Perkembangan Kesenian Pendalungan di Kota Probolinggo Jawa Timur Tahun 1984-2018
on
p-ISSN: 2528-5076, e-ISSN: 2302-920X
Humanis: Journal of Arts and Humanities
Vol 23.4 Nopember 2019: 304-310
DOI: 10.24843/JH.2019.v23.i04.p08
Terakreditasi Sinta-4, SK No: 23/E/KPT/2019
Perkembangan Kesenian Pendalungan di Kota Probolinggo Jawa Timur Tahun 1984-2018
Dini Eka Wulansari*, A.A Bagus Wirawan, A.A Inten Asmariati Prodi Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana [diniwulansari004@gmail.com], [bgs.wirawan@yahoo.co.id], [inten_asmariati@unud.ac.id]
*Corresponding Author
Abstract
This study has discussed about the development of traditional art in Probolinggo or its called Pendalungan art in 1984-2018. Traditional art from Probolinggo, which not widely known by the people has experienced revival through several periods of years which are supported by social community until nowadays. The formulation of the problems of the study are, (1) How are the process of developing Pendalungan art in Probolinggo? (2) What are supporting factors for the development of Pendalungan art in Probolinggo? (3) What are the implications of the development of Pendalungan art in Probolinggo ?. This study used cultural history method, and historical theory of Ida Bagus Sidemen and social science theory namely Rhole Teory by Dwi Narwoko and Bagong Suyanto were applied.The results of this study revealed that there were several roles carried out in the community elements in developing the traditional art in Probolinggo to find and preserve the identity of Probolinggo art in the midst of other arts in this area. Along the time, Pendalungan Arts finally has found the lines, namely Pendalungan Probolinggoan which consists of various kinds of art.
Keywords : Development, Revival, Traditional arts, Pendalungan.
Abstrak
Studi ini membahas tentang perkembangan kesenian Pendalungan di Kota Probolinggo periode tahun 1984-2018. Kesenian daerah yang tidak banyak diketahui oleh masyarakat Kota Probolinggo itu sendiri, mengalami kebangkitan yang berkembang melalui beberapa periode tahun yang didukung oleh perangkat sosial hingga kini. Adapun rumusan masalah dalam studi ini meliputi (1) Bagaimana proses perkembangan kesenian Pendalungan di Kota Probolinggo? (2) Apa faktor pendukung dari berkembangnya kesenian Pendalungan di Kota Probolinggo? (3) apa implikasi dari berkembangnya kesenian Pendalungan di Kota Probolinggo?. Dalam penelitian ini menggunakan metodologi sejarah kebudayaan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini merupakan teori sejarah dari Ida Bagus Sidemen dan teori ilmu sosial yaitu Rhole Teory yang merupakan teori
304
Received 19 July 2019
Received in revised form 20 November 2019
Accepted 25 November 2019
peran dari Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa ada beberapa peran yang dilaksanakan dalam elemen masyarakat pada sebuah perkembangan kesenian tradisi daerah Kota Probolinggo dalam usaha menemukan dan melestarikan identitas jati diri kesenian Probolinggo di tengah kesenian lain yang berkembang di daerah ini. Seiring berkembangnya Kesenian Pendalungan hingga kini menemukan bentuknya yaitu Pendalungan Probolinggoan yang terdiri dari berbagai macam bentuk kesenian.
Kata Kunci: Perkembangan, Kebangkitan, Kesenian daerah, Pendalungan.
Kesenian adalah salah satu unsur kebudayaan yang keberadaannya sangat diperlukan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, oleh karena itu kesenian mempunyai bidang-bidang cakupan yang luas dan beragam. Kesenian merupakan bentuk jamak dari seni-seni, bisa diartikan bahwa konsep kesenian yang luas dan beragam tersebut berasal dari himpunan seni-seni yang berbagai bentuk dan jenis yang lahir dengan gaya berbeda di setiap daerah yang meengembangkannya. (Koentjaraningrat, 2002)
Kota Probolinggo memiliki kesenian tradisional. Masyarakat Kota Probolinggo menyebutnya dengan kebudayaan Pendalungan. Kota Probolinggo bukanlah tempat dari titik awal munculnya kesenian Pendalungan, namun kota ini merupakan salah satu tempat berkembangnya kesenian Pendalungan itu sendiri. (M. Ilham Zoebazary, 2017)
Mirisnya di masa kini banyak dari masyarakat Probolinggo tidak faham dan tidak mengenal istilah Pendalungan, bahkan kebanyakan yang lainnya meragukan apakah Pendalungan lah identitas asli Kota Probolinggo mengingat tempat lain berkembangnya kesenian Pendalungan yaitu Lumajang, Pasuruan, Situbondo, Jember, Banyuwangi (tidak seluruhnya), Bondowoso.
Menurut Kepala Dewan Kesenian Kota Probolinggo tahun 1970 masih belum memiliki jati diri atau yang biasa disebut dengan kesenian daerah paten. Dalam kesempatan berwawancara dengan Kepala Dewan Kesenian Kota Probolinggo Peni Priyono menyebutkan bahwa kota Probolinggo waktu itu miskin kesenian, terlihat dari seni yang ditampilkan saat acara hajatan, syukuran, pernikahan, sunatan dan perayaan acara-acara besar di Kota Probolinggo masih menggunakan musik dangdut dan ramai menampilkan kesenian dari daerah luar Probolinggo seperti Tari Gandrung dari Banyuwangi, lalu tari Gambyong dari Surakarta Jawa Tengah dan Reog dari Ponorogo.
Hingga pada tahun 1984 yang disebut dengan era kebangkitan pelestarian kesenian Pendalungan yang diawali dari berdirinya sanggar seni Bina Tari Bayu Kencana diikuti berkembangnya sanggar seni lainnya beraliran Pendalungan dibawah tahun tersebut. Pengembangan dan pelestarian kesenian salah satunya melalui sanggar, selain ada beberapa peran dari pemerintah dan masyarakat.
Untuk tulisan sejarah kesenian Pendalungan dalam kajian sastrawan, budayawan, filsafat, jurnalisme dan bidang ilmu keguruan sangat terbatas baik dalam segi kualitas maupun kuantitas, dari fenomena tersebut tertarik hati penulis untuk membahas kesenian Pendalungan di Kota Probolinggo dengan menggunakan kajian historis
melalui penelitian ini. Tidak cukup dengan alasan tersebut Pendalungan sebagai budaya lokal Kota Probolinggo banyak masyarakat kini justru kurang paham secara benar konteks Pendalungan. Kajian penelitian dan sumber pun terbatas, tetapi meskipun demikian penelitian ini akan berusaha seobjektif mungkin berbicara mengenai pernak-pernik perkembangan kesenian Pendalungan di Kota Probolinggo. (Kusnadi, 2001)
Berdasarkan latar belakang di atas, muncul permasalahan yang akan dibahas dalam studi ini 1)Bagaimana proses perkembangan kesenian Pendalungan di Kota Probolinggo tahun 1984-2018? 2. Apa saja faktor pendukung dari perkembangan kesenian Pendalungan? 3. Apa implikasi dari berkembangnya kesenian Pendalungan?
Berikut merupakan pemaparan tujuan dari penelitian studi ini. 1) Untuk mengetahui bagaimana perkembangan kesenian Pendalungan di Kota Probolinggo tahun 1984-2018 2) memahami faktor pendukung kesenian Pendalungan di Kota Probolinggo 3) untuk mengetahui implikasi dari berkembangnya kesenian Pendalungan di Kota Probolinggo.
Pada tahap menemukan sumber yang pertama peneliti melakukan penelitian kepustakaan (Library Research) dan penelitian lapangan (Field Research). Mengingat bahwa karya ini merupakan sejarah kontemporer yang datanya diambil selain dari perpustakaan tetapi juga dibantu dengan menggunakan wawancara untuk menggali sejarah dari pelaku-pelakunya sebagai informasi
untuk merekontruksi masa lalu dalam penelitian ini.
Dalam penelitian studi sejarah kontemporer ini sejarah lisan sebagai metode dapat dipergunakan secara tunggal dan dapat pula sebagai penyediaan sumber selain penelitian terhadap dokumen seperti arsip, buku, SK, dan dokumen tulisan lainnya.
Kesenian Pendalungan di Kota Probolinggo mengalami era kebangkitan pada tahun 1984 yang sebelumnya dalam kondisi yang mati, dalam artian bahwa kesenian ini tidak diminati oleh masyarakatnya sendiri. Tidak ada pendukung maupun penggerak dari seni tradisi ini. Berbicara mengenai kesenian Pendalungan tentunya akan mengulas juga masyarakat Pendalungan yang ada di Kota Probolinggo. Pendalungan di Kota Probolinggo itu sendiri bermakna ganda beberapa dari sekelompok masyarakat menyimpulkan bahwa Pendalungan merupakan sebuah
percampuran seluruh etnis yang ada di Kota Probolinggo seperti etnis Arab, etnis China, Etnis Jawa dan etnis Madura. Setelah dilakukan penelitian masyarakat lebih mengakui identitas bahwa Pendalungan itu percampuran dari Suku Jawa dan Madura hal itu tidak terlepas dari pergulatas sejarah suku Madura yang telah ada di Kota Probolinggo mulai zaman kerajaan, zaman kolonial hingga sekarang. (Yongki Gigih, 2016)
Dalam kebangkitan kesenian Pendalungan banyak berbagai pihak yang telah berusaha seperti sanggar Bina Tari Bayu Kencana yang pertama kali menghidupkan kesenian yang kehilangan peminat di daerah sendiri.
Mulai mendapat kepercayaan pemerintah dalam mewakili ajang kesenian di luar Kota Probolinggo mulai pada tahun 1985 dengan mengeluarkan brandnya tari kiprah Lengger. Memasuki tahun 2001 diberlakukannya otonomi daerah juga berdampak pada aturan di beberapa bidang kehidupan masyarakat yang diserahkan seutuhnya pada daerah. Keputusan tersebut tentu berdampak pada daerah yang diberi wewenang mengatur daerahnya sendiri, sehingga tugas daerah yang mengembangkan jati diri dan identitasnya semaksimal mungkin berusaha menggali sejarah dan warisan luhur supaya dapat
merencanakan arah dan mengatur sebuah masa depan dari daerah masing-masing. Menekankan local identic merupakan salah satu fungsi dan implikasi dari sebuah adanya otonomi daerah.
Dari hal tersebut gencarnya pengembangan sanggar maupun
kebijakan pemerintah dalam memblow upkesenian Pendalungan seperti dari Lenggeran, Jaran Bodhag, Karawitan Pendalungan, tari re re re, Ronjengan terlihat dalam penampilan ajang kesenian seperti festival Pendalungan di Kota Probolinggo masa kini.
-
5.2 Faktor Pendukung Kesenian Pendalungan di Kota Probolinggo tahun 1984-2018.
Tahun 1984-an adalah tahun kebangkitan keberadaan kesenian Pendalungan yang dimulai berdirinya sanggar BTBK. Sebelumnya adalah tahun pasif bagi elemen pendukung kesenian di Kota Probolinggo dalam mengembangkan keseniannya, salah satu faktornya kurangnya inagurasi antar pemerintah,masyarakat dan kelompok seni lainnya bersifat pasif.
Pasif disini berarti bukannya kesenian tersebut mati namun masyarakat yang menggunakan seni tradisi lokal Pendalungan masih belum berjaya di
daerah sendiri. Meskipun di tahun ini ada salah satu sanggar yang telah mulai pergerakan mengenai kesenian
Pendalungan namun tetap saja pergerakan tersebut masih berproses satu demi persatu menghubungkan minat dan kerjasama yang solid antar elemen. Memasuki tahun 2000an baik itu dari pemerintah beserta kebijakan dan Undang-Undangnya, komunitas maupun sanggar yang mulai muncul pada tahun tersebut hingga sekarang. Tidak lupa juga bangkitnya peran Dewan Kesenian Kota Probolinggo jugamemiliki pengaruh dalam pelestarian kesenian Pendalungan Di Kota Probolinggo.
-
5.3 Implikasi dari berkembangnya kesenian Pendalungan di Kota Probolinggo 1984-2018.
Sifat kesenian yang fleksibel, dinamis, komunikatif dan lain sebagainya dapat menyebabkan seni digunakan untuk berbagai alat ataupun senjata demi mendapatkan keinginan sang pengguna seni tersebut. (Agus, 2017) Hal tersebut dapat dibenarkan bahwa jiwa manusia dan seni sangatlah erat bahkan saling keterkaitan.(Agus, 2016) Setiap jiwa manusia yang meluangkan keindahan ataupun hiburan hingga mendapatkan kepuasan jiwa melalui pelampiasan kesenian. Dewasa ini masyarakat sebagai pelaku dan pencipta kesenian pada akhirnya membuka implikasi tersendiri bagi lingkungan sekitarnya. Adapun implikasi dari kesenian berbagai macam karena sifatnya yang fleksibel dan komunikatif mayoritas Kesenian
Pendalungan digunakan sebagai alat untuk mencapai sebuah tujuan.
Kesenian Pendalungan tidak hanya sebuah alat untuk mencapai sebuah tujuan dan pengembangan kesenian yang tampak di abad 20 ini. Namun pemanfaatan yang telah dilakukan oleh masyarakat pendukung Kesenian Pendalungan di Kota Probolinggo mulai
tahun 1900an hingga sekarang dapat terlihat. Pemanfaatan yang dimaksud di sini meliputi upaya-upaya untuk menggunakan hasil-hasil kesenian untuk berbagai keperluan, seperti untuk menguatkan citra identitas daerah, untuk pendidikan kesadaran budaya, untuk dijadikan muatan industri pariwisata berbasis budaya, dan untuk dijadikan sebagai daya tarik wisata. Adapun beberapa implikasi dari berkembangnya kesenian Pendalungan sebagai berikut. Dalam bidang sosial adapun dampak yang ditimpulkan kesenian Pendalungan ini sebagai penguatan identitas diri daerah, sebagai modal budaya masyarakat Kota Probolinggo dalam melawan arus negatif budaya globalisasi, perekat hubungan masyarakat antar golongan jabatan. Dalam bidang pariwisata sendiri kesenian Pendalungan memiliki pengaruh untuk peningkatan industri pariwisata meningkatkan minat turis yang ingin melihat wisata kesenian Pendalungan di Kota Probolinggo. Dalam bidang ekonomi berbagai profesi muncul akibat berkembangnya kesenian Pendalungan ini jika tidak mati seperti dahulu. Profesi tersebut antara lain seperti guru les tari, riasan wajah kesenian, dan home industri kerajinan tangan kesenian yang mengurusi segala property kesenian itu sendiri.
Kesenian pendalungan yang berkembang di Kota Probolinggo ini telah muncul dan ada dalam berbagai bentuk. Dapat dijelaskan juga bahwa kesenian Pendalungan ini merupakan jelmaan dari seni pertunjukan yang terdiri dari bermacam-macam bentuk, adapun bentuk seni itu ada seni tari, seni drama, seni musik yang terpengaruh dari aroma Madura yang kuat dikarenakan proses historis pergulatan Madura di Jawa bagian Timur ini sejak lama
sehingga terjadilah perpaduan budaya baru yang disebut Pendalungan.
Kesenian Pendalungan yang tumbuh dan berkembang di daerah Tapal Kuda namun setiap daerah memiliki nafas khas identitas daerahnya tersendiri berdasarkan geografis dan sosio kultural tempat kesenian tersebut berkembang. Kesenian Pendalungan yang dapat dijumpai di Kota Probolinggo dalam berbagai kondisi yaitu Lengger dengan kondisi yang memprihatinkan karena tidak ada regenerasi dan peminat seni ini di Kota Probolinggo, Jaran Bodhag dengan kondisi kesenian yang banyak dikenal di masyarakat namun dalam pengembangannya terus ditingkatkan mengingat kesenian daerah lokal makin bersaing dengan kesenian kontemporer, musik Patrol dikenal, tari kiprah lengger dan re re re kondisi masih digunakan hingga sekarang biasanya untuk menyambut tamu. Seni yang disebutkan diatas itulah kesenian yang mendominasi sering digunakan oleh masyarakat kota probolinggo tahun 1984-2018.
Dalam perkembangannya sekarang berbagai elemen masyarakat dan pemerintah serta sanggar terus mengupayakan pelestarian mengingat implikasi yang positif bagi masyarakat dan identitas jati diri kota Probolinggo.
Pertama bagi aparat pemerintah untuk menggelar ajang kesenian Pendalungan berkelanjutan dan pengaturan regulasi sanggar seni yang berkembang di daerah Kota Probolinggo tetap adil, serta perhatian kepada sanggar seni memajukan kesejahteraan pelaku seni yang terhimpun dalam sebuah sanggar dan kerjasama berlanjut dengan baik antara sanggar sebagai tonggak kesenian dan pemerintah sebagai wadahnya. Yang kedua bagi
masyarakat, seniman, dan generasi pemuda diharapkan selalu memberikan semangat cipta karya dalam
mengembangkan kesenian Pendalungan dengan mengisi dan meramaikan ajang kesenian yang diselenggarakan
pemerintah agar ajang seni Pendalungan selalu ramai dan tetap eksis, menggunakan kesenian daerah
Pendalungan dalam setiap acara nanggap dan cara lain yaitu dengan belajar ke sanggar generasi pemuda sebagai tonggak kesenian penerus kesenian karena banyak sanggar yang sepi dan mati karena hilangnya pendukung seni Pendalungan dari masyarakat dan generasi pemuda.
Bagi peneliti-peneliti lanjutan agar menggali berbagai kesenian Pendalungan dengan klasifikasi yang jelas karena sampai saat ini sedikit ditemukan informasi mengenai bentuk-bentuk kesenian ini, mengingat bahwa kesenian Pendalungan yang hidup di masa kini terus bergerak maju demi sebuah eksitensi dan wujud-wujud yang lain masih ada yang belum diketahui.
Daftar Pustaka
Arybowo, Sutamat. 2010. “Kajian Budaya Dalam Perspektif Filosofi”. Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 12 No 2.
Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
Ilham Zoebazary, M. 2017. Orang
Pendalungan Penganyam
Kebudayaan di Tapal Kuda.
Jember: Paguyuban Pandhalungan Jember.
Irianto, Agus Maladi. 2017. “Kesenian
Tradisional Sebagai Sarana
Strategi Kebudayaan di Tengah
Determinasi Teknologi
Komunikasi”. Jurnal NUSA Vol.12 No.1.
Irianto, Agus Maladi. (2016). “The
Development of Traditional Performance as an Adaptive
Strategy Used by Javanese
Farmers”. Jurnal Harmonia 16
No.1.
Irianto, Agus Maladi. (2016). “Komodifikasi Budaya di Era Ekonomi Global Terhadap Kearifan Lokal: Studi Kasus Eksistensi Industri Pariwisata dan Kesenian Tradisional di Jawa Tengah”. Dimuat di Jurnal Theologia. 27 (1): 212-236.
Kusnadi. 2001. Masyarakat Tapal Kuda: Konstruksi Kebudayaan dan Kekerasan Politik, dalam Jurnal ilmu-ilmu Humaniora, Vol.III, No.2.
Kistanto. 2017. "Tentang Konsep Kebudayaan". Jurnal Kajian Kebudayaan, Vol.10, no.2,
Prasisko, Yongki Gigih. 2016. “Pedalungan: orang-orang
Perantauan di Ujung Timur
Jawa”. Makalah Dalam Seminar
Membincang Kembali
Terminologi Budaya
Pendalungan, Jember, 10
Desember.
Suwardani, Ni Putu. 2015. “Pewarisan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Untuk Memproteksi Masyarakat Bali dari Dampak Negatif
Globalisasi”. Jurnal Kajian Bali Vol. 05. No. 02.
Tylor, Edward Burnett. 1871. Primitive Culture: Researches Into The
Development of Mythology,
Volume 1. London: John Muray, Albarmele Street.
Wibisono, Bambang dan Akhmad Sofyan. 2001. “ Latar Belakang Psikologis Pemilihan Bahasa pada Masyarakat Multilingual (Studi Kasus Pemakaian Bahasa Oleh
Masyarakat Etnik Madura di Jember)” Jurnal Ilmu-Ilmu Humaniora, Vol.II/No.1 Januari, Fakultas Sastra Universitas Jember.
Discussion and feedback