tβ<UM^jΛδ HUMANIS


Journal of Arts and Humanities

p-ISSN: 2528-5076, e-ISSN: 2302-920X

Terakreditasi Sinta-3, SK No: 105/E/KPT/2022

Vol 26.3 Agustus 2022: 261-271

Kajian Bioarkeologi: Osteobiografi Temuan R.PNY (PULAKI) di Situs Pulaki, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng

Adzmi Akbar Maulana, Rochtri Agung Bawono, I Wayan Srijaya Universitas Udayana, Denpasar, Bali

Email korespondensi: azmiakbar.ma@icloud.com , [email protected] , [email protected]

Info Artikel

Masuk:30 Mei 2022

Revisi: 24 Juni 2022

Diterima: 29 Juni 2022

Keywords: Bioarchaeology; osteobiography; Pulaki


Abstract

Bioarchaeology is the science that covers the relationship between bioanthropology and archaeology to reconstructing biological and cultural processes in the past. The study focuses on skeletal components of R.PNY (PULAKI) on Pulaki Site that aim to learn information about human osteobigraphy. In this study, authors use methods of data-collection of library studies, obsevations, and interviews. Data is then treated using macroscopic analysis, microscopic analysis, anthropogenic analysis, anthropometrics analysis and comparative analysis. Forensic theory is used to assist in the process of analysis. By the process of identification it is known that the R.PNY (PULAKI) skeleton has an unidentified gender of about 6-12 years of age with a height of 125.102 cm ± 10 cm by length of bone. In addition, there are indications of pathology and bone modification such as dental hypoplasia, caries occlusal, bone fracture, bone modification by physical agents, and bone modification by nonhuman biological agents.

Abstrak

Kata kunci: Bioarkeolog;, osteobiografi; Pulaki

Corresponding Author:

Adzmi Akbar Maulana,emal:

[email protected]

DOI:

https://doi.org/10.24843/JH.20

22.v26.i03.p06


Bioarkeologi merupakan ilmu yang mencakup hubungan antara bioantropologi dan arkeologi dalam merekonstuksi biologi dan proses budaya pada masa lalu. Penelitian ini berfokus pada komponen rangka R.PNY (PULAKI) di Situs Pulaki yang bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai osteobigrafi manusia. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pengumpulan data berupa studi pustaka, observasi, dan wawancara. Data kemudian diolah menggunakan analisis makroskopis, analisis mikroskopis, analisis antroposkopi, analisis antropometri, dan analisis komparatif. Teori forensik digunakan untuk membantu dalam proses analisis. Berdasarkan proses identifikasi diketahui bahwa rangka R.PNY (PULAKI) memiliki jenis kelamin tidak teridentifikasi berumur sekitar 6-12 tahun dengan tinggi badan 125,102 cm ± 10 cm berdasarkan tulang panjang. Selain itu terdapat indikasi patologi dan modifikasi tulang seperti dental hypoplasia, caries occlusal, bone fracture, modifikasi tulang oleh agen fisik, dan modifikasi tulang oleh agen nonhuman biological.

PENDAHULUAN

Bioarkeologi adalah ilmu yang mencakup interaksi antara bioantropologi dan arkeologi untuk merekonstruksi biologi dan proses budaya pada masa lalu. Sebagaimana Larsen dalam Indriati (2001) menyatakan bahwa subsistensi bioarkeologi dapat diklasifikasikan antara lain: (1) stres dan deprivasi selama tahun-tahun pertumbuhan dan perkembangan serta masa dewasa, eksposur terhadap infeksi patogen, (2) injuri dan kematian dengan kekerasan, (3) pola aktivitas yang menyebabkan modifikasi persendian dan otot, (4) pola aktivitas oleh karena adaptasi budaya, (5) fungsi mastikasi dan nonmastikasi: adaptasi kranio-fasial (6) analisis isotopic dan elemen: studi diet dan nutrisi, (7) dimensi historis variasi rangka: menapak hubungan genetis, (8) perubahan dan tantangan dalam bioarkeologi.

Osteobiografi menjadi penting dalam merekonstruksi tinggalan bioarkeologi berupa rangka satu individu atau suatu kelompok dengan menggunakan analisis dan interpretasi untuk memahami kehidupan dan kematian dari rangka tersebut (Stodder & Palkovich, 2012: 1).

Rangka manusia memberikan data proses yang terjadi pada masa lalu, seperti diet, nutrisi, kesehatan, demografi, kebiasaan, ataupun aktivitas budaya lain. Metode osteobiografi menjadi salah satu metode yang digunakan, yaitu studi mengenai suatu idnividu atau sekelompok individu berdasarkan sisa-sisa manusia, kemudian menggunakan analisis dan interpretasi untuk memahami kehidupan dan kematian individu atau kelompok tersebut (Prayudi & Suriyanto, 2017: 19; Stodder & Palkovich, 2012: 1; Ortner, 2003: 49; Mays, 1998: 2).

Bali merupakan salah satu pulau di Nusantara yang membentang dari barat ke timur. Pulau-pulau di Nusantara pada masa lalu membentang menyerupai jembatan sehingga memudahkan manusia ataupun hewan untuk bermigrasi dari satu

pulau ke pulau lain. Pada Masa Pleistosen dan Holosen Awal, Bali menjadi salah satu jembatan migrasi di sepanjang sisi selatan Nusantara dari Sumatera ke Australia. Secara geografis, Bali bersebelahan dengan Pulau Jawa yang merupakan pulau penghasil bukti-bukti tertua mengenai keberadaan manusia, sehingga memunculkan dugaan bahwa Pulau Bali tampaknya sudah dihuni ratusan atau puluhan ribu tahun lalu (Ardika et al, 2013: 3-6).

Kehidupan Prasejarah di Bali dimulai dari masa kehidupan berburu dan meramu, bukti tersebut dapat dilihat dari penemuan alat batu berciri paleolitik seperti kapak genggam dan kapak primbas, yang ditemukan di sekitar Danau Batur, Trunyan, Kintamani, Sembiran. Kehidupan Prasejarah di Bali kemudian berlanjut hingga masa saat gua menjadi tempat hunian, hal ini berdasarkan temuan jejak kebudayaan mesolitik yang dapat diidentifikasi dari temuan alat tulang yang berbentuk alat tusuk dan memiliki lancipan munduk pada Gua Selonding, Pecatu (Soejono, 1984: 107-151; Suastika, 2008: 159).

Selain itu ditemukan juga 31 gua hunian di wilayah Jimbaran. Hal ini dibuktikan dengan temuan yang tersebar di masing-masing gua dengan jenis, kuantitas, dan karakter yang berbeda. Artefak yang ditemukan pada kawasan kars Jimbaran memiliki varian dalam bentuk dan bahan yang dipakai. Beberapa artefak memiliki kemiripan dengan temuan di situs lainnya yang menunjukkan pernah terjadi kontak kebudayaan antarsitus (Bawono et al, 2008: 119).

Pada 1996 ditemukan rangka manusia di atas Bukit Pura Pabean atau disebut Situs Pulaki yang secara tidak sengaja oleh pekerja ketika memugar Pura Pabean. Rangka tersebut diangkat dari hasil ekskavasi penyelamatan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional Kantor Arkeologi Bali melalui metode

penggalian penyelamatan dengan kotak 2 x 2 meter yang kemudian diberi kode R.PNY (PULAKI). Selain dengan penemuan rangka manusia, ditemukan juga temuan arkeologi lain seperti bekal kubur, gelang perunggu, manik-manik, dan gerabah (Mahaviranata, 2000: 1-4; Aziz, 2000: 81).

Penemuan rangka di Pura Pabean atau yang bisa disebut dengan Situs Pulaki memunculkan permasalahan baru mengenai informasi paleoantropologi, yaitu identifikasi berkenaan dengan osteobiografi dari temuan R.PNY (PULAKI). Identifikasi osteobiografi pada temuan R.PNY (PULAKI) menjadi permasalahan penting untuk melihat informasi mengenai kejadian pada masa lalu yang terekam pada temuan individu rangka, informasi tersebut dapat berupa jenis kelamin, umur, penyakit, dan jenis ras terhadap individu R.PNY (PULAKI). Pengetahuan mengenai informasi terhadap individu R.PNY (PULAKI) memberikan gambaran kepada kita mengenai kehidupan manusia Bali pada masa lalu, sehingga hal ini dapat menambah data untuk merekonstruksi kehidupan pada masa lalu di Pulau Bali.

METODE DAN TEORI

Penelitian ini menggunakan obervasi dan wawancara sebagai sumber data primer, observasi dalam penelitian ini yaitu pengamatan secara langsung terhadap kompenen R.PNY (PULAKI) untuk melihat informasi mengenai osteobiografi, sedangkan wawancara dalam penelitian ini yaitu tanya jawab terhadap informan-informan yang dapat memberikan informasi mengenai sejarah dari Situs Pulaki dan pengetahuan mengenai osteobiografi. Selain itu literatur mengenai ostebiografi, bioarkeologi berupa buku, laporan penelitan, dan tulisan ilmiah lainnya sebagai sumber data sekunder.

Analisis antroposkopi, dan analisis antropometri juga digunakan untuk

menjawab permasalahan mengenai osteobiografi pada rangka di Situs Pulaki. Analisis antroposkopi merupakan metode pengamatan dan pendeskripsian terhadap ciri-ciri fisik dari R.PNY (PULAKI) yang tidak dapat diukur, sedangkan analisis antropometri merupakan metode yang dilakukan dengan pengukuran fisik R.PNY (PULAKI) menggunakan bantuan alat seperti kaliper geser, kaliper lengkung kecil, kaliper lengkung besar, goinometer, dan pita meteran.

Penelitian ini menggunakan teori forensik untuk membantu menjawab permasalahan yang muncul. Teori forensik menyatakan bahwa bukti ilmiah dapat digunakan dalam memecahkan kasus kejahatan tindak pidana pembunuhan, seperti sebab kematian, identifikasi, dan keadaan mayat postmortem. Prinsip teori ini dipelopori oleh Dr. Edmon Locard , ia berspekulasi bahwa setiap kontak yang terjadi dengan orang lain, tempat, dan hasil objek terdapat pertukaran materi fisik.

Teori ini relevan digunakan karena arkeologi forensik dalam konteks ini merujuk kepada pendekatan bioarkeologi yaitu pendekatan yang penting sebagai bagian integratif antropologi biologis dan arkeologi untuk merekonstruksi budaya masyarakat masa lalu, teori ini membantu menjawab permasalahan berupa osteobiografi individu R.PNY (PULAKI) di Situs Pulaki.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, penelitian ini mendapatkan hasil sebagai berikut.

  • 1.    Analisis Antroposkopi

Berdasakan analisis antroposkopi pada R.PNY (PULAKI) mendapatkan hasil berupa , jenis kelamin, umur individu, dan patologi.

  • a.    Jenis Kelamin

Identifikasi jenis kelamin merupakan bagian dari metode antroposkopi yang sering kali digunakan dalam

mengidentifikasi temuan rangka oleh ahli paleoantropologi. Pengamatan identifikasi jenis kelamin pada rangka R.PNY (PULAKI) dilakukan dengan menggunakan penentuan jenis kelamin berdasarkan buku Metode Pengukuran Manusia (2008) oleh Josef Glinka, Myrtati Dyah Artaria, dan Toetik Koesbardiati (Glinka et al, 2008: 6).

Penentuan jenis kelamin pada kerangka umumnya lebih mudah dilakukan melalui identifikasi pada tengkorak dan panggul. Panggul memiliki tingkat akurasi yang lebih dibandingkan tengkorak, namun pada kondisi temuan panggul (pelvis) R.PNY (PULAKI) memiliki kondisi yang rusak dan hancur (Lihat gambar 1), sehingga tidak dapat dilakukan analisis pada bagian tersebut.

Gambar 1. Fragmen Pelvis R.PNY (PULAKI) (Sumber: Penulis, 2022)

Mandible R.PNY (PULAKI) memiliki kondisi yang lengkap namun terfragmentaris menjadi dua bagian (Lihat gambar 2). Pengindetifikasian berdasarkan bagian ini tidak dapat dilakukan karena kondisi rangka yang masih terbilang muda, sehingga indikator-indikator terkait penentuan jenis kelamin belum terlihat terlalu jelas,

sehingga tidak dapat dilakukan analisis pada bagian tersebut.

Gambar 2. Tengkorak R.PNY (PULAKI) norma frontalis

(Sumber: Penulis, 2022)

Berdasarkan identifikasi jenis kelamin R.PNY (PULAKI), jenis kelamin pada individu ini tidak dapat ditentukan karena individu yang belum memasuki umur dewasa. Hal yang menjadikan indikator-indikator untuk dapat menentukan jenis kelamin menjadi sulit ditemukan karena individu yang masih terbilang anak-anak. Selain itu penanda jenis kelamin untuk anak-anak juga tidak terlihat pada bagian anatomi rangka R.PNY (PULAKI), karena kompenen anatomi yang menjadi faktor jenis kalamin sudah hancur dan hilang, sehingga pengindentifikasian menjadi sulit dilakukan.

Pada temuan R.PNY (PULAKI) memiliki bentuk ciri-ciri yang tidak teridentifikasi dari tabel perbedaan tengkorak laki-laki dan perempuan. Secara teoritis, analisis ini akan lebih mudah dilakukan jika individu rangka telah memasuki masa pubertas. Hal ini dikarenakan perbedaan bentuk genetik dan fungsi organ reproduksi pada individu laki-laki dan perempuan akan terlihat lebih jelas setelah memasuki masa pubertas (Iscan dan Halmer, 1993: 71).

  • b.    Umur Individu

  • 1)    Identifikasi umur R.PNY (PULAKI) berdasarkan panjang tulang panjang

Identifikasi umur pada R.PNY (PULAKI)     dilakukan     dengan

menggunakan acuan berdasarkan buku Metode Pengukuran Manusia (2008) oleh Jozef Glinka, Myrtati Dyah Artaria, dan Toetik Koesbardiati.

Glinka et al menjelaskan bahwa terdapat beberapa cara dalam melakukan penentuan usia pada rangka, salah satunya penentuan usia pada anak berdasarkan tulang panjang. Glinka et al menggunakan metode pengukuran usia pada anak berdasarkan Stloukal & Hanakowa (1978) dengan meneliti terhadap populasi Slavik dengan tinggi badan rata-rata 171 cm untuk pria dan 161 cm untuk wanita (Glinka et al, 2008: 19).

Berdasarkan pengukuran tulang panjang pada rangka R.PNY (PULAKI), terdapat beberapa tulang memiliki kondisi cukup bagus dan dilakukan sebagai sampel dalam analisis dengan membandingkan pada usia anak berdasarkan tulang oleh Glinka et al, tulang tersebut diantaranya humerus kiri yang memiliki panjang 180,35 mm, radius kanan dengan panjang 112,41 mm, ulna kiri dengan panjang 143,91 mm. Berdasarkan pengukuran pada tulang panjang diketahui bahwa pada R.PNY (PULAKI) memiliki usia 6-12 tahun.

  • 2)    Identifikasi umur R.PNY (PULAKI) berdasarkan perkembangan dan erupsi gigi

Mandible pada R.PNY (PULAKI) memberikan informasi mengenai atrisi pada RM1 dan RM2. Atrisi merupakan bekas pemakaian pada gigi saat individu tersebut hidup, tingkat keausan memberikan informasi mengenai perkiraan usia sewaktu hidup. Perkiraan usia berdasarkan perkembangan dan erupsi gigi dijelaskan pada gambar (Lihat gambar 3).

Gambar 3. Estimasi Usia Individu Berdasarkan Perkembangan dan Erupsi Gigi

(Sumber: Ubelaker, 1979)

Berdasarkan gambar 3 mengenai metode penentuan umur oleh Ubelaker, diketahui bahwa tingkat pertumbuhan pada gigi RM1 dan RM2 menunjukkan kesamaan pada usia 12 tahun ±30 bulan, berdasarkan hal ini, diketahui bahwa estimasi usia individu berdasarkan perkembangan dan erupsi gigi R.PNY (PULAKI) yaitu 9-15 tahun.

Tingkat keausan pada gigi RM1 dan RM2 tidak begitu terlihat, hal tersebut mungkin dikarenakan gigi belum terlalu lama digunakan, atau pada saat hidup individu R.PNY (PULAKI) dibesarkan oleh keluarga yang memberikan makanan-makanan lunak, sehingga individu tidak memiliki kebiasaan untuk menggigit makanan dengan keras atau menggunakan gigi sebagai alat bantu memegang.

Kondisi gigi pada R.PNY (PULAKI) memang memiliki kondisi yang cukup bagus, dilihat dari gigi yang masih baru sehingga diinterpretasikan bahwa individu R.PNY (PULAKI) merupakan individu muda yang masih dalam proses pertumbuhan.

  • c.    Patologi

  • 1)    Postmortem Skeletal Modification a) Bone Fracture

Dalam analisis pada tulang, penting untuk mengidentifikasi penyimpangan tulang pada kondisi normal dan penyimpangan yang disebabkan oleh agen patologis atau agen taphonomic. Menilai bone fracture pada konteks arkeologi merupakan salah satu dari cara kerja dari analisis osteologi. Bone fracture dikategorikan menjadi tiga jenis yaitu antemortem fracture, postmortem fracture, dan perimortem fracture.

Pada rangka R.PNY (PULAKI) yang ditemukan hanya berupa fraktur postmortem. Fraktur tersebut bisa saja terjadi dikarenakan pada saat pengangkatan rangka ataupun pada saat penyimpanan yang tertindih dengan rangka lain di atasnya (Lihat gambar 4), dikarenakan rangka R.PNY (PULAKI) sendiri yang cukup rapuh, sehingga dengan mudah rangka tersebut patah dan hancur.

Gambar 4. Femur kanan sebelum proses pembersihan dan penyambungan dengan banyak fraktur post-mortem

(Sumber: Penulis, 2022)

Fraktur post-mortem sangat mudah dikenali karena biasanya bekas luka yang terjadi dapat dilihat dengan jelas, kondisi fraktur post-mortem bisanya memiliki ciri-ciri yang mudah dikenali seperti bekas fraktur yang terlihat baru, dan sering ditandai dengan warna putih dikarenakan struktur tulang (Lihat gambar 5). Fraktur post-mortem pada R.PNY (PULAKI) kemungkinan disebabkan pada saat pengangkatan temuan ataupun setelah temuan tersebut disimpan yang bisa saja tertindih oleh temuan lain pada kotak penyimpanan.

Gambar 5. Fraktur post-mortem dilihat menggunakan mikroskop Dino-lite AM73915MZTL pembesaran 45,2x dengan image sensor 5.0 MP (Sumber: Penulis, 2022)

  • b)    Bone Modification oleh Nonhuman Biological Agents

Selain dikarenakan proses di atas, rangka R.PNY (PULAKI) terdapat modifikasi tulang yang disebabkan oleh faktor nonhuman biological agents seperti nonhuman animal, atau akar pohon di dalam tanah (Lihat gambar 6). Akar pohon merambat kebagian dalam struktur tulang dan merusak bagian dalam struktur tulang, sehingga bagian atas hancur.

Pada individu R.PNY (PULAKI) kerusakan yang disebabkan oleh akar pohon sangat tinggi, hal ini terlihat pada bagian kaki kanan seperti femur dan fragmen tulang kaki. Kerusakan tersebut hampir 85% dari tulang femur. Hal ini menunjukkan, kemungkinan pada saat terkubur, posisi kaki kanan dekat dengan area sekitar pohon, sehingga akar hanya masuk pada bagian tulang kaki.

Gambar 6. Fraktur post-mortem pada femur kanan yang disebabkan oleh akar, diambil menggunakan mikroskop Dino-


lite AM73915MZTL pembesaran 73,3x dengan image sensor 5.0 MP (Sumber: Penulis, 2022)

Tanaman akan mengirimkan akar mereka ke tanah untuk mencari nutrisi dan air. Secrete acids yang berada pada akar dapat menggores permukaan dari tulang yang terkubur. Pola awal kerusakan yang disebabkan oleh akar biasanya meliputi alur dangkal pada jaringan reticulate yang tidak boleh keliru untuk ahli prasejarah. Jaringan akar ini dapat berubah menjadi padat sehingga seluruh permukaan luar tulang terpahat. Setiap goresan root-mark sering kali berwarna lebih putih daripada tulang di sekitarnya, karena defikasi yang dihasilkan oleh secrete acids (White dan Folkens, 2005: 57).

  • c)    Bone Modification oleh Physical

Agents

Selain nonhuman biological agent, terdapat modifikasi tulang yang disebabkan oleh agen fisik seperti kimia (chemistry), batu (rock), tanah (earth), es (ice), abrasi (abrasion), dan api (fire). Perubahan postmortem dalam tulang berkisar dari perubahan kecil protein tulang hingga kerusakan struktural dan kimiawi yang lengkap. Sebagaimana yang diketahui bahwa konstituen utama tulang adalah protein (kebanyakan kolagen) dan mineral. Hubungan antara konstituen ini melibatkan fitur struktural

yang kompleks dan ikatan kimia yang sifatnya tidak sepenuhnya dipahami (White dan Folkens, 2005: 52-54).

Gambar 7. Warna kehijauan pada bagian sisi fibula kiri diambil menggunakan

mikroskop Dino-lite AM73915MZTL pembesaran 36,8x dengan image sensor 5.0 MP

(Sumber: Penulis, 2022)

Pada temuan R.PNY (PULAKI) ditemukan salah satu dari bone modification yang disebabkan oleh physical agent, yaitu kimia yang berada pada fibula kiri (Lihat gambar 7). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor unsur kimia, selain ditemukan rangka, ditemukan juga temuan bekal kubur seperti    gelang    perunggu yang

mengandung senyawa logam tembaga (Cu) yang jika berkarat dapat berubah menjadi warna   hijau. Perunggu

merupakan gabungan antara Cu (tembaga) dan Sn (timah). Hal itu yang membuat warna tulang menjadi hijau karena Cu dapat teroksidasi menjadi ion Cu2+, kemudian ion Cu2+ dapat berinteraksi bersama ion-ion yang dibawa oleh air (seperti uap air dari udara atau air hujan) atau ion-ion yang ada di dalam tanah, salah satunya Cl- yang menjadikan perubahan warna hijau.

  • 2)    Penyakit pada Gigi a) Dental Hypoplasia

Dental hypoplasia merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan garis melintang, lubang, dan alur pada permukaan mahkota gigi. Gangguan ini merupakan cacat pada perkembangan enamel. Amelogenesis atau pembentukan enamel, dimulai pada puncak oklusial dari setiap mahkota gigi dan berlanjut ke akar gigi, kemudian berakhir pada saat mahkota bertemu akar di garis cervicoenamel. Selama proses ini, stres pada organisme dapat mengakibatkan gangguan sementara  pada  aktivitas

ameloblastik dan    cacat   enamel

konsekuen yang menandai gangguan perkembangan (White  dan  Folkens,

2005: 329; Pinhasi dan Mays, 2008:

284).

Dental hypoplasia hanya bisa terbentuk saat masa anak-anak saat

enamel pada mahkota gigi terbentuk, hal ini menyebabkan gigi merekam episode atau waktu terjadinya timbulnya penyakit atau kekurangan nurtisi. Pada gigi permanen, hypoplasia muncul pada permukaan gigi yang merekam penyakit atau kekurangan nutrisi antara umur satu hingga tujuh tahun. Gangguan pada pembentukan enamel merupakan hal umum dan dapat terlihat sebagai kerusakan dengan berbagai bentuk. Hal ini terjadi akibat trauma pada saat kelahiran, berat badan yang rendah pada saat dilahirkan, dan berbagai macam penyakit. Selain itu, faktor genetik juga mempengaruhi terhadap munculnya dental hypoplasia yang dalam kasus langka disebut amelogenesis imperfect (Waldron, 2008: 244).

Gambar 8. Dental hypoplasia pada LC dan LP1

(Sumber: Penulis, 2022)

Pada individu R.PNY (PULAKI), dental hypoplasia ditemukan pada gigi LC dan LP1 dengan tanda garis melintang yang membentuk alur pada gigi (Lihat gambar 8). Berdasarkan wawancara dengan ahli paleoantropologi di Laboratorium Biopaleoantropologi UGM (Aswin Prayudi), pada individu R.PNY (PULAKI) memungkinan individu tersebut mengalami malnutrisi (kelebihan atau kekurangan nutrisi) pada umur 5 tahun yang disebabkan karena paceklik,

atau terdapat penyakit pencernaan yang membuat individu Pulaki tidak dapat menyerap gizi dengan baik karena adanya dental hypoplasia pada LC dan LP1.

Gambar 9. Dental hypoplasia pada LC (atas) dan LP1 (bawah) dilihat menggunakan mikroskop Dino-lite

AM73915MZTL (Sumber: Penulis, 2022)

  • b)    Caries Occlusal

Caries merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroba pada permukaan gigi, dan merusak struktur, mahkota sampai ke akar gigi. Carries disebabkan oleh bakteri Streptococcus mutans atau Lactobacillus acidophilus. Zat tepung yang terdapat pada makanan kemungkinan kecil dapat menyebabkan terjadinya caries pada gigi (Prayudi dan Suriyanyo, 2018: 110).

Gambar 9. Caries occlusal pada RM1 dan RM2

(Sumber: Penulis, 2022)

Gambar 10. Caries occlusal pada RM1 (kiri) dan RM2 (kanan) dilihat menggunakan mikroskop Dino-lite AM73915MZTL


(Sumber: Penulis, 2022)


No

Jenis Tulang

Ukuran (mm)

1

Humerus kanan

99 (distal) +

70,16

(diaphysis)

2

Humerus kiri

180,35

3

Radius kanan

112,41

4

Radius kiri

88,9

5

Ulna kanan

130

6

Ulna kiri

143,91

7

Femur kanan

127,83

8

Femur kiri

93

9

Fibula kiri

55,38

(Sumber: Penulis, 2022)


Kerusakan pada struktur gigi disebabkan oleh aktivitas mikroba pada permukaan gigi, ketika bakteri pada plak gigi dan sukrosa dari makanan menghasilkan kombinasi yang tepat, maka terbentuklah asam yang menyebabkan gigi terderemineralisasi dan menyebabkan lubang. Penyakit ini memberikan rasa sakit terhadap manusia yang mengganggu proses mastikasi dengan cara memberikan rasa tidak nyaman ketika mengunyah dan ketika berbicara, selain itu dapat mengganggu rutinitas sehari-hari dengan adanya rasa sakit pada gigi, dan akan mengurangi kualitas kehidupan individu yang terinfeksi penyakit tersebut dengan rasa kesal yang didapat dan kurangnya tidur karena rasa sakit (Roberts dan Manchester, 2005: 65).

  • 2.    Analisis Antropometri

Analisis antropometri merupakan analisis     dengan     menggunakan

pengukuran pada tubuh manusia. Analisis antropometri dalam penelitian ini digunakan untuk menentukan panjang suatu individu. Pengukuran R.PNY (PULAKI) dilakukan pada kompenen tulang yang memiliki kondisi yang bagus dikarenakan kondisi tulang banyak yang sudah hancur, sehingga tidak semua kompenen dalam dilakukan pengukuran. Pengukuran tersebut dijabarkan sebagai berikut:

Tabel 1. Ukuran Tulang Panjang R.PNY (PULAKI)

Berdasarkan pengukuran pada tabel 1, dapat dilakukan identifikasi penentuan tinggi badan berdasarkan panjang dari tulang panjang, pada bagian yang hilang akan dilakukan penambahan berdasarkan perkiraan berapa persen pada bagian yang hilang dengan melihat kedekatan dengan perkiaraan umur individu berdasarkan panjang tulang panjang (Lihat tabel 2). Identifikasi penentuan tinggi badan dilakukan dengan menggunakan rumus regresi penentuan tinggi badan berikut:

Tabel 2. Rumus Regresi Penentuan Tinggi Badan Berdasarkan Panjang Tulang Panjang

Nilai

Jenis Tulang

1,22

(Femur + Fibula)

+70,24+/-3,18

1,22

(Femur + Tibia)

+70,37+/-3,24

2,40

Fibula

+80,56+/-3,24

2,39

Tibia

+81,45+/-3,27

2,15

Femur

+72,57+/-3,80

1,68

(Humerus + Ulna)

+71,18+/-4,14

1,67

(Humerus + Radius)

+74,83+/-4,16

2,68

Humerus

+83,19+/-4,25

3,54

Radius

+82,00+/-4,60

3,48

Ulna

+77,45+/-4,66

(Sumber: Indriati, 2010: 78)

Berdasarkan tabel 2, diketahui bahwa humerus kiri dan ulna kiri pada rangka R.PNY (PULAKI) memiliki kondisi yang cukup lengkap, dengan panjang pada humerus kiri yaitu 180,35 mm dan ulna kiri 143,91 mm. Berdasarkan rumus regresi penentuan tinggi badan menggunakan panjang tulang panjang:

  • 1.    1,68 cm x (Humerus + Ulna) + 74,83 cm – 4,16 cm = hasil

  • 2.    1,68 cm x (32,4 cm) + 74,83 cm – 4,16 cm = 125,102 cm

Berdasarkan hitungan rumus regresi penentuan tinggi badan menggunakan panjang humerus dan ulna, diperkirakan rangka R.PNY (PULAKI) memiliki tinggi badan sekitar 125,102 cm ± 10 cm. Hal ini menandakan bahwa rangka R.PNY (PULAKI) memiliki kondisi tinggi badan sesuai dengan anak-anak antara 8 – 10 tahun.

SIMPULAN

Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap rangka individu R.PNY (PULAKI) dari Situs Pulaki, dapat disimpulkan bahwa individu ini berumur 6-12 tahun berdasarkan tulang panjang dan 9-15 tahun berdasarkan perkembangan dan erupsi gigi, dengan tinggi badan 125,102 cm ± 10 cm. Jenis kelamin individu ini tidak dapat diketahui dikarenakan indikator untuk menentukan jenis kelamin pada rangka individu ini sudah hancur pada saat pengangkatan. Terdapat pula jejak patologis pada gigi R.PNY (PULAKI) berupa dental hypoplasia dan caries occlusal, selain itu terdapat tiga jenis modifikasi tulang berupa bone fracture, bone modification oleh physical agents, dan bone modification oleh nonhuman biological agents.

Rangka individu R.PNY (PULAKI) kemungkinan memiliki indikasi malnutrisi pada umur 5 tahun yang

disebabkan oleh paceklik, atau terdapat penyakit pencernaan yang membuat individu Pulaki tidak dapat menyerap gizi dengan baik. Bukti ini ditandai dengan ditemukannya dental hypoplasia pada LC dan LP1 maxilla kiri. Selain itu berdasarkan atrisi gigi pada RM1 dan RM2 mandible kanan, diketahui individu R.PNY (PULAKI) memiliki kebiasaan memakan makanan yang lunak, sehingga individu tidak memiliki kebiasaan untuk menggigit makanan dengan keras atau menggunakan gigi sebagai alat bantu memegang.

Rangka individu R.PNY (PULAKI) memiliki potensi yang dapat dikembangkan lebih lanjut untuk dilakukan penelitian berikutnya. Temuan rangka R.PNY (PULAKI) dapat memberikan informasi mengenai perkembangan manusia di Bali. Namun demikian, sejak tahun 1996 rangka R.PNY (PULAKI) belum dilakukan penelitian intensif mengenai anatomi rangka tersebut. Penelitian osteobiografi ini masih dalam proses awal, sehingga dapat membuka penelitian lain untuk merekonstruksi lebih jauh mengenai manusia Bali di Situs Pulaki.

DAFTAR PUSTAKA

Ardika, I.W., Parimarth, I.G., Wirawan, A.A.B. (2013). Sejarah Bali Dari Prasejarah Hingga Modern. Denpasar:  Udayana University

Press.

Aziz, F.A. (2000). “Potensi Beberapa Situs Permukiman Arkeologi dalam Perencanaan      Pengembangan

Wisata di Kawasan Bali Barat: Suatu Sumbangan Pemikiran”. Jurnal AMERTA. Volume 20 (1), halaman 76-94.

Bawono, R.A. Najib, U., Kristiawan.

(2008). “Mesolithic and Neolithic Cultures of Jimbaran, Bali”, IndoPacific Prehistory Association Bulletin Volume 28, hlm. 117-119.

Glinka, J., Artaria, M.D., Koesbardiati, T. (2008). Metode Pengukuran Manusia. Surabaya:   Airlangga

University Press.

Indriati, E. (2001). “Bioarkeologi: Integrasi     Dinamis     Antara

Antropologi     Biologis     dan

Arkeologi”. Humaniora. Volume XIII, No. 3, halaman 284-291.

Indriati, E. (2010). Antropologi Forensik. Yogyakarta:    Gadjah    Mada

University Press.

Iscan, M.Y., dan Halmer, R.P. (1993). Forensic Analysis of the Skull. New York: Wiley-Liss.

Mahaviranata, P. (2000). “Ekskavasi Situs Pulaki, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali”. Berita Penelitian Arkeologi No.3. Badan Riset dan Inovasi Nasional Kantor Balai Arkeologi Bali.

Mays, S. (1998). The Archaeology of Human Bones. USA dan Canada: Routlege.

Ortner, D.J. (2003). Identification of Pathological Conditions in Human Skeletal Remains. USA: Academic Press.

Prayudi, A., dan Suriyanto, R.A. (2017). “Osteobigrafi Individu Nomor 38 dari Situs Prasejarah Gilimanuk”. Jurnal AMERTA. Volume 35, No. 1, halaman 1-74.

Prayudi, A., dan Suriyanto, R.A. (2018). “GLM      LVI:      Tinjauan

Osteoarkeologis Atas Sebuah Rangka dari Gilimanuk”. Forum Arkeologi. Vol. 31, Nomor 2, Halaman 105-116.

Pinhasi, R. dan Mays, S. (2008). Advances      in      Human

Palaeopathology. England: British Library.

Roberts, C., dan Manchester, K. (2005). The Archeology of Disease. United Kingdom: Sutton Publishing.

Soejono, R.P. (1984). Sejarah Nasional Indonesia I. Jakarta: Balai Pustaka.

Stodder, A.L.W. dan Palkovich, A.M. (2012). Osteobiography and Bioarchaeology. Dalam: A.L.W. Stodder and A.M. Palkovich (editor). In The Bioarchaeology of Individuals.,     halaman.     1-8.

Gainesville: University Press of Florida.

Suastika, I.M. (2008). “Traces of Human Lifestyle from the palaeolithic era to the beginning of the first century AD”, dalam: Hauser-Schӓublin, Brigitta dan I Wayan Ardika (Editor), Burials, Texts and Rituals ethnoarchaeological investigations in North Bali, Indonesia, hal.158-175. Gӧttingen: Universitӓtsverlag Gӧttingen.

Ubelaker. D.H. (1979). “Skeletal Evidence for Kneeling in Prehistoric Ecuador”. American Journal       of       Biological

Anthropology. Volume 51, Nomor 4, halaman 679-685.

Waldron, T. (2008). Palaeopathology. New York: Cambrige University Press.

White, T.D. dan Folkens, P.A. 2005. The Human Bone  Manual.  USA:

Elsevier, Inc.