Warisan Budaya Leluhur Desa Sapit Zaman Pra Aksara yang Menjadi Identitas Masyarakat Lombok
on
HUMANIS


Journal of Arts and Humanities
p-ISSN: 2528-5076, e-ISSN: 2302-920X
Terakreditasi Sinta-4, SK No: 23/E/KPT/2019
Vol 26.2 Mei 2022: 206-214
Warisan Budaya Leluhur Desa Sapit Zaman Pra Aksara yang Menjadi Identitas Masyarakat Lombok
M. Gunawan Supiarmo1, Jannata2, Lisa Amrina3, Sri Harmonika4, Resi Alpionita5, Lilik Indriani3, Asbur Hidayat6
1UIN Malang, Malang, Jawa Timur, Indonesia
2
2Pusat Kajian Desa Sapit pusaka
3
3Universitas Mataram, Mataram, NTB, Indonesia
4STAI Darul Kamal Kembang Kerang Lombok Timur, Lombok Timur, NTB, Indonesia 5Institut Pertanian Bogor, Bogor, Jawa Barat, Indonesia 6Universitas Muhammadiyah Mataram, Mataram, NTB, Indonesia Email korespondensi: gunawansupiarmo@gmail.com
Info Artikel
Masuk: 26 Maret 2022
Revisi: 29 April 2022
Diterima: 10 Mei 2022
Keywords: Sapit; Cultural
Hertage; Tourist Village
Kata kunci: Sapit; Warisan
Budaya; Desa Wisata
Corresponding Author:
M. Gunawan Supiarmo, email:
DOI:
Abstract
Sapit is a village that is rich in natural resources and in the hospitality of its people. This village is also rich in cultural heritage in the form of relics of the pre-literate era, or the period before writing. The purpose of this study is to reveal information related to the pre-literate heritage of Sapit village as evidence of the identity of the Lombok people. This research uses a descriptive qualitative method, which is carried out through the data collection stage, including observation, interviews, and documentation. Furthermore, the data analysis techniques in this study are data collection, data reduction, and data presentation, as well as drawing conclusions about the cultural heritage of the pre-literate Sapit village. The results showed that Sapit village has a wealth of cultural heritage in the form of pre-literate relics, including dolmens, sarcophagi, punden, beads, menhirs, stone lisung, and statues.
Abstrak
Sapit merupakan Desa yang kaya akan sumber daya alam, dan keramahtamahan masyarakatnya. Desa ini juga kaya akan warisan budaya berupa peninggalan-peningalan zaman pra aksara atau masa sebelum mengenal tulisan. Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan informasi terkait warisan budaya Desa Sapit zaman pra aksara sebagai bukti identitas masyarakat Lombok. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yang dilakukan melalui tahap pengumpulan data, antara lain observasi, wawancara, dan dokumentasi. Selanjutnya teknik analisis data pada penelitian ini, ialah pengumpulan data, reduksi data dan penyajian data, serta penarikan kesimpulan mengenai warisan budaya Desa Sapit zaman pra aksara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Desa Sapit memiliki kekayaan warisan budaya berupa peninggalan zaman pra aksara antara lain dolmen, sarkofagus, punden, manik-manik, menhir,batu lisung, dan arca-arca.
PENDAHULUAN
Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kekayaan budaya (Sukarni & Windhari, 2017). Adapun Budaya unggul di NTB yang mengkolaborasikan tiga suku berbeda, yaitu Sasak, Samawa dan Mbojo yang terbalut dalam kreasi batik Sasambo (Amalia Ika Safitri, Agus Sudarmawan, 2019). Pada tahun 2010, batik Sasambo telah disahkan menjadi warisan budaya NTB oleh UNESCO (Sukarni & Windhari, 2017).
NTB secara geografis berada diantara lempeng Hindia Australia dan Eurasia (Kuswandi dkk., 2018). Hal menjadi faktor utama kekayaan NTB pada sumber daya mineral, dan energi yang menyimpan keanekaragaman sumber daya alam. Selain itu, NTB tidak hanya kaya pada sumber daya alam, melainkan juga pada beragama budaya dengan ciri khas masing-masing daerah (Amrina, 2021). Kuswandi dkk. (2018) menyatakan, tradisi masyarakat khususnya pada daerah NTB tetap dilestarikan, tidak terkecuali pada warisan budaya leluhur masa lampau, yaitu peninggalan-peninggalan sejarah berupa benda maupun bangunan kuno yang menjadi identitas masyarakat Lombok NTB.
Kekayaan warisan budaya yang dimiliki NTB merupakan sebuah potensi besar yang dapat dipromosikan untuk mengembangkan sektor pariwisata bagi wisatawan asing (Sukarni & Windhari, 2017). Bahkan NTB menjadi salah satu tujuan destinasi wisata yang menduduki peringkat lima besar skala internasional (Zakaria, 2018). Selain itu, jika melihat data statistik terkait minat wisatawan terhadap NTB terjadi peningkatan kunjungan, baik itu dari wisatawan domestik maupun mancanegara. Oleh karena itu, tidak heran pariwisata menjadi sumber terbesar devisa negara, dan mampu memberikan sumbangan
yang cukup signifikan bagi bangsa (Amrina, 2021).
Berdasarkan pernyataan di atas, pemerintah NTB secara tanggap mengeluarkan kebijakan yang mendukung pengembangan wisata di seluruh daerah yang berpotensi besar menjadi Desa wisata. Pengembangan wisata ini bukan hanya berlanjut pada wilayah NTB pusat, tetapi juga pada pelosok-pelosok Desa. Amrina (2021) menyampaikan bahwa terdapat 99 Desa yang ditetapkan sebagai Desa wisata yang tersebar di sepuluh kabupaten/ kota. Adapun salah satu Desa wisata yang terdaftar dalam 99 Desa wisata, ialah Sapit.
Sapit ialah sebuah Desa yang berada tepat di ketinggian 1100 meter di atas permukaan laut, dan di bawah lereng gunung Rinjani. Letak tersebut membuat Sapit menjadi Desa dengan suhu yang cukup sejuk (Amrina, 2021). Hal ini berdampak besar terhadap pekerjaan penduduk Desa Sapit, dimana mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Komoditas yang biasanya ditanam di Desa Sapit antara lain padi, kopi, tembakau, jagung, tanaman palawija, dan lainnya (Zakaria, 2018). Selain itu, Sapit merupakan Desa dengan kategori masyarakat bersolidaritas tinggi, dan masih bersifat tradisional, serta jauh dari kehidupan perkotaan. Jarak antara Desa Sapit dengan ibu kota kabupaten cukup jauh yaitu sekitar 32 km, sementara jarak dengan ibu kota provinsi sekitar 75 km.
Berdasarkan observasi awal, menginformasikan bahwa Sapit memiliki kekayaan warisan budaya leluhur berupa peninggalan-peninggalan zaman pra aksara. Peninggalan tersebut terdiri atas alat-alat tradisional berbahan dasar batu yang digunakan oleh para leluhur untuk kehidupan sehari-hari. Secara umum, alat peninggalan tersebut memiliki fungsi yang beragam, seperti alat tradisional untuk upacara sakral, menumbuk
makanan, tempat mayat, wadah sesaji, dan lainnya.
Adanya peninggalan pra aksara merupakan bukti nyata peradaban masyarakat Lombok dari zaman masyarakat dahulu yang belum mengenal tulisan. Selain itu, keberadaan warisan budaya di Desa Sapit juga diyakini sebagai sebuah bukti nyata terkait bagaimana perkembangan kebudayaan masyarakat Lombok pada zaman dahulu sampai hari ini. Dengan demikian informasi ini menjadi landasan penting untuk melakukan kajian guna mengungkap dan mendeskripsikan warisan budaya Desa Sapit untuk diperkenalkan secara global.
Pembahasan mengenai warisan budaya zaman pra aksara akhir-akhir ini telah menjadi topik yang menarik perhatian para peneliti. Fakta ini didukung oleh maraknya penelitian-penelitian yang membahas situs pra sejarah diberbagai tempat denga memperkenalkan ciri khas warisan budaya yang berbeda-beda. Adapun beberapa penelitian tersebut, antara lain penelitian Ardianza (2017) membahas tentang kebudayaan manusia prasejarah di Desa Tanjung Aro sebagai sumber pembelajaran sejarah. Penelitian Ramdani (2018) terkait strategi pengembangan wisata prasejarah (studi sarcophagus di Desa Batu Tering). Penelitian Ayuningtyas (2018) terkait pemanfaatan situs sejarah di Kabupaten Bondowoso sebagai pengembangan sumber belajar di sekolah lanjutan. Penelitian Sutrisno dkk. (2020) terkait pengembangan Song Terus sebagai objek wisata edukasi prasejarah di Pacitan. Penelitian Diandra (2019) membahas tentang peninggalan prasejarah batu petroglif di korea.
Berdasarkan kelima kajian terdahulu di atas, maka belum ditemukan penelitian yang bertemakan warisan budaya zaman pra aksara khususnya di Desa Sapit Lombok NTB. Maka tentunya
menghadirkan sebuah kajian mengenai warisan budaya berupa peninggalan-peninggalan leluhur yang terdapat di Desa Sapit, ialah topik yang sangat menarik dan patut diangkat sebagai sumber pengetahuan. Selain itu, kajian ini juga dapat memperkenalkan identitas masyarakat Lombok secara umum. Oleh karena itu, sangat penting dilakukan penelitian dengan tujuan mendeskripsikan warisan budaya Desa Sapit zaman pra aksara yang menjadi bukti identitas masyarakat Lombok.
METODE DAN TEORI
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Metode ini digunakan untuk mendeskripsikan peninggalan-peninggalan situs pra aksara Desa Sapit yang menjadi ciri khas atau identitas masyarakat Lombok. Sejalan denga apa yang disampaikan Sugiyono (2013), bahwa penelitian jenis ini dapat digunakan untuk mendeskripsikan objek penelitian atupun hasil penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tahap pengumpulan data yang terdiri atas observasi, wawancara dan dokumentasi. Setting penelitian yaitu Desa Sapit kecamatan Suela kabupaten Lombok Timur. Lokasi tersebut dipilih karena Desa Sapit memiliki kekayaan warisan budaya leluhur berupa peninggalan-peninggalan zaman pra aksara, dimana pada saat itu manusia khususnya masyarakat Lombok belum mengenal tulisan. Teknik analisis data dilakukan melalui tiga tahapan yaitu, pengumpulan data, reduksi data dan penyajian data, serta penarikan kesimpulan mengenai warisan budaya Desa Sapit zaman pra aksara.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Warisan Budaya Leluhur Desa Sapit Zaman Pra Aksara
Situs sejarah merupakan lokasi yang telah terakui secara resmi, dan memiliki kaitan erat dengan warisan budaya serta
menjadi kekayaan nilai yang dimiliki suatu masyarakat (Futrie, 2019). Warisan budaya di masyarakat tentunya tidak hanya berupa bahasa, ide, ritual dan sebagainya, tetapi juga dapat berupa peninggalan benda tradisional. Hal ini didukung oleh pernyataan Ayuningtyas (2018) yang menjelaskan bahwa para ahli arkeologi mempelajari warisan budaya melalui peninggalan-peninggalan berupa benda untuk menjabarkan dan menerangkan prilaku manusia pada zaman dahulu.
Melalui uraian di atas diperoleh informasi bahwa situs sejarah khususnya warisan budaya adalah sumber rujukan yang berkaitan dengan peninggalan-peninggalan bersejarah baik itu zaman pra aksara maupun aksara (Irianto, 2015). Situs bersejarah berupa warisan budaya biasanya dilindungi hukum, dan telah terdaftar secara resmi sebagai bagian dari identitas lokal maupun juga menjadi situs sejarah berskala nasional (Zeheskiel Edo Ardianza, Sukardi, 2017).
Salah satu Desa yang memiliki kekayaan situs sejarah atau warisan budaya di daerah Lombok ialah Desa Sapit Kecamatan Suela. Sapit merupakan Desa dengan kategori masyarakat bersolidaritas tinggi, dan masih bersifat tradisional yang jauh dari hiruk piruk perkotaan. Hal ini dibuktikan dari jarak antara Desa Sapit dengan ibu kota kabupaten cukup jauh yaitu sekitar 32 km, sementara jarak dengan ibu kota provinsi sekitar 75 km (Amrina, 2021).
Melalui sudut pandang budaya, Sapit ialah Desa yang begitu banyak menyimpan peninggalan masa lalu. Bentuk peninggalan yang ditemukan bersifat umum seperti bangunan, langskip, situs, atau struktur apapun yang memiliki makna lokal, regional atau nasional. Berdasarkan hasil temuan lapangan, menunjukkan bahwa Sapit memiliki kekayaan warisan budaya berupa peninggalan situs pra aksara sebagai bukti identitas peradaban
Lombok. Hal ini dibuktikan dengan bukti nyata yang terdapat di lapangan, hasil wawancara dan dokumentasi bukti
adanya peninggalan-peninggalan warisan budaya tersebut. Adapun warisan budaya Desa Sapit zaman pra aksara dideskripsikan sebagai berikut:
Dolmen atau Batu Payung
Dolmen merupakan benda peninggalan pra aksara berbentuk payung yang digunakan sebagai wadah meletakkan sesaji terhadap pemujaan roh nenek moyang (Irianto dkk., 2015). Selain itu, fungsi lain dari dolmen ialah penutup sarkofagus atau peti mati zaman pra aksara. Untuk lebih jelasnya hasil dokumentasi dari dolmen dapat diperhatikan pada gambar (1).
Gambar (1) Dolmen atau Batu Payung
Dolmen atau batu payung juga sering kali digunakan oleh orang terdahulu untuk meletakkan mayat, agar terlindungi dari hewan buas. Situs peninggalan pra aksara ini ditemukan pada dusun Batu Pandang Desa Sapit, berdekatan dengan lokasi ditemukannya
peninggalan pra aksara lain seperti menhir, sarkofagus dan batu kujang. Kondisi dolmen tersebut saat ini tidak
lengkap, sebab setengah bagiannya telah terkikis tergerus arus air secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama.
Sarkofagus
Sarkofagus atau peti jenazah yang berbentuk lesung dan memiliki penutup. Pada zaman dahulu sarkofagus digunakan sebagai media pemujaan roh nenek moyang yang merupakan kepercayaan megalitikum, (Sukasih, 2015). Berikut disajikan gambar sarkofagus yang ditemukan di Desa Sapit.
Gambar (2) Sarkofagus
Pada zaman pra aksara, sarkofagus berfungsi sebagai wadah para leluhur yang sudah meninggal. Berdasarkan hasil wawancara sarkofagus di Desa Sapit telah berada di atas tanah dari dahulu, tetapi masyarakat setempat tidak mengetahui bahwa batu peninggalan pra aksara tersebut sebagai sebuah situs. Oleh karena itu, masyarakat menanam batu tradisional tersebut di dalam tanah. (Wawancara, Subur Jaya, 2019). Kemudian Tim Pusaka Desa melakukan penggalian kembali dan mengangkatnya ke permukaan tanah. Sarkofagus ini memiliki ukuran panjang 120 cm, lebar 110 cm, dan tinggi 38 cm, serta kedalaman 12 cm.
Punden Berundak
Pada zaman pra aksara terdapat sebuah bangunan yang digunakan masyarakat setempat sebagai wadah sesaji yang disebut sebagai punden berundak. Secara umum bentuk dasar dari punden berundak seperti bangunan candi. Hal ini karena bentuk batu tersebut disusun secara bertingkat seperti konsep
candi. Adapun punden berundak tersebut dapat dilihat pada gambar (3).
Gambar (3) Punden Berundak
Punden berundak ditemukan di
dusun Montong Kemong Desa Sapit. Penemuan batu tersebut umumnya telah diketahui oleh masyarakat setempat. Akan tetapi warisan budaya ini tidak terlalu menjadi pusat perhatian karena dianggap biasa seperti batu lainnya. Bahkan sering kali warga setempat menggunakan punden berundak sebagai pondasi bangunan rumah. Selain itu, disamping keberadaan punden tersebut, terdapat juga sejenis batu sarawak yang berada sekitar 9 meter dari punden berundak.
Menhir
Menhir adalah batu tegak berbentuk tugu yang digunakan sebagai media memperingati seseorang yang sudah meninggal pada zaman dahulu. Menhir terdiri atas dua jenis, yaitu menhir batu tunggal, dan menhir yang berupa sekelompok batu yang terletak sejajar. Secara jelas bentuk menhir dapat dilihat pada gambar (4).

Gambar (4) Menhir
Banyak menhir yang terdapat di Sapit, yakni 11 buah dengan ukuran panjang rata-rata 130 cm sampai 260 cm. Kemudian menhir memiliki lebar rata-rata 25 cm sampai 38 cm. Batu tradisional tersebut tersebar diberbagai tempat khususnya di Desa Sapit. Kegunaan menhir oleh masyarakat setempat pada zaman pra aksara biasa digunakan sebagai tujuan keagamaan.
Manik-Manik Batu
Desa Sapit memiliki dua jenis manik-manik yang berbeda dari segi bahan dasar pembuatannya. Terdapat manik-manik yang terbuat dari batu, dan manik-manik yang terbuat dari keramik. Manik-Manik batu adalah bekal kubur yang disertakan dalam sarkofagus di dalam peti batu pemakaman prasejarah pada zaman megalitikum sekitar 8.500 sebelum masehi (compas.com). selanjutnya manik-manik keramik yaitu benda peninggalan prasejarah yang terbuat dari keramik. Kedua manik-manik tersebut dapat dilihat pada gambar (5) dan (6).

Gambar (5) Manik-Manik Batu

Gambar (6) Manik-Manik Keramik
Manik-manik menjadi benda peninggalan zaman pra aksara terakhir yang ditemukan Tim Pusaka Desa. Penemuan manik-manik tersebut dilakukan masyarakat dusun Batu Cangku pada tahun 1998 di daerah persawahan. Lebih lanjut, lokasi penemuan benda tradisional tersebut berada di kebun Dumpel (bagian selatan dusun Batu Cangku).
Lisung Batu
Lisung Batu adalah batu peninggalan zaman pra aksara yang memiliki bongkahan batu tunggal berlubang pada sisi atasnya. Bentuk sisi permukaan lisung yang berlubang sejajar dengan dinding tepi berbentuk oval yang memanjang. Melalui informasi dari masyarakat setempat lisung batu biasa digunakan untuk menumbuk padi. Namun ternyata, seperti pernyataan yang disampaikan Swastika (2020), bahwa fungsi benda tradisional tersebut juga berhubungan dengan pemujaan roh nenek moyang. Adapun hasil dokumentasi lisung batu Desa Sapit dapat dilihat pada gambar (7).
Gambar (7) Lisung Batu
Lisung Batu yang ditemukan oleh Tim Pusaka Desa memiliki diameter keseluruhan 48 cm. Kemudian diameter lubang (sisi permukaan) rata-rata 30 cm, dengan tinggi 55 cm. Lisung batu ditemukan di daerah persawahan milik warga Desa Sapit, tepatnya dusun Batu Cangku yang berjarak sekitar 200 meter dari perkampungan. Saat ditemukan
lisung batu telah tertanam di dalam tanah, dan tertutup oleh rumput gajah yang tumbuh di atas dan sekeliling batu tradisional tersebut.
Arca Berasitekstur Makhluk Unik
Pada tahun 1960 di wiliayah Desa Sapit telah telah ditemukan arca sebanyak 12 buah. Beberapa arca disimpan oleh masyarakat setempat, dan sebagian sisanya tersimpan di museum nasional Jakarta. Pada kajian ini, peneliti hanya mengungkap arca berbentuk makhluk unik yang memiliki keunikan arsitekstur, dan penting untuk dilestarikan (Gambar 8).
Gambar (8) Arca Berbentuk Makhluk
Melalui gambar (8), terlihat jelas bahwa arca berbentuk makhluk ialah sejenis arca yang berbahan perunggu. Selain itu, arca ini juga ditemukan pada kawasan pemakaman tanak gadang Desa Sapit. Oleh karena itu, kedua arca ini patut menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat setempat sebagai bukti prasejarah yang pernah ada di Desa Sapit Lombok.
Warisan Budaya Leluhur Desa Sapit Zaman Pra Aksara yang Menjadi Identitas Masyarakat Lombok
Seorang ahli sejarah, yaitu Thomsen mengungkapkan bahwa zaman pra aksara khususnya di Indonesia terbagi tiga, antara lain zaman batu, zaman perunggu dan zaman besi. Selain itu, Supriatna
(2006) dalam bukunya ilmu pengetahuan sosial terpadu menyebutkan ciri-ciri zaman pra aksara, yaitu manusia menciptakan bangunan-bangunan besar dari batu, belum mengenal tulisan, manusia lebih terfokus pada bagaimana metode bertahan hidup dengan memanfaatkan kegunaan batu-batu besar. Seperti apa yang disampaikan Yuwono (1995), bahwa zaman pra aksara merupakan zaman dimana manusia belum mengenal tulisan dan hanya berpikir pada cara bertahan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Berdasarkan temuan lapangan, Desa Sapit memiliki kekayaan warisan budaya sebagai bukti perkembangan peradaban manusia di Lombok (Amrina, 2021). Hal ini dibuktikan langsung dengan ditemukannya warisan budaya leluhur berupa benda-benda kuno zaman pra aksara. Adapun alasan mendasar kenapa peneliti dapat menyatakan benda-benda warisan budaya tersebut sebagai peninggalan zaman pra aksara, karena salah satu ciri khasnya yaitu belum terdapat tulisan atau aksara tertentu. Seperti yang telah disebutkan Bellamy (2016) dan Prama Saputra dkk. (2018), bahwa zaman pra aksara adalah zaman manusia belum mengenal tulisan, sedangkan zaman aksara yaitu waktu dimana aksara menjadi simbol fisik yang digunakan leluhur untuk menyampaikan pesan tertulis menggunakan bahasa yang berlaku pada masa tersebut (Bellamy, 2016; Prama Saputra dkk., 2018).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijabarkan, menginformasikan bahwa Sapit memiliki kekayaan warisan budaya leluhur zaman pra aksara berupa peninggalan-peninggalan, yaitu alat-alat tradisional berbahan dasar batu yang digunakan oleh para leluhur. Misalnya alat tradisonal untuk upacara sakral, menumbuk makanan, tempat mayat dan lainnya. Bentuk peninggalan warisan budaya pra aksara tersebut antara lain punden, sarkofagus, manik-manik
menhir, dolmen, dan batu lisung, dan sarkofagus.
Melalui uraian di atas, jika dikaitkan fase pra aksara dengan situs penemuan warisan budaya berupa benda tradisional yang terdapat Desa Sapit, maka didapatkan fakta bahwa peninggalan-peninggalan tersebut masuk pada zaman megalitikum (zaman batu besar). Secara umum zaman megalitikum terbagi menjadi dua jenis, yakni megalitikum tua (2500-1500 SM) dan zaman megalitikum muda (1000-100 SM). Pada fase ini, ciri khas manusia pada masa dahulu yakni membuat bangunan-bangunan dengan menggunakan batu besar sebagai pondasi dasarnya (Yuwono, 1995). Dengan demikian, warisan budaya berupa peninggalan-peninggalan zaman pra aksara tersebut memiliki keunikan tersendiri, dan menjadi ciri khas kekayaan budaya atau identitas khususnya di Desa Sapit Lombok NTB yang patut diperkenalkan secara global, serta menjadi potensi besar dalam mendukung parawisata berbasis budaya.
SIMPULAN
Berdasarkan data penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa Sapit merupakan Desa yang memiliki kekayaan warisan budaya dari masyarakat terdahulu. Hal ini dibuktikan oleh adanya berbagai jenis peninggalan situs pra aksara, antara lain dolmen, sarkofagus, punden, kubur batu, manik-manik menhir, dan lisung batu, dan arca berasitekstur makhluk unik. Warisan budaya berupa peninggalan pra sejarah tersebut menjadi bukti kuat, bahwa Desa Sapit memiliki keunikan khususnya pada peradaban manusia sebelum mengenal tulisan. Sehingga peninggalan-peninggalan yang ditemukan menjadi ciri khas kekayaan budaya atau identitas yang dimiliki masyarakat Lombok NTB.
Hadirnya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai sumber bacaan terkait kekayaan budaya
yang menjadi ciri khas atau identitas masyarakat Lombok secara global. Adapun rekomendasi terhadap penelitian selanjutnya, untuk menggali lebih dalam tentang warisan budaya lain khususnya di Desa Sapit dan umumnya di wilayah Lombok untuk diperkenalkan sebagai daya tarik wisatawan lokal dan manca negara terhadap wisata berbasis budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia Ika Safitri, Agus Sudarmawan, I.
K. S. (2019). Batik Sasambo di Desa Rembitan, Pujut, Lombok Tengah. Jurnal Pendidikan Seni Rupa Undiksha, 7(1).
Amrina, L. (2021). Studi Perubahan Sosial Dan Respon Masyarakat Lokal Akibat Perkembangan Pariwisata Di Desa Sapit Kabupaten Lombok Timur.
1(October), 133–162.
http://eprints.unram.ac.id/22800/
Bellamy, J. A. (2016). A New Reading of The Namarah Inscription. 105(1),
31–51.
Diandra, P. N. (2019). Peninggalan Prasejarah Batu Petroglif di Korea.
Futrie, D. W. (2019). Situs Peninggalan Kolonial Belanda di Kabupaten Bungo Sebagai Sumber Belajar Sejarah.
Hegusti Dunfa Safa Irianto, Sumarno, M.
(2015). Pemanfaatan Situs Seputih di Desa Seputih Kecamatan Mayang Kabupaten Jember Sebagai Media Pembelajaran Sejarah. Artikel Ilmiah Mahasiswa, 1(1), 1–10.
Kuswandi, A., Purwatih, A. R., &
Nuraini, S. (2018). Pengembangan Kawasan Pariwisata dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan
Masyarakat di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Governance, 8(1), 82–101.
Nana Supriatna, K. M. R. (2006). IPS Terpadu (Sosiologi, Geografi, Ekonomi, Sejarah). PT Grafindo Media Pratama.
Prama Saputra, I. G., Setiawan, I. K., & Palupi Titasari, C. (2018). Prasasti Kintamani E Kajian Epigrafi. Humanis, 22, 6.
https://doi.org/10.24843/jh.2018.v22 .i01.p02
Ramdani, E. (2018). Model Pembelajaran Kontekstual Berbasis Kearifan Lokal Sebagai Penguatan
Pendidikan Karakter. Jurnal Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 10(1), 1–10.
Sukarni, S., & Windhari, G. A. E. (2017). Pengrajin Batik Sasambo Di Desa Rembitan Dalam Membentuk Wisata Berbasis Batik Sasambo. Lumbung Inovasi: Jurnal …, 2, 23– 28. http://journal-
center.litpam.com/index.php/linov/a rticle/view/410
Sukasih, N. K. (2015). Peninggalan Sarkofagus dan Nekara di Desa Pakraman Manikliyu, Kintamani, Bangli, Bali (Studi Tentang Bentuk, dan Potensinya Sebagai Media Pembelajaran Sejarah di SMA).
Sutrisno, E., Iriyanti, S., & Ratnasari, S. D. (2020). Pengembangan Song Terus Sebagai Objek Wisata Edukasi PraSejarah di Pacitan. Jurnal Penelitian Pendidikan, 12(2), 1741–1745.
Swastika, K. (2020). Kebudayaan Megalitik di Indonesia Persebaran, Tipologi, Asal-usul, dan
Kronologinya. LaksBang PressIndo.
Tantri Raras Ayuningtyas, Anis Syatul Hilmiah, R. R. (2018). Pemanfaatan Situs Peninggalan Sejarah di
Kabupaten Bondowoso Sebagai Pengembangan Sumber Belajar di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di Kabupaten Bondowoso. Historia, 6(1), 139–150.
Yuwono, J. S. E. (1995). Rekontemplasi Periodisasi Prasejarah di Indonesia Berkala Arkeologi. Berkala
Arkeologi, 15(3), 144–149.
https://doi.org/10.30883/jba.v15i3.6 87
Zakaria. (2018). Desa Sade Sebagai Tujuan Wisata Budaya. 1–12.
Zeheskiel Edo Ardianza, Sukardi, A. S. (2017). Kebudayaan Manusia
Prasejarah di Desa Tanjung Aro Sebagai Sumber Pembelajaran
Sejarah. Kronik: Journal of History Education and Historiography, 1(1), 14–22.
Discussion and feedback