Diskriminasi Perempuan dalam Pupulan Cerpen Tatu Anak Luh Pendekatan Feminisme
on
HUMANIS
Journal of Arts and Humanities
p-ISSN: 2528-5076, e-ISSN: 2302-920X
Terakreditasi Sinta-4, SK No: 23/E/KPT/2019
Vol 25.1 Februari 2021: 103-110
Diskriminasi Perempuan dengan Pendekatan Feminisme pada Kumpulan Cerpen Tatu Anak Luh
I Wayan Widiantara, I Wayan Suteja, Luh Putu Puspawati
1Universitas1Udayana, Denpasar,1Bali,1Indonesia Correspondence e-mail: [email protected] , [email protected] , [email protected]
Info Artikel
Masuk:14 November 2020
Revisi:13 Januari 2021
Diterima:20 Januari 2021
Keywords: short stories, structure, feminism.
Kata kunci:
Abstract
This research is entitled “Discrimination of Women with Approaches to Feminism in a Collection Tatu Anak Luh Short Stories” discussing three short stories namely Tatu Anak Luh short stories, Mejalan Tanpa Batis and Mepasung Ulian Warisan with the feminsime approach. Research on Pupil Tatu Anak Luh Short Story discusses the analysis of the structure and discrimination of women in the form of violence. This analysis aims to reveal the structure and violence contained in the short story of Tatu Anak Luh. This research uses structural theory and feminism theory. The methods and techniques used in this study were divided into three stages, namely: (1) methods and data collection techniques using the listening method assisted with translation and note- taking techniques. (2) data analysis methods and techniques using qualitative methods and analytic descriptive techniques. (3) methods and techniques for presenting the results of data analysis using informal methods assisted with deductive-inductive techniques. The results obtained from this study, namely the narrative structure consisting of incidents, plot, character1and1characterization, setting, theme, and mandate. In addition, this1study1also revealed female discrimination, in the form of verbal violence, physical violence and mental or psychological violence.
Abstrak
Penelitian ini berjudul “Diskriminasi Perempuan dengan Pendekatan Feminisme pada Kumpulan Cerpen Tatu Anak Luh” dengan membahas tiga judul cerpen yakni cerpen Tatu Anak Luh, Mejalan Tanpa Batis dan Mepasung Ulian Warisan dengan pendekatan feminsime. Peneilitian pada Kumpulan Cerpen Tatu Anak Luh ini membahas tentang analisis struktur dan diskriminasi perempuan dalam bentuk kekerasan, Analisis ini mempunyai tujuan untuk mengungkap struktur dan kekerasan yang terkandung dalam cerpen Tatu Anak Luh. Penelitian ini menggunakan teori structural dan feminisme. Metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, (1) metode dan teknik pengumpulan data menggunakan metode simak dibantu dengan teknik terjemahan dan2pencatatan. (2) metode2dan teknik analisis data menggunakan metode kualitatif dan teknik deskriptif analitik. (3) metode dan teknik penyajian hasil analisis data menggunakan metode informal dibantu
dengan teknik deduktif-induktif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini, yakni struktur naratif yang terdiri dari insiden, alur, tokoh dan penokohan, latar, tema, dan amanat. Selain itu, penelitian ini juga mengungkapkan diskriminasi perempuan, yakni berupa kekerasan verbal, kekerasan fisik dan kekerasan mental atau psikis.
PENDAHULUAN
Karya sastra adalah1ungkapan11isi hati seseorang berupa pemikiran, perasaan, ide, semangat, pengalaman yang ada dalam diri seseorang yang dituliskan dalam bentuk gambaran kehidupan yang dapat memberikan pandangan untuk pembaca (Sari, 2017: 1). Seiring berjalan dan berkembangnya sastra, karya sastra yang banyak dikenal oleh banyak orang salah satunya adalah cerpen atau yang biasa disebut dengan cerita pendek (Laelasari, 2018: 3). Kesusastraan Bali Modern sampai saat ini khususnya cerpen masih digemari oleh masyarakat akan tetapi kelahiran cerpen Sastra Bali Modern sebagai genre prosa tampak lebih banyak merupakan hasil dari adanya rangsangan dan dorongan berupa sayembara sehingga bermunculan cerpen-cerpen berbahasa Bali yang telah diciptakan oleh para pengarang Bali (Putra, 2010: 16). Cerpen merupakan karangan bebas yang berupa angan-angan atau tafsiran (Rahayu, 2018: 2). Dalam bentuknya yang singkat sebuah cerpen akan mampu menampilkan rangkaian cerita yang bulat, lengkap dan singkat (Rahmah, 2015: 1).
Perkembangan sastra Bali modern sampai saat ini telah menghasilkan cerpen-cerpen berbahasa Bali yang telah diciptakan pengawi-pengawi Bali di antaranya I Komang Alit Juliartha dengan judul cerpen “Swecan Widhi” (2015). Made Suar Timuhun dengan judul cerpen “Jaen Idup di Bali” (2015), I Putu Supartika dengan judul cerpen “Joged lan Bojog Lua ane Satata Ngantiang Ulungan Bulan Rikala Bintange Makacakan di Langite” (2018), Ni Nyoman Ayu Suciartini dengan judul
cerpen “Tatu Anak Luh” (2018), dan lain lainnya. Dari beberapa karya sastra diatas, yang menjadi objek dalam penelitian ini yaitu kumpulan cerpen Tatu Anak Luh karya Ni Nyoman Ayu Suciartini. Cerpen tersebut menghadirkan keadaaan tokoh perempuan dalam kehidupan rumah tangga di Bali. Dalam kumpulan cerpen tersebut terdapat lima buah judul cerpen diantaranya Tatu Anak Luh, Mejalan Tanpa Batis, Dewi Kuli, Dadong dan Mepasung Ulian Wariasan. Penelitian terhadap kumpulan cerpen Tatu Anak Luh hanya diambil tiga judul cerpen yakni Tatu Anak Luh, Majalan Tanpa Batis, dan Mepasung Ulian Warisan. Ketiga cerpen tersebut dikaji dalam penelitian ini karena memiliki keterkaitan terindikasi menampilkan tokoh perempuan mendapat diskriminasi berupa kekerasan serta menghadirkan perjuangan seorang perempuan yang membawa sifat dan sikap yang berbeda dalam menghadapi ketidakadilan gender di dalam kehidupan rumah tangga. Dimana, dalam ketiga cerpen tersebut semua tokoh utamanya adalah perempuan.
Proses diskriminasi terhadap perempuan sudah terjadi sejak di dalam rumah tangga dalam bentuk kekerasan fisik, verbal dan mental. Laki-laki sering menganggap dirinya adalah yang berhak mengatur segala kehidupan rumah tangga dan tidak peduli akan hak istrinya. Hal inilah yang menyebabkan laki-laki memperlakukan istrinya kurang baik seperti melakukan tindak kekerasan yang menyebabkan seorang perempuan itu terluka. Misalkan kekerasan yang dilukiskan pada cerpen Tatu Anak Luh seorang perempuan yang bertubi-tubi
mengalami penindasan dari mantan suaminya yang selalu memberikan kekerasan fisik berupa pukulan-pukulan, tendangan dan kekerasan verbal berupa kata-kata kasar. Bukan hanya dari suaminya akan tetapi dari mertuanya sendiri yang juga memihak kepada anaknya. Akhirnya perempuan mengalami tekanan batin sehingga memilih untuk mengakhiri hidupnya. Kedua, cerpen Mejalan Tanpa Batis menceritakan seorang perempuan yang dipotong kakinya akibat cemburu buta dari suaminya. Dan yang terakhir cerpen Mepasung Ulian Warisan yang menceritakan seorang perempuan di pasung oleh keluarga pamannya yang ingin merebut harta kekayaaannya.
Salah satu persoalanyangsering muncul dalam sastra yang berhubungan dengan perempuan adalah penulis perempuan selalu dipandang kelas minor atau kelompok kedua dalam tradisi sastra. Hal ini membawa dampak pada hilangnya peran dan kemampuan perempuan dalam dunia sastra (Dwi Susanto 2016: 179). Berbeda dengan pendapat tersebut kumpulan cerpen Tatu Anak Luh dikarang oleh seorang perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan juga berperan aktif dan ingin menunjukkan eksistensinya dalam dunia sastra. Sesuai dengan sifat biologisnya, pengarang lebih menonjolkan diskriminasi dan segala hal yang selama ini menjerat perempuan itu sendiri yang bertujuan untuk membongkar dan mengembalikan akar penindasan serta penghilangan penindasan terhadap perempuan agar setara dalam kehidupan sosial.
Dihadirkannya tokoh wanita yang digambarkan dalam kumpulan cerpen Tatu Anak Luh merupakan hal yang menarik untuk diteliti dari pendekatan feminisme, terutama bagaimanakah bentuk diskriminasi perempuan pada tokoh utama yang tercermin dalam kumpulan cerpen Tatu Anak Luh karya
Ni Nyoman Ayu Suciartini. Feminisme dalam sastra menitik beratkan perempuan sebagai pusat studi atau pusat kajian (Setiyono, 2015: 1). Dasar pemikiran dalam penelitian sastra berspektif feminis adalah upaya pemahaman kedudukan dan peran perempuan seperti tercermin dalam karya sastra (Sugihastuti, 2002:115). Selain itu kajian feminisme yang terdapat dalam cerpen Tatu Anak Luh, Mejalan Tanpa Batis, dan Mepasung Ulian Warisan merupakan cerpen berbahasa Bali yang sepanjang pengetahuan penulis belum pernah diangkat sebelumnya sebagai objek penelitian
Berdasarkan uraian di atas yang menjadi pembahasan pada penelitian dengan judul “Diskriminasi Perempuan dengan Pendekatan Feminisme pada Kumpulan Cerpen Tatu Anak Luh” ini adalah struktur yang membangun teks cerpen tersebut dan diskriminasi perempuan dalam bentuk kekerasan yang terkandung di dalam Kumpulan Cerpen Tatu Anak Luh.
METODE DAN TEORI
Dalam penyediaan data, metode yang dipergunakan adalah metode simak dibantu dengan teknik terjemahan dan teknik pencatatan.
Pada tahap analisis data, data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif merupakan suatu metode yang memberikan kepedulian terhadap data alamiah yang mempunyai hubungan dengan konteks keberadaannya (Ristiana, 2017: 3)
Tahap terakhir dalam sebuah penelitian adalah tahap penyajian hasil analisis data. Metode yang digunakan dalam tahap penyajian hasil analisis data ini adalah metode informal. Metode informal adalah cara penyajian melalui kata-kata biasa (Ratna, 2004: 50). Selain itu, dalam tahap penyajian hasil analisis
data akan dibantu dengan teknik induktif dan deduktif.
Sebuah karya sastra, baik fiksi mapun nonfiksi dibangun oleh unsur pembangunnya (Hasniyati, 2018: 4). Pada mulanya analisis struktural menjelaskan antara unsur satu dengan yang lainnya keterikatan antara unsur-unsur tersebut yang menghasilkan sebuah makna secara keseluruhan (Nurgiyantoro, 1995: 37). Pendekatan structural sangat penting bagi sebuah analisis karya sastra. Sebuah karya sastra dibangun oleh unsur-unsur yang membentuk suatu kesatuan1yang utuh1dalam sebuah karya sastra. Karya sastra merupakan sebuah struktur. Struktur disini dalam arti bahwa karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan timbal balik (Adam, 2015:7). Teori struktural digunakan pada kumpulan cerpen Tatu Anak Luh untuk menjelaskan unsur intrinsik, yakni berupa alur, tokoh dan1penokohan, latar, tema, serta amanat dalam memaparkannya membentuk suatu kesatuan yang bulat.
Teori feminisme akan digunakan untuk menganalisis diskriminasi dalam objek penelitian penulis. Sugihastuti (2002: 418) berpendapat bahwa feminism adalah gerakan persamaan antara laki-laki dan perempuan di segala bidang baik politik, ekonomi, pendidikan, social dan kegiatan terorganisasi yang mempertahankan hak-hak serta kepentingan perempuan. Feminisme juga menurut Sugihastuti merupakan kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan dalam masyarakat, baik di tempat kerja dan rumah tangga. Feminisme, apa pun alirannya dan dimana pun tempatnya, muncu sebagai akibat dari adanya prasangka gender yang cenderung menomorduakan kaum perempuan. Perempuan di menomorduakan karena
adanya anggapan bahwa secara universal laki-laki berbeda dengan perempuan. Perbedaan itu diwakili oleh dua konsep, yaitu jenis kelamin dan gender (Fakih,11996 : 3). Adanya pelabelan negatif bahwa perempuan adalah lemah, rasional, dan emosional yang bermula dari adanya mitos-mitos yang terbangun dalam suatu masyarakat. Dari anggapan masyarakat bahwa perempuan rasional, dan emosional, maka menjadikan perempuan sebagai manusia nomor dua, dan tidak dapat tampil memimpin maka kaum perempuan dianggap tidak penting. Anggapan tersebut telah menjadikan perempuan korban dari perbedaan gender yang menimbulkan diskriminasi (Astuti, dkk. 2018: 2). Penelitian feminisme pada dasarnya harus memperhatikan kontruksi budaya dari dua makhluk hidup yakni pria dan wanita (Karim, 2014: 2). Pada dasarnya tujuan dari feminism adalah menyamakan kedudukan atau derajat perempuan dan laki-laki (Setyorini, 2017: 2).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur Kumpulan Cerpen Tatu Anak Luh
Analisis struktur pada Cerpen Tatu Anak Luh, Mejalan Tanpa Batis, dan Mepasung Ulian Warisan memiliki struktur lengkap yang terdiri dari insiden, alur, tokoh dan1penokohan, latar, tema, dan amanat. Insiden yang dilukiskan dalam ketiga cerpen terjadi sambung-menyambung yang logis, sehingga merupakan sutu rangkian yang utuh. Alur yang digunakan dalam Cerpen Tatu Anak Luh adalah alur campuran. Sedangkan alur yang digunakan dalam Cerpen Mejalan Tanpa Batis adalah alur maju dan alur yang digunakan dalam Cerpen Mepasung Ulian Warisan adalah alur maju.
Tokoh cerita adalah pelaku yang terdapat dalam cerita, yang merujuk pada siapa yang melakukan sesuatu atau
dikenai sesuatu. Sedangkan Penokohan merupakan pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan, yang menyaran pada tehnik perwujudan dan penggambaran tokoh dalam sebuah cerita (Barhunuddin, dkk. 2017:3). Tokoh dan penokohan dalam Cerpen Tatu Anak Luh terdiri dari enam tokoh yaitu Luh Madri sebagai tokoh utama, Kadek Budi, dan Gede Suma sebagai tokoh sekunder, ibunya Madri, Ayu (ipar Madri), dan mertua Luh Madri sebagai tokoh pelengkap. Penokohan dalam Cerpen Mejalan Tanpa Batis terdiri dari Kadek April dan Gede Bayu sebagai tokoh utama, ibunya April sebagai tokoh pelengkap. Tokoh dalam Cerpen Mepasung Ulian Warisan yaitu Komang Nada sebagai tokoh utama, Putu Meda sebagai tokoh sekunder, Pan Sumi dan bibinya Komang Nada sebagai tokoh pelengkap. Selain itu penokohan dalam ketiga cerpen tersebut dianalisis melalui dimensi struktur fisiologis, sisiologis dan psikologis.
Latar/setting menjelaskan11bagaimana peristiwa itu
terjadi dimana, dan kapan (Subekti, 2016: 3). Latar yang terdapat dalam Cerpen Tatu Anak Luh, Mejalan Tanpa Batis, dan Mepasung Ulian Warisan meliputi latar tempat, latar waktu, danlatar suasana. Tema merupakan inti atau pokok yang menjadi dasar pengembangan cerita, yang merupakan unsur intrinsic terpenting dalam cerpen (Setiyono, 2015: 3). Tema Cerpen Tatu Anak Luh yaitu kekerasan rumah tangga, tema Cerpen Mejalan Tanpa Batis yaitu kekerasan rumah tangga akibat kesalahpahaman dan cemburu buta, terakhir tema pada Cerpen Meopasung Ulian Warisan yaitu warisan.
Amanat yang terkandung pada Cerpen Tatu Anak Luh bahwa kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga akan menyebabkan kehancuran.
Perempuan adalah makhluk yang harus dihormati maka jika perempuan dihormati keharmonisan rumah tangga
akan terjamin. Sebagai seorang suami hendaknya setia kepada istrinya, menghormati dan melindungi istrinya dengan penuh4kecintaan dan kasih sayang. Sedangkan amanat yang terkandung dalam Cerpen Mejalan Tanpa Batis yaitu kecemburuan dalam rumah tangga dapat menyebabkan ketidak harmonisan yang memicu timbulnya kekerasan rumah tangga. Jadi dalam menjalani kehidupan rumah tangga harus bisa saling menjaga kepercayaan. Dan amanat yang terkandung dalam Cerpen Mepasung Ulian Warisan yaitu janganlah ambisi terhadap warisan yang berlimpah dengan maksud tidak sabar akan menimbulkan niat jahat sehingga terjadi tindak kekerasan. Apalagi dengan mengandalkan berbagai cara berupa guna-guna serta mengorbankan keluarga hanya untuk mendapatkan harta warisan.
Diskriminasi Perempuan dalam Kumpulan Cerpen Tatu Anak Luh
Diskriminasi dapat diartikan sebagai perlakuan terhadap individu secara berbeda dengan didasari factor ras, agama, gender (Unsriana, 2014: 2). Perempuan seringkali menjadi korban dari diskriminasi. Salah satu bentuk diskriminasi adalah kekerasan. Kekerasan adalah sebuah tindakan tidak menyenangkan yang bias melibatkan fisik maupun kejiwaan atau psikis yang dilakukan suatu pihak kepada pihak lainnya (Wahyuni, 2018: 3). Kekerasan terhadap perempuan adalah tindakan seorang laki-laki atau sejumlah laki-laki dengan mengerahkan kekuatan tertentu sehingga menimbulkan kerugian atau penderitaan secara fisik, seksual atau psikologis pada seorang perempuan atau sekelompok perempuan, termasuk tindakan yang bersifat memaksa, mengancam, dan atau berbuat sewenang-wenang, baik yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan pribadi diruang domestic dan publik (La Pona11dalam11Sugihastuti1dkk,
2010: 172). Dalam kumpulan cerpen Tatu Anak Luh kekerasan yang terjadi pada tokoh perempuan meliputi kekerasan fisik, kekerasan verbal dan kekerasan mental (psikis).
Kekerasan fisik atau bilogis adalah segala macam tindakan yang mengakibatkan penderitaan fisik pada korbannya (La Pona dalam Sugihastuti dkk, 2010: 179). Kekerasan fisik pada cerpen Tatu Anak Luh terlihat ketika Luh Madri menikah dengan suami pertamanya yang bernama Kadek Budi. Perlakuan Kadek Budi sebagai suami tidaklah baik. Madri selalu mendapat kekerasan fisik berupa tendangan dan jambakan. Kehidupan rumah tangganya tidak pernah lepas dengan masalah. Selanjutnya kekerasan fisik pada Cerpen Mejalan Tanpa Batis terjadi karena Bayu cemburu buta kepada istrinya, April. Bayu mengira istrinya selingkuh, sehingga ia marah dan mengambil cerurit memotong kakinya April hingga putus. Kekerasan fisik pada Cerpen Mepasung Ulian Warisan terjadi saat keluarga Putu Meda ingin merebut harta warisan dari Pan Sumi. Keluarga Putu Meda menggunakan guna-guna agar Komang Nada terlihat gila, karena hal itu Komang Nada dipasung seumur hidup.
Menurut Baryadi (2012: 35-36) kekerasan verbal adalah kekerasan yang menggunakan bahasa, yaitu kekerasan yang menggunakan kata-kata, kalimat, dan unsur-unsur Bahasa lainnya. Kekerasan verbal hanya terdapat pada cerpen Tatu Anak Luh terlihat ketika Luh Madri melahirkan anak perempuan dari Kadek Budi. Namun Kadek Budi tidak terima bahwa yang lahir pertama adalah anak perempuan karena dianggap tidak akan mendapatkan harta warisan. Hal inilah yang membuat Kadek Budi marah sehingga mengeluarkan kata-kata kasar. Kekerasan verbal juga dialami dari suami keduanya. Setelah cerai dengan Kadek Budi, Madri menikah dengan Gede Suma. Awalnya kehidupan rumah
tangganya berjalan dengan lancar, akan tetapi semua berubah ketika usaha Suma bangkrut. Sikap Suma jadi berubah. Ketika Madri meminta uang untuk keperluan upakara, Madri mendapat bentakan dari Gede Suma. Selain itu karena tekanan berat yang dialami Madri membuat ia melakukan tindakan bunuh diri dan membunuh anaknya. Mendapati kejadian tersebut Gede Bayu berkata kasar kepada istrinya.
Kekerasan mental atau psikis termasuk kategori kekerasan nonseksual. Jenis kekerasan ini melibatkan secara langsung kondisi psikologis perempuan yang menjadi korbannya (Sugihastuti, 2010: 183). Kekerasan1psikis atau mental pada Cerpen Tatu Anak Luh terjadi ketika Madri merasa tertekan dengan perlakuan suami pertamanya yang bernama Kadek Budi. Kadek Budi selalu memperlakukan Madri dengan kasar baik berupa kekerasan fisik maupun kekerasan verbal. Tidak hanya dari suami pertamanya, kekerasan psikis juga dialami Madri setelah menikah dengan suami keduanya, Gede Suma. Madri menyesal menikah dua kali namun tidak pernah merasakan kebahagiaan. Memiliki suami tidak pernah bertanggung jawab, mertua dan ipar juga tidak pernah menganggap Madri sebagai bagian dari keluarga, Madri hanya dianggap sebagai pembantu di rumahnya. Selanjutnya, Kekerasan psikis pada Cerpen Mejalan Tanpa Batis terjadi ketika Bayu marah mendapati April ketawa sms’an di kamarnya sendiri dan melihat ada sms dari laki-laki lain mengira April selingkuh. Semenjak kejadian itu, April selalu dicurigai oleh Bayu. Setiap hari April selalu mendapat introgasi. Hal ini membuat April merasa tertekan dan sedih atas perlakuan suaminya. Ia merasa tidak bebas seperti kehidupan rumah tangga lainnya. Kekerasan psikis pada Cerpen Mepasung Ulian Warisan terjadi ketika kakak dari Komang Nada meminta agar Komang Nada mencari sentana agar kelak ada
yang mengurus orang tuanya nanti. Namun dalam perjalannya Komang Nada susah mencari sentana, hal ini menjadi tekanan bagi Komang Nada.
SIMPULAN
Dapat ditarik kesimpulan bahwa struktur yang yang membangun Kumpulan Cerpen Tatu Anak Luh terdiri atas beberapa insiden, alur, tokoh dan penokohan, latar/setting, tema dan amanat yang menjadi sebuah satu kesatuan guna membentuk cerpen tersebut.
Diskriminasi yang terjadi dalam bentuk Kekerasan terhadap perempuan yang terdapat dalam Cerpen Tatu Anak Luh, Mejalan Tanpa Batis dan Mepasung Ulian Warisan meliputi kekerasan verbal, kekerasan fisik dan kekerasan mental atau psikis. Kekerasan tersebut dilakukan oleh laki-laki dalam rumah tangga yang menyebabkan perempuan itu terluka.
REFERENSI
Adam, Azma. (2015). Karakter Tokoh
Dalam Novel Kau, Aku Dan Sepucuk Angpau Merah Karya Tere Liye. Jurnal Humanika Volume 3 Nomor 15. Padang : Universitas Andalas.
Astuti, Puji, dkk. (2018). Ketidakadilan Gender Terhadap Tokoh Perempuan dalam Novel Genduk Karya Sundari Mardjuki : Kajian Kritik Sastra Feminisme.Jurnal Ilmu Budaya Vol 2 Nomor 2. Kalimantan Timur : Universitas Mulawarman.
Burhanuddin, dkk. (2017). Kemampuan Menulis Karya Sastra Berbahasa Jerman Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Jerman Fbs Unm (Kajian Struktural). Jurnal Pendidikan Bahasa Asing dan Sastra Volume 1 Nomor 2. Makassar : Universitas Negeri Makassar.
Baryadi, I. Praptomo. (2012). Bahasa, Kekuasaan, dan Kekerasan.
Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.
Fakih, Mansour. (1996). Analisis Gender dan Transformasi Sosial.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Hasniyanti. (2018). Eksistensi Tokoh Ayah Dalam Novel Ayah Karya Andrea Hirata Dan Novel Ayahku (Bukan) Pembohong Karya Tere Liye. Master Bahasa Volume 6 Nomor 3. Banda Aceh : Universitas Syiah Kuala.
Laelasari, Rika. (2018). Analisis Unsur Intrinsik dan Nilai Pendidikan Karakter dalam Cerpen “Kisah Tiga Kerajaan Lampau” Karya David Victor. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Vol 1 Nomor 3. Bandung: IKIP
Siliwangi.
Karim, Abdul. (2014). Kerangka Studi Feminisme (Model Penelitian Kualitatif tentang Perempuan dalam Koridor Sosial Keagamaan). Fikrah Volume 2 Nomor 1. Kudus: STAIN Kudus.
Nurgiyantoro, Burhan. (1995). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Putra, I Nyoman Darma. (2010). Tonggak Baru Sastra Bali Modern. Denpasar: Pustaka Larasan.
Rahayu, Naidi Pertiwi. (2018). Aspek Kepribadian Tokoh Utama Dalam Cerpen Cerita Pendek Yang
Panjang Karya Hasta Indriyana, Kajian Psikologi Sastra, dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA. Jurnal
Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Vol 1 Nomor 2. Bandung: IKIP Siliwangi.
Rahmah, Yuliani. (2015). Cerpen “Koroshiya Desu No Yo” Sebuah Kajian Feminisme. Izumi Volume 4 Nomor 2. Semarang : Universitas Diponegoro.
Ratna, I Nyoman Kutha. (2004). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian
Sastra. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Ristiana, Keuis Rista. (2017). Konflik Batin Tokoh Utamadalam Novel Surga Yang Tak Dirindukan 2 Karya Asma Nadia. Jurnal Literasi Vol 1 Nomor 2. Jawa Barat: FKIP Universitas Galuh.
Sari, Nurmalia. (2017). Kekerasan Perempuan Dalam Novel Bak Rambut Dibelah Tujuh Karya Muhammad Makhdlori. Jurnal Literasi Volume 1 Nomor 2. Lampung Selatan : SMP
Muhammadiah Penengahan.
Setiyono, Joko. (2015). Kajian Feminisme Dalam Cerpen Lelaki Ke-1000 Di Ranjangku Karya Emha Ainun Najib. Jurnal Edutama Volume 2 Nomor 1. Bojonegoro : IKIP PGRI Bojonegoro.
Setyorini, Ririn. (2017). Diskriminasi Gender Dalam Novel Entrok Karya Okky Madasari: Kajian
Feminismei. Jurnal Desain Volume 4 Nomor 3. Brebes : Universitas Peradaban Bumiayu.
Subekti, Dwi Derajat. (2016). Analisis Unsur Intrinsik dalam Antologi Cerpen Aku Sayang Saudaraku Karya Albye Syafie Sebagai Bahan Pembelajaran Menulis Karangan Narasi bagi Siswa Kelas V di Sekolah Dasar. Kalimaya Volume 4 Nomor 2. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.
Sugihastuti dan Saptiawan. (2010). Gender & Inferioritas Perempuan. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Suharto dan Sugihastuti. (2002). Kritik Sastra Feminis Teori Dan Aplikasinya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Unsriana, Linda. (2014). Diskriminasi Gender Dalam Novel Ginko Karya Junichi Watanabe. Jurnal Lingua
Cultura Volume 8 Nomor 1. Jakarta Barat : Universitas Bina Nusantara.
Wahyuni dan Indri Lestari. (2018). Bentuk Kekerasan Dan Dampak Kekerasan Perempuan Yang Tergambar Dalam Novel Room Karya Emma Donoghue. BASA TAKA Volume 1 Nomor 2. Balikpapan : Universitas
Balikpapan
Discussion and feedback