi Dan Logam Berat pada Scrub Berbahan Dasar Kapur Sirih. Jurnal Ilmiah Sains 17(2):126-130.
Arbarini, A., Maspiyah. 2015. Pengaruh Penambahan Ekstrak Rimpang Kencur Pada Tepung Beras Terhadap Sifat
ΓΛΓ> Λ I Oirectoryof OPEN ACCESS LJ∖JrΛU JOURNALS
Fisik Kosmetik Lulur Tradisional. . E-journal Edisi Yudisium periode Juni 2015 Universitas Negeri Surabaya 4(2):9-15.
Askar, S. dan Sugiarto. 2005. Uji Kimiawi dan Oganoleptik Sebagai Uji Mutu Yoghurt. Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 108-113.
Baraq, K., T. Winata, E. Yuniawati. 2010. Kontaminasi Mikroorganisme pada Bedak Padat yang Sudah Digunakan. Traditional Medicine Journal 3(1):43-48
Darbre, P. D. dan P. W. Harvey. 2008. Paraben Esters: Review of Recent Stiudies Of Endocrine, Toxicity, Absorption, Esterase and Human Exposure, and Discussion of Potential Human Health Risks. Journal of Applied Toxicology 28: 561-578.
Handa, O., S. Kokura, S. Adachi, T. Takagi, Y. Naito, T. Tanigawa, N. Yoshida, T. Yoshikawa. 2006. Methylparaben Potentiates UV-induced Damage of Skin Keratinocytes. Journal of Toxicology 1(2):62-72.
Hutabarat, V. L., S. Wulandari, I. Sayuti. 2015. “Potensi Bakteriosin dari Bakteri Asam Laktat Yogurt Sebagai Antibakteri Diuji Terhadap Shigella dysentriae dan Salmonella thypi”. Skripsi. Universitas Riau Sumatera.
Immaneulla, A. S., M. N. Damayanti, J. Cahyadi. 2014. “Perancangan Desain Komunikasi Visual Lulur Tradisional Bali Sekar Jagat”.Skripsi. Universitas Kristen Petra Surabaya.
Marliyati, N. dan S. Dwiyanti. 2013. Pengaruh Sumber AHA Berbahan Dasar Alami dan Persentase Terhadap Hasil Kosmetik Lulur. E-journal Edisi Yudisium periode Mei 2013 Universitas Negeri Surabaya 2(2):9-15.
Okamoto, Y., T. Hayashi, S. Matsunami, K. Ueda, N. Kojima. 2008. Combined Activation of Methyl Parabenby Light Irradiation and EsteraseMetabolism Toward Oxidative DNA Damage. Journal Chemical Resistant Toxicology 21(8):4-14.
Pramono, J. 2013. Startegi Pegembangan Health And Wellness Di Bali. Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis, dan Kewirausahaan 7(1):66-74.
Rahman, D. R., S. Djajasoepana, D. S. Kamara, I. Idar, R. Sutrisna, A. Safari, O. Suprijana, S. Ishmayana. 2015. Kualitas Yoghurt yang Dibuat dengan Kultur Dua (Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus) dan Tiga Bakteri (Lactobacillus
bulgaricus, Streptococcus thermophilus dan
Lactobacillus acidophilus). Chimica et Natura Acta 3(2):76-79.
Raini, M., R. S. Handayani, A. Isnawati. 2004. Gambaran Cemaran Jamur Pada Kosemtik Bedak Bayi dan Bayangan Mata. Media Litbang Kesehatan 14(4):1-6.
Rudi, F. Sulistyaningtyas, D. Ratnasari. 2017. Pembuatan Sediaan Masker Tepung Beras Organik dan KAyu MAnis (Cinnamomum burmannii Nees ex BI) Untuk Mengobati Kulit Pada Wajah Berjerawat. Journal of Holistic and Health Sciences 1(1):40-49.
Sirait, C. H. 1984. Proses Pengolahan Susu menjadi Yoghurt. Jurnal Wartazoa 1(4):5-8.
Siregar, M. N. H., L. E. Radiati, D. Rosyidi. 2013. “The Effect Of Different Cencentration Of Culture And Incubation Time At Room Temperature On pH, Viscosity, Acidity Content And Total Plate Count (TPC) Set Yoghurt”. Skripsi. Universitas Brawijaya Malang.
Surajudin. 2005. Yoghurt, Susu Fermentasi yang Menyehatkan. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Umaroh, A., S. Sulandjari. 2015. Pengaruh Perbandingan Ekstrak Kulit Buah Kakao dan Kulit Buah Jeruk Nipis Terhadap Sifat Organoleptik Lulur Bekatul. E-journal
Edisi Yudisium periode Juni 2015 Universitas Negeri Surabaya 4(2):1-8.
Yunita, D., S. Rohaya, N. E. Husna, I. Maulina. 2011. Pembuatan Niyoghurt dengan Perbedaan Perbandingan Sterptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus Serta Perubahan Mutu Selama Penyimpanan. Jurnal Teknologi Pertanian 12(2):83-90.
Zakaria, Y. 2008. Sifat Kimia, Mikrobiologi dan Organoleptik Yogurt yang Menggunakan Persentase Lactobacillus casei dan Kadar Gula yang Berbeda. Jurnal Agripet 8(1):21-24.
55
Discussion and feedback