HUMANIS

Journal of Arts and Humanities

p-ISSN: 2528-5076, e-ISSN: 2302-920X

Terakreditasi Sinta-4, SK No: 23/E/KPT/2019

Vol 25.1 Februari 2021: 61-70

Analisis Sosiologi Sastra Teks Satua Galuh Payuk

Ni Putu Dian Kartika Yanthi, Ida Bagus Rai Putra, Putu Sutama Universitas Udayana, Denpasar, Bali, Indonesia Correspondence e-mail: [email protected] , [email protected] , [email protected]

Info Artikel


Masuk: 3 November 2020 Revisi: 25 Desember 2020 Diterima: 2 Januari 2021

Keywords: satua, shape structure, narrative structure, social aspects

Corresponding Author:

Ni Putu Dian Kartika Yanthi emial: :

[email protected]

DOI:

https://doi.org/10.24843/JH.2

021.v25.i01.p08


Kata kunci: satua, struktur bentuk, struktur naratif, aspek-aspek sosial.


Abstract

This research discusses about Bali’s literature work purwa or traditional which shaped in satua with title “Satua Galuh Payuk text: Analysis of Sociology Literature”. The research purpose is to knowing the shaped structure and narrative structure also the social aspects which included in the satua itself. This research is using the theoretical structure and sociology approaching. Those theories used by combining some opinions from the literature experts. The method of this research on providing the data was through observation and heeding, on data analysis the researcher was used qualitative method. The method on providing the result of data analysis the researcher was used the informal method. For supporting all of the methods that have been used the researcher used some techniques which are: recording, transliteration, translating, analytic descriptive, and deductive inductive. The results of this research is the shape structure and the narrative structure from “Satua Galuh Payuk Text”. The shape structure includes the language styles and diction and the narrative structure includes: incident, plots, background, figure and characterization, theme and mandate. Besides, this research was also analyzed the social aspects which become objects from the research which are naming, love aspect, civilization aspect, leadership aspect, religion aspect which consist of philosophical aspect, moral aspect and ceremony aspect.

Abstrak

Penelitian ini membahas mengenai karya sastra Bali purwa atau tradisional yang berbentuk satua dengan judul “Teks Satua Galuh Payuk: Analisis Sosiologi Sastra”. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui struktur bentuk dan struktur naratif serta aspek-aspek sosial yang terdapat dalam satua tersebut. Dalam penelitian ini menggunakan teori struktural dan pendekatan sosiologi sastra. Teori-teori tersebut digunakan dengan mengkombinasikan beberapa pendapat para ahli sastra. Metode yang digunakan dalam tahap penyediaan data yaitu metode observasi dan menyimak, metode dalam tahap analisis data yaitu

metode kualitatif, dan tahap penyajian hasil analisis data yaitu metode informal. Untuk menunjang metode-metode tersebut digunakan beberapa teknik, yaitu: pencatatan, transliterasi, terjemahan, deskriptif analitik, dan deduktif induktif. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, yaitu struktur bentuk dan struktur naratif dari “Teks Satua Galuh Payuk”. Struktur bentuk tersebut meliputi gaya bahasa dan diksi, serta struktur naratif meliputi: insiden, alur, latar, tokoh dan penokohan, tema dan amanat. Selain itu penelitian ini juga menganalisis aspek-aspek sosial yang menjadi objek dari penelitian yaitu aspek penamaan nama, aspek percintaan, aspek kemasyarakatan, aspek kepemimpinan, aspek agama yang terdiri dari aspek filsafat, aspek susila, dan aspek upacara.

PENDAHULUAN

Teks Satua Galuh Payuk merupakan salah satu karya sastra dari kesusastraan Bali purwa atau tradisional yang berbentuk cerita rakyat lisan yang ditemukan dalam masyarakat Bali. Teks Satua Galuh Payuk bersifat anonim, tidak diketahui siapa pengarangnya. Dalam kamus Bali-Indonesia satua berarti cerita dan masatua berarti bercerita (Anom, dkk, 2008: 627). Satua memiliki peran sebagai sarana hiburan, komunikasi, pengajaran, dan pendidikan bagi semua kalangan masyarakat bahkan pada saat belum mengenal tulisan.

Bila dikaitkan dengan ilmu folklore, Satua Galuh Payuk termasuk kedalam folklore lisan. Folklore lisan yaitu folklore yang bentuknya memang murni lisan (Danandjaja, 1984: 21). Dilihat dari bentuk penyajiannya satua disebut pula kesusastraan gantian. Gantian yang berasal dari kata ganti–an digunakan untuk menunjukkan bahwa beragam sastra itu selalu berubah-ubah (maganti-ganti) karena tidak tertulis (Bagus, 1979: 13).

Teks Satua Galuh Payuk bila dilihat dari judul dan jalan ceritanya merupakan satua yang sangat unik. Satua ini dikatakan unik dimana menceritakan tentang perempuan keturunan kerajaan Daha yang terlahir salah rupa, berupa periuk kecil, bersih dan dapat berbicara bernama Galuh Payuk. Secara umum dapat ditemukan saling ada keterjalinan

dan membentuk sebuah kesatuan struktur dalam Teks Satua Galuh Payuk yang terdiri dari insiden, alur, tokoh dan penokohan, latar, tema dan amanat serta gaya bahasa dan pemilihan kata-kata (diksi) yang digunakan dalam satua. Dalam Teks Satua Galuh Payuk ini juga diceritakan hubungan percintaan Galuh Payuk dengan Radén Mantri.

Teks Satua Galuh Payuk ini memiliki karakteristik tersendiri yaitu terdapat motif penyamaran dilukiskan oleh tokoh Ni Luh Gading saat ngayah di kerajaan Kahuripan. Penyamaran yang dilakukan dengan menggunakan lulur terasi di seluruh badan. Selain itu, penyamaran terdapat pula pada penggantian nama Galuh Payuk menjadi Ni Luh Gading. Keberadaan motif penyamaran tersebut sangat membantu pembaca untuk memahami isi teks satua tersebut yang merupakan satua berjenis panji.

Berdasarkan deskripsi di atas peneliti mengangkat Teks Satua Galuh Payuk dijadikan sebagai objek dalam penelitian ini selain belum pernah diteliti sebelumnya. Peneliti juga tertarik untuk mengungkap aspek-aspek sosial yang ada dalam Teks Satua Galuh Payuk, dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Diharapkan pula nantinya akan dapat diketahui seberapa jauh hubungan antara Teks Satua Galuh Payuk ini jika dikaitkan dengan masyarakat Bali saat ini.

Berdasarkan pendahuluan yang telah dijelaskan sebelumnya, dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini yaitu: Bagaimanakah struktur Teks Satua Galuh Payuk ? Serta aspek-aspek sosial apa sajakah yang terkandung dalam Teks Satua Galuh Payuk ? Tujuan dari penelitian Teks Satua Galuh Payuk yaitu, sebagai berikut; Untuk menunjang dan penyediaan bahan studi dalam penelitian sastra khususnya karya sastra Bali tradisional, yang nantinya diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan serta pelestarian khazanah budaya dalam bentuk sastra lisan berjenis satua. Untuk mendeskripsikan struktur dan mengetahui aspek-aspek sosial yang terkandung dalam Teks Satua Galuh Payuk.

METODE DAN TEORI

Dalam penelitian ini memanfaatkan sumber data primer dimana data diperoleh langsung dari suatu objek, baik secara tulis maupun lisan. Data penelitian ini yaitu kumpulan satua Bali yang terdapat di PUSDOK Dinas Kebudayaan Pemerintah Provinsi Bali. Kumpulan satua Bali tersebut memiliki 117 halaman dan terdiri dari 36 satua. Dari 36 satua yang ada dalam kumpulan satua Bali tersebut, Satua Galuh Payuk diambil untuk dijadikan sebagai objek kajian yang merupakan data utama dari penelitian ini. Satua Galuh Payuk terdapat pada halaman 40-47.

Selanjutnya tahap metode dan teknik penelitian terdapat tiga tahapan, sebagai berikut. Pada tahap penyediaan data digunakan metode observasi dan menyimak didukung oleh teknik pencatatan. Pada tahap analisis data, penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif (Nasution, 2016: 19). Data-data yang digunakan dalam penelitian ini secara keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan mejikan bentuk deskripsi (Wahyu, 2017: 66). Dibantu dengan

teknik transliterasi, teknik deskriptif analitik, terjemahan secara harfiah dan idiomatis serta pencatatan. Pada tahap penyajian analisis data digunakan metode informal dengan dibantu teknik deduktif dan induktif.

Penelitian ini dalam pembahasan struktur ditekankan pada segi bentuk dan isinya. Menurut Ratna (2009: 49) penggunaan istilah forma disebutkan dari segi etimologis forma berasal dari bahasa Latin forma yang mempunyai arti wujud, bentuk. Berkaitan dengan istilah tersebut penelitian ini menggunakan istilah “struktur bentuk”. Struktur bentuk mencakup gaya bahasa dan diksi dalam Teks Satua Galuh Payuk.

Karya sastra dapat ditelaah melalui unsur intrinsik maupun ekstrinsik (Lestari, 2017: 117). Unsur yang membangun karya fiksi secara garis besar dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1) struktur luar (ekstrinsik) dan (2) struktur dalam (intrinsik) (Raharjo, 2017: 22). Teks Satua Galuh Payuk merupakan karya sastra yang berbentuk naratif. Luxemburg (1984: 119) mengemukakan bahwa teks-teks naratif adalah semua teks yang tidak bersifat dialog dan yang isinya merupakan suatu kisaran sejarah, sebuah deretan peristiwa. Maka dalam Teks Satua Galuh Payuk ini akan dibahas pula mengenai unsur intrinsik pada karya sastra dengan mengidentifikasikan, mengkaji, dan mendeskripsikan unsur yang bersangkutan. Struktur naratif tersebut meliputi insiden, alur, tokoh dan penokohan, latar, tema dan amanat.

Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif (Akbar, 2013: 55). Sosiologi sastra merupakan alat atau pendekatan untuk menilai prilaku yang berhubungan dengan manusia atau makhluk sosial untuk mengapresiasi sebuah karya (Amalia et al, 2019: 530). Sosiologi sastra adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dan masyarakat (Pebriana, 2017: 95). Sosiologi sastra

dapat dikatakan telaah sastra yang sasaran utamanya adalah kehidupan individu dalam suatu masyarakat yang berkaitan dengan kehidupan sosial (Alif et. al, 2017: 106). Sastra menyajikan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial (Muslimin, 2011: 132). Selain itu, sastra juga cermin dari sistem ide dan sistem nilai, serta gambaran tentang apa yang dikehendaki dan apa yang ditolak oleh masyarakat (Hamim, 2012: 336). Pendekatan yang umum dilakukan sosiologi ini mempelajari sastra sebagai dokumen sosial sebagai potret kenyataan sosial. (Wellek dan Warren, 1990: 122).

Penggunaan teori tersebut di atas bertujuan untuk mengungkap secara detail mengenai struktur bentuk yaitu gaya bahasa dan diksi serta struktur naratif meliputi insiden, alur, tokoh dan penokohan, latar, tema dan amanat dalam Teks Satua Galuh Payuk. Dari aspek-aspek sosial juga penelitian yang dilakukan hanya menekankan kepada sosiologi karya sastra untuk membedah teks satua yang akan di analisis. Pendekatan tersebut diharapkan mampu memberikan arahan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada, agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur Bentuk Teks Satua Galuh Payuk

Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas, sebagai refleksi dari jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa) yang di dalamnya terdapat unsur kejujuran, sopan santun, dan menarik. Gaya bahasa dalam Teks Satua Galuh Payuk, dikelompokkan ke dalam gaya bahasa perbandingan, dan pertentangan.

Gaya bahasa perbandingan merupakan gaya bahasa ungkapan

dengan cara menyandingkan atau membandingkan suatu objek dengan objek yang lainnya. Dalam Teks Satua Galuh Payuk yang dibahas meliputi perumpamaan, metafora, personifikasi, antithesis. Gaya bahasa pertentangan merupakan suatu bentuk gaya bahasa dengan kata-kata kiasan yang bertentangan dengan yang dimaksudkan sesungguhnya. Dalam Teks Satua Galuh Payuk gaya bahasa pertentangan diuraikan meliputi gaya bahasa hiperbola, litotes, sarkasme, kontradiksi inteminis.

Menurut Enre (1988: 101) diksi atau pilihan kata adalah penggunaan kata-kata secara tepat untuk mewakili pikiran dan perasaan yang ingin dinyatakan dalam pola suatu kalimat. Maka dalam diksi Teks Satua Galuh Payuk diulas menurut hubungan antara kata dapat berwujud: sinonimi, polisemi, homonimi, hiponimi dan antonimi.

Struktur Naratif Teks Satua Galuh Payuk

Struktur naratif yang membangun Teks Satua Galuh Payuk adalah insiden, alur,latar, tokoh dan penokahan, tema dan amanat. Diawali dengan pembahasan insiden sebagai berikut:

Brahim (1969: 65) mengatakan bahwa insiden terjadi karena gerakan, adanya tindakan dalam situasi, juga karena adanya pelaku yang bertindak. Berdasarkan hal tersebut maka terdapat beberapa insiden pada Teks Satua Galuh Payuk, meliputi: (1) Ketika Raja dan Permaisuri di kerajaan Daha yang pergi ke hutan untuk tapa semadinya karena belum dikaruniai seorang anak; (2) Saat Sang Hyang Siwa di surga mengutus abdi beliau Sang Gagakpetak, Sang Kalimandu dan Ular Lemputu untuk turun ke bumi dan menggoda semadi Raja dan Permaisuri di sebuah pohon beringin besar; (3) Sang Hyang Siwa memutuskan untuk berganti rupa menjadi pendeta dan turun ke bumi, menganugerahi Raja dan Permaisuri

tetapi dengan sebuah syarat; (4) Ketika Permaisuri berbicara dan melupakan syarat yang diberikan oleh Sang Hyang Siwa; (5) Ketika Permaisuri sudah melahirkan anak salah rupa berbentuk periuk dan Raja meminta agar anak itu dibuang; (6) Saat Galuh Payuk berwujud seperti periuk ditemukan dihamparan pasir dan dirawat oleh sepasang suami istri Pan Tiwas dan Mén Tiwas; (7) Ketika Pan Tiwas menyenggol periuk yang berada di atas plafon rumahnya hingga terjatuh dan keluarlah perempuan cantik bernama Ni Luh Gading; (8) Ketika Galuh Daha dan Radén Mantri menikah.

Alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun setiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa lain (Stanton dalam Nurgiyantoro, 2007: 113). Alur dalam Satua Galuh Payuk memakai alur lurus dalam hal ini memakai alur maju, seperti berikut: (1) Pada bagian eksposisi I diperkenalkan tokoh-tokoh di kerajaan Daha; (2) Bagian komplikasi I, saat Sang Hyang Siwa mengutus abdi beliau untuk turun ke bumi dan menggoda semadi Raja dan Permaisuri; (3) Bagian rising action I, saat Sang Hyang Siwa memutuskan untuk berganti rupa menjadi pendeta dan turun ke bumi, menganugerahi Raja dan Permaisuri tetapi dengan sebuah syarat; (4) Pada bagian klimaks I, ketika Permaisuri berbicara dan melupakan syarat yang diberikan oleh Sang Hyang Siwa; (5) Bagian rising action II, ketika Raja dan Permaisuri sampai di kerajaan; (6) Bagian klimaks II, saat Permaisuri sudah melahirkan anak salah rupa yang berupa periuk dan Raja meminta agar anak itu dibuang ke sungai; (7) Bagian eksposisi II, diperkenalkan tokoh-tokoh baru yaitu Pan Tiwas dan Mén Tiwas yang menemukan periuk hingga merawat; (8) Bagian komplikasi II, ketika seorang pembeli meletakkan beras

di dalam periuk dan periuk tersebut hilang, pergi kembali pulang; (9) Pada bagian rising action III, ketika Pan Tiwas dan Mén Tiwas melihat periuk kecil berjalan; (10) Bagian klimaks III, ketika periuk tersebut pecah dan keluarlah gadis kecil umurnya kira-kira 7 tahun meminta agar dipanggil dengan nama Ni Luh Gading; (11) Bagian eksposisi III, diperkenalkan tokoh-tokoh baru di sebuah kerajaan Kahuripan; (12) Bagian komplikasi III, ketika Ni Luh Gading meminta dibuatkan ulekan terasi yang digunakan sebagai lulur; (13) Pada bagian eksposisi IV, tokoh-tokoh baru yaitu Siramadewi ibunda Radén Mantri dan rakyatnya; (14) Bagian komplikasi IV, ketika rakyat di kerajaan Kahuripan mengusir Ni Luh Gading karena tubuhnya berlulurkan terasi; (15) Bagian rising action IV, Radén Mantri mendekati dan meminta Ni Luh Gading untuk bercerita tetapi ia tetap tidak mau; (16) Bagian klimaks IV, Ni Luh Gading menceritakan semua yang sudah terjadi pada dirinya dari awal; (17) Bagian penyelesaian, Radén Mantri dan Galuh Daha telah dewasa maka mereka dinikahkan.

Tokoh utama merupakan tokoh yang terlibat dan umumnya dikuasai oleh serangkaian peristiwa. Tokoh sekunder merupakan tokoh yang berperan dalam menghadapi atau sama-sama tokoh utama dalam membangun cerita, jadi geraknya tak sedominan tokoh utama. Tokoh pelengkap atau komplementer merupakan tokoh yang berfungsi membantu kelancaran gerak tokoh utama dan tokoh sekunder dalam cerita (Tarigan, 1984: 143). Tokoh yang terdapat dalam Teks Satua Galuh Payuk, meliputi: (1) Tokoh utama yaitu Galuh Payuk, Ni Luh Gading dan Radén Mantri; (2) Tokoh sekunder yaitu Raja kerajaan Daha, Permaisuri kerajaan Daha, Sang Hyang Siwa, Mén Tiwas, dan Pan Tiwas; (3) Tokoh komplementer yaitu Pedagang, Pembeli, Siramadewi, Paman Patih kerajaan Daha,

Sang Gagakpetak, Sang Kalimandu, Sang Lelipi Lamputu, dan Rakyat di kerajaan Kahuripan. Dalam Teks Satua Galuh Payuk penokohan seluruh tokoh dibahasa dengan dimensi fisiologis, dimensi psikologis serta dimensi sosiologis.

Latar disebut juga dengan setting, yakni tempat dan waktu terjadinya cerita (Suharianto, 1982: 33). Latar merupakan segala keterangan mengenai tempat, hubungan waktu, lingkungan sosial dan suasana dari peristiwa yang terjadi di dalam suatu cerita (Widyastari, 2015: 5). Dalam Teks Satua Galuh Payuk latar dibagi menjadi: (1) Latar waktu yaitu latar yang mengacu pada terjadinya peristiwa (Aniswanti, 2016: 104) seperti pada siang hari, malam hari, sore hari, pagi hari, beberapa bulan, 42 hari; (2) Latar tempat terdapat pada kerajaan Daha, pohon beringin besar di hutan, surga, pemakaman, pantai, pasar, plafon rumah, kerajaan Kahuripan; (3) Latar suasana yang terjadi seperti suasana tegang, sedih, terharu, bahagia.

Tema merupakan dasar pengembangan yang bersifat menjiwai seluruh bagian cerita, yang mempunyai generalisasi umum, lebih lurus dan abstrak (Nurgiyantoro, 2007: 68). Tema utama dalam Teks Satua Galuh Payuk perjalanan hidup seseorang yang terlahir berupa sebuah periuk”. Tema tambahannya yaitu mengenai “karma phala” yang dikemas dalam bentuk perjuangan.

Amanat merupakan pemecahan peroalan yang terkandung dalam tema yang menyebutkan amanat merupakan unsur yang dominan dalam sebuah cerita dan memberikan arti kepada seluruh cerita di dalamnya (Esten, 2000: 22-23). Pada intinya amanat yang terkandung dalam Teks Satua Galuh Payuk yaitu bahwa perkembangan kehidupan seorang anak salah satunya ditentukan oleh orang tua, maka tanggung jawab orang tua terhadap anak sangatlah penting bagi masa depan anak. Halnya Raja Daha

yang membuang anaknya ke sungai. Tindakan seperti ini sangat lazim ditemukan dalam kehidupan nyata dalam bermasyarakat (Herwin, 2017: 16).

Aspek-Aspek Sosial Teks Satua Galuh Payuk

Aspek-aspek sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat, menggunakan jurus-jurus metodologis. Oleh karena itu, aspek-aspek sosial yang dimaksud terdapat dalam Teks Satua Galuh Payuk adalah aspek penamaan nama, aspek percintaan, aspek kemasyarakatan, aspek kepemimpinan dan aspek agama.

Pola pemberian nama anak atau cucunya dapat dikemukakan bahwa, struktur tatanama orang Bali, jelas kelihatan penggunaan unsur-unsur yang ada pada tatanan nama orang Bali itu tidak sama penggunaannya (Antara, 2013: 51). Dalam Teks Satua Galuh Payuk aspek penamaan nama meliputi penamaan Galuh Payuk dalam judul satua ini, dimana Galuh Payuk adalah putri dari kerajaan Daha yang terlahir berupa sebuah periuk. Selain itu, pemberian nama Ni Luh Gading diperoleh ketika Pan Tiwas dan Mén Tiwas berasal dari desa Tihinggading, sehingga Galuh Payuk meminta namanya menjadi Ni Luh Gading.

Percintaan atau cinta akan selalu menjadi topik yang hangat bagi setiap kalangan muda maupun yang tua. Aspek percintaan dalam Teks Satua Galuh Payuk ketika Radén Mantri hingga bermimpi Ni Luh Gading, sampai akhirnya mereka bisa bersama-sama dengan rasa saling cinta merupakan ungkapan perasaan yang ada dalam hati Radén Mantri. Oleh karena itu, ia seolah tidak membutuhkan kehadiran sosok spesial yang lain (Shahab, 2011: 32). Rasa cinta yang besar dari Radén Mantri dan Ni Luh Gading tersebut, munculah kesetian yang besar diantara keduanya sampai beranjak dewasa mereka dinikahkan.

Masyarakat adalah sekumpulan manusia saling “bergaul”, atau dengan istilah ilmiah, saling “berinteraksi” (Koentjaraningrat, 2009: 116), sedangkan kemasyarakatan adalah       mengenai

masyarakat, sifat-sifat atau hal masyarakat. Salah satu kearifan lokal Bali yang berkaitan dengan aspek kemasyarakatan dalam Teks Satua Galuh Payuk dan hingga kini masih eksis adalah ngayah (gotong royong). Salah satu contoh dalam Teks Satua Galuh Payuk tradisi ngayah terlihat ketika sedang perayaan ulang tahun Radén Mantri. Semua rakyat di kerajaan Kahuripan diminta kehadirannya, dan diperintahkan untuk ngayah menumbuk padi, membuat jaritan dan jajan.

Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kemampuan untuk menggerakan orang lain untuk mencapai tujuan tertentu atau tujuan bersama. Soekanto (1999:  288) menyatakan

kepemimpinan ada yang bersifat resmi (formal leadership) yaitu kepemimpinan yang tersimpul di dalam suatu jembatan. Dalam Teks Satua Galuh Payuk, aspek kepemimpinan dilukiskan oleh tokoh Raja Daha dan patihnya. Raja kerajaan Daha merupakan Raja yang peduli terhadap daerahnya. Menjadi seorang pemimpin, Raja Daha telah menjalankan ajaran Dasa Niyama Brata yaitu sepuluh macam pengendalian diri yang utama (Sutedja, 2008: 51). Tokoh patih juga melaksanakan pemerintahan dan kepemimpinan yang berlangsung di kerajaan Daha. Terlihat ketika Raja dan Permaisuri melaksanakan tapa brata ke hutan. Alhasil selama kepergian Raja, keadaan kerajaan Daha baik-baik saja dibawah tanggung jawabnya.

Dalam Teks Satua Galuh Payuk aspek agama dikaitkan dengan ketiga kerangka dasar Agama Hindu yang meliputi :

  • a.    Aspek filsafat (tattwa) konsep Tri Hita Karana memiliki tiga unsur yang terdiri atas:    pertama, unsur

parahyangan,    pawongan    dan

palemahan. Parahyangan dalam Teks Satua Galuh Payuk dapat dilihat ketika Raja dan Permaisuri melaksanakan tapa semadi, Sang Hyang     Siwa    menganugerahi

permintaan anak dari Raja dan Permaisuri tetapi dengan sebuah syarat. Pawongan dalam Teks Satua Galuh Payuk dapat dilihat ketika Pan Tiwas dan Mén Tiwas menemukan dan merawat Galuh Payuk. Selain itu, juga ditunjukkan ketika rakyat berbondong-bondong      bergotong

royong datang ke kerajaan Kahuripan ada yang menumbuk padi, membuat jajan, sampian. Teks Satua Galuh Payuk juga menyampaikan hubungan yang tidak harmonis dimana Galuh Payuk saat berupa periuk membawa pergi beras bawaan pembeli di pasar. Palemahan dalam Teks Satua Galuh Payuk dapat dilihat saat Raja dan Permaisuri memutuskan untuk melaksanakan tapa semadi di dalam hutan, tepatnya di bawah pohon beringin yang sangat besar. Selain itu, ketika Galuh Payuk di temukan oleh Mén Tiwas dan Pan Tiwas di hamparan pasir pantai.

  • b.    Aspek susila (etika) dalam Teks Satua Galuh Payuk tertuang dalam suatu ajaran Tri Kaya Parisudha yakni manacika,   wacika dan kayika

(Supatra, 2004: 4). Ajaran manacika (berfikir yang baik) ketika Galuh Payuk dirinya berfikir ingin membantu Pan Tiwas dan Mén Tiwas agar berkecukupan setiap harinya. Sikap saling membantu antar sesama manusia sangat baik jika diterapkan (Linda, 2019:  62). Ajaran wacika

dalam Teks Satua Galuh Payuk dilukiskan oleh tokoh Patih ketika memberikan nasehat yang baik terhadap Raja. Kayika ditunjukkan oleh Galuh Payuk ketika Galuh Payuk membantu kehidupan sehari-hari, menyapu dan memasak makanan

untuk Pan Tiwas dan Mén Tiwas. Umat Hindu juga mengenal dengan Tri Mala yang bertentangan terhadap ajaran Tri Kaya Parisudha. Tri Mala terbagi menjadi Kasmala, Mada, Moha (Supatra, 2004: 19). Sifat moha dalam Teks Satua Galuh Payuk dilukiskan oleh tokoh Radén Mantri, mempunyai pikiran jahat yaitu berniat membunuh Mén Tiwas dan Pan Tiwas. Sifat Mada ditunjukkan oleh tokoh rakyat kerajaan Kahuripan yang mencela Ni Luh Gading yang saat itu badannya dilumuri lulur terasi. Dalam Teks Satua Galuh Payuk, sifat kasmala digambarkan oleh tokoh Raja kerajaan Daha yang tega membuang anaknya yang baru saja lahir ke dunia.

  • c.    Aspek upacara (ritual) dalam Teks Satua Galuh Payuk dikaitkan dengan upacara Manusa Yadnya yaitu perkawinan atau pernikahan. Upacara Manusa Yadnya yang berguna sebagai pemeliharaan, pendidikan serta penyucian secara spiritual terhadap seseorang. Sejak terbentuknya calon manusia didalam janin seorang ibu, maka sudah pastilah ada suatu upacara atau ucapan syukur dari orang tua (Pranata, dkk, 2009: 12). Dalam Teks Satua Galuh Payuk dilukiskan oleh tokoh Radén Mantri dan Galuh Payuk yang menikah setelah pertemuan mereka.

SIMPULAN

Berdasarkan pada uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam Teks Satua Galuh Payuk struktur dibagi menjadi dua yaitu struktur bentuk dan struktur naratif serta aspek-aspek sosial sebagai berikut.

Struktur bentuk terdiri dari gaya bahasa dan diksi. Struktur naratif terdiri dari insiden, alur, tokoh dan penokohan, latar, tema dan amanat.

Aspek-aspek sosial dalam Teks Satua Galuh Payuk antara lain aspek penamaan      nama,      percintaan,

kemasyarakatan, kepemimpinan, dan agama meliputi filsafat (tattwa), susila (etika) dan upacara (ritual).

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Syahrizal, Retno Winarni dan Andayani. 2013. Kajian Sosiologi Sastra Dan Nilai Pendidikan Dalam Novel “Tuan Guru” Karya Salman Faris. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, Vol. 1, No. 1. 54-68. Magister Pendidikan Bahasa Indonesia               Program

PASCASARJANA UNS.

Alif Nurhuda, Teguh, Herman J. Waluyo, dan Suyitno. 2017. Kajian Sosiologi Sastra Dan Pendidikan Karakter Dalam Novel Simple Miracles Karya Ayu Utami Serta Relevansinya Pada Pembelajaran Sastra Di SMA. Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA, Vol. 18, No. 1. 103117. Program Studi Magister Pendidikan Bahasa Indonesia, FKIP Universitas Sebelas Maret.

Amalia Nurhapidah, Anisa dan Teti Sobari. 2019. Kajian Sosiologi Sastra Novel “Kembali” Karya Sofia Mafaza. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Vol. 2, No. 4. 529-534. IKIP Siliwangi.

Aniswanti, Anik dan Sri Wahyuningtyas. 2016. Aspek Sosial Dalam Novel Partikel Karya Dewi Lestari: Tinjauan Sosiologi Sastra. Jurnal CARAKA, Vol. 3, No. 1. 99-111. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Sarjanawiyata        Tamansiswa

Yogyakarta.

Anom, dkk. 2008. Kamus Bali-Indonesia Beraksara Latin dan   Bali.

Denpasar:    Kerjasama Dinas

Kebudayaan Kota Denpasar dengan Badan Pembina Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali Provinsi Bali.

Antara, I Gusti Putu. 2013. Tatanama Orang Bali. Denpasar: Buku Arti.

Bagus, I Gusti Ngurah. 1979. Penerjemahan Karya Sastra Tradisional ke Dalam Bahasa Indonesia. Dalam Bahasa dan Sastra No. 5 Tahun V. Jakarta: Pusat Pembina dan Pengembangan Bahasa.

Brahim. 1969.    Drama    Dalam

Pendidikan,    Seks.    Jogjakarta:

Jalasutra.

Danandjaja, James. 1984. Folklore Indonesia Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: PT. Grafiti Press.

Enre, Fachrudin Ambo. 1988. Dasar-Dasar Keterampilan Menulis. Jakarta: Depdikbud.

Esten, Mursal. 2000. Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Hamim, Nur. 2012. Syair Ratapan (Ritsâ) Dan Cinta (Ghazal) Dalam Budaya Perang Bangsa Arab Jahiliyah (Kajian Sosiologi Sastra). Jurnal Nuansa, Vol. 9, No. 2. 336-352. Dosen IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten.

Herwin Puspitasari, Rosika, Herman J. Waluyo dan Nugraheni E. Wardhani. 2017. Kajian Sosiologi Sastra dan Nilai Pendidikan Karakter pada Novel Cantik Itu Luka Karya Eka Kurniawan /A Study of the Sociological Factors an Character Values in the Novel Cantik Itu Luka by Eka Kurniawan. Jurnal Aksara, Vol. 2, No.1. 1-16. Universitas     Sebelas Maret,

Surakarta, Indonesia.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Lestari, Sri. 2017. Nilai Sosial Masyarakat Suku Jawa Dalam Novel Orang Orang Proyek Karya Ahmad Tohari: Kajian Sosiologi Sastra Dan Implementasinya Sebagai Bahan Ajar Di Sekolah Dasar. Jurnal Stilistika, Vol. 3, No.

2. 115-124. Guru SDN 01 Ngempal Karangpandan, Karangayar.

Linda Sari, Novita, Emi Agustina dan Bustanuddin Lubis. 2019. Nilai-Nilai Sosial Dalam Novel Tentang Kamu Karya Tere Liye Kajian Sosiologi Sastra. Jurnal Ilmiah Korpus, Vol. III, No. 1. 55-65.

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, FKIP Universitas Bengkulu.

Luxemburg, Jan Van dkk. 1984. Pengantar      Ilmu      Sastra

(Diterjemahkan     oleh     Dick

Hartoko). Jakarta: PT Gramedia.

Muslimin. 2011. Modernisasi Dalam Novel Belenggu Karya Armijin Pane “Sebuah Kajian Sosiologi Sastra”. Jurnal Bahasa, Sastra dan Budaya, Vol. 1, No. 1. 126-145. Dosen     Tetap     Universitas

Gorontalo.

Nasution, Wahidah. 2016. Kajian Sosiologi Sastra Novel Dua Ibu Karya Arswendo Atmowiloto: Suatu Tinjauan Sastra. Jurnal Kajian Sosiologi Sastra, Vol. IV, No. 1.   14-27.   Dosen Prodi

Pendidikan    Bahasa,     Sastra

Indonesia dan Daerah, STKIP Bina Bangsa Getsempena.

Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian   Fiksi.   Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Pebriana, Rina dan Arif Ardiansyah. 2017. Unsur Sosial Budaya Dalam Novel Bulan Terbelah Di Langit Amerika Karya Hanum Salsabiela Rais Dan Rangga Almahendra (Kajian Sosiologi Sastra). Jurnal PEMBAHSI, Vol. 7, No. 2. 93-103. SDIT Nurul Iman Palembang.

Pranata, dkk. 2009. Upacara Ritual Perkawinan Agama Hindu Kaharingan. Surabaya: Pāramita.

Raharjo, Yusuf Muflikh, Herman J. Waluyo dan Kundharu Saddhono. 2017. Kajian Sosiologi Sastra Dan

Pendidikan Karakter Dalam Novel Nun Pada Sebuah Cermin Karya Afifah Afra Serta Relevansinya Dengan Materi Ajar DI SMA. Jurnal Pendidikan Indonesia, Vol. 6, No. 1.  16-26. Mahasiswa

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Sebelas Maret.

Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:    Pustaka

Belajar.

Shahab, Ali. 2011. Biofilla Dan Nekrofilia:   Analisis Sosiologi

Sastra Novel La Bête Humaine Karya Emile Zola. Jurnal Kawistara, Vol. 1, No. 1. 28-39. Jurusan Sastra Prancis, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada.

Soekanto. Soerjono. 1999. Sosiologi Suatu  Pengantar.  Jakarta: PT.

Rajawali Pers.

Suharianto, S. 1982. Dasar-Dasar Teori Sastra. Surakarta: Widya Duta.

Supatra, I Nyoman. 2004. Butir-Butir Susila, Sebuah Tuntunan Dasar. Denpasar.

Sutedja, Mertha. 2008. Pengantar Dasar Kepemimpinan Kuna Nusantara. Surabaya: Pāramita.

Tarigan, Hendry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Wahyu Widodo, Muhammad dan Sri Wahyuningtyas. 2017. Kandungan Nilai Historis Dalam Novel Glonggong    Karya    Junaedi

Setiyono: Kajian Sosiologi Sastra. Jurnal CARAKA, Vol. 3, No. 2. 6378. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Sarjanawiyata        Tamansiswa

Yogyakarta.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Widyastari, Ida Ayu. Pupulan Teks Cerpen Alikan Gumi Karya I Nyoman Manda: Analisis Sosiologi Sastra. Humanis, [S.l.], aug. 2015. ISSN 2302-920X. Available at: <https://ojs.unud.ac.id/index.php/sa stra/article/view/15559>.      Date

accessed: 01 jan. 2020.