HUMANIS


Journal of Arts and Humanities


p-ISSN: 2528-5076, e-ISSN: 2302-920X

Terakreditasi Sinta-3, SK No: 105/E/KPT/2022

Vol 27.2. Mei 2023: 227-235

Nilai dan Makna Pelaksanaan Tradisi Ngerebeg dalam Pembentukan Karakter Generasi Milenial di Desa Tegalalang, Gianyar

The Value and Meaning of the Implementation of the Ngerebeg Tradition in Millennial Generation Character Formation in Tegalalang Village, Gianyar

Anak Agung Inten Asmariati

Universitas Udayana , Denpasar, Bali, Indonesia Email korespondensi: [email protected]

Info Artikel

Masuk: 5 April 2023

Revisi: 9 Mei 2023

Diterima: 20 Mei 2023

Terbit: 31 Mei 2023


Keywords:

Ngerebeg tradition; historical; character values; meaning of the Ngerebeg tradition;

Tradition history


Kata kunci:

Tradisi Ngerebeg; nilai karakter; makna tradisi Ngerebeg; Sejarah tradisional

Corresponding Author:

Anak Agung Inten Asmariati email:

[email protected]

DOI:

https://doi.org/10.24843/JH.202

3.v27.i02.p11


Abstract

This study aims to find out What are the character values of the Ngerebeg tradition which can be used as a source of history learning, as well as the meaning of carrying out the Ngerebeg tradition for the Tegalalang Pekraman village community. In this study, data were collected using quantitative methods with the following stages, Determining the research location, determining informants, then data collection methods (observation, interviews, study of documents), then data validity techniques (data triangulation), and finally data processing techniques from data processing is poured into historiography. The results of the study show that, (1) the tradition of Ngerebeg can be used as one of the contents of traditional historical sources called local wisdom for the younger generation or millennial generation including: religious, responsible, disciplined, hard work, creative, nationalist, and social and environmental care. (2) the meaning of the Ngerebeg tradition is believed to be an attempt to neutralize negative traits in humans (sad ripu) ahead of piodalan at Duur Bingin Temple. Sad ripu means six enemies. Ethically, in the management of Hindu religious education, the six enemies must be avoided, shunned, and destroyed.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: Apa nilai karakter dari tradisi Ngerebeg yang bisa dijadikan sebagai salah satu sumber pembelajaran sejarah tradisional, serta makna pelaksanaan tradisi Ngerebeg bagi masyarakat desa Pekraman Tegalalang. Dalam penelitian ini, data dikumpulkan dengan menggunakan metode kuantitatif dengan tahap-tahap: Penentuan lokasi penelitian, Penentuan informan, berikutnya metode pengumpulan data (observasi, wawancara, studi dokumen), selanjutnya teknik validitas data (triangulasi data), dan yang terakhir teknik pengolahan data dari pengolahan data dituangkan ke dalam historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, (1) Tradisi Ngerebeg bisa dijadikan salah satu muatan sumber sejarah tradisional yang disebut local wisdom bagi generasi muda atau generasi mileneal diantaranya: religious, bertanggungjawab, disiplin, kerja keras, kreatif, nasionalis, serta peduli social dan lingkungan. (2) makna tradisi Ngerebeg diyakini sebagai upaya untuk menetralisir sifat negative dalam diri manusia (sad ripu) menjelang piodalan di Pura Duur Bingin. Sad ripu artinya enam musuh. Secara etika bahwa dalam pengelolaan pendidikan agama Hindu bahwa enam musuh tersebut harus dihindari, dijauhi, dan dimusnahkan.

PENDAHULUAN

Tradisi merupakan perwujudan dari budaya bangsa, sedangkan budaya merupakan hasil pemikiran, perenungan, dan kecerdasan masyarakat di masa lampau yang mengandung makna, fungsi, kearifan lokal, norma dan nilai positif yang dapat diterapkan dalam menjalani kehidupan, baik dikehidupan masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang. Tradisi sebagai warisan budaya dan bagian dari masa lalu berarti dengan menggali tradisi masa lalu, mengidentifikasikan kehidupan masa lalu, dan memilah-milah nilai tradisi untuk diambil hal-hal yang bernilai positif dari tradisi tersebut dan mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari baik bagi generasi tua maupun milenial.

Salah satu asset kekayaan budaya yang ada di Bali yaitu ritual tradisi Ngerebeg yang dilaksanakan oleh masyarakat Tegalalang secara turun temurun. Kegiatan ritual yang dilakukan dalam tradisi Ngerebeg Bali berguna dan dipercaya untuk menetralisasi segala pengaruh negative yang ada di lingkungan Desa Pekraman Tegalalang. Wujud ritual ini, para pengayah mulai dari anak-anak hingga dewasa, dihias seluruh tubuhnya agar terlihat seram

Tradisi Ngerebeg dilaksanakan sehari menjelang karya piodalan di Pura Duur Bingin setiap 210 hari sekali. Ritual ini juga selalu dilaksanakan pada saat rahina pegat uwakan pada budo kliwon Pahang. Saat digelarnya prosesi Ngerebeg, seluruh karma dari 7 banjar adat di desa Pekraman Tegalalang, ikut terlibat. Diantaranya, Banjar Pejeng Aji, Banjar Tegalalang, Banjar tegal, banjar Tengah, banjar Penusuan, dan Banjar Tri Wangsa.

Melalui wawancara dengan Bendesa Tegalalang, Bapak Made Sukrawan, dijelaskan bahwa tradisi Ngerebeg didahului dengan pecaruan di Pura Duur Bingin. Setelah pecaruan, dilanjutkan

menghaturkan paica alit, yakni krama Ngerebeg nunas ajengan (mohon makanan) berupa nasi berisi lawar yang langsung dinikmati bersama di halaman Pura Duur Bingin. Setelah dilaksanakan upacara pecaruan dan peserta Ngerebeg nunas paica alit, kemudian dilanjutkan dengan paice ageng yaitu megibung. Kemudian dilanjutkan dengan peserta Ngerebeg mengelilingi desa dengan melewati setiap pura dan setra yang ada di desa Tegalalang yang kemudian pelaksanaan ratusan peserta Ngerebeg kembali ke areal pura Duur Bingin.

Tradisi turun temurun ini dilaksanakan sebagai upaya masyarakat untuk memohon keselamatan. Selain anak-anak yang dihiasi dengan warna-warni, ritual juga dilakukan dengan persembahyangan hingga nunas pica (nasi dan lawar) yang dilakukan dengan cara megibung.

Seiring berkembangnya teknologi, pengaruh media sehingga mengarah pada generasi muda mulai enggan untuk meneruskan kegiatan tradisi Ngerebeg juga terjadinya degrasi dari karakter generasi muda terutama yang berkaitan dengan norma dan etika. Secara kenyataan yang dilihat berkembangnya teknologi dan begitu pula adanya media sosial seperti, Instagram, facebook hal tersebut justru dimanfaatkan oleh generasi muda untuk memperkenalkan tradisi Ngerebeg melalui media sosial.

Dari deskripsi di atas ada hal menarik yang perlu di kaji pada pelaksanaan tradisi Ngerebeg yang diadakan oleh masyarakat desa Pekraman Tegalalang secara turun temurun yaitu “apa nilai karakter dan makna dibalik pelaksanaan tradisi Ngerebeg yang diadakan oleh masyarakat desa Pekraman Tegalalang”.

METODE DAN TEORI

Dalam penelitian ilmu sejarah digunakanlah metode sejarah yang

diawali dari penentuan topik kemudian diikuti dengan, (1) Heuristik, yaitu melakukan observasi ke lapangan dilakukan di bulan Januari 2023 (2) Verivikasi data disebut pula kritik sumber, dimana peneliti mencari sumber yaitu sumber primer yang diperoleh melalui wawancara dengan narasumber yang memahami tentang tradisi Ngerebeg dan salah satu narasumbernya yaitu bendesa adat desa Tegalalang bapak I Made Kumarajaya, serta Jero Mangku Pura Duur Bingin. Sumber berikutnya menggunakan sumber sekunder yang diperoleh melalui kajian pustaka yang relevan dengan topik penelitian. (3) Interpretasi, tahap ini dilakukan analisis dari sumber-sumber yang telah diperoleh (4) Historiografi., sebagai langkah terakhir dari metode sejarah yaitu penulisan sejarah. Penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif. Menggunakan teori sejarah khususnya historical eksplanation dengan pendekatan metodologi yaitu sejarah mentalitas. Mentalitas adalah bidang kajian sejarah yang bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisa cara-cara manusia dari periode tertentu berpikir, berinteraksi, dan mengklasifikasikan dunia di sekitar mereka. Dalam membangun metodologi ini, mereka berusaha membatasi analisis mereka ke lingkup wilayah dan waktu tertentu. Pada penelitian ini mengkaji tentang nilai dan makna tradisi Ngerebeg dalam membentuk karakter generasi milenial. Maka melalui pendekatan metodologi mentalitas serta teori sejarah khususnya historical eksplanation akan menjawab bagaimana nilai-nilai dan makna yang terkandung dalam pelaksanaan tradisi Ngerebeg sebagai landasan secara tradisi dalam membentuk karakter generasi milenial yang cenderung gaya berpikirnya sudah modern. Tradisi sebagai warisan leluhur akan dilupakan. Maka melalui pelaksanaan tradisi

Ngerebeg ini, turut membantu cara berpikir generasi milenial di era globalisasi dengan tidak melupakan adat dan budayanya.

Kajian Pustaka merupakan kumpulan keterangan penunjang yang diperoleh dari beberapa Pustaka yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam penelitian ini, kajian Pustaka digunakan untuk melihat sejauh mana tingkat pengetahuan penulis dalam menguasai topik yang diteliti. Penulis menggunakan tiga artikel sebagai berikut: 1) Noviyanti dengan judul “Upacara Ngerebeg di Desa Sangkiding Kecamatan banjarangkan kabupaten klungkung 2009”, 2) Adi Gunarta dengan judul ‘Transformasi Makna Ngerebeg dalam Bentuk Karya tari 2020”.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sejarah tradisi Ngerebeg desa Pekraman Tegalalang

Pelaksanaan tradisi Ngerebeg sudah diterima secara turun temurun oleh masyarakat desa Pekraman Tegalalang. Pelaksanaan tradisi Ngerebeg sampai sekarang masih tetap dipertahankan.

Tradisi Ngerebeg yang diperkirakan telah ada sejak abad ke-13 sesuai dengan kedatangan Tjokorda ketut Segara ke desa Tegalalang, maka tradisi ini tidak berani dihalangi atau pun di hapus oleh masyarakat setempat, justru berdasarkan hal tersebut selanjutnya tradisi ini malah dipertahankan dan dilestarikan oleh masyarakat setempat sehingga seluruh masyarakat desa pejraman Tegallalang ikut serta dalam tradisi Ngerebeg, tidak Cuma anak-anak tetapi juga orang dewasa ikut dalam keberlangsungan proses jalannya tradisi Ngerebeg dari awal mulai hingga selesai.

Melalui wawancara dengan mantan bendesa Tegalalang yaitu bapak Dewa Gede Sarjana, adapun factor-faktor yang mempengaruhi masyarakat desa

Pekraman Tegalalang masih tetap mempertahankan tradisi Ngerebeg dan juga nilai-nilai yang terkandung dalam pelaksanaan Ngerebeg adalah:

  • a.    Keyakinan atau kepercayaan.

Sistem keyakinan dalam suatu religi terwujud dalam gagasan dan pikiran manusia yang menyangkut keyakinan dan konsepsi alam gaib, tentang terjadinya alam, dunia dan tentang akhirat, tentang wujud dan ciri-ciri kekuatan sakti, roh nenek moyang, roh alam, dewa-dewa, hantu, roh jahat dan tuhan. Wujud pikiran tersebut terkandung dalam kesusastraan suci yang ada dalam masyarakat dan biasanya berupa ajaran, dongeng serta mitologi yang menuturkan kehidupan dunia gaib.

  • b.    Pelestarian budaya.

Tradisi Ngerebeg merupakan suatu seni sacral yang termasuk bagian dari kebudayaan lokal khususnya bagi masyarakat Tegallalang yang harus dilestarikan.Tradisi sebagai warisan budaya yang semestinya dijaga dan dirawat oleh generasi penerus. Hal ini disadari para generasi muda desa pekraman Tegalalang, maka dari itu kegiatan Ngerebeg dilaksanakan secara sukacita oleh kaum laki-laki dari anak-anak hingga dewasa.

  • c.    Psikologis.

Yaitu keyakinan pandangan manusia tentang alam sekitar, manusia dan Tuhan. Begitu juga yang mempengaruhi keberadaan tradisi Ngerebeg di desa Pekraman Tegalalang, masyarakat percaya jika tradisi ini tidak dilangsungkan atau di jalankan maka masyarakat setempat percaya akan terjadi suatu bencana yang menimpa desanya. Wilayah bangunan pura yang dekat dengan pohon beringin dan wilayah tersebut banyak ditempati oleh wong samar. Hal ini dipertegas dari adanya

wawancara dengan Jero Mangku Pura Duur Bingin yaitu diceritakan bahwa menjelang berakhirnya perayaan hari Galungan dan Kuningan yang disebut pegattuakan merupakan masa di mana wong samar sering berkeliaran bermain-main dengan anak-anak sekitarnya. Bahkan pernah terjadi anak yang hilang, kemudian dilakukan pencarian anak tersebut ditemukan di dekat kawasan pohon beringin. Dari cerita anak tersebut dia di ajak bermain oleh banyak anak-anak seusianya, hingga anak tersebut tidak merasa bahwa hari sudah malam. Maka bagi masyarakat desa Pekraman Tegalalang merupakan perasaan yang kuat bahwa dalam pelaksanaan tradisi Ngerebeg akan memberi keselamatan dan terhindar dari bencana.

  • d.    Nilai Pendidikan

Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Pendidikan berlangsung seumur hidup, dan dilaksanakan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan juga lingkungan masyarakat.

Tradisi Ngerebeg sebagai salah satu warisan yang mesti dilestarikan karena dalam pelaksanaan Ngerebeg ada muatan filosofi yang di terima generasi milenial yaitu, kearifan lokal budaya yang di dalamnya memuat, kebersamaan, kerja keras, disiplin, kreativitas dan religious. Kebersamaan dapat dilihat sebelum pelaksanaan Ngerebeg anak-anak serta para pemuda berkumpul di Pura melakukan persembahyangan dilanjutkan megibung dengan makan bersama-sama paica dari Pura. Setelah itu, baru tradisi Ngerebeg dilaksanakan dengan mengitari desa dan anak-anak serta para pemuda lengkap dengan hiasan di wajah dan sekujur tubuhnya. Kerja keras, bisa dilihat pada saat peserta Ngerebeg berjalan mengitari desa, peserta tidak merasa lelah. Dengan keyakinan yang dimiliki tradisi yang dilaksanakan akan

menetralisir lingkungan tempat mereka tinggal. Kedisiplinan juga terlihat saat pelaksanaan Ngerebeg dari persiapan dilanjutkan persembahyangan bersama peserta Ngerebeg diajarkan untuk disiplin. Bila waktu yang ditentukan tidak dilaksanakan maka mereka akan tertinggal, disinilah dilihat anak-anak diajarkan untuk disiplin. Kreativitas ditunjukkan saat peserta Ngerebeg mesti menghias wajah dan tubuh mereka serta atribut yang mesti mereka kenakan. Beragam hiasan yang bisa dilihat dan didominasi oleh warna hitam dan merah (sebagai pelambangan kejahatan), selain itu ada juga warna putih (sebagai pelambangan kesucian, kebaikan). Religius, peserta Ngerebeg dari anak-anak hingga remaja maupun dewasa keikutsertaan mereka bukan merupakan suatu paksaan. Kegiatan ini sudah ditunggu-tunggu, terbukti dari anak-anak yang masih batita juga ikut di dalam kegiatan Ngerebeg.

Sudah menjadi kegiatan rutin para pemuda di desa Pekraman Tegalalang, setiap banjar bergilir menghaturkan ayahan saat akan menghias pura. Para pemuda mereka akan bergilir untuk menghias pura agar terlihat bersih, rapi dan indah. Terlihat hiasan penjor di depan pura dan juntaian janur di setiap bangunan suci yang ada di dalam pura. Begitu pula haturan dikenal dengan sebutan gebogan akan berjejer di pinggir bangunan piyasan pura. Gebogan ini merupakan persembahan dari masing-masing keluarga yang dikerjakan oleh para ibu-ibu. Secara bergilir mereka menghaturkan selama kegiatan upacara keagaman berlangsung. Ngerebeg dilaksanakan pada Buda Kliwon Wuku Pahang, keesokan harinya dimulai rangkaian upacara piodalan di pura Duur Bingin. Bisa juga dikatakan jika Ngerebeg sebagai rangkaian dari piodalan di pura Duur Bingin pada Wraspati Umanis Wuku Phang. Piodalan

di Pura Duur Bingin nyejer selama 4 hari, dan selama 4 hari tersebut para pengayah laki-laki akan bergilir mekemit di pura.

Gambar 1. Hiasan anak-anak dan remaja peserta Ngerebeg

Sumber: Dokumentasi A.A Gde Oka, 2018.

Tampak pada gambar 1 hiasan anak-anak dan remaja peserta Ngerebeg. Dengan mengambil dominasi warna hitam dan merah serta ada juga mengambil cat wajah warna putih, serta membawa penjor kecil dari batang daun jaka dan dihias dengan janur, hiasan di wajah serta penjor yang dibawa oleh peserta Ngerebeg bertujuan,agar para wong samar tidak melihat wujud asli dari peserta Ngerebeg sehingga para wong samar tidak akan mengganggu para peserta Ngerebeg juga tidak menganggu wilayah desa Pekraman melalui bencana seperti penyakit, sering terjadi keributan di wilayah Tegalalang dan lainnya.

Makna dalam pelaksanaan Tradisi Ngerebeg bagi Pembentukan Karakter.

Pembelajaran berbasis budaya merupakan strategi penciptaan lingkungan belajar dan perancangan pengalaman belajar yang mengintegrasikan budaya sebagai bagian dari proses pembelajaran. Dalam pembelajaran berbasis budaya, budaya menjadi sebuah metode bagi siswa untuk mentrasformasikan hasil observasi mereka ke dalam bentuk-bentuk dan prinsip-prinsip yang kreatif tentang alam dan lingkungan sosial sehingga anak-

anak bukan sekedar meniru atau menerima saja informasi, tetapi berperan sebagai penciptaan makna, pemahaman dan arti dari informasi yang diperolehnya.

Kearifan lokal merupakan salah satu budaya yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar sejarah. nilai-nilai kearifan lokal dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak dan kepribadian anak-anak yang berkarakter. Jadi selain sebagai sumber belajar sejarah, kearifan lokal juga dapat dijadikan sebagai sumber pendidikan karakter, sesuai dengan nilai-nilai karakter yang ada di dalam kearifan lokal tersebut. Pengimplementasian pendidikan karakter yang terintegrasi dalam setiap kegiatan tradisi Ngerebeg menjadi tanggung jawab dalam kehidupan anak-anak sehari-hari, tanpa terkecuali juga bagi keluarga. Pada keilmuan Sejarah juga memiliki peran dalam mengimplementasikan pendidikan karakter kepada para generasi bangsa. Pendidik memegang peranan strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Di tengah-tengah masyarakat mengalami “disorientasi”, salah satu wahana untuk menemukan identitas diri sekaligus memposisikan diri dalam kehidupan adalah sejarah. Maksudnya dalam sejarah manusia potensial untuk menemukan sesuatu yang dapat menjadi referensi dalam menghadapi realitas serta membantu memberikan perspektif ke masa depan. Sudah barang tentu sejarah yang dimaksud bukan hanya sejarah yang dianggap sebagai untaian peristiwa dan atau onggokan kronik yang tidak bermakna. Sejarah merupakan suatu proses dialektika yang terus mengalir hingga kini menuju masa depan. Sebuah keilmuan dalam proses becoming. Kebijakan dari pemerintah tentang pendidikan karakter yang salah satu

implementasinya adalah dengan pengintegrasian nilai-nilai karakter dalam pembelajaran di kelas. Penerapan nilai-nilai pendidikan karakter memiliki arti strategis dalam pembentukan watak dan peradaban bangsa yang bermartabat serta dalam pembentukan manusia Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Salah satu kearifan budaya lokal yang memiliki nilai-nilai karakter dan dapat di implementasikan adalah Tradisi Ngerebeg.

Menurut kuntowijoyo, teori sejarah khususnya historical eksplanation adalah usaha membuat satu unit sejarah intelligible (dimengerti secara cerdas). Teori eksplanasi yaitu proses mengapa dan bagaimana suatu peristiwa terjadi, baik peristiwa alam, ilmu pengetahuan, sosial, ekonomi, budaya. Sebuah peristiwa baik peristiwa alam maupun sosial yang terjadi disekitar selalu memiliki hubungan sebab akibat serta proses (Nursaidah,2020:44-45) . Proses pelaksanaan Ngerebeg yang setiap 6 bulan sekali dirayakan maka ada hal ini nampak pada masyarakat Pekraman Tegalalang terutama para generasi mudanya adanya nilai-nilai karakter dalam tradisi Ngerebeg di Desa Pakraman Tegallalang yang dapat dilihat ke dalam kehidupan sehari-hari mereka yaitu: (1). Religious, diantaranya pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan atau ajaran agamanya. Sebagimana yang di ketahui, piodalan merupakan suatu upacara untuk melakukan wujud bakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, begitu pula tradisi gerebeg memiliki nilai religius dalam pelaksanaannya dan merupakan bagian utama dari nilai pendidikan karakter. (2). Bertanggung jawab, Nilai ini menekankan pada sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri

sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa, bersungguh-sungguh dan terus menerus dalam bekerja meskipun mengalami kesulitan, hambatan dan rintangan. Pelaksanaan tradisi Ngerebeg yang ada di desa Pakraman Tegallalang sudah mencerminkan adanya rasa tanggung jawab dari seluruh peserta dan masyarakatnya. Ini terlihat dari pelaksanaan tradisi Ngerebeg, dimana sebelumnya harus di persiapkan sesajen berupa upakara yang akan di gunakan pada saat berlangsungnya tradisi. Selanjutnya juga dipersiapkan paica alit dan paica gede yang juga berupa sesajan dan berisi makanan, yang di persiapkan oleh krama banjar adat. (3). Disiplin, nilai pendidikan karakter ini menekankan pada tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan yang ada dalam kehidupan bernegara. Dalam sebuah ritual dan upacara terdapat suatu aturan-aturan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh setiap orang yang melaksanakannya. Dalam pelaksanaan tradisi Ngerebeg yang ada di Desa Pakraman Tegallalang terdapat aturan-aturan yang harus di turuti dan tidak boleh dilanggar oleh masyarakat dan peserta dari tradisi Ngerebeg, adapun aturan yang harus di ikuti oleh para peserta Ngerebeg adalah dengan merias wajah mereka dengan sedemikian rupa, sehingga tidak Nampak oleh wong samar (4). Kreatif, yaitu selalu ingin mencoba dan membuat yang baru dengan ide-ide dan gagasan. Bali memiliki nilai-nilai budaya yang memiliki dan mampu menumbuhkan kreativitas. Salah satunya terlihat dalam pelaksanaan tradisi Ngerebeg. dalam tradisi ini peserta ditunjuk untuk merias wajahnya sedemikian rupa yang berkaitan dengan sifat negatif. Dari hal ini muncul ide-ide kreatif dari para peserta tradisi yang

kebanyakan merupakan anak-anak dan remaja. (5). Peduli Sosial dan Lingkungan, hal ini bisa dilihat pada sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi dan selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. Dalam tradisi Ngerebeg nilai peduli sosial dan lingkungan dapat dilihat dari filosofi pelaksanaan tradisi Ngerebeg yaitu untuk membersihkan bhuana agung yaitu alam semesta beserta isinya yang terdiri dari lingkungan sekitar dan membersihkan bhuana alit yaitu dalam diri manusia. Jadi terlihat bahwa para leluhur terdahulu lebih perduli pada lingkungan alam, hal ini perlu di terapkan kepada generasi muda, sehingga mereka memiliki rasa peduli terhadap sesama dan alam (Wawancara dengan Bapak Made Kumarajaya Bendesa Adat Tegalalang). Kelima nilai-nilai yang terkandung dalam pelaksanaan tradisi Ngerebeg menunjukkan budaya-budaya lokal yang dibangun oleh para leluhur sudah tertuang adanya pendidikan karakter.

SIMPULAN

Tradisi Ngerebeg yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Pakraman Tegallalang berpedoman tradisi yang sudah diterima secara turun temurun oleh masyarakat Desa Pakraman Tegallalang. Tradisi ini sampai sekarang masih dipertahan dan dilaksanakan karena adanya kepercayaan dari para masyarakat setempat jika tidak dilaksanakan akan terjadi suatu bencana yang melanda desa. Selain itu, ada factor lain yang turut mempengaruhi keberlangsungan tradisi Ngerebeg yaitu, pelestarian budaya, psikologis,religious magis, pendidikan dan ekonomi. Adapun cara pelestarian dari tradisi Ngerebeg yaitu melalui proses sosialisasi, baik sosialisasi di dalam

keluarga maupun masyarakat, keyakinan ini yang dipegang teguh oleh para generasi muda. Rasa cinta pada budaya dan warisan yang diterima dari turun temurun sebagai salah satu bentuk pelestarian budaya. Melalui kegiatan Ngerebeg banyak hal yang bisa dipelajari oleh generasi milenial terutama dalam proses pembentukan karakter.Begitu pula nilai-nilai religious yang penting ditanamkan pada generasi muda diantara, rasa tanggung jawab, pada pikiran, perkataan perbuatan dan rasa tanggung jawab pada alam lingkungannya di ajaran agama Hindhu kita kenal dengan Tri kaya Parisudha.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada: (1). Masyarakat Desa Pekraman Tegalalang Gianyar. (2) Para Narasumber dan Pemangku Pura Duur Bingin.

DAFTAR PUSTAKA

Atatrohaedi. 1986. Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius). Jakarta: Pustaka Jaya.

Burke, Peter. 2011. Sejarah dan Teori Sosial. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Covvarrubias, Miquel. 1976. Island of Bali. Oxford University Press.

Daliman, 2012. Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta:   Penerbit

Ombak.

Hartoko, Dick. 1983. Manusia dan Seni. Yogyakarta: Kanisius.

Jenks,     Chris.     1993.     Culture

(Kebudayaan). Terjemahan oleh Penerbit Bina Media Perintis, 2008. Medan: Bina Media Perintis.

Kartodirdjo, Sartono. 1970. Kebudayaan Indonesia. Yogyakarta. Yayasan Obor.

Kuntowijoyo, 2005. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta:   Benteng

Pustaka.

Kuntowijoyo, 2003. Metodelogi Sejarah. Edisi Ke-dua. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Adi Guarta, I Wayan. 2020. “Transformasi Makna Ngerebeg Dalam Bentuk Karya Tari”. Jurnal Seni pertunjukan Vol.6 No.2. Denpasar:Universitas         Seni

Indonesia, pp.116-126.

Noviyanti.2009. “Upacara Ngerebeg di Desa Sengkiding Kecamatan banjaranagkan         Kabupaten

Klungkung”. Jurnal Widyanatya Vol.4 No.1 Denpasar. Pp.10-14.

Sidemen, Ida Bagus.  1991.  “Lima

Masalah Pokok  dalam  Teori

Sejarah”. Majalah Widya Pustaka No.2. Denpasar:  fakultas  Ilmu

Budaya Universitas Udayana.

DAFTAR INFORMAN

NO

NAMA

UMUR

PEKERJAAN

ALAMAT

1

A.A Gede Putra

21 Tahun

Mahasiswa

Br, Tegalalang, Tegalalang Gianyar

2

A.A Gde Mayun

25 Tahun

Karyawan Swasta

Br. Tegalalang, Tegalalang Gianyar

3

Kadek natih

25 Tahun

Karyawan Swasta

Br. Tegalalang, Tegalalang Gianyar

4

Dewa Flores

25 Tahun

Karyawan LPD Tegalalang

Br. Triwangsa

Tegalalang Gianyar

5

Dewa Windhu

26 Tahun

Guru

Br. Triwangsa

Tegalalang Gianyar

6

I   Gusti   Ayu

Nareswari

55 Tahun

Ibu    Rumah

Tangga

Br. Triwangsa

Tegalalang, Gianyar

7

A.A Gde Oka

55 Tahun

Tour Guide

Br. Triwangsa

Tegalalang Gianyar

8

Jro Mangku Pura DuurBingin

65 Tahun

Pemangku Pura Duur Bingin

Br. Penusuan

Tegalalang, Gianyar

9

I         Made

Kumarajaya

65 Tahun

Bendesa

Tegalalang

Br. Tegalalang, Tegalalang, Gianyar

10

Made Jayanegara

70 Tahun

Pensiunan Guru

Br Triwangsa

Tegalalang Gianyar

11

Dewa     Gede

Sarjana

70 Tahun

Mantan Bendesa

Tegalalang

Br Triwangsa

Tegalalang Gianyar