WACANA PERSAHABATAN DALAM KUMPULAN SATUA I PUNYAN KEPUH TEKEN I GOAK
on
1
WACANA PERSAHABATAN
DALAM KUMPULAN SATUA I PUNYAN KEPUH TEKEN I GOAK
Ni Nyoman Yuliawati
Program Studi Sastra Bali Fakultas Sastra Unud
Abstract
Research "Discourse Friendship in corps Satua I Punyan Kepuh teken I Goak" to know and comprehend meaning which consist in it. Basis for theory which is used in this research is semiotik theory laid open by De Saussure. Method And technique which is used in this research is divided to become three step, that is ( 1) ready Phase of data use method correct reading, by translation technique and record-keeping technique. ( 2) Phase analyse data use method qualitative and analytic descriptive technique. ( 3) Phase presentation result of data analysis use informal method and technique think inductive deductive. Result of which is obtained from this research is entitas mean at Discourse Friendship in crops Satua I Punyan Kepuh teken I Goak, that is positive meaning of friendship to construct to feel association, candidness and reaching of prosperity
Keyword : satua, discourse, meaning.
Satua merupakan salah satu karya sastra yang termasuk ke dalam kasusatraan lisan (Suardiana, 2011: 1). Satua bersifat anonim dan telah berkembang sejak dahulu sebelum adanya tulisan, yang diceritakan dari mulut ke mulut secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Definisi satua dalam Kamus Bali–Indonesia (Anom dkk, 2009: 627) ialah cerita. Menurut jenis ceritanya, satua Bali dapat dibagi menjadi fabel (tokoh binatang), legenda (kejadian suatu daerah dengan tokoh tertentu), mitos (mite) lebih mengacu kepada asal usul atau kepercayaan yang diyakini kebenarannya. Apabila diklasifikasikan menurut tokoh-tokohnya, cerita lisan dapat dibagi menjadi tokoh binatang dan tokoh manusia. Cerita lisan dengan tokoh binatang, contohnya I Siap Selem, I Lutung. Cerita dengan tokoh binatang lucu misalnya I Bojog dan I Kambing yang dirangkum dalam cerita Tantri. Cerita lisan dengan tokoh manusia misalnya Pan Balang Tamak, I Ubuh, I Lengeh dan I Kiyul. Cerita
tokoh panji misalnya I Dempu Awang, Raden Galuh Gede, Galuh Anom, dan Ki Dukuh Sakti (Suastika, 2011: 15).
Kumpulan satua I Punyan Kepuh teken I Goak berisi empat satua yang berjudul I Punyan Kepuh teken I Goak, I Gajah Nyapa Kadi Aku, I Yuyu Ngwales Budi dan I Gringsing teken Ni Ranjani. Keempat satua ini menceritakan tentang suka duka persahabatan yang terjalin diantara para binatang dan binatang dengan manusia. Tema yang diangkat pada keempat satua ini ialah tema persahabatan yang memiliki makna persahabatan. Persahabatan yang terjalin diantara dua atau lebih dari suatu entitas sosial ini mencerminkan adanya rasa persatuan, keikhlasan untuk mencapai suatu kesejahteraan dalam sebuah kehidupan.
Apa makna dari Satua I Punyan Kepuh teken I Goak, I Gajah Nyapa Kadi Aku, I Yuyu Ngwales Budi, dan I Gringsing teken Ni Ranjani ?
Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan dan melestarikan budaya Bali dalam bidang kesusastraan, terutama dalam bentuk satua. Tujuan lainnya ialah untuk lebih memahami dan meningkatkan daya apresiasi masyarakat terhadap karya sastra Bali tradisional, terutama karya sastra berupa satua. Tujuan khusus dari penelitian ini ialah untuk mendeskripsikan makna yang terkandung di dalam Satua I Punyan Kepuh teken I Goak, I Gajah Nyapa Kadi Aku, I Yuyu Ngwales Budi, dan I Gringsing teken Ni Ranjani.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap penyediaan data dengan menggunakan metode simak. Metode simak dibantu dengan teknik terjemahan dan teknik catat. Tahap analisis data menggunakan metode kualitatif dan teknik deskriptif analitik. Metode kualitatif menguraikan secara mendetail dan melibatkan gejala sosial yang relevan dengan penelitian dibantu dengan menggunakan teknik deskriptif analitik. Teknik ini dilakukan dengan cara menyusun data-data yang telah terkumpul kemudian dijelaskan dan dianalisis (Ratna, 2011: 53). Tahap terakhir ialah tahap penyajian
hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode informal. Metode informal ialah perumusan penyajian hasil penelitian dilakukan dengan menggunakan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993: 145). Metode ini dibantu dengan menggunakan teknik berpikir deduktif dan induktif.
Makna berkaitan dengan simbol, yaitu mengacu pada hal-hal yang baik, nilai yang dipersepsi oleh masyarakatnya sebagai suatu yang berharga dan bernilai positif dalam kehidupan (Suastika, 2011: 33). Satua tidak hanya sekedar sebuah cerita belaka, tetapi di dalamnya terdapat makna dan pesan yang ingin disampaikan oleh seorang pengarang kepada masyarakat. Adapun makna-makna yang terkandung di dalam satua I Punyan Kepuh teken I Goak, I Gajah Nyapa Kadi Aku, I Yuyu Ngwales Budi dan I Gringsing teken Ni Ranjani diantaranya :
Manusia menurut kodratnya adalah makhluk sosial yang tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Selama hidupnya tidak terlepas dari pengaruh masyarakat, di rumah, di sekolah, dan di lingkungan yang lebih besar manusia tidak lepas dari pengaruh orang lain (Setiadi, 2008: 67). Tanpa bantuan manusia lainnya manusia tidak akan dapat bertahan hidup, seperti pada Satua I Punyan Kepuh teken I Goak, I Gajah Nyapa Kadi Aku, I Yuyu Ngwales Budi, dan I Gringsing teken Ni Ranjani, berikut kutipannya.
... Mesaut buin ia I Goak, “nah lamun kéto jani icang lakar ngeka daya apang cai rahayu. Apang suud ia pengangon ngrusak tur nyakitin padéwékan cainé”...(IPKTIG, hlm: 4, aln: 2).
Terjemahannya:
...,Menjawab lagi ia I Goak, “ baiklah jika begitu sekarang aku akan mencari akal agar kamu sehat kembali. Agar si pengembala tidak lagi merusak dan menyakiti dirimu”,...
Kutipan di atas memperlihatkan kepedulian I Goak terhadap I Kepuh, dengan adanya rasa peduli dari I Goak, I Kepuh pada akhirnya menjadi sehat kembali. I Kepuh diibaratkan seperti manusia yang membutuhkan bantuan dari manusia lain untuk terbebas dari kesulitannya. Rasa kepedulian yang ditunjukkan
oleh I Goak merupakan interaksi awal I Goak dengan I Kepuh. Akibat adanya interaksi pada akhirnya I Goak dan I Kepuh pun berteman dan menjalin suatu persahabatan. Makna yang ditemukan dalam Satua I Punyan Kepuh teken I Goak, yaitu mengenai sebuah persahabatan antara dua insan Tuhan yang berbeda, yakni antara I Kepuh yang merupakan sebuah tumbuhan dan I Goak yang merupakan seekor binatang. Pada Satua I Yuyu Ngwales Budi dan I Gringsing teken Ni Ranjani juga terjalin persahabatan antara dua insan Tuhan yang berbeda, yakni antara I Yuyu dan Ida Pedanda dalam Satua I Yuyu Ngwales Budi, dan antara I Gringsing yang merupakan seekor anjing dan Ni Ranjani yang merupakan seorang anak perempuan pada Satua I Gringsing teken Ni Ranjani.
Pada Satua I Gajah Nyapa Kadi Aku terjalin persahabatan antarbinatang, para binatang yang bersahabat itu kemudian bersatu untuk membunuh I Gajah. Konsep kerukunan itu berawal dari “menyama braya”, sehingga memunculkan suka duka yang berarti ikut merasakan kesedihan dan kebahagiaan yang dirasakan oleh teman atau keluarga. Ketika teman atau keluarga sedang berada dalam kesulitan kita patut menolongnya. Begitulah seharusnya persahabatan itu terjalin, walaupun berbeda-beda sesungguhnya kita adalah satu, seperti yang terdapat dalam semboyan negara Indonesia “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti ‘berbeda-beda tetapi tetap satu jua’. Dalam kakawin Sutasoma dikatakan “Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa” yang artinya ‘walaupun berbeda tetapi tetap satu tidak ada dharma yang mendua’ (dalam Supartha: 1995: 20). Persahabatan itu patut dipupuk dalam menjalani suka duka yang terjadi di kehidupan ini dan agar nantinya dapat bersatu dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Terjalinnya suatu persahabatan seperti pada penjelasan di atas akan membentuk persatuan diantara mereka yang menjalin persahabatan. Rasa persatuan ini tersirat di dalam satua, hal ini terlihat dari interaksi tokohnya lewat perbuatan dan ucapannya. Misalnya dalam Satua I Gajah Nyapa Kadi Aku, sebagai korban dari tingkah laku I Gajah, para binatang itu kemudian berkumpul untuk menyusun rencana agar dapat membunuh I Gajah untuk mencapai kehidupan yang damai dan sejahtera. Berikut kutipannya:
...,Sedek dina anu, buron-buron makejang mapunduh di carang-carang kayuné bah. Para buroné ento sangkep ngundukin solah ia I Gajah ané nyapa kadi aku. I Kedis Siung mepajar kéné, “Nah nyama-nyama ajak makejang ané idup dini di alasé, yén buka kéné sesai-sai solahné I Gajah, sinah suba iraga ajak makejang lakar mati. Sawiréh umah tur amah-amahan iraga suba telah keuwug tur kematiang tekén I Gajah. Jani jalan ngeka daya, kénkén baan apang nyidang ngematiang I Gajah,... (IGNKA, hlm: 20, aln: 2).
Terjemahannya :
...,Suatu hari, para binatang semuanya berkumpul di dahan-dahan pohon yang tumbang. Para binatang itu rapat membicarakan tentang tingkah ia I Gajah yang berlaku sewenang-wenang. I Kedis Siung berkata begini, “Ya saudara-saudara sekalian yang hidup disini di hutan ini, jika seperti ini setiap hari tingkahnya I Gajah, pasti kita semua akan mati. Karena rumah dan makanan kita sudah habis dirusak dan dibunuh oleh I Gajah. Sekarang kita mulai mencari akal, bagaimana caranya agar bisa membunuh I Gajah,...
Berdasarkan kutipan di atas dapat dilihat bahwa diantara para binatang itu terdapat rasa persatuan untuk merebut kembali hak mereka, yaitu mencapai suatu kesejahteraan dalam menjalani kehidupan. Kutipan lainnya yang menyatakan adanya rasa persatuan ialah pada Satua I Punyan Kepuh teken I Goak, dalam satua itu diceritakan bahwa ada seekor ular yang meresahkan warga. Atas perintah Sang Raja, para warga itu kemudian berbondong-bondong membawa kayu bakar untuk bersama-sama membunuh I Lelipi. Kutipannya sebagai berikut: ...,Nah kacerita jani, makejang panjak-panjak Ida Sang Prabu katitah ngaba saang ané tuh tur kadugdugan ditu di bongkol kepuhé..., rikala panes bara, ditu ngawit katunjel saangé totonan..., (IPKTIG, hlm: 14, aln: 14).
...,Ngancan makelo ngancan ngedénan apiné,... Pamragatné I Kepuh tekén I Lelipi mati makadadua...(IPKTIG,hlm: 16, aln: 15).
Terjemahannya :
...,Nah, diceritakan sekarang, seluruh masyarakat diperintahkan oleh Sang Raja untuk membawa kayu bakar yang kering dan dikumpulkan di bawah pohon kepuh itu..., ketika cuaca panas, mulailah kayu itu dibakar.
...,Semakin lama semakin besar apinya,... Pada akhirnya I Kepuh dan I Lelipi mati keduanya...
Kutipan di atas menunjukkan adanya persatuan yang ditunjukkan oleh para warga. Adanya rasa persatuan ini pada akhirnya dapat membinasakan I Lelipi yang menjadi sumber keresahan warga.
Keikhlasan berasal dari kata ikhlas, ‘ikhlas’ berarti ‘tulus hati atau rela. Jadi keikhlasan ialah ketulusan hati atau kerelaan. Suatu persahabatan jika dilandasi dengan rasa yang tulus ikhlas niscaya persahabatan itu akan tetap terjaga dan rasa persatuan di dalam persahabatan itu akan semakin kukuh. Rasa tulus ikhlas tercermin di dalam Satua I Yuyu Ngwales Budi, yaitu ditunjukkan oleh sikap Ida Pedanda yang menolong I Yuyu. Kepedulian dari Ida Pedanda tidak mengharapkan suatu imbalan, beliau memiliki hati yang tulus untuk menolong I Yuyu. Berikut kutipannya:
...,Yuyu ané mati ento kepanggihin olih Ida Pedanda sakti. Rikala ento Ida Pedanda ngicénin bebayon kaping I Yuyu, tur I Yuyu buin idup..., (IYNB, hlm: 28, aln: 1).
Terjemahannya :
...,Yuyu itu dilihat oleh Ida Pedanda. Saat itu Ida Pedanda memberikan kekuatan kepada I Yuyu, dan I Yuyu pun hidup kembali,...
Kutipan di atas menunjukkan adanya rasa kepedulian Ida Pedanda terhadap sesama makhluk ciptaan Tuhan. Keikhlasan Ida Pedanda mendapat balasan yang setimpal, I Yuyu membalas budi baik dari Ida Pedanda.
Kesejahteraan berkaitan dengan kebahagiaan, kemakmuran dan terlepas dari segala macam gangguan. Hal ini dialami oleh sebagian tokoh dari Satua I Punyan Kepuh teken I Goak, I Gajah Nyapa Kadi Aku, I Yuyu Ngwales Budi, dan I Gringsing teken Ni Ranjani. Pada Satua I Punyan Kepuh teken I Goak kebahagiaan itu dirasakan oleh para warga yang merasa terlepas dari gangguan I Lelipi yang kabarnya suka memangsa sapi, anak babi dan manusia. Kutipannya sebagai berikut.
...,Nah kacerita jani, makejang panjak-panjak Ida Sang Prabu katitah ngaba saang ané tuh tur kadugdugan ditu di bongkol kepuhé..., rikala panes bara, ditu ngawit katunjel saangé totonan. Ditu makejang panjaké masuryak, nepukin apiné gedé,... (IPKTIG, hlm: 14, aln: 14).
..., disubané katunjel puun, tur kekandik, I Kepuh tekén I Lelipi mati makadadua. Makejang panjak Sang Prabu pada mulih ke umah lan ka jeroan soang-soang.,... (IPKTIG, hlm: 16, aln: 15).
Terjemahannya :
...,Nah, diceritakan sekarang, seluruh masyarakat diperintahkan oleh Sang Raja untuk membawa kayu bakar yang kering dan dikumpulkan di bawah pohon kepuh itu..., ketika cuaca panas, mulailah kayu itu dibakar. Pada saat itu seluruh warga bersorak, melihat apinya besar,...
...,setelah dibakar dan ditebang, I Kepuh dan I Lelipi pun mati. Semua rakyat Sang Raja lalu pulang ke rumahnya masing-masing,...
Rasa kesejahteraan terlihat pada saat seluruh warga bersorak melihat api mulai besar dan membakar I Kepuh danI Lelipi. Hal ini menandakan mereka telah terbebas dari segala sesuatu yang mengancam kebahagiaan dan kesejahteraan mereka. Di balik itu semua, Sang Raja yang merupakan pemimpin dari seluruh warga itu juga memegang peranan penting dalam pencapaian ini. Seorang pemimpin harus memikirkan bagaimana cara menyejahterakan rakyatnya, ia harus mempertimbangkan dan tegas dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan rakyatnya. Contoh lain dalam Satua I Gajah Nyapa Kadi Aku, yaitu kebahagian dirasakan oleh para binatang yang berhasil membunuh I Gajah dan mendapatkan kebahagiaannya kembali. Pada Satua I Yuyu Ngwales Budi, I Yuyu mendapatkan suatu anugrah melalui perantara Sang Ida Pedanda. Anugrah ini merubah hidupnya, I Yuyu yang telah mati kini dapat hidup kembali. Demikian pula pada Satua I Gringsing teken Ni Ranjani kesejahteraan dirasakan oleh keluarga Ni Ranjani yang telah terbebas dari ancaman nenek raksasa, berkat bantuan I Gringsing. Persahabatan Ni Ranjani dan I Gringsing menumbuhkan rasa saling memiliki dan peduli satu sama lainnya. Rasa persatuan mulai tumbuh ketika salah satu berada dalam kesulitan, seperti I Gringsing menolong Ni Ranjani. Pada akhirnya dari rasa persatuan itu mereka dapat merasakan kesejahteraan. Begitulah seharusnya persahabatan itu terjalin, walaupun berbeda-beda sesungguhnya kita adalah satu, seperti yang terdapat dalam semboyan negara Indonesia “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti ‘berbeda-beda tetapi tetap satu jua’. Dalam kakawin Sutasoma dikatakan “Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa” yang artinya ‘walaupun berbeda tetapi tetap satu tidak ada dharma yang mendua’ (dalam Supartha: 1995: 20). Persahabatan itu patut dipupuk dalam menjalani suka duka yang terjadi di kehidupan ini dan agar nantinya dapat bersatu dan mencapai kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
(6) Daftar Pustaka
Anom, dkk. 2009. Kamus Bali Indonesia Beraksara Latin dan Bali. Denpasar: Kerjasama Dinas Kebudayaan Kota Denpasar dengan Badan Pembinaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali Provinsi Bali.
Ratna, Kutha. 2011. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Setiadi, Elly M, dkk. 2008. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana.
Suardiana, Wayan. 2011. Crita Manyrita Sajroning Kasusastraan Bali Purwa. Denpasar: Cakra Press.
Suastika, I Made. 2011. Tradisi Sastra Lisan (Satua) di Bali. Denpasar: Pustaka Larasan.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Supartha, I Nyoman Suda, dkk. 1995. Penuntun Belajar Agama Hindu untuk SLTP Kelas 2. Bandung: Ganeca Exact Bandung.
Supatra, I.N.K. 2006. Satua Bali Jilid 2 I Punyan Kepuh teken I Goak. Denpasar: CV. Kayumas Agung.
Discussion and feedback