ANALISIS PENGGUNAAN SETSUZOKUSHI [SHIKASHI] DAN

[DEMO] DALAM NOVEL NORUWEI NO MORI

KARYA HARUKI MURAKAMI

oleh :

MADE DIAH PADMAWATI

0801705010

Jurusan Sastra Jepang, Fakultas Sastra, Universitas Udayana

ABSTRACT

The research of the Analysis of Setsuzokushi [Shikashi] and [Demo] Used in Noruwei no Mori by Haruki Murakami focused on the different uses of Setsuzokushi [Shikashi] and [Demo]. Written data was taken from a novel entitled Noruwei no Mori by Haruki Murakami as the data source. Descriptive qualitative method is used in this research, which is a method that explains the analysis result accurately based on literature review by finding and collecting data from written source. As the result, Setsuzokushi [Shikashi] and [Demo] have similar function and meaning. They are used to link two different information or events (contrast). However, both Setsuzokushi have different functions and meanings depend on the context of the conversations. First, Setsuzokushi [Shikashi] is more often used in writing language (kaki kotoba) than [Demo]. Second, [Shikashi] is more often used to narrate an important character in a story, whereas [Demo] is more often used to convey things or personal opinions about the narrator’s feelings. In lexical meaning, both of them are able to substitute each other but have to concern with the context. [Demo] has no ability to substitute [Shikashi] if both sentences linked by [Shikashi] are in standard form that are used together with form ~である (~de aru).

Key words: setsuzokushi, [shikashi], [demo]

  • 1.    Latar Belakang

Kata sambung (setsuzokushi) dalam bahasa Jepang termasuk ke dalam kelompok jiritsugo yang mana merupakan kelas kata yang dapat berdiri sendiri. Kelas kata setsuzokushi tidak dapat menjadi subjek, objek, predikat, ataupun kata yang menerangkan kata lain (Sudjianto dan Dahidi 2004:170). Nagaya Isami (1986:157) secara singkat menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan setsuzokushi ialah kelas kata yang dipakai untuk menghubungkan atau merangkaikan kalimat dengan kalimat atau merangkaikan bagian-bagian kalimat.

[Shikashi] dan [demo] merupakan bagian dari setsuzokushi yang menyatakan hubungan pertentangan (gyakusetsu no setsuzokushi). Kedua kata sambung tersebut sama-sama memiliki padanan arti ‘tetapi’ atau ‘akan tetapi’ dalam bahasa Indonesia. Namun meskipun demikian, bukan berarti penggunaan keduanya bisa saling menggantikan ketika disesuaikan dengan fungsi gramatikalnya. Hal tersebut dapat dilihat dari contoh di bawah ini.

  • 1Kare wa   atama ga     ii.

Dia NOM kepala NOM  bagus.

Shikashi,    undo wa dame desu.

Akan tetapi, olahraga TOP tidak bisa KOP. ‘Dia pintar. Akan tetapi tidak bisa olahraga.’

(Sudjianto, 1996:100)

  • 2    Me ga sameta.        Demo,     mata nemutta.

Mata NOM bangun-LAM.  AkanTetapi, lagi tidur-LAM.

‘ Sudah bangun. Akan tetapi tidur lagi. ‘

(Sudjianto dan Dahidi, 2004: 172)

  • 3    Oonnaa      doraibaa no naka ni wa,

pemilik     pengemudi GEN antara DAT NOM,

kono touge ga shinpai de ini pegunungan NOM khawatir Kau kouzumakiba e     ikenai          to iu hito ga aru.

N.TMPT DAT tidak bisa pergi disebut orang NOM ada kesshite yoku wa nai. tentu saja tidak baik.

Shikashi,      tomokaku      basu ga

Akan tetapi,  meskipun begitu bis NOM

kayotte iru mono da. lewat-SDNG hal KOP.

‘Diantara para pengemudi mobil pribadi ada yang tidak bisa pergi ke daerah padang rumput tersebut karena khawatir dengan daerah pegunungan itu. Tentu saja itu bukan hal yang baik. Akan tetapi meskipun begitu ada saja bis yang lewat di sana. ‘

(Yoshiyuki, 1981:191)

Setsuzokushi [shikashi] dan [demo] pada contoh-contoh di atas, sama-sama memiliki fungsi sebagai setsuzokushi yang digunakan untuk menggabungkan dua kalimat, menyatakan bahwa kalimat yang disebutkan mula-mula berhubungan dengan kalimat yang disebutkan berikutnya. Namun ketika membaca kembali contoh data tersebut, setsuzokushi [shikashi] dalam data di atas secara situasional

membentuk makna yang berbeda. Pada contoh kalimat (1) setsuzokushi [shikashi] memiliki padanan arti ‘akan tetapi’ yang sama dengan padanan arti pada setsuzokushi [demo] yang terletak pada contoh kalimat (2). Pada kalimat tersebut kedua setsuzokushi ini sama-sama memiliki makna pertentangan. Sedangkan pada contoh kalimat (3) makna yang dibentuk oleh setsuzokushi [shikashi] bukanlah makna pertentangan.

Berdasarkan data-data yang telah dipaparkan, dapat diketahui bahwa secara leksikal setsuzokushi [shikashi] pada contoh (1), dan (3) serta setsuzokushi [demo] dalam contoh (2) sama-sama memiliki padanan arti ‘akan tetapi’. Hanya saja secara kontekstual, makna pada contoh (1) dan (2) sama-sama menimbulkan makna pertentangan. Sedangkan pada contoh kalimat (3) makna yang ditimbulkan tidak secara absolut menyatakan pertentangan melainkan menimbulkan makana situasional yang baru. Oleh karena itu pada kalimat (1) dan (2) sulit dijelaskan yang menjadi perbedaan penggunaan setsuzokushi [shikashi] dan [demo]. Selain itu, dapat dilihat pada kalimat (3), meskipun setzukoshi [demo] yang secara leksikal memiliki padanan arti yang sama dengan setsuzokushi [shikashi], ketika berada dalam sebuah satuan gramatikal yang berbeda, belum tentu dapat saling menggantikan. Sehingga bertolak dari hal tersebut, perlu diketahui sebuah acuan situasi yang jelas untuk memastikan persamaan dan perbedaan dari penggunaan kedua setsuzokushi tersebut. Selain itu, setsuzokushi [shikashi] dan [demo] sering digunakan dalam berkomunikasi baik lisan maupun tulisan, dan penulis sering kali mengalami kesalahan dalam penggunaannya. Berdasarkan hal tersebut dirasa perlu untuk mengangkat topik penggunaan setsuzokushi [shikashi] dan [demo] dalam novel Noruwei no Mori karya Haruki Murakami.

  • 2.    Rumusan Masalah

Berdasarkan dengan latar belakang yang telah dikemukakan, maka permasalahan yang selanjutnya akan dibahas dalam penelitian ini adalah perbedaan yang terdapat pada penggunaan setsuzokushi [shikashi] dan [demo] dalam novel Noruwei no Mori karya Haruki Murakami.

  • 3.    Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menambah khasanah penelitian linguistik Jepang khususnya di Universitas Udayana dan juga untuk memahami perbedaan penggunaan setsuzokushi [shikashi] dan [demo] dalam novel Noruwei no Mori karya Haruki Murakami.

  • 4.    Metode Penelitian

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah metode simak (Mahsun,2005:90) yaitu peneliti menyimak penggunaan bahasa secara tertulis yang terdapat dalam novel Noruwei no Mori karya Haruki Murakami. Metode simak ini dibantu dengan teknik sadap. Sedangkan metode yang digunakan dalam tahap analisis data adalah metode agih. Metode agih merupakan metode yang alat penentunya justru bagian dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto, 1993:15).Metode agih di dukung oleh teknik dasar dan lanjutan. Teknik dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik bagi unsur langsung yang membagi satuan lingual datanya menjadi beberapa bagian atau unsur. Untuk Teknik lanjutan yang dipakai adalah teknik baca markah yang digunakan untuk mengetahui makna setsuzokushi [shikashi] dan [demo] setelah itu dilanjutkan dengan teknik ganti uang digunakan untuk Teknik lanjutan yang dipakai adalah teknik baca markah yang digunakan untuk mengetahui makna setsuzokushi [shikashi] dan [demo]. Tahap penyajian hasil data merupakan tahap kerja yang dilakukan setelah semua data terkumpul dan teranalisis. Metode yang digunakan pada tahap penyajian hasil analisis data yaitu metode informal dan metode formal. 5. Hasil dan Pembahasan

Perbedaan pertama adalah [ shikashi] lebih sering digunakan dalam bahasa tulisan (kaki kotoba) jika dibandingkan dengan [demo]. [Shikashi] dalam bahasa tulisan yang terdapat dalam novel Noruwei no Mori banyak digunakan sebagai narasi cerita atau sesuatu yang dianggap penting oleh penulis untuk diceritakan.

Contoh:

2

まる

一日

引かなかった

netsu

ha

maru

ichinichi

hikanakatta.

demam

TOP

penuh

sehari

tidak turun.

朝 になると asa ni naru to ketika menjadi pagi

kar lela

e   ha

ki NOM

むつくり mutsukur bangkit

i to dan

起きあがり、 okinagari, bangun,

何事

なかった

ように

体操

を 始めた。

nanigoto

mo

nakatta

youni

taisou

wo  hajimeta.

apapun juga

tidak ada

LAM

seperti

senam

AK mulai-LAM

しかし

Shikashi

Akan tetapi


二日

ni hi

hari kedua



め  の

me   no

pada GEN


‘Sehari penuh panasnya tidak turun. Akan tetapi pada pagi hari kedua ia bangkit dari tempat tidurnya, lalu seperti tidak pernah terjadi apa-apa ia mulai bersenam.’

5


ノルウェイの森上, 1987:78) ハツミさん より 美しい  女    は  いくらでも

Hatsumi-san  yori  utsukushii  onna       ha    ikura demo

Hatsumi     lebih cantik     perempuan TOP banyak

できた だろう dekita darou. bisa-LAM JOD.


いる

だろう、

そして

永沢さん

なら

そういう

iru

darou,

soshite

Nagawa-san

nara

sou iu

Ada

JOD,

lalu

Nagawa

kalau

seperti itu

いくらでも

手に入れる

こと

onna

wo

ikura demo

te ni ireru

koto

ga

perempuan

AK

berapapun

mendapatkan

hal

NOM

しかし  ハツミさん   という

Shikashi    Hatsumi-san     to iu

Akan tetapi  Saudari Hatsumi  disebut

女性

中    に

jyosei

No

naka

ni

ha

nani

perempuan GEN

tengah

DAT

NOM

apa

かしら

の  心

強く

kashira

hito

no    kokoro

wo

tsuyoku

entah

seseorang

GEN hati

AK

kuat

揺さぶる   もの が  あった。

yusaburu      mono ga    atta

mengguncang hal NOM ada-LAM

‘Tentunya masih banyak perempuan yang lebih cantik dari Hatsumi-san, dan tentu Nagawa-san bisa mendapatkan perempuan-perempuan seperti itu. Akan tetapi di dalam diri perempuan bernama Hatsumi-san ini entah ada sesuatu yang bisa menguncang hati seseorang.’

ノルウェイの森下,1987:131)

Data (2) menunjukkan penggunaan setsuzokushi (kata sambung) [shikashi] sebagai narasi seolah-olah dikatakan oleh tokoh aku. Kemudian pada data (5) [shikashi] digunakan untuk menceritakan tentang sesuatu yang menarik yang dimiliki oleh Hatsumi san dan hal ini dianggap penting oleh pembicara.

Perbedaan yang kedua, setsuzokushi (kata sambung) [shikashi] lebih banyak digunakan untuk menceritakan tokoh yang dianggap penting dalam sebuah cerita sedangkan [demo], lebih banyak digunakan untuk menyampaikan hal-hal atau pendapat yang bersifat pribadi yang menyatakan perasaan dari pembicara itu sendiri. Hal tersebut dapat dilihat dalam data berikut.

Contoh :

11 顔  に  は  ずいぶん たくさん しわ  が

kao    ni    ha    zuibun     takusan    shiwa   ga

wajah DAT TOP penuh    banyak keriput NOM

あって、  それ が  まず  目  に  つく

atte,       sore   ga    mazu    me    ni     tsuku

ada       lalu  NOM  sekilas mata DAT melekat

no NOMI

だけれど、  しかし  その せいで 考えて

dakeredo,    shikashi    sono sei de   kangaete

tetapi,        Akan tetapi karena itu     berpikir

見える mieru tampak

という  わけでなく、 かえって 逆

to iu      wake denaku,   kaette      gyaku

dikatakan tapi tidak berarti sebaliknya kebalikan

に  年齢 を

ni    nenrei wo

DAT umur  AK

超越した      草々 しさ の  ような

chouetsu shita              shisa no   youna

tidak mempedulikan              GEN seperti

もの が

mono ga

HAL NOM

しわ によって 強調されていた。

shiwa ni yotte      kyouchou sarete ita.

keriput berdasarkan jelas-LAM

‘Wajahnya penuh dengan keriput, dan sekilas pandang kita segera mengetahuinya, tetapi tidak berarti ia terlihat tua, sebaliknya dengan keriput tersebut keremajaan yang melampaui usianya muncul dengan jelas.’

(ノルウェイの森上, 1987: 194)

37 緑:    「ごめんなさい ね、   一日中

Midori :  (Gomennasai     ne,      ichinichi jyu

Midori : Maaf            SHUU,  seharian

つきあわせちゃって」 tsuki awase chatte) menemani

わたなべ: Watanabe: Watanabe:


でも    君  と   話しが

(Demo     kimi   to      hanashiga

Akan tetapi kamu dengan mengobrol NOM

できて よかったよ。」

dekite yokattayo)

bisa    senang-LAM SHUU

‘Maaf ya. seharian aku terus membuatmu menemaniku.’ ‘Akan tetapi aku senang bisa mengobrol dengamu.’

(ノルウェイの森上, 1987:44)

Pada data (11) [shikashi] digunakan untuk mendeskripsikan seorang tokoh yang dianggap penting untuk dibicarakan. Dengan kata lain, hal-hal yang berkaitan dengan mendeskripsikan orang lain atau menyampaikan pendapat yang berkaitan dengan orang lain yang digunakan adalah setsuzokushi [shikashi]. Sedangkan pada data (37) dapat dilihat bahwa [demo] memang digunakan untuk menyampaikan pendapat yang bersifat pribadi dan biasanya menekankan pada perasaan yang sedang dirasakan oleh pembicara. Dalam data tersebut terlihat bahwa tokoh Watanabe menyampaikan pendapat pribadinya dan pada akhir pembicaraan diakhiri dengan shuujoshi ~yo, yang semakin menekankan perasaan yang sedang dirasakan oleh pembicara.

Perbedaan yang terakhir adalah setsuzokushi [shikashi] digunakan bersama ~である (~de aru) sedangkan [demo] tidak bisa. Hal ini dapat dilihat pada data berikut ini.

Contoh:

1

たしかに

Tashika ni Memang

地図 chizu peta

づくり zukuri

に 興味

ni kyoumi minat

を 抱き

wo  daki

AK memeluk

熱意 netsui antusiasme

wo

AK

持った     人  時間 が

motta            hito   jikan   ga

menunggu-LAM orang waktu NOM

少しくらいい sukoshii kurai sekiranya sedikit

ない

nai

tidak ada

こと に

koto   ni

hal   DAT

は  あまり

ha    amari

NOM tidak terlalu

いっぱい いる 必要  も    ない だろう

ippai      iru   hitsuyou  mo        nai   darou

banyak    ada   perlu    meskipun tidakJOD

けれど keredo namun


になってしまう ni natte shimau


それ は 困った こと sore ha komatta koto itu NOM Sulit-LAM hal


tidak sengaja menjadi-LAM

しかし

「地図」

と言う

意葉 を

Shikashi

chizu

to iu

iha   wo

kuchi

ni

Akan tetapi

peta

disebut

AK

mulut

DAT

する   たびに どもってしまう  人間が

suru        tabini   domotte shimau     ningenga

melakukan selama  tidak sengaja gagap orangNOM

国土地理院

に  入りたがっている

という

kokudochiriin

ni     hairi tagatte iru

to iu

no

ha

planologi

DAT Ingin masuk

disebut

NOMI

TOP

何かしら 奇妙  であった。

mukai ra   kyoumi  de atta.

disisi lain  minat   KOP

‘Memang orang yang berminat dan sangat antusias membuat peta itu sedikit-meskipun mungkin memang tidak perlu banyak-dan itu menyusahkan. Akan tetapi ada orang yang selalu gagap setiap mengatakan “peta” ingin masuk planologi, membuat aku merasa heran.’

(ノルウェイの森上, 1987: 33)

Pada data (1) karena dalam bahasa tulisan, [shikashi] digunakan bersama ~である

(~de aru) yang merupakan bentuk baku yang sering digunakan dalam bentuk pidato,skripsi, dan lain-lain. Dalam bahasa narasi ini [demo] tidak dapat menggantikan [shikashi] karena [demo] biasa digunakaan dalam bahasa percakapan bukan dalam bahasa tulisan yang bersifat baku dan resmi.

6. Simpulan

Perbedaan penggunaan [shikashi] dan [demo] adalah [shikashi] lebih sering digunakan dalam bahasa tulisan (kaki kotoba) jika dibandingkan dengan [demo], kedua [shikashi] lebih banyak digunakan untuk menceritakan tokoh yang dianggap penting dalam sebuah cerita sedangkan [demo] lebih banyak digunakan untuk menyampaikan hal-hal atau pendapat yang bersifat pribadi yang menyatakan perasaan pembicara itu sendiri. Secara arti keduanya dapat saling

menggantikan, tetapi harus memperhatikan konteks. [Demo] tidak dapat menggantikan [shikashi] ketika kedua kalimat yang dihubungkan dengan [shikashi] merupakan bentuk baku yang digunakan bersama bentuk ~である (~de aru).

DAFTAR PUSTAKA

Isami, Nagayama. 1986 .Kokubunpo no Kiso. Tokyo : Rakuyosha.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada

Murakami, Haruki. 1987. Noruwei no Mori I & II. Tokyo : Kodansha Itd.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta : Duta Wacana University Press.

Sudjianto. 1996. Gramatika Bahasa Jepang Modern seri A. Jakarta : Kesain Blanc.

Sudjianto dan A.Dahidi. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta : Kesain Blanc.