ISSN: 2302-920X

Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud

Vol 17.2 Nopember 2016: 86 - 93

Perubahan Fungsi Tinggalan Tradisi Megalitik

Di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar

I Wayan Edi Suantara1*, Rochtri Agung Bawono2, Coleta Palupi Titasari3 123Program Studi Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana 1[[email protected]] 2[[email protected]]

3

3[[email protected]]

Corresponding Author

ABSTRACT

Megalithic culture is culture which produces big buildings made of big stone. The megalithic cultural relics are exist in Bedulu Village, Blahbatuh District, Gianyar Regency in form of stone mortar, millstone, menhir, flat stone, natural stone, and sarkofagus. This research was intended to know the function changes of the megalithic cultural relics or heritage in several temples in Bedulu Village, such as: Santrian Temple, Dukuh Santrian Temple, Samuan Tiga Temple, Tegal Penangsaran Temple, Gunung Sari Temple, and the house yard of Gusti Putu Darmi, and also to find out the factors that influence those changes.

This research used several data collection methods, data analysis, and theories to support in answering the research problem. The research method used includes data collection by conducting observation, interview, and literature study. The next step was data processing in which the researcher used qualitative analysis, morphological analysis, comparative analysis, and contextual analysis. The theories used to answer the research problem were social changes theory and structural functional theory.

The results of the function changes analysis of the megalithic tradition’s relics in Bedulu Village especially in several temples indicate that there was a function change in terms of naming and usability. In terms of naming the changes could be seen from the way how to name the Gods and how to name the celestial bodies. In terms of usability could be seen from the function in which the relics used to be fuctioned as a worshiping pleace for ancestors while nowdays the relics are functioned as mediums to worship to the God (Ida Sang Hyang Widhi Wasa). Those changes were caused by some factors such as, religion factor in which people have already known the God, less information factor from relevant instance, and also ideological factor that is people’s mindset or point of view about archeological heritage or relics especially megalithic relics in the Bedulu Village, Blahbatuh Distric, Gianyar Regency.

Keywords : Function changes, megalithic tradition’s relics, changer factors.

  • 1.    Latar Belakang

Budaya merupakan suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang

lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Setiadi dkk, 2007: 27-29). Kebudayaan masa lalu dapat dibagi menjadi dua masa, yaitu masa prasejarah dan masa sejarah. Sisa-sisa tinggalan budaya masa prasejarah dikelompokkan dalam beberapa masa yaitu masa hidup berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana (paleolitik), masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut (mesolitik), masa bercocok tanam (neolitik), dan masa perundagian. Pada masa bercocok tanam atau masa neolitik munculah tradisi budaya tersendiri yang dikenal dengan kebudayaan megalitik atau kebudayaan pemujaan terhadap leluhur (Soejono dkk, 1993: 16-17). Tradisi megalitik tersebar hampir di seluruh Kepulauan Indonesia salah satunya terdapat di Pulau Bali dengan memiliki bentuk megalitik yang beragam seperti lumpang batu, batu datar, batu alam, tahta batu, arca sederhana, dan sarkofagus.

Desa Bedulu juga memiliki beragam tinggalan tradisi megalitik dan sebagian besar masih bersifat sakral dengan tersimpan di kawasan suci/pura yang sering diletakkan berdampingan dengan tinggalan masa klasik Hindu-Budha. Penelitian ini dilakukan berdasarkan adanya keunikan yang terdapat pada tinggalan taradisi megalitik di Desa Bedulu, yaitu adanya fenomena perubahan fungsi terhadap tinggalan tradisi megalitik yang berada di Desa Bedulu.

  • 2.    Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, terdapat beberapa permasalahan yang akan diajukan dalam penelitian ini. Adapun permasalahan yang akan diajukan yaitu sebagai berikut.

  • 1.    Bagaimana perubahan fungsi tinggalan tradisi megalitik di Desa Bedulu?

  • 2.    Faktor apakah yang mempengaruhi perubahan fungsi tinggalan tradisi megalitik di Desa Bedulu?

  • 3.    Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian yaitu merekontruksi sejarah kebudayaan masa lalu dan merekontruksi cara-cara hidup manusia masa lalu. Memberikan informasi kepada masyarakat umum dan sekitarnya bahwa di Desa Bedulu terdapat tinggalan tradisi megalitik. Sedangkan tujuan khusus pada penelitian ini yaitu untuk mendapatkan jawaban dari beberapa permasalahan yaitu sebagai berikut.

  • 1.    mengetahui perubahan fungsi tinggalan tradisi megalitik yang terdapat di Desa Bedulu dan

  • 2.    mengetahui faktor apakah yang mempengaruhi perubahan fungsi tinggalan tradisi megalitik di Desa Bedulu.

  • 4.     Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang berupa data deskriptif. Langkah awal yang dilakukan berupa studi kepustakaan yang bertujuan untuk mengumpulkan data dari hasil penelitian sebelumnya berupa buku, laporan penelitian, artikel, jurnal, dan tesis terkait dengan penelitian yang dilakukan. Tahap pengumpulan data di lapangan dimulai dengan observasi guna mendapatkan data awal dari pengamatan langsung pada objek secara teliti, pencatatan berupa deskripsi objek, dan melakukan pemotretan. Kegiatan selanjutnya berupa wawancara kepada informan seperti masyarakat umum, pemangku, dan arkeolog Desa Bedulu yang mengetahui terkait tinggalan tradisi megalitik. Wawancara yang digunakan merupakan wawancara tidak terstruktur untuk memudahkan peneliti mengembangkan pertanyaan dilapangan sehingga mendapatkan hasil wawancara yang luas dan beragam. Tahap selanjutnya dilakukan tahap pengolahan data dengan menggunakan analisis kualitatif, analisis morfologi, analisis komparatif, dan analisis kontekstual.

  • 5.     Hasil Penelitian

Perubahan fungsi tinggalan tradisi megalitik dalam penelitian ini adalah peralihan kegunaan benda yang telah diwariskan terbuat dari batu baik yang sudah dibentuk maupun tidak dibentuk untuk tujuan-tujuan tertentu, baik untuk kegunaan sehari-hari maupun bersifat religius magis. Tinggalan tradisi megalitik yang terdapat di Desa Bedulu yaitu lumpang batu, batu giling, menhir, batu datar, batu alam, dan sarkofagus. Perubahan yang terjadi pada tinggalan tradisi megalitik tersebut ada dua yaitu dari segi penamaan dan dari segi kegunaan.

  • a.     Perubahan fungsi lumpang batu

Lumpang batu adalah salah satu benda perkakas yang dibuat dari kayu atau sebongkah batu yang berisi satu atau beberapa cekungan pada bagian permukaannya, gunannya untuk menumbuk biji-bijiaan. Lumpang batu yang ditemukan di Desa Bedulu

berjumlah dua buah dan tersimpan di Pura Dukuh Santrian, agar memudahkan di dalam pendeskripsian peneliti memberi nama lumapang batu tersebut sebagai lumpang batu A dan lumpang batu B. lumpang batu A memiliki ukuran panjang 41 cm, lebar 29 cm, tebal 14 cm, diameter cekungan 13 cm, dan kedalaman cekungan 6 cm terbuat dari batu padas dalam keadaan utuh. Sedangkan lumpang batu B berukuran panjang 56,5 cm, lebar 43 cm, tebal 13,5 cm, diameter cekungan 21 cm, dan kedalaman cekungan 5,5 cm. Berdasarkan pengamatan dan penelitian yang mendalam terhadap tinggalan tradisi megalitik berupa lumpang batu di Pura Dukuh Santrian ternyata pada masa kini mengalami perubahan sebagai media pemujaan yang sangat disakralkan untuk memohon kesuburan dan keselamatan.

  • b.     Perubahan fungsi batu giling

Dua buah batu giling ditemukan di Pura Dukuh Santrian. batu giling A berukuran panjang 16,5 cm, lebar 4 cm, tebal 3 cm, dan memiliki diameter lingkaran 4 cm. Sedangkan batu giling B berukuran panjang 13,5 cm dan memiliki diameter lingkaran 4,5 cm. kedua buah batu giling ini terbuat dari batu andesit. Fungsi batu giling pada umumnya sebagai alat untuk menggiling atau melumat ramuan (biji-bijian) atau daging, namun pada masa sekarang fungsi dua buah batu giling di Pura Dukuh Santrian sebagai pratima yang disimpan di pelinggih Gedong Ratu Dukuh yang dipercaya sebagai lingga yoni dan pratima Ratu Dalem untuk memohon keselamatan kepada Tuhan.

  • c.     Perubahan fungsi menhir

Menhir adalah batu tegak yang belum dikerjakan atau sudah dikerjakan dan diletakkan secara sengaja di suatu tempat untuk tujuan memperingati orang yang telah meninggal. Tinggalan tradisi megalitik berupa menhir ditemukan di Desa Bedulu yang masih tersimpan di kawasan suci/pura, satu buah menhir di Pura Dukuh santrian, satu buah menhir di Pura Tegal Penangsaran, dan tujuh buah menhir di Pura Gunung Sari dengan bentuk dan ukuran yang beragam. Perubahan fungsi menhir ditemukan di Pura Dukuh Santrian yaitu sebagai media pemujaan terhadap Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) sebagai perwujudan Bhatara Iastri.

  • d.     Perubahan fungsi batu datar

Batu datar adalah sebuah batu yang sengaja dibentuk atau batu yang memiliki permukaan datar pada salah satu bagian sisinya atau bagian permukaannya. Desa

Bedulu memiliki tinggalan tradisi megalitik berupa 3 buah batu datar yang tedapat di dua lokasi/pura. Satu buah batu datar tersimpan di Pura Santrian dengan bentuk dan ukuran sebagai berikut, tinggi 17 cm, lebar 68 cm, dan tebal 17 cm, salah satu permukaannya memiliki beberapa goresan horizontal dan tidak beraturan. Masyrakat setempat menyebutnya sebagai batu lumbang yang berfungsi untuk meletakkan sesajen atau sarana upacara. Sedangkan dua buah batu datar terdapat di Pura Samuan Tiga dengan masing-masing memiliki ukuran sebagai berikut, batu datar A memiliki panjang 80 cm, lebar 58 cm, dan tebal 15 cm berbentuk polos persegi empat, batu datar B memiliki ukuran panjang 86 cm, lebar 85 cm, dan tebal 12,5 cm berbentuk persegi empat dan pada bagian sisi permukaannya terdapat beberapa goresan yang tidak beraturan. Namun fungsi dua buah batu datar di Pura Samuan Tiga Saat ini yaitu sebagai pelinggih pamiyak kala untuk penyucian diri (mabiyakala), dan berfungsi sebagai pesimpenan sekar.

  • e.    Perubahan fungsi batu alam

Batu alam sering dikaitkan dengan ritus pemujaan megalitik atau pemujaan terhadap ro-roh gaib. Batu alam ditemukan hampir tersebar di wilayah Desa Bedulu dan khususnya ditemukan di kawasan suci/pura dengan bentuk yang tidak beraturan. Peneliti mengelompokkan batu alam di Desa Bedulu dalam 3 ukuran, yaitu berukuran kecil antara 10 cm- 15cm, berukuran sedang antara 16 cm-29 cm, dan berukuran besar antara 30 cm-52 cm. namun beberapa batu alam di Desa Bedulu mengalami perubahan dari segi penamaan kegunaannya. Dua buah batu alam di Pura Dukuh Santrian digunakan sebagai media pemujaan terhadap Ratu Ghana dan Ratu Baruna, batu alam di Pura Samuan Tiga digunakan sebagai media pemujaan terhadap Ratu Pasek, Ratu Pande, dan Ratu Bintang, sedangkan batu alam yang terdapat di Pura Gunung Sari dipercaya sebagai widiadara-widiadari yang diyakini dapat membantu dalam melaksanakan upacara agama/piodalan di pura tersebut.

  • f.    Perubahan fungsi sarkofagus

Tinggalan tradisi megalitik yang sangat penting bagi perkembangan sejarah di Desa Bedulu dan tersimpan di pekarangan rumah warga bernama Gusti Putu Darmi yang berjumlah satu buah dalam keadaan utuh, dan tiga lagi sudah dalam bentuk fragmen dan terbuat dari batu padas. Penelitian yang dilakukan oleh Soejono terkait sarkofagus Bedulu memiliki tiga tipe. Masing-masing tipenya sebagai berikut, tipe A

atau disebut dengan tipe Bali berukuran kecil 80 cm-148 cm, tipe B atau disebut dengan tipe Cacang berukuran sedang 150 cm-170 cm, dan tipe C atau yang sering disebut tipe Manuabe berukuran besar 200 cm-268 cm (Soejono, 2008: 37-38). Hingga saat ini sarkofagus diletakkan pada sebuah bangunan yang dibuat secara sengaja guna untuk melindungi sarkofagus dari kerusakan baik yang disebabkan oleh alam maupun oleh manusia. Secara umum fungsi sarkofagus adalah media atau wadah penguburan. Berdasarkan pengamatan, wawancara dan penelitian yang lebih lanjut ternyata fungsi sarkofagus saat ini di pekarangan rumah Gusti Putu Darmi sebagai benda yang dikeramatkan, dipercaya memberikan keselamatan dan rejeki.

Perubahan fungsi tinggalan tradisi megalitik di Desa Bedulu dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti (a) faktor religi yaitu sebuah keyakinan akan adanya kekuatan sakti, keyakinan terhadap roh (animisme), dan keyakinan terhadap adanya dewa-dewa. Masyarakat Bedulu saat ini menganut agama Hindu, perkembangan agama Hindu umumnya di Bali dan Khususnya di Desa Bedulu dimulai dari abad ke 8 dengan bukti sejarahnya berupa tinggalan arkeologi seperti arca Siwa Catur Bhuja (Siwa Mahadewa) di Pura Putra Betara Desa dan beberapa temuan lainnya berupa prasasti serta materai tanah liat (Kempers dalam Sutaba dkk, 2007:167-168). Masyarakat Bedulu memperlakukan tinggalan tradisi megalitik sama seperti tinggalan arkeologi pada masa Hindu-Budha seperti menempatkan di kawasan suci/pura, memasangkan kain pada tinggalan megalitik, memberikan nama-nama lokal, dan sebagai media menghubungkan diri kepada Tuha (Ida Sang Hyang Widhi Wasa), (b) faktor kurang adanya informasi dari instansi terkait dalam artian minimnya sebuah sosialisasi oleh instansi yang berkaitan dengan ilmu arkeologi. Sosialisasi yang dimakasud adalah sebuah kegiatan yang khusus memperkenalkan sebuah tinggalan arkeologi baik itu bentuk, fungsi maupun yang lainnya dari berbagai masa kepada masyarakat Desa Bedulu, agar nantinya masyarakat Desa Bedulu mengetahui secara jelas terkait tinggalan arkeologi yang terdapat di sekitar lingkungannya dan tentunya akan memberikan pengetahuan lebih di bidang arkeologi, serta (c) faktor ideologi yaitu pandangan masyarakat setempat yang menganggap bahwa semua benda kuno yang tersimpan di pura maupun rumah warga harus disucikan dan disakralkan karena dipercaya memiliki kekuatan magis dan memberi keselamatan.

  • 6.    Simpulan

Bentuk tinggalan tradisi megalitik di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar sangat beragam seperti lumpang batu, batu giling, menhir, batu datar, batu alam, dan sarkofagus. Tinggalan tradisi megalitik di Desa Bedulu semuanya tersimpan di kawasan suci/pura dan pekarangan warga seperti di Pura Santrian, Pura Dukuh Santrian, Pura Samuan Tiga, Pura Tegal Penangsaran, Pura Gunung Sari, serta di pekarangan rumah warga Gusti Putu Darmi. Fungsi tinggalan tradisi megalitik di Desa Bedulu sebagai media pemujaan yang sangat disakralkan dan bersiafat religius. Namun beberapa tinggalan tradisi megalitik di Desa Bedulu telah mengalami perubahan baik dari segi penamaan maupun kegunaannya. Perubahan seperti penamaan bisa dilihat dari tinggalan di Pura Dukuh Santrian berupa menhir disebut sebagai Bhatara Istri, dua buah batu alam disebut sebagai Ratu Dalem dan Ratu Baruna, di Pura Samuan Tiga dua buah batu datar disebut sebagai Pelinggih Pamiak Kala dan Pasimpenan Sekar, tiga kelompok batu alam disebut sebagai Ratu Pasek, Ratu Pande, dan Ratu Bintang, di Pura Gunung Sari batu alam disebut sebagai widiadara-widiadari dan menhir di sebut Ratu Bintang. Bentuk perubahan seperti kegunaan dapat dilihat dari lumpang batu yang tidak difungsikan lagi sebagai media untuk menumbuk biji-bijian melainkan difungsikan sebagai media pemujaan, dua buah batu datar di Pura Samuan Tiga difungsikan sebagai media penyucian diri/mabiakala, tempat untuk memulai sebuah tradisi siat sampian/nampyog dan sebagai media menaruh sisa-sisa upacara seperti bunga. Sebagaian besar tinggalan tradisi megalitik di Desa Bedulu berfungsi untuk media pemujaan kepada dewa-dewa Hindu dan Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa).

Perubahan fungsi tinggalan tradisi megalitik di Desa Bedulu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (a) faktor religi untuk memuja kebesaran Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa), (b) faktor kurang adanya informasi dari instansi terkait, serta (c) faktor ideologi yaitu pandangan masyarakat setempat yang menganggap bahwa semua benda kuno yang tersimpan di pura maupun rumah warga harus disucikan dan disakralkan karena dipercaya memiliki kekuatan magis dan memberi keselamatan.

  • 7.    Daftar Pustaka

Setiadi, Elly M, H. Kama A. Hakam, dan Ridwan Effendi. 2007. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Bandung: Kencana Prenada Media Group.

Soejono, R. P. 2008. Sistem-sistem Penguburan Pada Akhir Masa Prasejarah di Bali. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional.

Soejono, R.P., D.D. Bintarti, Hendari Sofian, I Made Sutaba, T. Jacob, S. Sartono, dan Teguh Asmar, 1993. “Jaman Prasejarah di Indonesia”, Sejarah Nasional Indonesia I. ed. Ke-4 (Eds. Marwati Djoned Pusponegoro, Nugroho Notosusanto), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka.

Sutaba, I Made, Anak Agung Gede Oka Astawa, Anak Agung Bagus Wirawan. 2007. Sejarah Gianyar Dari Jaman Prasejarah Sampai Masa Baru-Modern, Pemerintah Kabupaten Gianyar Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah.

93