HUMANIS


Journal of Arts and Humanities


p-ISSN: 2528-5076, e-ISSN: 2302-920X

Terakreditasi Sinta-3, SK No: 105/E/KPT/2022

Vol 27.2. Mei 2023: 124-135


Konstruksi Preposisi Pada dan Kepada dalam Ragam Bahasa Akademis: Kajian Sintaksis Berbasis Korpus

Construction of Pada and Kepada Preposition in Academic Variety Languange: A Corpus-Based on Syntax Study


Faradhiba Salsabila, Susi Yuliawati, Nani Darmayanti

Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa Barat, Indonesia Koresponding Email: [email protected] , [email protected] , [email protected]


Info Artikel

Masuk:1 Maret 2023

Revisi:15 April 2023

Diterima:22 Mei 2023

Terbit:31 Mei 2023

Keywords: preposition; structure; corpus; academic variety languange


Kata kunci: preposisi; struktur; korpus; ragam bahasa akademis

Corresponding Author:

Faradhiba Salsabila, email:

[email protected]. ac.id

DOI:

https://doi.org/10.24843/JH.20

23.v27.i02.p02


Abstract

Preposition pada and kepada have syntactic role similarities. This makes the prepositions pada and kepada can be substituted for each other in certain situations. The purpose of this study is to investigate the frequency, the pattern of colligation, and the syntactical roles of prepositions pada and kepada in academic variety languages. The theory used to analyze the data are from Alwi et al. (2003), Chaer (2015), Hoey (2005), Ramlan (1987), Saeed (2016), and Slager (2021). This research applies a mixed method research design. This study found that the frequency of the preposition pada appears 662 times, while the preposition kepada is 118 times. The preposition pada often followed by non-personal nominal phrase, while the preposition kepada often followed by personal nominal phrase. Prepositions pada and kepada have the same syntactic role of the goal and recipient.

Abstrak

Preposisi pada dan kepada memiliki persamaan sintaksis. Hal ini membuat preposisi pada dan kepada dapat saling menggantikan dalam situasi tertentu. Tujuan penelitian ini adalah untuk membahas frekuensi, pola koligasi, dan peran sintaksis preposisi pada dan kepada dalam ragam bahasa akademis. Teori yang digunakan adalah teori Alwi dkk. (2003), Chaer (2015), Hoey (2005), Ramlan (1987), Saeed (2016), dan Slager (2021). Metode penelitian ini adalah metode penelitian gabungan. Hasil penelitian menemukan frekuensi preposisi pada muncul 662 kali, sedangkan preposisi kepada muncul 118 kali. Preposisi pada paling sering diikuti frasa nominal nonpersona, sedangkan preposisi kepada paling sering diikuti frasa nominal persona. Preposisi pada dan kepada memiliki persamaan peran sintaksis sasaran dan penerima.


PENDAHULUAN

Penggunaan preposisi dapat membingungkan bagi orang yang baru mempelajarinya. Penghilangan preposisi

dan penggunaan preposisi yang tidak sesuai kaidah adalah kesalahan yang umum dilakukan. Kesalahan penggunaan preposisi dilakukan oleh pelajar

Indonesia dan pelajar BIPA, seperti preposisi pada dan kepada (Herniti, 2017; Johan & Simatupang, 2017; Mahliga dkk., 2021; Yahya dkk., 2018). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penggunaan preposisi cukup sukar dipahami oleh pelajar. Hal tersebut disebabkan adanya faktor yang perlu diperhatikan agar dapat menggunakan preposisi dengan tepat. Ramlan (2008) mengemukakan bahwa faktor tersebut adalah kata atau frasa yang berada di depan atau di belakang preposisi dan penggunaan preposisi sesuai dengan fungsi semantik preposisi.

Preposisi pada dan kepada menunjukkan fenomena kebahasaan yang penting untuk dikaji dalam bidang sintaksis. Preposisi pada terkadang dapat menggantikan kepada dan begitu pula sebaliknya. Hal tersebut disebabkan preposisi pada dan kepada memiliki persamaan pada peran sintaksis, yaitu menandai penerima, penderita, dan target yang dituju (Ramlan, 1987). Adanya persamaan tersebut dapat membuat orang yang baru mempelajari preposisi menjadi kebingungan untuk membedakan antara preposisi pada dengan preposisi kepada.

Penelitian preposisi dalam bahasa Indonesia sudah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Faris dkk. (2020) membahas preposisi dalam artikel opini di surat kabar Kompas. Khak & Sutini (2012) meneliti preposisi polifermis yang ada dalam bahasa Indonesia. Penelitian tersebut menjadikan surat kabar, majalah, dan novel sebagai sumber data. Nusarini (2017) membahas bentuk dan peran semantis preposisi bahasa Indonesia dalam surat kabar, novel, dan bahan ajar. Supriyati & Nurhasanah (2021) mendeskripsikan bentuk-bentuk preposisi dengan skripsi mahasiswa program studi teknik lingkungan Universitas Batanghari sebagai sumber data. Berdasarkan penelusuran tersebut, penelitian yang berfokus pada preposisi pada dan kepada belum banyak dilakukan, khususnya

penelitian yang membahas frekuensi dan pola koligasi preposisi dalam bahasa Indonesia. Untuk dapat menemukan pola penggunaan preposisi dengan tepat, penelitian mengenai preposisi dapat dibantu dengan korpus yang memiliki jumlah data yang besar. Selain itu, penggunaan korpus dalam penelitian preposisi bahasa Indonesia belum umum dilakukan. Oleh sebab itu, penelitian ini menggunakan korpus sehingga hasil penelitian menjadi lebih objektif.

Penelitian ini berfokus pada ragam bahasa akademis. Ramlan (2008) mengemukakan bahwa ragam bahasa ilmu adalah ragam bahasa yang menggunakan bahasa baku dan aturan baku. Hal tersebut menunjukkan bahwa ragam bahasa akademis menggunakan high variety language. Ferguson (1959) mengemukakan bahwa high variety language adalah ragam bahasa yang digunakan dalam situasi formal, seperti dalam bidang pendidikan, hukum, dan administrasi.

Berdasarkan pemaparan tersebut, fenomena penggunaan preposisi pada dan kepada penting untuk dibahas lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan frekuensi penggunaan preposisi pada dan kepada dalam ragam bahasa akademis. Tujuan penelitian berikutnya adalah mendeskripsikan pola koligasi dan peran sintaksis preposisi pada dan kepada dalam ragam bahasa akademis. Korpus ragam bahasa akademis dipilih karena menunjukkan penggunaan preposisi dalam high variety language. Dengan menggunakan korpus ragam bahasa akademis, penelitian ini diharapkan dapat menemukan penggunaan preposisi pada dan kepada dalam situasi formal.

METODE DAN TEORI

Korpus yang digunakan dalam penelitian ini berjenis specialized corpus. Specialized Corpus merupakan korpus yang terdiri atas teks yang khusus

membahas suatu hal. Korpus dibentuk dengan mengumpulkan 23 artikel berbahasa Indonesia yang diunduh dari situs jurnal Sinta 2 dengan bidang humaniora. Artikel tersebut dipilih karena dapat diproses oleh perangkat lunak korpus. Artikel yang digunakan dalam penelitian ini adalah artikel yang dipublikasi pada tahun 2022. Korpus tersebut terdiri atas 84.972 token dan 9.036 tipe. Korpus ini diberi nama Korpus Artikel Ilmiah Bahasa Indonesia (KAIBI).

Penelitian ini menggunakan metode gabungan (mixed methods). Mixed methods adalah metode penelitian yang menggabungkan metode kuantitatif dan metode kualitatif (Creswell, 2014). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan berbasis korpus atau corpusbased approach (CBA). Tognini-Bonelli (2001) berpendapat bahwa pendekatan berbasis korpus adalah metodologi yang menggunakan korpus untuk menguraikan, menguji, atau memberi contoh teori dan deskripsi yang sudah diformulasikan sebelum data korpus dibuat.

Tahap analisis dalam penelitian ini terbagi menjadi dua tahap, yaitu analisis data kuantitatif dan analisis data kualitatif. Pada tahap analisis data kuantitatif, peneliti menggunakan fitur Word di AntConc untuk mengetahui tingkat frekuensi penggunaan preposisi pada dan kepada yang ada di korpus Ragam Bahasa Akademis.

Pada tahap analisis data kualitatif, fitur KWIC (Keyword in Context) di AntConc digunakan untuk melihat konkordansi dari preposisi pada dan kepada. Dengan fitur KWIC di AntConc, peneliti mengetahui koligasi preposisi pada dan kepada. Teori peran sintaksis digunakan dalam tahap analisis data kualitatif. Data ditampilkan dengan metode penyajian informal.

Linguistik Korpus

Linguistik korpus adalah bidang linguistik yang menjadikan korpus sebagai sumber data. Jumlah data yang banyak dapat disediakan sehingga linguistik korpus memiliki potensi untuk mengecek variasi bahasa yang luas (Sinclair, 2003). Terdapat berbagai perangkat lunak yang dapat digunakan untuk menganalisis korpus, seperti AntConc, Sketch Engine, dan WordSmith Tools.

Frekuensi Kata

Fitur frekuensi adalah fitur yang umum ditemukan di perangkat lunak pengolah korpus. Fitur ini digunakan untuk menghitung jumlah kata-kata yang dimuat dalam korpus. Penghitungan frekuensi terdiri atas dua jenis, yaitu normalised frequency dan raw frequency. Normalised frequency adalah hasil yang didapat ketika membagi frekuensi kata yang dicari dengan jumlah token dalam korpus lalu dikali jumlah normalisasi (McEnery & Hardie, 2012). Jumlah normalisasi yang biasa digunakan adalah 1.000.000. Raw frequency adalah jumlah kemunculan kata yang dicari.

Koligasi

Firth (1968) mengemukakan bahwa koligasi (colligation) adalah hubungan antara sintagmatik dengan kategori gramatikal. Fokus koligasi adalah pola struktur dari kategori gramatikal suatu kata. Hoey (2005) mengemukakan bahwa koligasi adalah istilah mengenai pola tata bahasa dan pola struktur terkait lexical item. Koligasi meliputi tiga aspek. Aspek pertama adalah hubungan antara lexical item dengan konteks gramatikal. Aspek kedua adalah hubungan antara item leksikal dan fungsi sintaksis tertentu di mana item tersebut dapat digunakan. Aspek ketiga adalah hubungan antara lexical item dan posisi dalam frasa, klausa, kalimat, teks atau wacana ketika item digunakan.

Peran Sintaksis

Penelitian ini menggunakan empat teori untuk menganalisis peran sintaksis preposisi yang diikuti oleh nomina, frasa nominal, dan pronomina. Teori yang digunakan adalah Ramlan (1987), Alwi dkk. (2003), Saeed (2016), dan Slager (2021). Keempat teori tersebut diperlukan untuk menentukan istilah mengenai peran sintaksis yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 1. Peran Sintaksis

Ramlan (1987)

Alwi dkk. (2003)

Saeed

(2016)

Slager (2021)

ke-

tempat

location

spatial

beradaan arah

sasaran

goal

-

atau sesuatu yang dituju waktu

waktu

-

temporal

pe-

-

recipient

recipient

nerima asal

sumber

source

-

Berdasarkan Tabel 1, penelitian ini menggunakan istilah keberadaan, sasaran, waktu, penerima, dan asal. Selain itu, penelitian ini menggunakan teori Chaer (2015) untuk menganalisis peran sintaksis preposisi yang diikuti adverbia.

Preposisi Pada dan Kepada

Ramlan (1987) mengemukakan bahwa preposisi pada dapat menandai makna dalam lima hal, yaitu keberadaan, waktu terjadinya suatu kejadian, arah yang dituju, penerima, dan penderita. Ramlan (1987) berpendapat bahwa preposisi kepada dapat menjadi penanda makna penerima, sesuatu atau seseorang

yang dituju, dan penderita. Hal ini sejalan dengan pendapat Slager (2021) bahwa pada dan kepada dapat saling menggantikan dalam kondisi tertentu, seperti mengekspresikan recipient atau beneficiary (penerima). Oleh sebab itu, preposisi kepada dapat menggantikan preposisi pada ketika menandai makna tertentu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Frekuensi Preposisi Pada dan Kepada

Berdasarkan hasil penelitian, preposisi pada lebih sering muncul daripada preposisi kepada dalam ragam bahasa akademis. Frekuensi preposisi pada dan kepada ditampilkan dalam Gambar 1.

Frekuensi Preposisi Pada dan Kepada

700                 662

Pada                                Kepada

Gambar 1. Diagram Frekuensi Preposisi Pada dan Kepada

Preposisi pada dalam ragam bahasa akademis paling banyak diikuti oleh frasa nominal nonpersona, yaitu sebanyak 497 kali atau 75,07%. Di sisi lain, preposisi kepada cenderung diikuti oleh frasa nominal persona, yaitu sebanyak 48 kali atau 40,68%. Penelitian ini menemukan bahwa selain frasa nominal dan nomina, preposisi pada dapat diikuti adverbia, sedangkan preposisi kepada dapat diikuti pronomina. Hasil penelitian ditampilkan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Koligasi Preposisi Pada dan Kepada

No.

Koligasi Pada

Frekuensi Pada

Koligasi Kepada

Frekuensi Kepada

1.

Pada + FN nonpersona

497

Kepada + FN persona

48

2.

Pada + N nonpersona

80

Kepada + N persona

46

3.

Pada + FN persona

41

Kepada    +    FN

23

4.

Pada + Adverbia

39

nonpersona

Kepada + Pronomina

1

5.

Pada + N persona

5

Total

662

Total

118


Hasil penelitian menemukan adanya persamaan dan perbedaan peran sintaksis preposisi pada dan kepada. Preposisi pada memiliki 8 peran sintaksis, yaitu keberadaan, sasaran, waktu,

menyungguhkan, penerima, keselesaian, frekuentatif, dan asal. Preposisi kepada memiliki 2 peran sintaksis, yaitu sasaran dan penerima. Hasil penelitian ditunjukkan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Peran Sintaksis Preposisi Pada dan Kepada

No.

Peran Sintaksis Pada

Frekuensi Pada

Frekuensi Kepada

1.

Keberadaan

412

-

2.

Sasaran

111

93

3.

Waktu

80

-

4.

Menyungguhkan

20

-

5.

Penerima

12

25

6.

Keselesaian

11

-

7.

Frekuentatif

8

-

8.

Asal

8

-

Total

662

118

Preposisi pada memiliki peran sintaksis lebih banyak daripada preposisi kepada. Banyaknya peran sintaksis preposisi pada membuat preposisi pada lebih sering digunakan daripada preposisi kepada dalam penulisan di bidang akademis.

Koligasi dan Peran Sintaksis Preposisi Pada dan Kepada

Berikut ini pembahasan koligasi dan peran sintaksis preposisi pada dan kepada dalam ragam bahasa akademis.

Koligasi dan Peran Sintaksis Keberadaan

Penelitian ini menemukan bahwa preposisi pada dapat digunakan untuk

menandai keberadaan di ruang 3 dimensi, bidang 2 dimensi, tempat abstrak, dan persona. Berikut ini data yang menunjukkan koligasi dan peran sintaksis keberadaan.

  • (1)    Pada Gambar 3 kita bisa melihat bagaimana seorang anak kecil yang bernama Topan bekerja.

  • (2)    Selain tanda luar ruang monolingual dan bilingual, ditemukan juga tanda luar ruang multilingual, seperti yang disampaikan pada tabel 5 berikut.

Pada data (1), preposisi pada diikuti oleh nomina nonpersona Gambar 3. Pada data (2), preposisi pada diikuti oleh frasa nominal nonpersona tabel 5 berikut. Dalam data (1), preposisi pada merujuk pada Gambar 3 yang merupakan data

penelitian. Preposisi pada dalam data (2) digunakan untuk menyebut nama alat bantu visual, yaitu tabel 5 berikut. Hal tersebut menunjukkan peran sintaksis preposisi pada, yaitu menandai makna keberadaan di bidang 2 dimensi.

Lapoliwa (1992) mengemukakan bahwa preposisi pada dapat digunakan untuk menyatakan tempat 2 dimensi, yaitu tempat daerah atau permukaan. Tempat yang termasuk bidang 2 dimensi adalah tempat yang memiliki panjang dan lebar. Gambar dan tabel adalah bidang yang dapat diukur panjang dan lebar sehingga termasuk 2 dimensi.

  • (3)    Hal ini membuka peluang untuk melaksanakan penelitian di daerah Bali lainnya pada daerah wisata yang jauh dari Kuta.

  • (4)    Subjek penelitian ini adalah kelas VII–H sebagai kelas eksprimen dan VII– D kelas kontrol pada salah satu SMP yang berlokasi di Bandung tahun ajaran 2020-2021.

  • (5)    ..., penelitian ini menjadi salah satu penelitian yang memprakarsai penelitian-penelitian lanjutan mengenai variasi bahasa terutama pada regional Jawa Tengah.

  • (6)    Penggunaan bahasa Cirebon pada Desa Babakan Kecamatan Ciwaringin Kaupaten Cirebon memiliki banyak variasi bahasa yang digunakan oleh penuturnya.

Pada data (3), preposisi pada diikuti oleh frasa daerah wisata yang jauh dari Kuta. Frasa tersebut memiliki distribusi yang sama dengan nomina daerah. Pada data (4), preposisi pada diikuti oleh frasa salah satu SMP yang berlokasi di Bandung tahun ajaran 2020-2021. Frasa tersebut memiliki distribusi yang sama dengan nomina SMP. Pada data (5), preposisi pada diikuti frasa regional Jawa Tengah. Pada data (6), preposisi pada diikuti frasa Desa Babakan. Keempat frasa tersebut menyatakan tempat sehingga termasuk frasa nominal nonpersona.

Ramlan (1987) berpendapat bahwa preposisi pada tidak secara khusus menyebut tempat. Chaer (2015) berpendapat bahwa preposisi yang dapat menyebut nama tempat ‘sebenarnya’ adalah preposisi di. Lapoliwa (1992) berpendapat bahwa preposisi pada untuk menyebut nama tempat dua dimensi. Data (3) sampai data (6) menunjukkan bahwa dalam ragam bahasa akademis, preposisi pada dapat digunakan untuk menyebut nama tempat sebenarnya. Preposisi pada dapat digunakan untuk menyatakan lokasi tanpa menyebut nama lokasi tersebut secara langsung, seperti data (3) dan data (4). Preposisi pada juga dapat digunakan untuk menyebut nama geografis secara langsung, seperti data (5) dan data (6). Tempat sebenarnya adalah tempat yang ada di dunia nyata sehingga termasuk ruang 3 dimensi.

  • (7)    Ego yang berada pada ranah kesadaran manusia ternyata dominan dalam menentukan seseorang bereaksi, berpikir, dan bertindak.

  • (8)    ... sedangkan kompetensi dan keahlian dalam bidang ilmu komputer, umumnya ada pada para akademisi di prodi teknik informatika atau prodi ilmu komputer.

Pada data (7), preposisi pada diikuti oleh frasa ranah kesadaran manusia. Frasa tersebut memiliki distribusi yang sama dengan nomina ranah sehingga termasuk frasa nominal nonpersona. Frasa nominal yang berada mendahului preposisi pada. Frasa yang berada menunjukkan letak ego, yaitu di ranah kesadaran manusia. Hal tersebut menunjukkan bahwa frasa ranah kesadaran manusia yang merupakan hal abstrak dianggap sebagai tempat.

Pada data (8), preposisi pada diikuti oleh frasa para akademisi. Frasa tersebut memiliki distribusi yang sama dengan nomina akademisi sehingga termasuk frasa nominal persona. Preposisi pada didahului verba ada yang menunjukkan keberadaan. Hal tersebut menunjukkan

bahwa frasa para akademisi yang merupakan frasa nominal persona dianggap sebagai tempat.

Berdasarkan hasil analisis, preposisi pada yang diikuti nomina nonpersona dan frasa nominal non persona dapat menandai keberadaan di tempat tiga dimensi, dua dimensi, hal abstrak. Preposisi pada yang diikuti oleh frasa nominal persona juga dapat menandai keberadaan.

Djenar (2007) mengemukakan bahwa preposisi dalam menandai lokasi di tempat 2 dimensi. Hasil analisis menunjukkan bahwa preposisi pada digunakan untuk menyatakan keberadaan di tempat 2 dimensi. Kemunculan preposisi pada yang menunjukkan keberadaan ditampilkan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Diagram Preposisi Pada Berdasarkan Peran Sintaksis Keberadaan

Pada Gambar 2, frekuensi preposisi pada yang menyatakan keberadaan di tempat 2 dimensi adalah 245 kali atau 37%. Hal tersebut menunjukkan dalam ragam bahasa akademis, preposisi pada paling sering digunakan untuk menyatakan tempat 2 dimensi. Preposisi pada cenderung digunakan untuk menandai keberadaan hal terkait penelitian, seperti gambar, tabel, dan data penelitian. Preposisi kepada tidak sepadan dengan preposisi pada yang menandai makna keberadaan. Hal tersebut dikarenakan preposisi kepada tidak memiliki peran sintaksis keberadaan.

Koligasi dan Peran Sintaksis Sasaran

Berikut ini data yang menunjukkan koligasi dan peran sintaksis sasaran.

  • (9)    Verba “pinjam” mengandung makna leksikal yang mengarah pada makna `meminjam`.

  • (10)    Terdapat fakta bahwa nilai-nilai ekspresif tertentu dapat diacukan kepada pola klasifikasi yang memperlihatkan perbedaan secara ideologis.

  • (11)    Teknik ini digunakan ketika menanyakan sesuatu dengan bertatap muka kepada informan.

Pada data (9), preposisi pada diikuti oleh frasa makna meminjam. Frasa tersebut memiliki distribusi yang sama dengan nomina makna sehingga frasa tersebut termasuk frasa nominal nonpersona. Pada data (10), frasa pola klasifikasi yang memperlihatkan perbedaan mengikuti preposisi kepada. Frasa tersebut adalah frasa nominal nonpersona karena memiliki distribusi yang sama dengan nomina pola. Pada data (11), nomina persona informan mengikuti preposisi kepada.

Saeed (2016) mengemukakan bahwa sasaran (goal) adalah entitas yang menjadi tujuan dari sesuatu yang bergerak, baik secara harfiah maupun metaforis. Dalam data (9), frasa yang mengarah menunjukkan adanya pergerakan secara metaforis pada makna meminjam. Dalam data (10), frasa dapat diacukan menyatakan adanya pergerakan ke arah frasa pola klasifikasi yang memperlihatkan perbedaan. Dalam data (11), frasa verbal menanyakan sesuatu menunjukkan adanya pergerakan ke arah nomina informan. Hal tersebut menunjukkan bahwa preposisi pada dan kepada memiliki peran sintaksis sebagai sasaran.

Preposisi pada dan kepada yang memiliki peran sintaksis sasaran dapat saling menggantikan karena memiliki persamaan peran sintaksis. Ramlan (1987) mengemukakan bahwa kepada digunakan untuk menandai makna arah

atau sesuatu yang dituju jika aksisnya adalah kata benda insani. Meskipun demikian, dalam ragam bahasa akademis, frasa nominal nonpersona mengikuti preposisi kepada sebanyak 23 kali atau 19,49%. Hal tersebut menunjukkan dalam ragam bahasa akademis terdapat penggunaan frasa nominal nonpersona yang mengikuti preposisi kepada.

Koligasi dan Peran Sintaksis Waktu

Berikut ini data yang menunjukkan koligasi dan peran sintaksis waktu.

  • (12)    Pada masa kini media pembelajaran banyak beralih ke media digital yang dapat diunduh secara gratis di media internet salah satunya

  • (13)    Saat ini tinggal 25 desa di kepulauan yang ditargetkan pada tahun 2019 ini yang ditangani oleh PLN.

Pada data (12), preposisi pada diikuti oleh frasa nominal masa kini. Pada data (13), preposisi pada diikuti oleh frasa tahun 2019 ini. Kedua frasa nominal tersebut adalah frasa nominal nonpersona. Dalam data (12), preposisi pada merujuk pada masa saat ini. Preposisi pada dalam data (13) digunakan untuk menyebut tahun tertentu, yaitu tahun 2019 ini. Hal tersebut menunjukkan peran sintaksis preposisi pada, yaitu menandai makna waktu. Preposisi kepada tidak dapat digunakan untuk menggantikan preposisi pada yang menandai makna waktu. Hal tersebut disebabkan preposisi kepada tidak memiliki peran sintaksis untuk menyatakan waktu.

Koligasi dan Peran Sintaksis Penerima

Berikut ini data yang menunjukkan koligasi dan peran sintaksis penerima. (14) Menurut Prasetio (2019) suatu tindak tutur yang dilakukan oleh penutur baik sengaja maupun tidak sengaja tetap akan memberi pengaruh pada petutur atau the act of effect someone.

  • (15)    Program ini ditawarkan oleh pasangan calon kepada masyarakat melalui debat publik.

  • (16)    Ide ini memberi legitimasi kepada mereka untuk melakukan ―pengadaban pada ras atau bangsa lain (Said 1978; Moore-Gilbert 1997, 64–65).

Pada data (14), preposisi pada diikuti oleh nomina persona petutur. Pada data (15), preposisi kepada diikuti oleh nomina persona masyarakat. Pada data (16), preposisi kepada diikuti oleh pronomina mereka.

Pada data (14), subjek ditempati oleh frasa suatu tindak tutur yang dilakukan. Nomina petutur menerima sesuatu yang diberikan oleh subjek, yaitu pengaruh. Pada data (15), nomina masyarakat mendapat tawaran program dari pasangan calon. Pada data (16), pronominal mereka menerima legitimasi dari subjek ide ini. Ramlan (1987) berpendapat bahwa penerima menunjukkan aksis menerima sesuatu dari pelaku. Preposisi pada sepadan dengan preposisi kepada dalam data (14), (15), dan (16). Hal tersebut disebabkan baik preposisi pada dan kepada memiliki peran sintaksis yang sama, yaitu penerima.

Selain itu, terdapat penggunaan pronomina yang mengikuti preposisi kepada dalam ragam bahasa akademis. Frekuensi kemunculan preposisi kepada yang diikuti oleh pronomina adalah sebanyak 1 kali atau 0,85%.

Koligasi dan Peran Sintaksis Asal

Berikut ini data yang menunjukkan koligasi dan peran sintaksis asal.

  • (17)    Keterampilan pada mahasiswa Program Magister Pendidikan Bahasa Indonesia UHAMKA memiliki korelasi dengan kebiasaan menonton diary vlog.

  • (18)    Pemilihan kata tertentu dalam suatu bahasa dapat menunjukan identitas pada penuturnya.

Pada data (17), preposisi pada diikuti oleh frasa mahasiswa Program

Magister Pendidikan Bahasa Indonesia UHAMKA. Frasa tersebut memiliki distribusi yang sama dengan nomina mahasiswa sehingga frasa tersebut termasuk frasa nominal. Nomina mahasiswa termasuk nomina persona karena menyatakan kelompok manusia.

Pada data (18), preposisi pada diikuti oleh frasa penuturnya. Frasa penuturnya terdiri atas nomina penutur dan klitik nya. Ramlan (2005) mengemukakan bahwa unsur yang diikuti klitik termasuk frasa karena klitik memiliki sifat bebas seperti kata. Frasa penuturnya memiliki distribusi yang sama dengan nomina penutur sehingga termasuk frasa nominal. Nomina penutur menyatakan kelompok manusia sehingga termasuk nomina persona.

Preposisi pada tidak selalu berpadanan dengan preposisi kepada. Penggunaan kepada membuat kalimat menjadi tidak berterima. Hal tersebut disebabkan peran sintaksis kepada adalah untuk menandai makna penerima, sesuatu atau seseorang yang dituju, dan penderita (Ramlan, 1987). Di sisi lain, peran sintaksis pada dalam data (17) dan (18) adalah untuk menandai makna asal, yaitu responden penelitian. Oleh sebab itu, preposisi pada dalam data (17) dan (18) berpadanan dengan preposisi dari.

Penggunaan preposisi pada untuk menandai makna asal jarang ditemukan dalam ragam bahasa akademis. Berdasarkan Tabel 3, preposisi pada dengan peran sintaksis asal muncul sebanyak 8 kali atau (1,21%). Hal tersebut disebabkan meski preposisi pada dilesapkan, kalimat tetap dapat berterima. Karena ragam bahasa akademis mengikuti tata bahasa, penulisan artikel ilmiah menggunakan kalimat yang efektif.

Koligasi dan Peran Sintaksis Pada yang diikuti Adverbia

Berikut ini data yang menunjukkan koligasi dan peran sintaksis preposisi pada yang diikuti adverbia.

  • (19)    Film tersebut bermanfaat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman cerita fantasi lebih tepat sasaran, dibandingkan dengan pembelajaran konvensional yang dilakukan oleh guru pada umumnya.

  • (20)    Dimensi personal ini adalah yang melandasi bahwa setiap manusia pada dasarnya memiliki rasa jujur dalam diri mereka.

  • (21)    Pada akhirnya keinginan itu tetap tidak tercapai, sehingga hasrat Hanafi menjadi orang Eropa tidak pernah tercapai.

  • (22)    Ketiga novel ini pada hakikatnya mengangkat sebuah isu tentang perempuan dan jilbab. Dalam artinya yang lebih luas, serial ini mempersoalkan identitas perempuan muslimah

  • (23)    Disiplin ilmu biologi dan kimia pada awalnya memiliki objek kajiannya masing-masing, yakni makhluk hidup dan unsur-unsur yang ada di alam semesta.

  • (24)    Namun, pada kenyataannya, gagasan ini tidak dapat dikatakan sebagai kebenaran final.

Slager (2021) mengemukakan bahwa preposisi pada dapat membentuk fixed expression, seperti pada umumnya, pada akhirnya, pada dasarnya, pada hakikatnya, pada awalnya, dan pada kenyataannya. Fixed expression adalah kolokasi kata atau morfem yang muncul secara bersamaan (Nicoladis, 2019). Selain itu, fixed expression adalah frasa yang memiliki konsep tertentu (Sprenger, 2003). Oleh sebab itu, pada umumnya, pada akhirnya, pada dasarnya, pada hakikatnya, pada awalnya, dan pada kenyataannya tidak termasuk frasa preposisional karena frasa preposisional tidak memiliki bentuk terikat yang berkaitan dengan konsep tertentu.

Pada data (19)-(24), preposisi pada diikuti oleh adverbia umumnya, akhirnya, dasarnya, hakikatnya, awalnya, dan kenyataannya. Adverbia tersebut berasal dari nomina yang ditambahi afiks -nya.

Alwi dkk. (2003) mengemukakan bahwa adverbia dapat berbentuk kata berafiks, yaitu kata dasar yang ditambahkan dengan afiks -nya. Kata umumnya, akhirnya, dasarnya, hakikatnya, dan awalnya merupakan kata dasar dengan kelas kata nomina yang mengalami penambahan afiks -nya. Kata kenyataan berasal dari adjektiva nyata yang ditambahi konfiks ke-an.

Preposisi lazimnya diikuti oleh nomina atau frasa nominal sehingga membentuk frasa preposisional. Meskipun demikian, kategori sintaksis pada umumnya, pada akhirnya, pada dasarnya, pada hakikatnya, pada awalnya, dan pada kenyataannya adalah adverbia.

Pada umumnya dalam data (20) berfungsi menjelaskan frasa preposisional oleh guru. Pada dasarnya dalam data (21) berfungsi menjelaskan frasa nominal setiap manusia. Oleh sebab itu, pada umumnya dan pada dasarnya berdasarkan lingkup strukturnya adalah adverbia intraklausal karena dapat membentuk konstruksi dengan kelas kata lain dalam tataran frasa.

Pada data (21) sampai (24) adverbia dapat berpindah posisi. Perpindahan posisi tersebut tidak mengubah makna kalimat. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada akhirnya, pada hakikatnya, pada awalnya, dan pada kenyataannya adalah adverbia ekstraklausal. Adverbia ekstraklausal adalah adverbia yang berada dalam tataran klausa dan dapat berpindah posisi.

Berdasarkan bentuknya, adverbia terbagi menjadi dua, yaitu adverbia tunggal dan adverbia gabungan (Alwi dkk., 2003). Adverbia tunggal dapat berbentuk kata dasar, kata berafiks, dan kata ulang, sedangkan adverbia gabungan adalah adverbia yang dibentuk dari dua adverbia. Pada umumnya, pada akhirnya, pada dasarnya, pada hakikatnya, pada awalnya, dan pada kenyataannya muncul secara berdampingan dan tidak dapat

dipisahkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa bentuk adverbia tersebut adalah adverbia gabungan.

Pada umumnya menunjukkan perilaku semantis adverbia frekuentatif. Hal tersebut disebabkan pada umumnya memiliki makna yang berhubungan dengan tingkat keseringan terjadinya suatu hal yang dijelaskan adverbia. Pada data (19), pada umumnya menjelaskan tingkat keseringan pembelajaran konvensional yang dilakukan oleh guru.

Pada dasarnya, pada hakikatnya, dan pada kenyataannya memiliki perilaku semantis adverbia menyungguhkan. Adverbia menyungguhkan merupakan adverbia yang memuat makna ‘kesungguhan’ atau ‘menguatkan’ (Chaer, 2015). Dalam adverbia pada hakikatnya, nomina hakikat memiliki makna dasar atau kenyataan yang sebenarnya (sesungguhnya). Dalam adverbia pada kenyataannya, nomina kenyataan memiliki makna hal yang nyata atau terbukti. Adverbia pada hakikatnya dan pada kenyataannya sepadan dengan adverbia sebenarnya yang menyatakan kesungguhan dan membenarkan. Dalam adverbia pada dasarnya, nomina dasar memiliki makna bakat atau pembawaan dari lahir. Adverbia pada dasarnya memiliki makna yang sepadan dengan adverbia memang yang memuat makna kepastian.

Pada akhirnya dan pada awalnya memiliki perilaku semantis adverbia keselesaian (aspek). Hal tersebut disebabkan pada akhirnya dan pada awalnya memuat makna yang berkaitan dengan selesai, belum selesai, atau sedang dilakukannya suatu tindakan atau perbuatan. Pada akhirnya dalam data (21) menerangkan akhir dari keinginan Hanafi. Pada awalnya dalam data (23) menjelaskan awal mula dari disiplin ilmu biologi dan kimia.

SIMPULAN

Berdasarkan frekuensi preposisi, preposisi pada yang muncul sebanyak 662 kali, sedangkan frekuensi preposisi kepada muncul sebanyak 118 kali. Hal tersebut menunjukkan bahwa preposisi pada lebih sering digunakan daripada preposisi kepada dalam ragam bahasa akademis

Berdasarkan pola koligasi, perbedaan antara preposisi pada dan preposisi kepada dalam ragam bahasa akademis adalah preposisi pada dapat menjadi frasa preposisional dan adverbia gabungan, sedangkan preposisi kepada hanya dapat menjadi frasa preposisional. Dalam ragam bahasa akademis, preposisi pada yang berada di awal kalimat cenderung digunakan untuk menyebut nama gambar, tabel, data penelitian, dan waktu. Di sisi lain, preposisi kepada dalam ragam bahasa akademis tidak dapat diikuti oleh adverbia. Preposisi kepada dalam ragam bahasa akademis tidak ada yang menempati posisi di awal kalimat. Meskipun demikian, preposisi kepada dapat diikuti pronomina.

Mengacu pada analisis peran sintaksis, preposisi pada yang diikuti nomina dan frasa nominal dapat menandai makna keberadaan, sasaran, waktu, penerima, dan asal. Preposisi pada yang diikuti adverbia memiliki peran sintaksis menyungguhkan, keselesaian, dan frekuentatif. Peran sintaksis preposisi kepada adalah sasaran dan penerima. Temuan ini memperkaya penelitian Ramlan (1987) dari segi peran sintaksis preposisi pada, yaitu preposisi pada dapat menandai peran sintaksis asal. Selain itu, penelitian ini memperkaya penelitian Lapoliwa (1992) dari segi peran sintaksis keberadaan, yaitu preposisi pada dapat menandai keberadaan di tempat 3 dimensi, 2 dimensi, abstrak, dan persona. Temuan ini juga memperkaya penelitian Alwi dkk. (2003) dan Chaer (2015) mengenai adverbia yang berasal dari preposisi pada

yang diikuti oleh adverbia tertentu, yaitu adverbia yang berasal dari nomina yang diikuti oleh afiks -nya.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, H., Dardjowidjojo, S., Lapoliwa, H., & Moeliono, A. M. (2003).

Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga). Balai Pustaka.

Chaer, A. (2015). Sintaksis Bahasa Indonesia:  Pendekatan Proses.

Rineka Cipta.

Creswell, J. W. (2014). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. Sage Publications, Inc.

Djenar, D. N. (2007).   Semantic,

pragmatic     and     discourse

perspectives of preposition use: a study of Indonesian  locatives.

Pacific Linguistics.

Faris, D. M., Pramitasari, A., & Aulia, H. R. (2020). Preposisi dalam Artikel Opini Harian Kompas Edisi Desember 2018 sampai dengan Januari 2019 dan Implikasinya dengan Pembelajaran Menulis Paragraf di SMP Kelas VIII. Parafrasa:Jurnal Bahasa, Sastra, Dan Pengajaran,  2(2),  35–40.

https://jurnal.unikal.ac.id/index.php /parafrasa/article/view/1239

Ferguson, C. (1959). Diglossia. Word, 15(2), 325–340.

Firth, J. R. (1968). Selected Papers of J. R. Firth 1952-59. Longmans.

Hoey, M. (2005). Lexical Priming: A New Theory of Words and Languange. Routledge.

Johan, G. M., & Simatupang, Y. J.

  • (2017) . Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia secara Sintaktis dalam Proses Diskusi Siswa Kelas IV SDN Miri. Jurnal Visipena,      8(2),      241–253.

https://doi.org/10.46244/visipena.v 8i2.408

Khak, M. A.,  & Sutini, L. (2012).

Preposisi Polifermis dalam Bahasa Indonesia. Sawerigading, 18(3), 373–384.

http://sawerigading.kemdikbud.go.i d/index.php/sawerigading/article/vi ew/391

Lapoliwa, H. (1992). Frase Preposisi dalam Bahasa Indonesia. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Mahliga, E. N., Sumadi, & Susilowati, N. E. (2021). Kesalahan Sintaksis pada Teks Tanggapan Kelas IX B SMPN 12 Malang. JoLLA: Journal of Language, Literature, and Arts, 1(5),                      683–695.

https://doi.org/10.17977/um064v1i 52021p683-695

McEnery, T., & Hardie, A. (2012).

Corpus Linguistics:    Method,

Theory and Practice. Cambridge University Press.

Nicoladis, E. (2019). “I have three years old”: Cross-linguistic Inflluence of Fixed Expressions in a Bilingual Child. Journal of Monolingual and Bilingual Speech,  1(1),  80–93.

https://doi.org/10.1558/jmbs.11126.

Nusarini. (2017). Preposisi dalam Bahasa Indonesia: Tinjauan Bentuk dan Peran Semantisnya. Caraka: Jurnal Ilmu Kebahasaan, Kesastraan, dan Pembelajarannya,   4(1),   19–32.

https://doi.org/10.30738/caraka.v4i 1.2164

Ramlan. (1987). Kata Depan atau Preposisi dalam Bahasa Indonesia. CV Karyono.

Ramlan. (2005). Ilmu Bahasa Indonesia: Sintaksis. CV Karyono.

Ramlan. (2008). Kalimat, Konjungsi, dan Preposisi Bahasa Indonesia dalam Penulisan Karangan   Ilmiah.

Penerbit    Universitas    Sanata

Dharma.

Saeed, J. I. (2016). Semantics (Fourth Edition). John Wiley & Sons.

Sinclair,     J.     (2003).     Reading

Concordances. Pearson Education Limited.

Slager, M. (2021). On Indonesian Prepositions.             Zenodo.

https://doi.org/10.5281/zenodo.509 0499

Sprenger, S. A. (2003). Fixed expressions and the production of idioms. Ponsen and Looijen BV.

Supriyati, & Nurhasanah. (2021). Bentuk-Bentuk Preposisi dalam Skripsi Mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Batanghari. Aksara: Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 5(1), 142–149.

http://dx.doi.org/10.33087/aksara.v 5i1.239

Tognini-Bonelli, E. (2001). Corpus Linguistics at Work. John Benjamins.

Yahya, M., Andayani, & Saddhono, K.

  • (2018) . Tendensi Kesalahan Sintaksis Bahasa Tulis Pembelajar Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA). SUKMA: Jurnal Pendidikan,    2(1),     137–166.

https://doi.org/10.32533/02106.201 8