HUMANIS

Journal of Arts and Humanities

p-ISSN: 2528-5076, e-ISSN: 2302-920X

Terakreditasi Sinta-3, SK No: 105/E/KPT/2022

Vol 26.3 Agustus 2022: 290-298

Penggunaan dan Makna Adverbia ‘Shikkari’ dalam Polisemi Bahasa Jepang Tinjauan Semantik

I Wayan Wahyu Cipta Widiastika Universitas Mahasaraswati Denpasar, Denpasar, Bali, Indonesia Email korespondensi : [email protected]

Info Artikel                   Abstract

Masuk: 9 Mei 2022

Revisi: 17 Juli 2022

Diterima: 15 Agustus 2022

Keywords: usage; meaning; shikkari; semantics


This article discusses the use and meaning of the adverb 'shikkari' in everyday Japanese polysemy. The data in this article were obtained from spoken data used by native Japanese speakers. The method used in this article is descriptive method. To obtain valid data, a field study was conducted directly to dig up the required information through the interview method and assisted with note-taking techniques. The data were analyzed using Pateda's theory of contextual meaning (2010: 116). From the data that has been collected, the adverb 'shikkari' in Japanese polysemy has different meanings depending on the context in which it is used. From the results of the analysis, in general the adverb 'shikkari' means (1) a strong/sturdy foundation and building structure, (2) a strong body, soul and personality, (3) a clear goal and a strong memory, (4) something trustworthy and reliable, (5) do something hard in terms of work/learning, and (6) actions and behaviour (good, sharp, and healthy).

Abstrak

Kata kunci: penggunaan; makna; shikkari; semantik

Corresponding Author:

I Wayan Wahyu Cipta

Widiastika

[email protected]

DOI:

https://doi.org/10.24843/JH.20

22.v26.i03.p09


Artikel ini membahas mengenai penggunaan dan makna adverbia ‘shikkari' dalam polisemi bahasa Jepang sehari-hari. Data dalam artikel ini diperoleh dari data lisan yang digunakan oleh penutur asli bahasa Jepang. Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah metode deskriptif. Untuk memperoleh data yang valid, dilakukan studi lapangan secara langsung untuk menggali informasi yang diperlukan melalui metode wawancara dan dibantu dengan teknik catat. Data dianalisis dengan menggunakan teori makna kontekstual Pateda, (2010:116). Dari data yang telah dikumpulkan, adverbia ‘shikkari’ dalam polisemi bahasa Jepang mempunyai makna yang berbeda tergantung konteks penggunaannya. Dari hasil analisis, secara umum adverbia ‘shikkari’ bermakna (1) pondasi dan struktur bangunan yang kuat/kokoh, (2) badan, jiwa dan kepribadian yang kuat, (3) tujuan yang jelas dan ingatan yang kuat, (4) suatu hal yang dapat dipercaya dan dapat diandalkan, (5) melakukan sesuatu dengan keras dalam hal pekerjaan/pembelajaran, dan (6) perbuatan dan tingkah laku (baik, tajam, dan sehat).

PENDAHULUAN

Semantik adalah salah satu bidang ilmu linguistik yang fokusnya membahas mengenai makna. Istilah kata semantik sebenarnya berasal dari bahasa Yunani sema (nomina) yang mempunyai makna ‘tanda atau lambang’. Sedangkan verba nya adalah semanio yang bermakna ‘menandai atau melambangkan’. Sehingga ilmu semantik digunakan dalam bidang linguistik untuk mempelajari dan mendalami hubungan antara tanda-tanda linguistik dan hal-hal yang ditandainya (Chaer, 2013:2). Dalam bidang linguistik, semantik mempunyai fungsi dan peranan yang sangat penting karena setiap bahasa yang digunakan ketika berkomunikasi bertujuan untuk menyampaikan suatu maksud dan makna. Terkadang sebuah kata, tidak hanya mempunyai satu makna saja, tetapi bisa mempunyai lebih dari beberapa makna yang biasanya disebut dengan istilah polisemi. Istilah polisemi dalam bahasa Jepang disebut dengan ‘tagigo’. Sutedi (2011:97) menyatakan bahwa istilah polisemi (tagigo) adalah suatu kata atau leksikon yang mempunyai lebih dari satu makna dan dalam setiap maknanya ada keterkaitan satu dengan yang lainnya. Dalam bahasa Jepang sendiri terdapat banyak sekali adverbia yang mempunyai lebih dari satu makna. Salah satu contohnya adalah adverbia ‘shikkari’. Dalam konteks penggunaan nya, ‘shikkari’ mempunyai beberapa makna yang berbeda, seperti : shikkari benkyou shite kudasai (tolong belajar dengan giat/keras), shikkari motte kudasai (tolong pegang dengan erat/kuat), shikkari shita kaisha (perusahaan yang mapan/stabil), dan lain sebagainya.

Adverbia atau kata keterangan dalam bahasa Jepang disebut dengan istilah ‘fukushi’. Adverbia biasanya digunakan untuk menjelaskan kelas kata yang lain, seperti : verba, nomina, dan adjektiva (Mulya: 2013). Sudjianto (2003:72)

menyatakan bahwa fukushi dalam bahasa Jepang dapat dibagi menjadi tiga kelompok yakni, joutai no fukushi, teido no fukushi, dan chinjutsu no fukushi. Sudjianto (2003:74-79) menyatakan bahwa joutai no fukushi adalah fukushi yang menjelaskan verba yang lebih menitik beratkan suatu keadaan atau aktivitas. Nagayama (1986:147) mengatakan bahwa teido no fukushi adalah fukushi yang menjelaskan yougen. Yang dimaksud dengan yougen adalah istilah untuk verba (doushi), adjektiva-i (i keiyoushi), dan juga adjektiva-na (na-keiyoushi). Tetapi, lebih mengutamakan adjektiva-i dan adjektiva-na yang sudah jelas dapat menentukan standar yaitu : batas, tingkat atau derajat suatu keadaan. Dan terakhir, chinjutsu no fukushi adalah fukushi yang digunakan berdasarkan bentuk kalimatnya. Fukushi jenis ini memerlukan suatu pola kalimat tertentu (Sudjianto 2003:82). Iori (2003:378) dalam bukunya yang berjudul ‘Nihongo Bunpo Handobukku’ menyatakan bahwa fukushi adalah kelas kata yang berperan dan berfungsi untuk memodifikasi verba dan adjektiva. Fukushi juga termasuk dalam kelas kata yang mempunyai beraneka ragam bentuk dan makna.

Biasanya orang yang mempelajari bahasa asing, khususnya Bahasa Jepang akan mengalami kesulitan ketika memahami perluasan makna kata yang berpolisemi. Hal itu dikarena banyaknya variasi makna yang dimiliki sebuah leksikon dalam Bahasa Jepang. Selain itu, mereka juga mengalami beberapa kesulitan dalam menghubungkan makna dasar dengan makna perluasan karena ada beberapa kemungkinan makna perluasan tersebut berbeda jauh dengan makna dasarnya. Berdasarkan uraian tersebut, artikel ini membahas makna dan penggunaan adverbia ‘shikkari’ dalam bahasa Jepang. Artikel ini mendeskripsikan penggunaan dan makna adverbia ‘shikkari’ serta hubungan antara

makna dasar dan makna perluasannya. Machida dan Momiyama (1997:109) dalam buku Sutedi (2016:146) menyatakan bahwa ada beberapa langkah yang bisa dilakukan ketika ingin menganalisis kata yang berpolisemi, yaitu : 1. Memilih makna (imi-kubun), 2. Menentukan makna dasar (kihongi no nintei), dan 3. Memaparkan hubungan antar makna dalam bentuk struktur polisemi (tagi-kouzou no hyouji). Dalam artikel ini, polisemi dalam Bahasa Jepang dihubungkan dengan ilmu semantik. Kridalaksana (2008:216) menyatakan bahwa semantik adalah struktur bahasa yang berkaitan dengan makna suatu ungkapan, sistem ataupun penyelidikan makna suatu bahasa pada umumnya. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2010:805) menyatakan bahwa semantik adalah cabang ilmu linguistik yang membahas dan mengkaji tentang makna kata dan perubahannya. Yang dimaksud dengan perubahan adalah perubahan makna yang terjadi ketika suatu kata ditempatkan di dalam sebuah kalimat.

Penelitian yang berkaitan dengan polisemi (tagigo) dalam Bahasa Jepang sudah banyak dilakukan dalam penelitian sebelumnya. Penelitian yang berkaitan dengan polisemi dalam Bahasa Jepang mengambil verba atau adverbia sebagai bahan kajiannya karena satu verba atau adverbia dalam Bahasa Jepang mempunyai banyak variasi makna. Berikut dipaparkan beberapa penelitian sebelumnya yang membahas mengenai polisemi dalam Bahasa Jepang.

Januar (2008) meneliti tentang ‘Analisis fukushi sugu ni dan sassoku dalam Kajian Sintaksis dan Semantik’. Dalam penelitian tersebut membahas bagaimanakah fungsi, makna, serta persamaan dan perbedaan fukushi sugu ni dan sassoku dalam kalimat Bahasa Jepang. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa fungsi fukushi sugu ni dan sassoku menerangkan kata kerja (verba)/predikat.

Kemudian, makna dari fukushi sugu ni adalah pembicara langsung segera melakukan suatu aktivitas pada saat itu juga, sedangkan fukushi sassoku digunakan ketika pembicara dengan segera melakukan suatu aktivitas. Persamaan dan perbedaan antara fukushi sugu ni dan sassoku adalah fukushi sugu ni dapat digunaakan ketika melakukan hal baik menurut pembicara, sedangkan fukushi sassoku sebaliknya. Sugu ni dapat digunakan pada kalimat yang menyatakan suatu keinginan sedangkan fukushi sassoku tidak. Selain itu, fukushi sugu ni juga dapat digunakan pada kalimat perintah untuk lebih mempertegas kalimat perintah. Sementara itu, fukushi sassoku biasanya digunakan pada kalimat bentuk sopan/formal, dan fukushi sassoku diikuti dengan ~desu ga, yang berfungsi memperhalus permintaan kepada lawan bicara.

Suryani (2014) dalam penelitian nya yang berjudul ‘Analisis Penggunaan Adverbia Mamonaku, Sugu, Sassoku, Tadachini Sebagai Sinonim’. Dalam penelitian itu membahas bagaimanakah penggunaan, fungsi, serta persamaan dan perbedaan makna adverbia mamonaku, sugu, sassoku dan tadachini dalam kalimat Bahasa Jepang. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa adverbia mamonaku biasanya digunakan untuk menyatakan kalimat pemberitahuan, misalnya : kalimat berita televisi, sedangkan adverbia sugu biasanya digunakan untuk menyatakan suatu harapan, permohonan, perintah, dan larangan. Adverbia sassoku digunakan ketika adanya persetujuan dari orang lain terhadap keinginan pembicara, sedangkan adverbia tadachi ni digunakan ketika situasi yang mendesak. Kemudian, adverbia mamonaku, sugu, sassoku dan tadachini dapat disubstitusikan satu dengan yang lainnya, namun memiliki nuansa yang sedikit berbeda. Persamaan

dan perbedaan antara adverbia mamonaku, sugu, sassoku dan tadachini akan terlihat ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Keempat adverbia tersebut mempunyai makna yang sama yaitu ‘segera’, namun untuk adverbia mamonaku mempunyai terjemahan yang berbada dalam bahasa Indonesia yakni ‘tidak lama lagi’. Sementara itu, jika dilihat dari predikat yang mengikuti adverbia mamonaku dan sugu, biasanya diikuti bentuk kata kerja, kata sifat-i, kata sifat-na dan kata benda, sedangkan predikat yang mengikuti adverbia sassoku adalah bentuk kata kerja dan predikat yang mengikuti tadachi ni adalah, kata sifat-i, dan kata sifat-na.

Retnoningrum, (2015) dalam penelitiannya yang berjudul ‘Analisis makna verba ‘dasu’ sebagai polisemi dalam Bahasa Jepang. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa makna verba ‘dasu’ dalam Bahasa Jepang mempunyai satu makna dasar dan 13 makna perluasan. Makna dasar dari verba ‘dasu’ berupa perpindahan dari dalam ke luar, serta makna perluasannya berupa gerakan sebagian anggota badan ke arah depan, menyambut customer/tamu dengan hidangan, membayar, pengiriman lewat pos, menyerahkan suatu dokumen, menampakkan diri di depan orang, menggambarkan sifat yang tersembunyi, mengumumkan, jual beli, menerbitkan atau mempublikasikan, membuka bisnis/toko baru, memberikan instruksi atau petunjuk, memperlihatkan jawaban yang tegas, dan menyebabkan terjadinya sesuaru hal yang buruk.

METODE DAN TEORI

Data dalam artikel ini diperoleh dari data lisan yang digunakan oleh penutur asli Bahasa Jepang. Untuk memperoleh data yang valid, dilakukan studi lapangan untuk menggali informasi yang diperlukan melalui metode wawancara

dan catat/note taking. Sebelum melakukan wawancara, dipersiapkan terlebih dahulu kuesioner yang akan diberikan kepada informan yang berisikan variasi adverbia ‘shikkari’. Para informan diminta untuk menuliskan sebanyak 20 contoh kalimat yang berisi kata ‘shikkari’ serta variasi maknanya. Pada saat klasifikasi data, dari 20 data berupa kalimat ‘shikkari’ yang diperoleh, digunakan 15 data valid dan 5 sisanya berupa data yang mirip. Dalam proses pengumpulan data, penulis melakukan wawancara dan tanya jawab secara langsung dengan 2 orang Jepang yang merupakan pensiunan guru yang tinggal di daerah Junjungan, Ubud, Gianyar. Tujuan dilakukannya wawancara secara langsung adalah untuk menggali informasi tentang data yang berisi kalimat adverbia ‘shikkari’ dan memastikan kebenaran data-data yang sudah diperoleh. Selain metode wawancara, digunakan juga teknik catat yang bertujuan untuk mencatat data yang diperlukan dan dianggap penting. Sudaryanto (2014:135) menyatakan bahwa teknik catat adalah suatu aktivitas di mana penulis mencatat data-data yang diperlukan dan kemudian dilanjutkan dengan klarifikasi data.

Sugiyono (2017:194) menyatakan bahwa metode wawancara biasanya digunakan sebagai teknik pengumpulan data ketika penulis ingin melakukan studi lapangan secara langsung yang bertujuan untuk menemukan permasalahan yang ingin diteliti, dan juga penulis dapat mengetahui data-data yang diperlukan dengan lebih lengkap dan rinci.

Data dalam artikel ini dianalisis dengan menggunakan teori makna kontekstual menurut Pateda, (2010:116) yang menyatakan bahwa makna kontekstual ‘contextual meaning’ atau bisa juga disebut dengan makna situasional ‘situational meaning’ muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran

dan konteks. Konteks yang dimaksud dalam hal ini mempunyai banyak aspek, seperti : (1) konteks personal atau individu, yang berhubungan dengan : gender, status sosial pembicara, usia pembicara atau pendengar, kondisi ekonomi pembicara atau pendengar, (2) konteks keadaan, misalnya : situasi santai, situasi tenang, (3) konteks tujuan, misalnya memohon, menginginkan sesuatu, (4) konteks kesopanan atau tidaknya pembicaraan, (5) konteks perasaan pembicara atau pendengar, misalnya : cemas, senang, atau marah, (6) konteks waktu, misalnya : pagi, sore atau tengah malam, (7) konteks lokasi, apakah tempatnya di rumah, di kampus, atau di tengah keramaian, (8) konteks objek, menjelaskan apa yang menjadi topik pembicaraan, (9) konteks alat kelengkapan bicara atau dengar pada pembicara atau pendengar, (10) konteks penggunaan bahasa, apakah sudah sesuai dengan kaidah bahasa yang digunakan oleh pembicara dan pendengar, dan (11) konteks bahasa, berkaitan dengan jenis bahasa yang digunakan. Dalam artikel ini akan menggunakan 5 konteks untuk menganalisis penggunaan dan makna adverbia ‘shikkari’ dalam bahasa Jepang, yakni konteks keadaan, konteks perasaan, konteks tujuan, konteks penggunaan bahasa, dan konteks objek.

Hiroko Fukuda (2017:80), menyatakan bahwa adverbia ‘shikkari’ mempunyai beberapa makna dan penggunaan tergantung konteks nya, (1) memiliki fondasi, struktur, hubungan, yang kuat. (2) sesuatu yang bisa dipercaya, bisa berfungsi dengan baik, dan kuat. ‘Shikkari’ biasanya digunakan untuk menggambarkan tubuh, jiwa, karakter, inteligensi, pemikiran, dari seseorang. ‘Shikkari’ kadang-kadang bernuansa negatif, seperti : menyindir dengan pedas/tajam, orang yang licik dan pelit. (3) menggambarkan suatu perbuatan dan kebiasaan : sehat, baik,

cukup, kuat dan rajin. (4) menggambarkan kuantitas yang banyak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut dipaparkan penggunaan dan makna adverbia ‘shikkari’ dalam bahasa Jepang sehari-hari :

Berikut dipaparkan kalimat adverbia ‘shikkari’ yang menyatakan fondasi dan struktur yang kuat.

  • (1)    ンション選びのポイントは、まず 構造がしっかりしているかどうかで すよ

Manshon erabi no pointo wa, mazu kouzou ga shikkari shite iru ka dou ka desu.

Hal pertama yang harus anda periksa sebelum membeli apartemen adalah seberapa kokoh/kuat nya pondasi/struktur bangunan itu didirikan.

  • (2)    この家は土台がしっかりして いる。

Kono uchi wa dodai ga shikkari shite iru. Rumah ini pondasinya kuat.

Dari data (1) dan (2) di atas dapat dilihat penggunaan adverbia ‘shikkari’ dalam kalimat bahasa Jepang yang menyatakan fondasi dan struktur yang kuat. Pada data (1) menggambarkan seseorang ingin memastikan apakah pondasi/struktur bangunan apartemen nya kuat atau tidak. Data (2) juga menyatakan suatu rumah yang mempunyai pondasi yang kuat. Hal yang membedakan terletak pada struktur/pondasinya. Pada data (1) digunakan leksikon ‘kouzou’ yang bermakna struktur bangunan yang kuat, seperti : dinding, lantai dan lain sebagainya. Sedangkan pada data (2) digunakan leksikon ‘dodai’ yang bermakna pondasi dasar bawah bangunan. Dari kedua data di atas, dapat dilihat penggunaan dan makna adverbia

shikkari’ yang bermakna kuat untuk struktur dan pondasi bangunan rumah.

Berikut dipaparkan kalimat adverbia ‘shikkari’ yang menyatakan badan, jiwa, dan kepribadian yang kuat.

  • (3)    お父さん、しっかりしてよ。 酔っ払って玄関で寝ちゃったら風邪 ひくわよ。

Otousan, shikkari shite yo. Yopparatte genkan de nechattara kaze hiku wa yo. Jaga kesehatan, Ayah. Anda akan masuk angin jika berbaring di pintu masuk dalam keadaan mabuk seperti itu.

  • (4)    祖父はまだ心身共にしっかり しています。

Sofu wa mada shinshin tomo ni shikkari shite imasu.

Badan dan pikiran kakek masih kuat.

Dari data (3) dan (4) di atas dapat dilihat penggunaan adverbia ‘shikkari’ dalam kalimat bahasa Jepang yang menyatakan badan, jiwa dan kepribadian yang kuat. Data (3) menggambarkan seorang anak yang memperingati ayahnya untuk menjaga kesehatan. Advervia   ‘shikkari’   tidak hanya

digunakan untuk menyatakan suatu pernyataan, tapi bisa juga digunakan dalam bentuk perintah ‘shikkari shite yo’. Dalam bahasa Jepang, ada ungkapan lain yang digunakan untuk menjaga kesehatan, yakni ‘kenkou kanri shite kudasai’ yang bisa digunakan untuk menggantikan ungkapan ‘shikkari shite’ pada data di atas.

Data (4) menggambarkan seorang kakek yang badan dan pikirannya masih kuat. Pada data (4) ini menggunakan leksikon ‘shinshin’ yang bermakna ‘kangae’ dan ‘karada’ (pikiran dan badan). Dari contoh kalimat tersebut, dapat dilihat penggunaan dan makna adverbia ‘shikkari’ yang menyatakan badan, jiwa atau pikiran yang kuat.

Berikut dipaparkan kalimat adverbia ‘shikkari’ yang menyatakan tujuan yang jelas dan ingatan yang kuat

  • (5)    しっかりとした目標を持って いれば、うまく行くでしょう。

Shikkari to shita mokuhyou wo motte ireba, umaku iku deshou.

Kalau mempunyai tujuan yang jelas/kuat, mungkin akan berjalan dengan lancar.

  • (6)    その光景は私の記憶にしっか りと刻み付けた。

Sono koukei wa watashi no kioku ni shikkari to kizami tsuketa

Pemandangan itu terukir dengan jelas/kuat diingatan saya.

Data (5) dan (6) di atas dapat dilihat penggunaan adverbia ‘shikkari’ dalam kalimat bahasa Jepang yang menyatakan suatu tujuan jelas dan ingatan yang kuat. Pada data (5) menggambarkan adanya tujuan yang jelas yang memungkinkan suatu hal akan berjalan dengan baik. Pada data tersebut, terdapat leksikon ‘mokuhyou’ yang bermakna suatu level yang ingin dicapai atau sesuatu yang dibidik. Berbeda dengan leksikon ‘mokuteki’       yang       bermakna

tujuan/maksud atau alasan mengapa melakukan suatu kegiatan. Kemudian, pada data (6) menggambarkan ingatan yang masih kuat/jelas tentang pemandangan yang pernah dilihat. Nuansa yang terkandung dalam adverbia ini adalah kenangan yang kadang-kadang masih muncul dalam pikiran secara tidak sadar. Dari hal tersebut, dapat dilihat makna adverbia ‘shikkari’ yang berbeda tergantung konteks penggunaannya.

Berikut dipaparkan kalimat adverbia ‘shikkari’ yang menyatakan sesuatu hal yang dapat dipercaya, dapat diandalkan dan kokoh dalam hal ekonomi

  • (7)    しっかりした会社に務めてい れば、不況になっても安心ですね。

Shikkari shita kaisha ni tsutomete ireba, fukyou ni natte mo anshin desu ne.

Kalau bekerja di perusahaan yang mapan/stabil,    meskipun keadaan

ekonomi yang buruk, anda tidak perlu khawatir.

  • (8)    彼は経済的背景がしっかりし ている。

Kare wa keizai teki haikei ga shikkari shite iru.

Dia (laki-laki) latar belakang ekonominya kuat/stabil.

  • (9)    女房のやつ、しっかりもので ね、この五年間に100万もヘソクリし てたんだぜ。

Nyoubou no yatsu, shikkari mono de ne, kono gonen kan ni hyaku man mo hesokuri shite tan da ze

Istri saya sangat pelit, dalam waktu 5 tahun, dia bisa menyimpan uang tabungan pribadi nya sebanyak 1 juta yen.

Pada data (7) dan (8) di atas dapat dilihat penggunaan adverbia ‘shikkari’ dalam kalimat Bahasa Jepang yang menyatakan suatu perusahaan dan ekonomi yang stabil. Pada data (7) menggambarkan suatu perusahaan yang mapan & stabil meskipun dalam ekonomi sulit. Sedangkan pada data (8) menyatakan seseorang laki-laki dengan kondisi finansial yang mapan & stabil. Pada data (9) menggambarkan karakter seseorang istri yang pelit dengan menyimpan uangnya sendiri. Sebenarnya dalam Bahasa Jepang, ada leksikon yang bermakna (pelit) yakni, ‘kechi’. Akan tetapi, baik adverbia ‘shikkari’ maupun leksikon     ‘kechi’     bisa     saling

menggantikan dalam data (9). Sehingga dari hal tersebut dapat dilihat penggunaan

dan makna adverbia ‘shikkari’ dalam konteks yang berbeda.

Berikut dipaparkan kalimat adverbia ‘shikkari’     yang     menyatakan

melakukan sesuatu dengan keras/rajin dalam hal pembelajaran/pekerjaan

  • (10)    学生時代にもっとしっかりと 勉強しておくべきだったよ。

Gakusei jidai ni motto shikkari to benkyou shite oku beki datta yo.

Seharusnya saya belajar lebih keras ketika masih menjadi mahasiswa

  • (11)    大学時代に、もっとしっかり 英語を勉強していたら、いつでも海 外旅行出来るのに。

Daigaku jidai ni, motto shikkari eigo wo benkyou shite itara, itsudemo gaikoku ryokou dekiru noni

Ketika dulu masih kuliah, kalau saya belajar bahasa Inggris lebih keras, padahal bisa jalan-jalan ke luar negeri kapan pun.

  • (12)    君にもっとしっかり仕事をし てもらいたい。

Kimi ni motto shikkari shigoto wo shite moraitai.

Saya ingin kamu bekerja lebih keras lagi

Pada data (10) dan (11) dapat dilihat penggunaan adverbia ‘shikkari’ dalam Bahasa Jepang yang menyatakan penyesalan karena tidak belajar dengan rajin/baik. Data (10) dan data (11) samasama menggambarkan menyesalan. Sebenarnya dalam Bahasa Jepang, ada leksikon yang maknanya sama dengan ‘shikkari’, yakni ‘isshoukenmei’ dan ‘majime’. Kedua leksikon tersebut bermakna (rajin, serius dan sungguh-sungguh) dan bisa saling menggantikan pada data di atas. Pada data (11) menyatakan penyesalan tidak bisa jalan-jalan ke luar negeri karena kurang belajar

bahasa Inggris. Sedangkan data (12) menggambarkan seorang atasan yang meminta bawahan nya untuk bekerja lebih keras/baik. Sehingga dari hal tersebut dapat dilihat penggunaan dan makna adverbia ‘shikkari’ dalam konteks yang berbeda.

Berikut dipaparkan kalimat adverbia ‘shikkari’    yang    menunjukkan

perbuatan dan tingkah laku (baik, tajam, dan sehat)

  • (13)    お客様を迎える前には、トイ レの鏡がかかるかどうかもしっかり チェックして。

Okyaku sama wo mukaeru mae ni wa, toire no kagami ga kakaru ka dou ka mo shikkari chekku shite.

Sebelum menjemput tamu, apakah tergantung atau tidaknya cermin di toilet, tolong cek dengan baik.

  • (14)    彼女はしっかりした視線で私 を見て、会議室を出た。

Kanojo wa shikkari shita shisen de watashi wo mite, kaigishitsu wo deta Dia (perempuan) melihat saya dengan pandangan yang tajam dan keluar dari ruangan rapat

  • (15)    朝御飯をしっかり食べるのが 健康の秘訣です。

Asa gohan wo shikkari taberu no ga kenkou no hiketsu desu.

Rahasia kesehatan yang baik adalah makan pagi yang banyak

.

Pada data (13) menunjukkan seorang atasan yang memerintahkan bawahannya untuk memastikan cermin di toilet. Pada data tersebut, adverbia ‘shikkari’ juga bisa digantikan dengan adverbia ‘yoku’ yang bermakna ‘dengan baik’. Pada data (14) menggambarkan seseorang yang menatap dengan tajam. Pada data tersebut, adverbia ‘shikkari’ tidak bisa digantikan dengan adverbia lainnya yang

bermakna ‘tajam’. Akan tetapi, dalam Bahasa Jepang ada adjektiva ‘surudoi’ yang bermakna (tajam), namun tidak bisa digunakan dalam kalimat ini. Terakhir, pada data (15) menggambarkan sarapan pagi yang banyak bagus untuk kesehatan. Adverbia ‘shikkari’ pada data tersebut bisa digantikan dengan ‘takusan’ yang sama bermakna ‘banyak’. Dari ketiga data tersebut, adverbia ‘shikkari’ mempunyai penggunaan yang berbeda tergantung konteks nya.

SIMPULAN

Dari hasil analisis data, jika dilihat dari segi bentuknya, verba shikkari’ yang berupa adverbia dalam artikel ini mempunyai 6 variasi bentuk dalam penggunaannya, seperti : (1) shikkari shite iru (sedang dalam keadaan kuat/kokoh), (2) shikkari shite (bentuk perintah untuk meminta orang lain menjaga kesehatan, (3) shikkari to shita mokuhyou (tujuan yang sudah jelas), (4) shikkari shita kaisha (perusahaan yang sudah stabil), (5) shikkari mono (pelit), dan shikkari taberu (makan yang banyak). Dalam penggunaannya adverbia ‘shikkari’ diletakkan didepan verba dan berupa bentuk perintah seperti : ‘shikkari benkyou shite kudasai’ (tolong belajar dengan rajin), shikkari motte kudasai (tolong pegang dengan kuat), dan lain sebagainya. Akan tetapi, secara umum adverbia ‘shikkari’ bermakna (1) pondasi dan struktur bangunan yang kuat/kokoh, (2) badan, jiwa dan kepribadian yang kuat, (3) tujuan yang jelas dan ingatan yang kuat, (4) suatu hal yang dapat dipercaya dan dapat diandalkan, (5) melakukan sesuatu dengan rajin atau keras dalam hal pekerjaan/pembelajaran, dan terakhir (6) perbuatan dan tingkah laku (baik, tajam, dan sehat). Dari hal tersebut dapat dilihat variasi adverbia ‘shikkari’ yang mempunyai makna yang berbeda tergantung konteks penggunaannya.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Pustaka. 2010. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tim Penyusun Kamus Besar. Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Jakarta.

Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.

Fukuda, Hiroko. 2017. Onomatope dalam Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint Blanc

Januar, Jimmy. 2008. Analisis Perbedaan Fukushi sugu ni dan sassoku dalam Kajian Sintaksis dan Semantik. Skripsi, S1. Bandung: Universitas Kristen Maranatha.

http://repository.maranatha.edu/7639/3/0 242009_Chapter1.pdf

Iori, Isao, et al. 2003. Nihongo Bunpou Handobukku.     Tokyo:     3A

Corporation.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta:   Gramedia

Pustaka Utama.

Machida, Ken dan Yosuke Momiyama. 1997. Yoku Wakaru Gengogaku Nyuumon. Tokyo: Babel

Mulya, Komara. 2013. Fukushi Bahasa Jepang. Yogyakarta: Graha Ilmu

Nagayama, Isami. 1986. Kokubunpo no Kiso. Tokyo: Rakuyosha

Nurdini, Wulan (2018). “Analisis Kontrastif Adverbia Zenbu dan Minna dalam Bahasa Jepang dengan Numeralia Semua dalam Bahasa Indonesia”.skripsi S-1. Fakultas Pendidikan Bahasa. Universitas      Muhammadiyah

Yogyakarta

Pateda, Mansoer. (2010). Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.

Retnoningrum, Nurila (2015). ‘Analisis Makna Verba ‘Dasu’ sebagai Polisemi dalam Bahasa Jepang’. Semarang:   Universitas Negeri

Semarang.

http://lib.unnes.ac.id/21520/1/230291100 7-s.pdf

Sudaryanto. 2014. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Sudjianto. 2003. Gramatika Bahasa Jepang Modern Seri A. Bekasi: Kesaint Blanc

Sutedi, Dedi. (2011). Dasar – Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora

Sutedi, Dedi. (2016). Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora Utama

Press.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung