ISSN: 2302-920X

Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud

Vol 17.3 Desember 2016: 247 - 255

Geguritan Mantri Sanak Lima Analisis Struktur Dan Nilai

Ni Putu Noviyanti Wardani1*, I Nyoman Duana Sutika2, Ida Bagus Rai Putra3 123Program Studi Sastra Bali Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana 1[[email protected]] 2[[email protected]]

3

3[[email protected]]

*

Corresponding Author

Abstract

Research on Geguritan Relatives of Mantri Lima aims to analyze the structure and nilai.Teori used in this study is the structural theory and the value of Teeuw, Luxemburg, and Wellek & Warren.Metode used include methods refer, qualitative methods, and methods informal.Teknik recording techniques used are assisted with translation techniques.

The result of this research is to build a structure terungkapanya Relatives of Mantri Geguritan Lima both narrative structure and values contained therein. Narrative structure which includes incident, plot, setting, character and characterization, theme and mandate. Values contained in the Lima Relatives of Mantri Geguritan ie religious values, ethics, values loyalty, and the value of leadership.

The theme of GMSL is togetherness, united, together, shoulder to shoulder, to build strength so that the successes achieved. Then the mandate in GMSL that as children must always obey the commands and advice given by the parents kita.Dibalik all the advice given must be a reason or cause, where it's all for the good of their children. Therefore let us not forgot the advice of our parents.

Keywords: Geguritan, Structure, Value.

  • 1.    Latar Belakang

Kesusastraan Bali merupakan suatu khazanah budaya Bali yang diwarisi dan dilestarikan keberadaannya hingga kini. Bali dikenal sebagai salah satu penyimpanan naskah-naskah kuna warisan nenek moyang yang memiliki nilai-nilai luhur dang sangat erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat. Karya-karya sastra yang bernilai luhur itu tetap hidup dan berkembang sampai sekarang, hal ini terbukti dengan adanya peninggalan-peninggalan karya sastra yang sebagian besar ditulis di atas daun lontar,

bila dilihat dari jenisnya ada yang berbentuk prosa dan berbentuk puisi. Karya sastra tradisional yang berbentuk prosa seperti: parwa, babad, tutur, wariga, kanda dan usada. Sedangkan karya sastra tradisional yang berbentuk puisi yang diklasifikasikan dan bentuk tembang yaitu: kekawin, kidung dan geguritan.

Geguritan sebagai salah satu bentuk karya sastra tradisional Bali, memiliki struktur karya sastra yang bisa dikatakan cukup lengkap. Mengingat dalam sebuah geguritan memiliki struktur intrinsik yang merupakan salah satu unsur yang cukup penting dalam sebuah karya sastra. Disamping itu, karya geguritan juga memiliki struktur ekstrinsik, yang dalam penggambarannya, pengarang berusaha menuangkan idenya berupa pendidikan moral kepada setiap pembaca karyanya. Pendidikan secara tidak langsung tersebut dapat diketahui secara tersurat ataupun tersirat dalam karya tersebut. Seperti misalnya nilai-nilai moral yang tentunya sangat perlu untuk diketahui dan diamalkan dalam kehidupan kesehaian kita sebagai masyarakat Bali pada umumnya.

Dipilihnya GMSL sebagai objek penelitian dikarenakan jalinan cerita yang disajikan oleh pangawi sangat menarik dan memiliki nilai yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari, salah satu contoh nilai yang terkandung dalam GMSL adalah nilai agama, nilai etika, nilai kepemimpinan dan nilai kesetiaan. Karya GMSL ini tidak diketahui pengarangnya, namun diketahui nama penyalin naskah GMSL yaitu Wayan Buddha Gottama. GMSL ini dibangun dengan 118 bait pupuh yang di antaranya : 23 pupuh Sinom, 31 pupuh Smarandana, 16 pupuh Dangdang, 20 pupuh Pangkur, 9 pupuh Durma, dan 19 pupuh Sinom.

  • 2.    Pokok Permasalahan

  • (1)    Bagaimanakah Struktur “Geguritan Mantri Sanak Lima” ?

  • (2)    Nilai-nilai apa sajakah yang terdapat dalam “Geguritan Mantri Sanak Lima” ?

  • 3.    Tujuan Penelitian

  • (1)    Tujuan Umum

Secara umum penelitian terhadap GMSL memiliki tujuan yaitu meningkatkan daya apresiasi masyarakat terhadap hasil-hasil sastra Bali tradisional, seta dapat menghayati kandungan isi yang tertuang didalam GMSL. Lebih lanjut hasil tersebut diharapkan dapat member sumbangan dalam kehidupan dan perkembangan kasusastraan Bali tradisional serta berguna bagi masyarakat penggemar sastra Bali itu sendiri.

  • (2)    Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut ini:

  • a)    Untuk mendeskripsikan struktur yang membangun GMSL.

  • b)    Untuk mendeskripsikan nilai yang membangun GMSL.

  • 4.    Metode Penelitian

Metode dan teknik dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, antara lain sebagai berikut ini: (1) Metode dan Teknik Penyediaan Data, (2) Metode dan Teknik Analisis Data, (3) Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data.

  • (1)    Metode dan Teknik Penyediaan Data

Metode yang digunakan dalam proses pengumpulan data, yaitu metode observasi, yaitu dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap naskah GMSL yang berupa lontar, untuk mendapatkan data primer. Adapun naskah GMSL ini ditemukan di Kantor Dinas Kebudayaan Bali. Selain metode observasi, digunakan pula metode studi kepustakaan dalam penelitian ini. Adapun data yang dikumpulkan tersebut, diperoleh dengan membaca teks yang terdapat dalam naskah yang menjadi objek penelitian, yaitu Geguritan Mantri Sanak Lima, sehingga data-data yang dikumpulkan tersebut dapat memenuhi kebutuhan penelitian yang akan dilaksanakan ini. GMSL yang menggunakan bahasa Bali alus diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia yang bertujuan untuk memudahkan dalam menganalisis GMSL dari segi struktur naratif.

  • (2)    Metode dan Teknik Analisis Data

Setelah data penelitian dikumpulkan, kemudian tahap analisis data menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif digunakan mengingat jenis data yang digunakan merupakan suatu uraian dan tidak berbentuk angka, dan berfungsi untuk membantu memberikan informasi yang jelas. Metode kualitatif diterapkan untuk memperoleh makna apa yang tersembunyi dibalik penjabaran data. Penjabarannya kemudian dapat diuraikan dengan metode deskriptif (menguraikan lebih rinci data yang ada) dengan pola pikir induktif-deduktif. Pola pikir induktif adalah proses logika yang berangkat dari data empiris lewat observasi menuju kepada suatu teori.

  • (3)    Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis

Data yang telah dikumpulkan dan kemudian di analisis, akhirnya disajikan dalam tahapan penyajian hasil analisis data, metode yang digunakan adalah metode informal. Metode informal yaitu metode yang menyampaikan hasil penelitian secara verbal dengan meggunakan kalimat atau gambar. Kemudian, digunakan pula metode formal yang dalam penyajian analisis pupuh karya sastra dengan menggunakan tanda dan lambang. Adapun penggunaan metode tersebut diatas dibantu dengan teknik. Teknik merupakan usaha pemenuhan dari metode dalam melaksanakan penelitian, dengan kata lain teknik adalah perpanjangan tangan dari metode (Jendra, 1981: 20).

  • 5.    Hasil dan Pembahasan

Struktur GMSLmeliputi struktur naratif.

  • a. Struktur Naratif Legenda Pura Goa Gong

Struktur naratif GMSL meliputi: insiden, alur/plot, tokoh dan penokohan, latar, tema dan amanat.

  • (1)    Insiden

Insiden adalah kejadian-kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam sebuah cerita tidak tergantung dari panjang pendek, yang secara menyeluruh membangun kerangka struktur cerita menyeluruh (Sukada, 1982: 22). Dalam GMSL dibagi atas 11 insiden (2) Alur

Alur yakni urutan peristiwa yang membangun keutuhan sebuah cerita. Alur pada GMSL menggunakan alur lurus peristiwa disusun dari awal, tengah dan akhir. (Tasrif

dalam Nurgiantoro, 2002: 149-150) Tahapan plot dibagi menjadi lima tahap, yakni tahap situation, generating circumstances, rising action, climax serta denoument.

  • (3)    Tokoh dan Penokohan

Tokoh merupakan sosok atau individu rekaan yang menjalankan seluruh peristiwa dalam sebuah karya sastra. Penokohan merupakan penyajian watak atau pencitraan yang diwujudkan oleh tokoh. Tokoh dan penokohan pada GMSL secara umum dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu tokoh utama, tokoh sekunder, dan tokoh komplementer atau pelengkap. Pengarang juga menggambarkan tokoh dalam GMSL dalam tiga dimensi pokok, yaitu dimensi fisiologis, psikologis, dan sosiologis yang khas.

  • (4)    Latar

Latar menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Karmini, 2011: 67). Dalam GMSL latar mencakup tiga unsur, yaitu latar tempat, waktu dan suasana. Latar tempat, yaitu: di Tengah Pasar, di Desa, dan di tengah laut. Latar waktu meliputi: pada saat itu, bertahun-tahun, pagi dan malam hari, dan pada hari Rabu. Latar suasana meliputi: suasana sedih, suasana gembira, dan suasana kaget.

  • (5)    Amanat

Dalam kamus istilah sastra (Sudjiman, 1984: 5) amanat adalah pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengarnya lewat karyanya. Amanat merupakan bagian keseluruhan dialog dan pokok cerita. Amanat akan berkaitan atau menyentuh hati nurani pembaca, untuk menyadari atau menolaknya. Harimurti Kridalaksana (1982: 10) dengan lebih luas mengatakan, amanat adalah keseluruhan makna/isi suatu wacana, konsep dan perasaan yang hendak disampaikan pembicara untuk dimengerti dan diterima pendengar. Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat diperoleh gambaran umun mengenai amanat yang terkandung dalam GMSL. Amanat dalam GMSL tidak disampaikan secara langsung oleh pengarang, namun disampaikan secara implisit atau tersembunyi pada rangkaian dialog ataupun percakapan tokoh. Dalam percakapan antar tokoh terdapat banyak pesan yang disampaikan pengarang secara tidak langsung kepada pembaca. Beberapa pesan atau

amanat yang terdapat dalam GMSL mengandung ajakan terhadap para pembaca tentang bagaimana kita harus taat terhadap pesan atau nasehat yang diberikan oleh orang tua atau Guru Rupaka, agar selalu senantiasa diberikan berkah dalam setiap menjalani hidup, rukun bersaudara, satya wacana, yaitu setia dan jujur dalam berkata, tidak berdusta dan tidak mengingkari janji.

Nilai dalam GMSL

Poerwadarminta (1982: 667) menyatakan nilai adalah sifat-sifat (hal-hal) penting atau berguna bagi kemanusian. Pengungkapan nilai-nilai yang terdapat dalam karya sastra, bukan saja mengetahui latar belakang soal pengarangnya, melainkan juga dapat mengungkapkan ide-ide dan gagasan-gagasan pengarang dalam menghadapi situasi yang mengelilinginya. Adapun nilai yang terkandung dalam GMSL yaitu:

Nilai Agama Semua karya sastra tulis baik karya sastra tradisional maupun karya sastra modern khususnya Bali memiliki nilai sekaligus merupakan tujuan dari pengarang agar para penikmatnya dapat memetik nilai yang terkandung di dalamnya. Sudah tentu nilai yang terkandung berbeda-beda dengan maksud dan tujuan pengarang sendiri. Karena secara umum kita lihat naskah-naskah Bali selalu berdasarkan nilai agama (Agama Hindu) (Bagus, 1986: 16). Tattwa merupakan istilah filsafat yang didasarkan atas tujuan yang hendak dicapai oleh filsafat itu, yakni suatu kebenaran sejati yang hakiki dan tertinggi (Sudartha, 1985: 4) dalam Widhi Tattwa atau filsafat mengenai Sang Hyang Widhidisebutkan bahwa agama Hindu memiliki lima kepercayaan terhadap Sang Hyang Widhi yang disebut dengan Panca Sradha. Karma Phala sendiri berasal dari bahasa Sansekerta yakni karma dan phala. Karma artinya perbuatan dan phala artinya buah atau hasil. Jadi Karma Phala artinya, hasil dari perbuatan seseorang (Upadeça, 1978: 26). Perbuatan atau karma ini mempunyai pengaruh amat besar bagi kehidupan manusia. Perbuatan baik akan memperoleh pahala baik, dan perbuatan buruk akan mendapatkan pahala yang buruk juga. Dengan adanya karmaphala maka akan mengarahkan tingkah laku manusia untuk selalu berdasarkan kepada ajaran-ajaran kebajikan dan menghindari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama Hindu.

Nilai Etika atau susila adalah suatu norma yang ditaati oleh umat manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari sebagai makhluk sosial. Etika atau susila berarti peraturan tingkah laku dan moral yang baik dan luhur yang menjadi anggota keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara agar menjadi manusia yang berpribadi mulia dalam usaha mencapai kebahagiaan hidup lahir dan batin. Ajaran etika bukan semata-semata untuk dikaji, tetapi yang lebih penting adalah dilaksanakan sesuai ajaran agama. Hal ini bertujuan membentuk manusia yang susila berbudi pekerti luhur, bertanggung jawab terhadap kesejahteraan keluarga, masyarakat, nusa dan bangsa (Wijaya, 1981: 94-97).

Dalam ajaran etika manusia selalu menemukan satu pilihan diantara dua sifat baik dan buruk, dan etika selalu menunjuk jalan untuk memilih sifat yang baik. Dalam Bhagawadgita mengelompokkan dua macam kecenderungan pada sifat-sifat baik, seperti dermawan, jujur, lembut, kasih saying, dan lain-lain. Kecenderungan kekerasan adalah kecenderungan sifat-sifat yang kurang baik, seperti sifat takabur, sombong bengis, dan sifat-sifat semacam itu (Sura, 1985: 65-67). Sura (1991: 32) dkk, juga menyatakan etika adalah pengetahuan tentang kesusilaan. Kesusilaan berbentuk kaidah-kaidah yang berisi larangan-larangan atau suruhan-suruhan untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian dalam etika kita akan mendapatkan ajaran tentang perbuatan, yaitu perbuatan baik dan perbuatan kurang baik (buruk).

Nilai Kesetiaan berasal dari kata setia (satya) mendapat konfiks ke-an, yang berarti kebenaran atau kejujuran. Satya memegang peranan yang sangat penting di penjelmaan yang sangat baik dan kelepasan atau Moksa (Bajrayasa, 1982: 21). Dalam Kamus Kawi-Indonesia, kesetiaan berarti : sungguh, benar, sejati, dapat dipercaya, jujur, setia, suka berkata benar, baik, saleh, setia memenuhi kewajiban, sumpah kesucian (penyucian atau pembersihan) (Simpen, 1982: 165). Satya adalah salah satu unsure keimanan yang merupakan landasan agama Hindu. Kata satya mengandung banyak pengertian, adapun pengertian satya adalah : 1) Satya berarti kebenaran, yang berarti sifat hakekat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga kata itu diartikan sama dengan Dewa yaitu, aspek filsafat Tuhan yang bersifat khusus atau juga sama dengan malaikat. 2) Satya yang berarti kesetiaan dan kejujuran. Kata satya ini biasanya berkaitan dengan wacana artinya kata-kata atau setia pada kata-kata seperti apa yang dikatakan akan dilaksanakan menurut apa yang dijanjikan. 3) Satya dapat diartikan suatu kebenaran dari arti relatife (Puja, 1984: 32).

  • 6.    Simpulan

GMSL merupakan suatu karya sastra Bali Tradisional yang mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman dalam masyarakat. Karena unsur penilaian pada sebuah karya sastra tidak dapat semata-mata berasal dari pandangan seseorang yang menilai dan yang memanfaatkan karya sastra tersebut, sebab cara pandang seseorang dalam mengkaji, menilai dan memanfaatkan karya sastra berbeda-beda sesuai daya nalarnya. Oleh sebab itu, diharapkan dari para penikmat karya sastra untuk senantiasa menggali kembali mengenai apa yang terkandung dalam karya ini dan tidak hanya berhenti sebatas ini. Kehadiran GMSL tercerimin dalam beberapa nilai yang terdapat dalam GMSL ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa karya ini masih sangat relevan untuk memberikan pengetahuan. Untuk itu GMSL masih dipandang penting untuk mendapatkan perhatian yang lebih lagi dan diharapkan agar hal-hal yang belum terungkap dapat ditemukan oleh peneliti selanjutnya. Disisi lain, dengan adanya pengenalan dan pemahaman terhadap karya sastra tradisional, berarti menjadi salah satu usaha untuk mengembangkan dan melestarikan budaya daerah yang merupakan warisan nenek moyang sebagai kearifan lokal masyarakat Bali.

  • 7.    Daftar Pustaka

Agastia, Ida Bagus. 1980. “ Geguritan Sebuah Bentuk Karya Sastra Bali” Makalah

dalam Sarasehan Sastra Daerah pada pesta kesenian Bali ke-2 Denpasar

Bagus, I Gusti Ngurah. 1986. Pengkajian Sastra Sebuah Pengantar. Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Udayana

Jendra, I Wayan. 1981. Suatu Pengantar Ringkas Dasar-dasar Penyusunan Rancangan Penelitian. Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Udayana

Luxemburg, Jan Van dkk. 1984. Pengatar Ilmu Sastra(edisi Terjemahan oleh Dick Hartoko). Jakarta: Gramedia

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Rai Putra, Ida Bagus. 2013. Swastikarana: Pedoman Ajaran Hindu Dharma. Denpasar: Ditjen Bimas Hindu Indonesia dan PT. Mabhakti

Simpen, AB. 1982. Kamus Bahasa Kawi-Indonesia. Denpasar: Mabhakti Ofs

Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya

Upadeça, 1967. Ajaran-ajaran Agama Hindu. Parisada Hindu Darma

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-prinsio Dasar Sastra. Bandung: Angkasa Bandung

Suteja, I Made Deddy Krisna. 2008. “ Geguritan Kawiguna Gde Tutur Analisis

Struktur dan Nilai”. Denpasar: Fakultas Sastra Universitas Udayana

255