PERILAKU BERBAHASA AHOK: KAJIAN TINDAK TUTUR
on
ISSN: 2302-920X
Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud
Vol 16.2 Agustus 2016: 262-269
PERILAKU BERBAHASA AHOK: KAJIAN TINDAK TUTUR
Tityn Asmitasari Siregar1*, I Wayan Simpen2, I Nengah Sukartha3 [123]Program Studi Sastra Indonesia Fakulas Sastra dan Budaya Universitas Udayana 1[[email protected]] 2[Wynnsimpen8gmail.com] 3[[email protected]]
*
Corresponding Author
Abstract
Thesis entitled ”Perilaku Berbahasa Ahok: Kajian Tindak Tutur” is back grounded by the using of language by Ahok which succeed stole the society interest even the experts of politic communication also involved in analyzing the using of language by Ahok especially in APBD DKI Jakarta problem. The research problems of this research are the type of speech act used by Ahok and speech act of Ahok related with surface concept. The aim of this research is to know types of speech act and surface concept used by Ahok in communication.
The theories used to analyze the data are theory kinds of speech act and theory about surface concept. The research method used by the writer is descriptive qualitative method. In the collecting the data step the writer used observe method which helped by note taking technique and sorting process. The analyzing of data used descriptive method. The presentation of the result of analyzing data used formal and informal method.
The speech act research of Ahok in YouTube described types of speech act used by Ahok, It is illocutionary speech act, which consist of 27 assertive speech acts, 19 directive speech acts, 6 expressive speech acts, 5 commisive speech acts, and 23 declarative speech acts. Based on the data it can be said that Ahok used assertive speech act more than commisive speech acts. The speech act of Ahok which Broke and thread the surface of speech partner, it threads positive surface of opponent speech and thread negative face of opponent speech. Based on the analyzed data, thus Ahok more often threads negative surface of speech partner.
Key words: Speech acts, types of speech acts, and surface concept
Bermula dari bahasa yang digunakan Ahok saat terjadinya perselisihan dengan DPRD mengenai APBD DKI Jakarta, akhirnya Ahok semakin sering muncul di televisi dan menjadi pusat perhatian masyarakat umum hanya karena penggunaan bahasa Ahok yang dianggap tidak sopan dan tidak layak diucapkan oleh seorang pemimpin. Dampak penggunaan bahasa tersebut adalah (1) permasalahan semakin luas dan sulit diselesaikan, (2) tindak berbahasa Ahok menyebabkan tim angket memanggil pakar
komunikasi politik pada 26 Maret 2015 untuk membantu menyelesaikan permasalahan tersebut, (3) banyaknya masyarakat yang memaksa Ahok untuk minta maaf secara langsung kepada masyarakat terkait dengan bahasa yang digunakan khususnya “bahasa toilet” yang digunakan saat berdebat dengan DPRD. Beberapa pengamat politik beranggapan bahwa konflik Ahok dengan DPRD tidak rumit. Kesalahannya terletak dalam penggunaan bahasa Ahok yang tidak pantas diucapkan oleh seorang politisi yang mengakibatkan kekecewaan atau ketersinggungan mitra tuturnya. Di pihak lain, pakar komunikasi berargumentasi bahwa hal yang paling ditakutkan adalah perilaku bahasa anak-anak Indonesia yang nantinya akan dipengaruhi oleh perilaku bahasa Ahok atau mereka akan menggunakan bahasa tersebut.
Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) jenis tindak tutur yang digunakan Ahok saat pembahasan APBD DKI Jakara dengan DPRD dan (2) perilaku berbahasa Ahok dikaitkan dengan konsep muka.
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan gambaran umum tentang kesantunan berbahasa politisi. Tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah memahami jenis-jenis tindak tutur yang digunakan Ahok saat mengutarakan gagasannya dan mengetahui tindak tutur Ahok yang dikaitkan dengan konsep muka.
Metode dan teknik yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga, yaitu metode dan teknik pengumpulan data, metode dan teknik analisis data, dan metode dan teknik penyajian hasil analisis data. Pengumpulan data menggunakan metode simak yang dilengkapi dengan teknik pencatatan dan pemilahan. Metode analisis data yang digunakan adalah metode deskriptif, sedangkan metode penyajian hasil analisis data yang digunakan adalah metode formal dan informal.
Jenis tindak tutur yang digunakan Ahok saat berkomunikasi, khususnya perilaku berbahasa Ahok yang ada di youtube dengan topik pembahasan APBD dengan DPRD DKI Jakarta difokuskan pada tindak tutur ilokusi. Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang dimaksudkan untuk melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu. Tindak tutur ini dapat dikatakan sebagai the act of doing something. Tindak tutur ilokusi terdiri atas lima macam tuturan yaitu (1) asertif, yaitu bentuk tutur yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi yang diungkapkan ; (2) direktif, yaitu bentuk tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk membuat pengaruh agar si mitra tutur melakukan tindakan; (3) ekspresif, yaitu bentuk tutur yang berfungsi untuk menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan; (4) komisif, yaitu bentuk tutur yang berfungsi untuk menyatakan janji atau penawaran; dan (5) deklarasi, yaitu bentuk tuturan yang menghubungkan isi tutur dengan kenyataan
Tuturan: Sayangnya anggota DPRD itu mengira ga ada gubernur yang berani, berani melawan seluruh parpol, berani seluruh Indonesia, saya siap.
Tuturan di atas termasuk tindak tutur ilokusi asertif. Dikatakan demikian karena pada tuturan di atas Ahok (penutur) terikat atas kebenaran apa yang telah dituturkannya sehingga dia harus bertanggung jawab atas tuturan tersebut, yaitu jika seluruh parpol dan seluruh Indonesia melakukan perlawanan terhadap seluruh kebijakan yang dibuat oleh penutur maka penutur harus siap untuk menghadapi mitra tutur (DPRD) tersebut. di samping itu, tuturan di atas juga termasuk tuturan yang mengandung makna menyatakan (stating) pendapat penutur tentang mitra tutur atau penilaian penutur terhadap mitra tutur dengan bukti tuturan “DPRD itu mengira ga ada gubernur yang berani, berani melawan seluruh parpol, berani melawan seluruh Indonesia, saya siap”. Tuturan tersebut mengandung maksud bahwa mitra tutur beranggapan bahwa tidak mungkin seorang gubernur (penutur) berani ribut melawan orang yang sama-sama memiliki jabatan penting di DKI Jakarta.
Tuturan: Bagi saya untuk warga tentu kita untuk himbau perlakuan yang tertib ya, jangan buang sampah, jangan motong arah-arah lalu lintas, itu kan jelas.
Tuturan di atas merupakan salah satu jenis tuturan direktif karena dalam tuturan tersebut penutur memerintah atau meminta mitra tutur (warga DKI Jakarta) melakukan sesuatu atau tuturan di atas memiliki makna menasihati (advising) mitra tutur untuk melakukan sesuai dengan diinginkan penutur dengan bukti tuturan “Bagi saya untuk warga tentu kita untuk himbau perlakuan yang tertib ya, jangan buang sampah, jangan motong arah-arah lalu lintas”. Selain itu dengan tuturan tersebut penutur berharap mitra tutur melakukan hal tersebut sehingga tujuan penutur akan tercapai. Berdasarkan segi konteks, tuturan tersebut merupakan sebuah perintah karena penutur memiliki wewenang untuk menasihati atau memerintah mitra tutur. Status penutur lebih tinggi daripada mitra tutur dan tuturan tersebut tidak mengandung unsur paksaan untuk mitra tutur karena tidak ada yang dirugikan dari tuturan tersebut.
Tuturan: Boleh ga DPRD ikut campur? Ya ga boleh, dia cuma mengawasin yang masuk akal dan tidak masuk akal, itu urusan kita. Dia tugasnya ngawasin kita.
Tuturan di atas merupakan tuturan ekspresif karena dalam tuturan tersebut penutur mengekspresikan sikap psikologisnya terhadap mitra tutur melalui tuturan yang mengandung makna menyalahkan (blaming) mitra tutur. Bukti tuturan “Boleh ga DPRD ikut campur? Ya ga boleh, dia cuma mengawasin”. Saat bertutur penutur mengekspresikan dirinya dengan tertawa yang menggambarkan bahwa yang diutarakan adalah hal yang benar dan dalam tuturannya penutur mempertahankan kedudukan dan citra diri penutur.. Tuturan di atas menyatakan keadaan mitra tutur bahwa DPRD tidak boleh ikut campur dalam membuat APBD, tugas dari DPRD hanya sebagai pengawas. Penutur menyalahkan keikutsertaan mitra tutur dalam pembuatan APBD. Dengan adanya tuturan tersebut, maka kedudukan penutur jelas lebih tinggi daripada kedudukan mitra tutur. Berdasarkan konteks, penutur dan mitra tutur sama-sama memiliki
kedudukan yang sama penting maka tuturan tersebut merupakan sebuah ancaman untuk mitra tutur.
Tuturan: Dengan senang dan bangga saya untuk mati untuk ini kalau memang saya ditakdirkan untuk mati martil untuk urusan ini. Mungkin punya jiwa punya roh untuk mati martil, senang saya.
Dalam tuturan di atas penutur akan melakukan sesuatu untuk mitra tutur melalui tuturan yang bersifat sebuah janji (promising). Penutur menyatakan janji dengan bukti tuturan “Dengan senang dan bangga saya untuk mati untuk ini kalau memang saya ditakdirkan untuk mati martil untuk urusan ini”. Secara tersirat penutur rela mati martil hanya untuk urusan atau masalah APBD DKI Jakarta jika memang terbukti penutur yang bersalah. Dalam mempertahankan harga diri dan kedudukan penutur bertutur dengan mempertaruhkan nyawanya. Berdasarkan konteks tuturan, maka tuturan tersebut merupakan sebuah janji penutur untuk mitra tutur dan pihak ketiga (masyarakat DKI Jakarta) karena penutur memiliki jabatan atau status tertinggi dibandingkan dengan mitra tutur.
E. Tindak Tutur Deklarasi
Tuturan: Ga heran, dinas pendidikan itu paling goblok. Anggaran begitu besar, kita bayangin lagi duit begitu banyak. di Jakarta itu sekolah 46% hancur. Apa ga goblok?
Tuturan di atas merupakan salah satu jenis data tindak tutur deklarasi karena dalam tuturan tersebut penutur menghubungkan kenyataan yang sebenarnya melalui tuturan yang memiliki maksud mengucilkan (excommunicating) mitra tutur (Dinas pendidikan) dengan bukti tuturan “Ga heran, dinas pendidikan itu paling goblok. Anggaran begitu besar, kita bayangin lagi duit begitu banyak . dijakarta itu sekolah 46% hancur.” Dalam mempertahankan kedudukannya penutur langsung menyebutkan merek atau nama (dinas pendidikan) yang dituju, ini adalah salah satu bukti bahwa tuturan tersebut merupakan tuturan yang mengucilkan. Dalam tuturan tersebut penutur tidak mempertahankan citra diri dan kedudukan dari mitra tutur. Selain itu penutur juga
tidak berusaha dalam mengikuti kaidah kesantuan dalam berbicara melalui pilihan kata yang digunakan saat bertutur. Tuturan seperti di atas jika didengarkan oleh anak-anak di Indonesia maka sangat dikhawatirkan akan dicontoh dan digunakan saat berkomunikasi. Inilah salah satu bentuk kekhawatiran orangtua di Indonesia.
-
2) Hubungan Tindak Tutur Ahok dengan Konsep Muka
A) Perilaku Berbahasa Ahok yang Melanggar Muka Negatif
Tuturan: Saya ingin BUMN bersihkan semua, pak! Bapak cari siapa pun yang pernah terlibat dipengalihan barang itu, distaffkan.
Tuturan di atas merupakan salah satu tuturan Ahok saat memimpin rapat dengan tim kerjanya. Tuturan tersebut dikategorikan dalam tuturan perintah karena dalam tuturan tersebut terkandung makna memerintah lawan tutur. Artinya, penutur menginginkan mitra tutur melakukan sesuatu untuk mitra tutur dengan bukti tuturan “Saya ingin BUMN bersihkan semua, pak! Bapak cari siapa pun yang pernah terlibat” Selain dapat dilihat dari bentuk tuturannya dapat juga dilihat dari ekspresi muka penutur dengan mempermainkan kedua tangannya saat menyatakan tuturan “Saya ingin BUMN bersihkan semua, pak”.
Tuturan: Di Jakarta itu sekolah 46% hancur. Apa ga goblok? Ini Jakarta puluhan tahun, masa di Jakara ibu kota, di Belitung Timur di Kabupaten saya aja ga ada sekolah yang jelek gitu loh, hehehe. Lucu Jakarta.
Tuturan tersebut melanggar muka positif karena dalam tuturan tersebut penutur tidak menyenangkan hati mitra tutur atau tidak menjaga muka lawan tutur dan usaha penutur supaya tuturannya diterima adalah dengan mengkritik tuturan yang dituturkan mitra tutur. Dalam hal ini penutur (Ahok) mengkritik sekolah yang ada di Jakarta ibu kota negara Indonesia yang memiliki bangunan yang 46% masih hancur dan Ahok (penutur) membandingkan Jakarta dengan Bangka Belitung. Daerah tersebut adalah tempat asal penutur. Penutur menganggap lebih baik bangunan sekolah di Bangka Belitung daripada Jakarta. Ekspresi penutur saat bertutur adalah tertawa sinis yang memiliki arti memandang remeh keadaan tersebut. Hal ini sungguh tidak layak
diucapkan seorang pemimpin. Bukti tuturan tersebut adalah sebagai berikut “Ini Jakarta puluhan tahun, masa di Jakara ibu kota, di Belitung Timur di kabupaten saya aja ga ada sekolah yang jelek gitu loh, hehehe”. Dalam tuturan tersebut penutur tidak menghormati dan tidak berusaha menggunakan tuturan untuk tetap menjaga muka lawan tutur.
Berdasarkan hasil analisis data yang telah terkumpul dapat disimpulkan bahwa Ahok menggunakan jenis tindak tutur (1) asertif, (2) direktif, (3) ekspresif, (4) komisif, (5) deklarasi. Berdasarkan data yang telah terkumpul ditemukan tindak tutur asertif sebanyak 27 tuturan, direktif sebanyak 19 tuturan, ekspresif enam tuturan, komisif lima tuturan, dan deklarasi 23 tuturan. Berdasarkan data tersebut dapat dinyatakan bahwa Ahok lebih banyak menggunakan tindak tutur asertif yaitu bentuk tutur yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi yang diungkapkan, misalnya menyatakan, menyarankan, mengeluh, mengklaim, dan membual.di pihak lain jenis tindak tutur yang paling sedikit digunakan Ahok adalah jenis tindak tutur komisif yaitu bentuk tutur yang berfungsi untuk menyatakan janji atau penawaran. Perilaku berbahasa Ahok melanggar atau mengancam muka mitra tutur, yaitu mengancam muka positif lawan tutur dan mengancam muka negatif lawan tutur. Berdasarkan data yang terkumpul Ahok mengancam muka positif mitra tutur sebanyak 12 tuturan, sedangkan yang mengancam muka negatif sebanyak 17 tuturan. Simpulan bahwa Ahok lebih sering melanggar atau mengancam muka negatif mitra tutur. Tindak tutur yang mengancam muka negatif adalah keinginan penutur agar tuturannya dapat diterima dan disenangi oleh mitra tutur.
Dalman. 2012. Menulis Karya Ilmiah. Cetakan pertama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-Prinsip Pragmatik (Terjemahan M.D.D Oka dan Setyadi Setyapranata). Cetakan pertama. Jakarta: UI Press.
Mahsun. 2014. Metode Penelitian Bahasa. Cetakan kedelapan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Nadar, F.X. 2009. Pragmatik & Penelitian Pragmatik. Cetakan pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rahardi, Kunjana. 2005. Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Cetakan pertama, Yogyakarta: Erlangga.
Sasmita, Clara Ayu. 2015. “Tindak Tutur dalam Iklan Layanan Masyarakat di Kabupaten Banyuwangi”. Skripsi sarjana, Program Studi Sastra Indonesia Universitas Udayana, Bali.
Www. Youtube.com. Diakses 19 Juli 2015.
269
Discussion and feedback