ISSN: 2302-920X

Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud

Vol 21.1 Nopember 2017: 245-250

Representasi Simbol Titi Gonggang di Pura Agung Gunung Raung Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Gianyar

Fauziana Rahmat1*, I Gusti Ketut Gede Arsana2, I Wayan Suwena3 123Prodi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Unud

1[email: [email protected]] 2[email: [email protected]] 3[email: [email protected]]

*Corresponding Author

Abstract

Hindus have many symbols, which relate to religious life, social life, and others. One form of symbols is a symbol of titi gonggang located in the Pura Agung Gunung Raung Taro Village. The existence of titi gonggang symbol in Pura Agung Gunung Raung has a strong relationship with Rsi Markandeya trip to Taro Village. Because titi gonggang is a specially made sign, to mark the arrival of Rsi Markandeya in the area. The aims of this research are to know: (a) how to form titi gonggang in Taro Village and (b) what is the meaning of titi gonggang symbol for Taro Village community.

The symbolic form of titi gonggang located in several temples in Taro Village can be studied through representational theory, while the meaning of titi gonggang symbol according to Taro village community can be studied through interpretive theory. The concepts used as guidelines in this research are the concept of symbol representation, the concept of titi gonggang, the concept of Pura Agung Gunung Raung, and the concept of Taro Village community.

The results showed that the shape of titi gonggang symbol in Puseh Puakan Temple, Pura Agung Gunung Raung, Puseh Tatag Temple, and Pura Dalem Tatag have in common. The physical shape is rectangular, with a hole. Above the hole, there is a bamboo that resembles a bridge called a titi. The type of bamboo used for titi is tiing rope or bamboo rope (Giganlochloa apus), while the length of bamboo can be measured using limbs, that is hand (depa). The measurement method is based on the kosala asta in the construction of the temple. Furthermore, socio-cultural significance is reflected in the community's treatment of titi gonggang as a mechanism for conflict resolution. In addition, the meaning of education was seen with people who apply character and courtesy in accordance with titi gonggang. The number of bamboo in titi gonggang in each of the temples with binary opposition, makes the diversity of symbolic meaning. One cause of the diversity of meaning is the spread of culture (diffusion).

Keyword: titi gonggang, symbol representation, and Pura Agung Gunung Raung

  • 1.    Latar Belakang

Umat Hindu memiliki begitu banyak simbol, yang berhubungan dengan kehidupan keagamaan, kehidupan sosial, dan yang lainnya. Simbol-simbol dalam agama Hindu memiliki makna tersendiri, yang terkait dengan ajaran ketuhanan karena simbol tersebut merupakan salah satu bentuk ekspresi untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Titib (2003:1) menegaskan

simbol-simbol dalam agama Hindu dapat berupa arca atau pratima untuk dewa-dewi, vahana devata atau kendaraan dewa-dewi, bangunan suci sebagai sthana untuk memuja-Nya, para devata atau roh suci leluhur. Selain itu, juga berupa mantra, mudra, yantra, rarajahan, huruf-huruf suci, serta persembahan suci yang berupa sesajen beraneka ragam dan lain-lain.

Salah satu wujud simbol ialah simbol titi gonggang yang berada di Pura Agung Gunung Raung Desa Taro. Titi gonggang merupakan sebuah palinggih yang terbuat dari tiga buah bambu dibentuk menyerupai jembatan (titi) dengan panjang kurang lebih satu meter. Bagi masyarakat Desa Taro yang termasuk ke dalam masyarakat Bali Aga, titi gonggang merupakan simbol rwa bhineda. Pikiran harus disatukan untuk dapat melakukan sujud bhakti kehadapan Ida Bhatara Sesuhunan yang berstana di Pura Agung Gunung Raung.

Adanya simbol titi gonggang di Pura Agung Gunung Raung memiliki hubungan yang kuat dengan perjalanan Rsi Markandeya ke Desa Taro. Titi gonggang merupakan suatu tanda yang dibuat secara khusus, untuk menandakan     kedatangan     Rsi

Markandeya di daerah tersebut. Akan tetapi, tidak semua titi gonggang yang berada di suatu pura memiliki hubungan dengan Rsi Markandeya. Oleh karena itu, hanya titi gonggang yang terdapat di Pura Agung Gunung Raung dan beberapa pura di Desa Taro yang memiliki kaitan dengan perjalanan Rsi Markandya. Berdasarkan hal tersebut dan pemaparan-pemaparan yang telah disampaikan sebelumnya, maka fenomena ini dapat dikaji dalam sebuah penelitian yang berjudul, “Representasi Simbol Titi Gonggang di Pura Agung Gunung Raung Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Gianyar”.

  • 2.    Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, secara spesifik permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut.

  • 1.    Bagaimanakah bentuk simbol titi gonggang di Pura Agung Gunung Raung Desa Taro, Kecamatan      Tegallalang,

Gianyar?

  • 2.    Bagaimanakah makna simbol titi gonggang di Pura Agung Gunung Raung Desa Taro, kecamatan       Tegallalang,

Gianyar?

  • 3.    Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini, sebagai berikut: 1) Mengetahui bentuk simbol titi gonggang di Pura Agung Gunung Raung Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Gianyar; 2) Memahami makna simbol titi gonggang di Pura Agung Gunung Raung Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Gianyar.

  • 4.    Metode Penelitian

Penelitian representasi simbol titi gonggang di Pura Agung Gunung Raung Desa Taro ini, menggunakan model penelitian etnografi yang termasuk ke dalam penelitian kualitatif. Instrumen utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini secara triangulasi dan hasil dari penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Pada penelitian kualitatif, informan ditentukan melalui teknik purposive. Teknik pengumpulan data yang digunakan di antaranya: teknik observasi partisipasi, wawancara terbuka dan wawancara mendalam, serta studi pustaka.

Data yang dianalisis oleh penulis adalah temuan-temuan yang terdapat dilapangan seperti hasil wawancara dengan informan, hasil kajian atau bacaan suatu dokumen, hasil observasi dan partisipasi dari kegiatan yang ada di masyarakat. Data akan dipilah terlebih dahulu, dikatagorikan,    kemudian

disusun oleh penulis,   selanjutnya

menemukan pola dan  mengambil

keputusan dari data mana yang akan diambil atau disimpan.

  • 5.    Hasil dan Pembahasan

    5.1    Bentuk Simbol Titi Gonggang

Berdasarkan cerita sejarah perjalanan Rsi Markandeya, dapat diketahui bahwa simbol titi gonggang di Desa Taro sesuai dengan perjalanannya. Pertama kali Rsi Markandeya membuat permukiman adalah di Desa Puakan, kemudian Desa Taro Kaja yang didahului dengan pembangunan Pura Agung Gunung Raung. Oleh sebab itu, simbol titi gonggang merupakan sebagai tanda dari perjalanan Rsi Markandeya. Selain itu, titi gonggang juga merupakan tanda untuk mengenang bahwa Rsi Markandeya pernah tinggal di Desa Taro.

Titi Gonggang di Pura Agung Gunung Raung terletak di bagian Jaba Sisi atau bagian terluar pura. Namun, tidak di setiap pamedal terdapat Titi Gonggang. Tepatnya, di depan masing-masing pamedal sebelah utara dan pamedal sebelah selatan. Hal ini disebabkan, pamedal sebelah utara dan pamedal sebelah selatan merupakan pintu keluar masuknya pamedek atau orang yang akan bersembahyang. Jarak Titi Gonggang dari Candi Bentar diukur menggunakan ukuran panjang telapak kaki Pemangku. Ukuran tersebut adalah 9 telapak kaki pemangku (2,65 meter) atau dalam bahasa bali adalah sia tapak ngandang. Goris (2012: 13) menyebutkan bahwa terkadang, sebuah Titi Gonggang dapat ditemukan di depan Pura Bale Agung atau di dekat setra (pekuburan). Titi Gonggang terdiri atas sebatang bambu atau papan di atas lubang, yang menandakan perbatasan kehidupan dan kematian.

Bentuk simbol Titi Gonggang di Pura Agung Gunung Raung yaitu berbentuk persegi panjang menyerupai jembatan kecil. Tiga buah bambu diletakan diatas lubang yang merupakan

instrumen utama dalam simbol tersebut. Di samping kiri dan kanan dari Titi Gonggang terdapat dinding pembatas, selain itu terdapat patung jogormanik di sebelah kiri dan patung sang suratma di sebelah kanan. Material paling penting dalam Titi Gonggang adalah bambu yang membentuk titi. Bambu yang digunakan tidak memiliki spesifikasi jenis. Namun, yang digunakan sekarang adalah bambu tali atau tiing tali (Giganlochloa apus).

Berger (2010: 48) menyebutkan bahwa ketika berbicara mengenai ukuran dalam sebuah simbol, hal-hal yang diperhatikan bukan hanya berfokus pada dimensi-dimensi yang diberikan. Akan tetapi, unsur-unsur yang memiliki keterkaitan antara tanda dan sistem tanda juga harus diperhatikan. Ukuran bambu yang digunakan untuk simbol Titi Gonggang berdasarkan pada asta kosala. Bambu yang digunakan untuk simbol yaitu 1 depa (45cm). Alat ukur yang digunakan adalah ukuran panjangnya tangan (depa) dari pemangku atau orang yang dituakan.

Tidak hanya di Pura Agung Gunung Raung, simbol titi gonggang juga berada di beberapa pura di Desa Taro, yaitu Pura Puseh Puakan, Pura Puseh Tatag, dan Pura Dalem Tatag. Simbol titi gonggang di masing-masing pura pada dasarnya sama, yang berbeda adalah jumlah bambu dan penambahan instrumen patung.

  • 5.2    Makna Simbol Titi Gonggang

Umat Hindu di Bali khususnya di Desa Taro melakukan kegiatan sembahyang karena adanya dorongan emosi keagamaan sehingga melakukan kelakuan keagamaan yang menimbulkan makna religius yang tersirat. Makna religius berkaitan dengan aspek keyakinan terhadap

kekuatan supranatural yang dipuja di palinggih titi gonggang oleh pemujanya, yakni umat Hindu yang berada di Bali. Makna religius berkaitan erat dengan upaya untuk menumbuhkan, memupuk dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang mencerminkan keyakinan beragama berdasarkan sastra agama. Berkenaan dengan makna religius umat Hindu meyakini bahwa pura merupakan tempat pemujaan yang memiliki kesadaran magis dalam upaya merealisasikan ajaran sebagaimana diajarkan melalui kitab suci umat Hindu. Makna lain yang tersirat berkenaan dengan keberadaan palinggih Titi Gonggang Pura Agung Gunung Raung bertautan erat dengan mengaplikasikan ajaran Tri Kaya Parisudha yakni berpikir yang baik, berkata yang baik serta berperilaku yang baik.

Dalam banyak kebudayaan di Indonesia pada umumnya, terdapat penyelesaian-penyelesaian konflik disamping dilakukan secara verbal sering kali diungkapkan melalui mekanisme secara simbolik. Di Desa Taro, titi gonggang merupakan salah satu mekanisme dalam penyelesaian konflik tersebut. Mekanisme tersebut dilakukan dalam sebuah ritual dengan cara bersumpah di depan simbol titi gonggang. Ritual tersebut dinamakan medewa saksi. Medewa saksi merupakan pengikraran janji atau sumpah yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki masalah antara satu dengan yang lain, sumpah dilakukan secara niskala yang menyebabkan tidak sembarang untuk mengambil keputusan atau melakukan hal ini.

Masyarakat Desa Taro mengakui bahwa dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam kehidupan beragama,

mereka berpedoman pada Titi Gonggang. Salah satu contoh nyata adalah masyarakat diingatkan bagaimana tata cara memasuki areal pura dengan simbol Titi Gonggang, mematuhi aturan serta larangan untuk memasuki areal pura baik dalam suatu upacara, persembahyangan ataupun piodalan. Pemahaman mengenai Titi Gonggang yang terletak di jaba sisi Pura Agung Gunung Raung diberikan dalam pesraman. Pendidikan yang terkandung dalam Titi Gonggang ada hal yang disebut dengan susila. Hal ini tergambarkan apabila memasuki areal Pura Agung Gunung Raung agar berpikir, berkata, dan berprilaku sesuai dengan Tri Kaya Parisudha.

Bagi masyarakat Desa Taro, Titi Gonggang juga merupakan sebuah simbol rwa bhineda. Hal ini secara simbolik terlihat dengan pengelompokan antara areal suci dan kotor, pengkategorian orang jahat dan orang atau perbuatan jahat dan perbuatan baik. Berkaitan dengan simbol Titi Gonggang, masyarakat Desa Taro melihat bahwa Titi Gonggang di Pura Agung Gunung Raung memiliki konsep bahwa simbol tersebut harus sesuai dengan ajaran dasar Hindu yaitu Tri Murti. Berbeda dengan simbol Titi Gonggang di Pura Puseh Puakan, jumlah bambu simbol Titi Gonggang di Pura Agung Gunung Raung tediri dari tiga buah bambu.

Dalam kehidupan bermasyarakat, sudah sewajarnya apabila terjadi suatu konflik. Konflik yang berada di suatu masyarakat dapat disebabkan oleh banyak hal seperti rasa ketidakpuasan terhadap suatu keputusan, rasa ketidakadilan, dikucilkan, dan lain-lain. Selama konflik yang ada dapat diselesaikan secara kekeluargaan, maka hal tersebut bukan merupakan masalah yang besar. Akan tetapi, apabila konflik

tersebut menjadi semakin besar dan tidak mampu diredam maka akan menimbulkan perpecahan. Salah satunya adalah memisahkan diri dan membentuk sekumpulan masyarakat yang baru. masyarakat Desa Pakraman Tatag pada awalnya merupakan bagian dari masyarakat Desa Pakraman Kaja. Namun, disebabkan adanya masalah yang timbul membuat masyarakat Desa Pakraman Tatag memisahkan diri. Selain masyarakat yang menyebar, unsur kebudayaan pun ikut menyebar disebabkan pendukung kebudayaan tersebut berpindah atau dinamis. Akan tetapi, unsur kebudayaan yang berasal dari tempat asli persebaran bisa saja mengalami perubahan disebabkan bertambahnya pengetahuan masyarakat. Seperti yang terjadi pada masyarakat Desa Pakraman Tatag. Lazimnya, sebuah simbol Titi Gonggang memiliki tiga buah bambu sebagai titinya (jembatan). Akan tetapi, di Pura Dalem Desa Pakraman Tatag jumlah bambu tersebut terdiri dari empat buah.

  • 6.    Simpulan

Berdasarkan pembahasan dan analisis data mengenai representasi simbol titi gonggang di Pura Agung Gunung Raung Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Gianyar dapat disimpulkan dan dirumuskan sebagai berikut. Pertama, Pura Agung Gunung Raung yang terletak di Desa Taro berdasarkan sejarahnya berdiri atas keinginan Sang Maha Yogi Markandeya. Di Pura Agung Gunung Raung dan beberapa pura di sekitar Desa Taro terdapat sebuah simbol yaitu titi gonggang. Menurut masyarakat Desa Taro, titi gonggang tersebut merupakan pesiwaan dari Rsi Markandeya. Oleh karena itu, simbol tersebut berada di beberapa pura saja sesuai dengan perjalanan beliau. Selain itu, titi gonggang juga

merupakan suatu simbol untuk mengenang beliau yang pernah tinggal di Desa Taro khususnya di Desa Pakraman Puakan, Desa Pakraman Taro Kaja dan Desa Pakraman Tatag.

Berdasarkan bentuk fisiknya, titi gonggang berupa sebuah jembatan atau jalan yang terbuat dari bambu. Bambu berjumlah 3 buah diletakan diatas sebuah lubang dengan kedalaman 1 meter. Umumnya, bambu yang dipakai adalah jenis bambu tali atau tiing tali. Tiga buah bambu melambangkan Tri Murti dan pembagian alam dalam agama Hindu yaitu bhur, bwah, swah. Kemudian, disamping kanan terdapat patung Sang Suratma dan disamping kiri terdapat patung Jogormanik. Masing-masing patung berfungsi sebagai penjaga serta menilai seseorang yang hendak memasuki areal pura. Ukuran yangdigunakan dalam simbol adalah berdasarkan asta kosala atau aturan dasar pembangunan pura di Bali. Alat ukur yang digunakan yaitu anggota badan pemangku atau orang dituakan, seperti tangan, kaki, dan lain-lain. Bambu untuk titi berukuran 1 depa (45 cm), sementara jarak antara simbol titi gonggang menuju candi bentar adalah sia tapak ngandang (sembilan jejak kaki).

Kedua, berdasarkan bentuknya dan perlakuan masyarakat terhadap simbol tersebut dapat dilihat bahwa simbol tersebut memiliki makna. Masyarakat Desa Taro melarang setiap orang untuk melintas atau melewati titi gonggang. Hal ini disebabkan titi gonggang merupakan sebuah simbol sakral. Di Indonesia, mekanisme penyelesaian konflik secara tradisional masih banyak jumlahnya. Salah satunya adalah pela gandong. Di Desa Taro titi gonggang dapat pula menjadi suatu mekanisme penyelesaian konflik yang terjadi pada masyarakat Desa Taro. Selain itu, Titi

Gonggang bagi masyarakat Desa Taro merupakan simbol dari rwa bhineda yang memisahkan antara areal suci dan areal kotor, antara perbuatan baik dan perbuatan jahat. Hal ini sesuai berdasarkan oposisi berpasangan. Keberagaman makna simbolik mengenai titi gonggang di Desa Taro disebabkan adanya persebaran kebudayaan di desa tersebut.

  • 7.    Daftar Pustaka

Berger, Arthur Asa. 2015. Pengantar Semiotika: Tanda-Tanda Dalam Kebudayaan Kontemporer. cetakan ke. IV. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Goris, R. 2012. Sifat Religius Masyarakat Pedesaan di Bali. cetakan ke. I. Denpasar: Udayana University Press.

Titib, I Made. 2003. Teologi dan Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu. cetakan ke. I. Surabaya Paramita.

250