p-ISSN: 2528-5076, e-ISSN: 2302-920X

Humanis: Journal of Arts and Humanities

Vol 23.3 Agustus 2019: 209-215

DOI: 10.24843/JH.2019.v23.i03.p07

Kajian Epigrafi pada Piagěm Kesultanan Palembang

Rohhimah Nur Fadhilah*, I Gst Ngurah Tara Wiguna

Prodi Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Unud [rohhimahnurfadhillah13@gmail.com], [wigunatara@yahoo.co.id] Rejang Lebong, Bengkulu, Indonesia

*Corresponding Author

Abstract

Piagěm Kesultanan Palembang is one of the cultural heritage ini Rejang Lebong Regency, Bengkulu province. This inscription issued by one of the Kanjeng Sultan during administration Kesultanan Palembang Darussalam in 1729 Śaka (1807 AD). This study aims to describe the result of study on the inscription of Piagěm Kesultanan Palembang related to the aspects of language and social institutions contained in Piagěm Kesultanan Palembang. The data collection methods applied in this research were observation , interviews, and literature studies as well as data processing method through Countextual and qualitative analysis. The Theories that is use is structuralism theories.Based on the analysis results it could be seen that the paleography aspect Piagěm Kesultanan Palembang used the script of shift Javanese and language. The spelling used was the spelling which had evolved in the past. The affixation types used in this Piagěm Kesultanan Palembang were : prefix: ka-, in-, a- and Confix: a – kěn. The aspects of social institutions mentioned in Piagěm Kesultanan Palembang namely political institutions which included the central level bureacucracy in which the supreme power was held by the Sultan. Legal institutions is also found in Piagěm Kesultanan Palembang that mentioned about states debts and receivables regulation, tribute payment, trading, the law of theft, fine of murder, in the event of prisoners escaping, treasure discoveries, and the people who become the slave in the Abdi Daḷm Kesultanan.

Keywords : Piagěm Kesultanan Palembang, Language, Social Institutions

Abstrak

Piagěm Kesultanan Palembang merupakan salah satu warisan budaya yang ada di Kabupaten Rejang Lebong, Povinsi Bengkulu. Piagěm ini dikeluarkan oleh Kanjeng Sultan pada masa pemerintahan Kesultanan Palembang Darussalam pada tahun 1729 Śaka (1807 Masehi). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hasil penelitian terhadap Piagěm Kesultanan Palembang terkait aspek kebahasaan dan aspek pranata sosial yang terdapat dalam Piagěm Kesultanan Palembang. Penulis menggunakan metode pengumpulan data seperti observasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Analisis yang digunakan dalam melakukan penelitian Piagěm Kesultanan Palembang adalah analisis morfologi dan analisis Kontekstual

dan analisis Kualitatif. Teori yang digunakan adalah teori strukturalisme. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa aspek paleografi Piagěm Kesultanan Palembang menggunakan aksara Jawa Peralihan dan berbahasa Jawa Pertengahan. Ejaan yang digunakan merupakan ejaan yang telah berkembang pada masa sebelumnya. Jenis afiksasi yang digunakan pada Piagěm Kesultanan Palembang yaitu : perfiks (awalan) : Perfiks : ka-, in-, adan Konfiks : a – kěn. Aspek pranata sosial yang disebutkan dalam Piagěm Kesultanan Palembang yakni pranata politik yang meliputi birokrasi keseluruhan wilayah Kesultanan Wilayah Kesultanan Palembang dengan kekuasaan tertinggi di pegang oleh Sultan. Pranata hukum juga terdapat pada Piagěm Kesultanan Palembang menyebutkan tentang peraturan hutang piutang, pembayaran Upeti, perdagangan, hukum pencurian, denda pembunuhan, tawanan kabur, penenuan barang berharga, dan orang-orang yang menjadi abdi daḷm Kesultanan.

Kata kunci : Piagěm Kesultanan Palembang, bahasa, pranata sosial.

  • 1.    Latar Belakang

Arkeologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari mengenai aktivitas manusia masa lampau melalui benda-benda atau hasil kebudayaan yang ditinggalkan berupa artefak, ekofak, fitur, dan situs. Salah satu artefak yang ditinggalkannya ialah prasasti yang biasanya memuat rekaman mengenai berbagai aspek kehidupan masa lalu. Prasasti adalah sumber-sumber sejarah dari masa lampau yang biasanya ditulis di atas batu dan logam. Prasasti pada umumnya merupakan putusan resmi yang dikeluarkan oleh raja atau pejabat tinggi kerajaan, dirumuskan menurut kaidah-kaidah tertentu, dan biasanya dikaruniakan dengan upacara-upacara. Oleh karena itu, sebagai salah satu sumber tertulis, prasasti memiliki tingkat keabsahan paling tinggi diantara tinggalan-tinggalan tertulis lainnya (Boechari, 1977: 1).

Prasasti dapat dikatakan sebagai sumber penulisan lokal, karena pada umumnya menyebut lokalitas tertentu yang sudah tentu berpeluang pula sebagai sumber pemikiran sejarah material. Oleh karena itu, maka rekontruksi sejarah yang ditulis berdasarkan prasasti di wilayah setempat juga dapat disebut sebagai

sejarah lokal wilayah yang bersangkutan. Secara praktis sejarah lokal bermanfaat untuk dapat memberikan implikasi untuk memahami karateristik daerah tertentu. Di dalam konteks penulisan sejarah Indonesia kuno prasasti juga dapat digunakan sebagai bahan untuk merekontruksi kembali kebudayaan masa lalu (Dwiyanto, 1998: 1-5).

Pembagian jenis prasasti dapat ditinjau melalui unsur isi prasasti. Ninie Soesanti (1996: 175) membedakan prasasti menjadi tujuh macam yaitu (a) Prasasti sima, yaitu berisi maklumat raja atau bangsawan untuk menjadikan suatu daerah menjadi sima; (b) Prasasti jayapattra, yaitu prasati yang berikan keputusan hukum yang di berikan pada pihak yang menang dalam sebuah keputusan pengadilan; (c) Prasasti suddhapattra, yaitu Prasasti yang berisi tentang pelunasan hutang atau proses gadai; (d) Piagěm , merupakan prasasti yang beredar pada masa Islam berisi surat keputusan/maklumat dari Kesultanan Mataram, Kesultanan Banten, dan Kesultanan Palembang yang ditemukan dalam bentuk lempengan tembaga yang didalamnya menyebut dokumen sebagai Piagěm . Piagěm ini berisikan pemberian anugrah, hak-hak

istimewa, dan perundang-undangan yang harus ditaati di suatu daerah; (e) Prasasti pada nisan, merupakan prasati yang ditulis pada nisan para Kesultanan, bangsawan, dan pejabat tinggi suatu kerajaan mengenai kapan orang tersebut meninggal dan kutipan beberapa ayat Al-Qur’an; (f) prasati dari masa Kolonial, dapat ditemukan pada batu-batu kubur di kompleks gereja-gereja tua, dinding benteng, dan tugu-tugu peringatan; (g) mantra-mantra Budha dan Hindu.

Pada masa klasik Islam, penyebutan prasasti lebih dikenal dengan nama Piagěm . Suhadi dalam artikel Siddhayatra (1998) mengatakan Piagěm adalah tulisan pada lempeng logam, baik dari emas, perak, tembaga, ataupun perunggu yang dibuat pada masa pemerintahan raja-raja Islam. Piagěm ini biasanya berisi peringatan tentang suatu hal, perintah, atau peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh semua pihak. Salah satu kerajaan Islam yang mengeluarkan Piagěm sebagai putusan resmi kerajaan diantaranya adalah Kesultanan Palembang Darussalam.

Pada masa Kesultanan Palembang terdapat beberapa Piagěm yang dikeluarkan oleh Kesultanan Palembang. Piagěm yang dikeluarkan oleh Kesultanan berkaitan dengan unsur pemerintahan, ketertiban, perdagangan, dan kejayaan Kesultanan melalui pengumpulan benda keramat atau benda langka. Piagěm yang dikeluarkan seperti Piagěm Sukabumi, Piagěm Palembang No. 6 tahun 1802 M, Piagěm Palembang No. 7 tahun 1764 M, Piagěm Palembang No. 8 tahun 1776 M, Piagěm Palembang No. 10 tahun 1760 M, Piagěm Palembang No. 11 tahun 1777 M (Suhadi, 1998: 16-18).

Salah satu Piagěm yang dikeluarkan adalah Piagěm Kesultanan Palembang yang sekarang terdapat di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu. Piagěm ini menggunakan logam jenis

tembaga sebagai media dasar untuk menulis Piagěm. Terdapat hanya satu lempeng yang digunakan untuk menulis Piagěm dengan ukuran 23 cm x 16,5 cm. Penulisan lempeng dilakukan bolak-balik dengan sepuluh baris di salah satu sisi dan tiga baris di sisi sebaliknya. Piagěm Kesultanan Palembang ini dituliskan dalam aksara Jawa Peralihan dan berbahasa Jawa pertengahan. Keadaan Prasasti masih dalam kondisi yang cukup baik, terlihat dari tulisannya yang masih dapat dibaca dengan jelas dan kondisi lempengan yang tidak banyak mengalami perkaratan.

Penelitian mengenai Piagěm Kesultanan Palembang yang terdapat di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu pernah dilakukan oleh Tjahyono Prasodjo dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 1998 dengan melakukan transkripsi dari media logam ke dalam media kertas dan transliterasi dari huruf Jawa peralihan ke huruf alphabet tanpa adanya publikasi ataupun laporan jurnal, namun dibukukan oleh Andi Wijaya pada tahun 2000 dengan judul “Dokumen : Marga Bermani Ulu Rejang Lebong”. Machi Suhadi melakukan penelitian mengenai Piagěm Kesultananan Palembang dan diterbitkan dalam sebuah artikel pada majalah Siddayatra tahun 1998 dengan judul “beberapa Piagěm Kesultanan Palemabang” tetapi penelitian ini hanya berfokus pada keberadaan prasasti dan sebab mengapa prasasti ini dikeluarkan. Wahyu Rizky Andifani dari Balai Arkeologi Sumatra Selatan pada tahun 2014 melakukan penelitian terkait dengan survei prasasti dan Naskah ka-ganga Kabupaten Lebong dan Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu akan tetapi penelitian yang dilakukan lebih banyak membahas tentang naskah KAGA-NGA. Pada tahun yang sama, 2014 Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi melakukan pendataan terkait dengan

keadaan fisik tinggalan cagar budaya Kabupaten Rejang Lebong.

Berdasarkan uraian di atas, Penelitian sebelum ini dirasa belum membahas terkait dengan kajian epigrafi terutama mengenai aspek kebahasaan dari Piagěm Kesultanan Palembang. Berdasarkan hal ini penulis akan mengkaji lebih dalam mengenai informasi yang dapat diperoleh dari Piagěm Kesultanan Palembang, dengan menggunakan analisis dan teori guna menunjang penelitian.

  • 2.    Pokok Permasalahan

  • a)    Bagaimana aspek kebahasaan dalam

Piagěm Kesultanan Palembang Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu?

  • b)    Bagaimana aspek pranata sosial budaya yang terdapat dalam Piagěm Kesultanan Palembang Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu?

  • 3.    Tujuan Penelitian

  • a)    menjawab permasalahan terkait dengan aspek kebahasaan khususnya terkait dengan alih aksara, terjemahan, ejaan, dan afiksasi dalam Piagěm Kesultanan Palembang.

  • b)    Untuk mengetahui aspek pranata sosial budaya yang meliputi historis, politik, dan hukum dalam Piagěm Kesultanan Palembang.

  • 4.    Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan teori strukturalisme. Teori Strukturalisme merupakan pendekatan kebudayaan melalui analisis struktural yang melihat kebudayaan itu seperti bahasa dimana bahasa dianggap sebagai sistem yang terdiri atas kata-kata, bahkan unsur mikro seperti suara Pada Piagěm Kesultanan Palembang terdapat susunan tata letak ejaan tersendiri yang mengakibatkan perbedaan pengucapan dan bunyi. Hal ini terjadi akibat faktor sosial budaya yang berkembang pada masa pembuatan

Piagěm mempengaruhi gaya penulisan dan isi Piagěm, Sehingga penggunaan teori strukturalisme dalam penelitian Piagěm Piagěm Kesultanan Palembang diharapkan untuk dapat mengetahuai kajian epigrafi yang terkandung dalam Piagěm.

Penelitian ini juga menggunakan beberapa metode analisis untuk mengolah data yang didapatkan. Analisis yang digunakan yaitu Analisis kontekstual dan Analisis kualitatif. Analisis kontekstual berupa kritik ekstern dan kritik intern terhadap Piagěm. Kritik ekstern berupa keadaan fisik seperti jenis bahan, aksara, lingkungan, metric, dan tanda-tanda khusus yang dimiliki Piagěm. Kritik intern berupa analisis non fisik yaitu Piagěm yang dialih aksarakan secermat mungkin disesuaikan dengan kaidah-kaidahnuya, tipe-tipe aksara, jenis bahan, bentuk serta struktur bahasa yang digunakan, kemudian disertai berbagai macam catatan alih aksaranya seperti huruf-huruf yang rusak, salah tulis dan perbedaan pembacaan maupun penelitian mengenai Piagěm Kesultanan Palembang. Analisis kualitatif meliputi pemaparan, penafsiran, dan akhirnya dibuat simpulan. Penggunaaan analisis kualitatif dalam penelitian ini yaitu sebagai pendeskripsian terhadap penjelasan penelitian Piagěm Kesultanan Palembang dengan bentuk teks atau tulisan.

  • 5.    Hasil Dan Pembahasan

    • 5.1    Gambaran Umum Piagěm Kesultanan Palembang

Piagěm Kesultanan Palembang merupakan salah satu dari sekian benda yang menjadi koleksi Bapak Faiz. Piagěm termasuk benda arkeologi yang memiliki nilai penting bagi penulisan sejarah dan digunakan sebagai sumber data yang otentik.

Melalui observasi langsung, peneliti berkesempatan melihat secara langsung keadaan Piagěm. Piagěm Kesultanan Palembang berada dalam kondisi yang cukup baik, terlihat dari tulisannya yang masih dapat dibaca dengan jelas dan kondisi lempengan yang tidak banyak mengalami perkaratan. Piagěm ini berbahan dasar tembaga dan huruf-hurufnya masih dapat dibaca dengan jelas walaupun ada beberapa bagian tembaga yang mulia tampak mengalami pengaratan. Piagěm Kesultanan Palembang terdiri hanya satu lempeng yang digunakan untuk menulis dengan ukuran 23 cm x 16,5 cm. Penulisan lempeng dilakukan bolak-balik dengan sepuluh baris di salah satu sisi dan tiga baris di sisi sebaliknya. Piagěm Kesultanan Palembang ini dituliskan dalam aksara Jawa Peralihan dan berbahasa Jawa pertengahan. Tidak ada ritual khusus dalam memperlakukan Piagěm Kesultanan Palembang karena tidak disakralkan oleh keluarga Bapak Faiz. Piagěm Kesultanan Palembang merupakan prasasti yang tergolong lengkap karna tidak ada bagian yang aus dan memiliki bagian pembuka, isi, dan penutup.

  • 5.2    Aspek Kebahasaan Piagěm

    Kesultanan Palembang

Aksara dan bahasa Jawa mulai berkembang di Pulau Sumatera semenjak masuknya orang-orang Jawa ke Sumatera, kemudian mulai mendominasi dalam kehidupan bemasyarakat melalui ekspansi Kesultanan Demak terhadapat wilayah kekuasaan di Palembang pada abad 16. Kesultanan Demak menjadikan Palembang bagian dari wilayah kekuasaan kesultanan di Pulau Sumatera dan mendirikan sebuah keraton sebagai pusat wilayah pemerintahan di Sumatera. Walaupun pada perkembangannya, Palembang melepaskan diri dari kekuasaan Kesultanan Demak dan

mendirikan kerajaan sendiri bernama Kesultanan Palembang Darussalam, namun pengaruh kebudayaan Jawa tidak lepas begitu saja dari kehidupan bermasyarakat daerah Palembang termasuk penggunaan akasara dan bahasa.

Pengaruh Kebudayaan Jawa, khususnya dalam aspek bahasa dan aksara terlihat jelas dalam penggunaannya pada masa Pemerintahan Kesultanan Palembang Darussalam, Hal tersebut dapat dilihat pada Piagem-Piagěm yang dikeluarkan oleh Kesultanan sebagai dokumen resmi kesultanan.

Piagěm Kesultanan Palembang menggunakan bahasa Jawa pertengahan yang merupakan perkembangan dari bahasa Jawa Kuno. Sama seperti bahasa Jawa Kuno yang mendapat pengaruh dari bahasa Sansekerta, bahasa Jawa pertengahan juga masih mendapat pendapat pengaruh dari bahasa tersebut. Pengaruh tersebut tampak dalam cara mengeja, seperti halnya dalam membedakan panjang pendek vokal yang dilambangkan degan huruf a-ā dan u-ū, fonem beraspirasi seperti dh, th, dan th serta bunyi desis apical dan palatal (ṣ dan ś). Bunyi-bunyi yang digambarkan oleh huruf-huruf tersebut bukan merupakan bunyi bahasa Jawa, melainkan penulisannya tetap menurut pola ejaan Sangsekerta.

Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa aspek paleografi Piagěm Kesultanan Palembang menggunakan aksara Jawa Peralihan dan berbahasa Jawa baru. Ejaan yang digunakan merupakan ejaan yang telah berkembang pada masa sebelumnya. Jenis afiksasi yang digunakan pada Piagěm Kesultanan Palembang yaitu : perfiks (awalan) : Perfiks : ka-, in-, a- dan Konfiks : a – kěn.

  • 5.3    Aspek Pranata Sosial Piagěm Kesultanan Palembang

Riwayat berdirinya Kesultanan Palembang Darussalam tidak bisa lepas dari pertikaian yang terjadi di Kerajaan Demak, setelah Pangeran Tranggana pada tahun 1546. Pertikaian ini terjadi antara Aria Jipang dengan pangeran Hadiwijaya dari Pajang. Akibat dari pertikaian itu, Arie Penangsang tewas dalam pertemupuran. Salah satu pengikut Arie Penansang yaitu Ki Gede Ing Suro melarikan diri ke Palembang menemui ayahnya Seda Ing Lautan yang menjadi Adipati Demak di Palembang (Dinas Pariwisata Palembang, 2013: 23). Sejak Awal dari pemerintahan Seda Ing Lautan sampai dengan pemerintahan Ario Kusuma Abdurrahim, Palembang belum berstatus Kesultanan, tetapi berturut-turut masuk wilayah kekuasaan Demak dan Mataram (Tim Perumus, 1980: 8).

Ki Mas Hindi sebagai Penguasa Palembang, Kembali Mengikat hubungan dengan Mataram, tetapi hanya menerima penghinaan. Atas Sikap ini, Palembang mengambil keputusan bahwa hubungan Idiologis Kultural sudah saatnya dihentikan. Ki Mas Hindi menganggap bahwa Palembang memiliki identitas Sendiri dan bukan lagi bagian dari Jawa. Penetapan ini juga memutuskan bahwa Penguasa Palembang sederajat dengan Raja Mataram. Maka Ki Mas Hindi memakai Gelar Sultan dan mengangkat dirinya sebagai Sultan Palembang dengan gelar Sultan Abdurahman Kholifatul Mukmin Sayidul Iman. Pada Keraton Palembang juga memakai gelar Pangeran, Adipati, Raden. Selanjutnya, Kesultanan Palembang dieknal Sebagai Kesultanan Palembang Darussalam (Dinas Pariwisata Palembang, 2013: 2425)

Sistem Pemerintahan (birokrasi) di perlukan untuk menjaga kestabilan keadaan suatu Negara dalam mengatur pemerintahan. Sistem tersebut bertujuan

unutk mensejahterakan rakyatnya, agar tercapai suatu Negara yang tentram, adil, dan makmur. Sistem pemeritahan pada masa Kesultanan Palembang Darussalam tahun 1729 Saka menganut betuk pemerintahan monarki. Kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan Kesultanan Palembang Darussalam dipegang oleh seorang Sultan dengan nama kanjeng Sultan Ratu. Kemudian dalam pemerintahannya Sultan dibantu oleh beberapa orang pejabat yang disebutkan dalam Piagěm Kesultanan Palembang diantaranya Dipati, Rabah, Jenang, dan Prawatin.

Peraturan yang ditetapkan dalam piagem adalah apabila terdapat warga Palembang atau sesama warga desa yang melakukan hutang piutang pada warga desa Rejang dan telah habis masanya tapi belum melunasi juga maka hutangnya menjadi tiga belas atau naik menajadi tiga puluh persen. Jika belum bayar juga sampai tiga kali maka hutangnya naik lagi menjadi dua kali lipat dan tidak boleh naik lagi. Hutang karena judi sambung tidak boleh ditagih dan tidak boleh bertengkar, bunuh membunuh. semuanya harus disepakati oleh prawatin.

Satu kali dalam semusim pihak desa harus datang ke Palembang untuk menyerahkan upeti kepada Kesultanan Palembang. Warga desa tidak boleh berdagang manusia atau menjual warga desa karna itu larangan sultan. Pedagang tidak boleh untuk menginap di rumah warga desa atau membangun rumah di desa tersebut, jika melanggar maka dikenakan denda oleh Sultan. Orang yang mencuri dan dengan jelas terbukti itu barang curian maka barang yang dicurinya kembali menjadi dua kali lipat. Orang yang mencuri akan dihukum kerja paksa di desa tersebut. Jika terdapat orang desa ketahuan membunuh abdi sultan, orang desa tersebut dihukum untuk dengan denda sepuluh kali lipat dan apabila membunuh orang desa atau

orang luar orang tersebut tekena denda satu kali atau dua kali lipat.

Jika di desa tersebut terdapat orang sultan atau orang luar yang kabur ke desa rejang untuk segera ditangkap dan bawa ke Palembang atau menjadi wewenang ketetapan keputusan sultan dan jěněngněŋ di desa Rejang. Jika mendesak hendaklah prawatin membawa ke Palembang. Bagi warga desa yang menemukan gading yang dalam kodisi baik, lan komala, lan cula, lan guliga, taŋgalusandramawa, dělup, pintěp agar diserahkan kepada Prawatin dan dibawa ke Palembang. Adapun jika ada orang buli buras ruk palěkuŋ wujěl. lana bol lan kāmba(r) akan menjadi milik Kesultanan.

  • 6.    Simpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut.

  • a.    Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa aspek paleografi Piagěm Kesultanan Palembang menggunakan aksara Jawa Peralihan dan berbahasa Jawa pertengahan. Ejaan yang digunakan merupakan ejaan yang telah berkembang pada masa sebelumnya. Jenis afiksasi yang digunakan pada Piagěm Kesultanan Palembang yaitu : perfiks (awalan) : Perfiks : ka-, in-, a- dan Konfiks : a – kěn.

  • b.    Aspek pranata sosial yang disebutkan dalam Piagěm Kesultanan Palembang yakni pranata historis mengenai sejarah dari Kesultanan Palembang Darussalam, pranata politik yang meliputi birokrasi keseluruhan wilayah Kesultanan Wilayah Kesultanan Palembang dengan kekuasaan tertinggi di pegang oleh Sultan. Pranata hukum juga pada Piagěm Kesultanan Palembang menyebutkan tentang peraturan hutang piutang, pembayaaran Upeti,

perdagangan, hukum pencurian, denda pembunuhan, tawanan kabur, penenuan barang berharga, dan orang-orang yang menjadi abdi dalem Kesultanan.

  • 7.    Daftar Pustaka

Boechari, M. 1977. ‘Epigrafi dan Sejarah Indonesia’. Majalah Arkeologi. Jakarta : Lembaga Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Palembang. 2013. Sejarah Kota Palembang. Palembang : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Palembang.

Dwiyanto, Djoko. 1998. Manfaat Prasasti Bagi Penelitian Sejarah Lokal. Berkala Arkeologi Tahun XVIII-Edisi Khusus Balai Arkeologi. Yogyakarta. Yogyakarta : Balai Arkeologi.

Soesanti, Ninie. 1997. Analisis Prasasti. Pertemuan Ilmiah Arkeologi VII. Cipanas :   pusat penelitian

arkeologi Indonesia.

Suhadi, Machi. 1998. Beberapa Piagěm Sultan Palembang.    Jurnal

Arkeologi. Siddhayatra. Nomor : 1/III/Mei/1998. Palembang : Balai Arkeologi Sumatra Selatan.

Tim Perumus Hasil-Hasil Diskusi Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud Baddaruddin II. 1980. Risalah Sejarah Perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II. Palembang: Badan Pekerja Team Perumusan Sejarah SMB II.