Strategi dan Pergeseran Makna Penerjemahan Istilah Religi dalam Komik Kamisama Hajimemashita Volume 1-7 Karya Suzuki Julietta
on
ISSN: 2302-920X
Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud
Vol 17.1 Oktober 2016: 274 - 281
Strategi dan Pergeseran Makna Penerjemahan Istilah Religi dalam Komik Kamisama Hajimemashita Volume 1-7 Karya Suzuki Julietta
Rosmala Dewi1*, I Gede Oeinada2, I Made Budiana3
123
123Program Studi Sastra Jepang Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana 1[[email protected]] 2[[email protected]] 3[[email protected]]
Corresponding Author
Abstract
Religious aspect is very important to human life. In translating religious terms, the translator must know the meaning of the text to prevent meaning shift. The title of this study is Translation Strategy and Meaning Shift of Religious Terms in Kamisama Hajimemashita Comic Volume 1-7 by Suzuki Julietta. The theories used for analyzing are classification of basic religious elements by Durkheim in Koentjaraningrat (2005), translation strategies by Baker (1992) and componential analysis by Bell (1993). There are six translation strategies that are used to translate religious terms. The selection of translation strategies can caused meaning shift.
Key words: translation strategies, meaning shift, religious terms.
Aspek religi sangatlah penting bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, untuk menerjemahkan istilah yang berhubungan dengan hal-hal religi, penerjemah harus mengetahui makna pesan secara mendalam agar tidak terjadi pergeseran penerjemahan. Pemilihan strategi penerjemahan yang tepat dapat meminimalisir terjadinya pergeseran makna.
Masalah yang dibahas dalam penelitian ini yakni sebagai berikut:
-
1. Bagaimanakah strategi penerjemahan yang digunakan untuk menerjemahkan istilah religi dalam komik Kamisama Hajimemashita volume 1-7?
-
2. Bagaimanakah pergeseran makna istilah religi yang terdapat dalam komik Kamisama Hajimemashita volume 1-7?
-
3. Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dalam bidang penerjemahan, terutama mengenai penerjemahan istilah religi. Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi dan pergeseran makna istilah religi yang terkandung dalam komik Kamisama Hajimemashita volume 1-7 karya Suzuki Julietta.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode simak dan teknik catat (Sudaryanto, 1993:135). Pada tahap analisis data digunakan metode deskriptif kualitatif (Djajasudarma, 2010:16). Pada tahap penyajian hasil analisis digunakan metode formal dan informal (Sudaryanto, 1993:145). Selain itu, teori yang digunakan untuk memecahkan masalah adalah teori strategi penerjemahan oleh Baker (1992), pengklasifikasian unsur dasar religi oleh Durkheim (dalam Koentjaraningrat, 2005), dan komponen makna oleh Bell (1993).
Terdapat 43 data istilah religi yang terdapat dalam bahasa sumber, dan 45 data istilah religi yang terdapat dalam bahasa sasaran. Perbedaan jumlah data tersebut dikarenakan terdapat satu data dalam teks sumber yang memiliki tiga variasi terjemahan.
Strategi penerjemahan dengan menggunakan kata yang lebih umum dilakukan dengan cara mencari istilah dalam bahasa sasaran yang cakupannya lebih luas dibandingkan dengan istilah dalam bahasa sumber yang memiliki cakupan lebih khusus. Berikut data yang menggunakan strategi penerjemahan dengan kata yang lebih umum.
-
(1) TSu: 土地神 (Tochigami)
TSa: Dewa
Tochigami merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan dewa tanah dalam kepercayaan Shinto di Jepang. Jika dibandingkan dengan terjemahan dalam bahasa sasarannya, istilah tochigami memiliki arti yang lebih spesifik, yakni ‘dewa
tanah’. Namun dalam komik Kamisama Hajimemashita diterjemahkan menjadi istilah ‘dewa’ yang tergolong dalam istilah yang lebih umum. Terjadi pergeseran makna dalam proses penerjemahan istilah tochigami. Hal tersebut dapat diketahui dari analisis komponen makna pada tabel 1.
Tabel 1: Analisis Komponen Makna Tochigami dan Dewa
No |
Komponen Makna |
土地神 |
Dewa |
1 |
Dewa penguasa tanah |
+ |
± |
2 |
Melindungi area tertentu |
+ |
± |
3 |
Memiliki kuil di sudut atau perbatasan lapangan |
+ |
± |
4 |
Merupakan roh dari pendiri desa atau yang membuka lahan di suatu area |
+ |
- |
Komponen yang menjadi pembeda dalam istilah tochigami dan ‘dewa’ yakni “roh dari pendiri desa atau yang membuka lahan di suatu area”. Istilah ‘dewa’ dalam budaya Indonesia mengacu pada konsep yang lebih umum, yaitu makhluk yang memiliki kekuatan tertentu dan bertugas untuk melindungi manusia (Dhammananda, 2007:443444). Berbeda dengan konsep tochigami yang cakupan maknanya lebih khusus yaitu dewa yang melindungi masyarakat di area-area tertentu saja. Oleh karena itu, penerjemahan istilah tochigami menjadi ‘dewa’ mengalami pergeseran makna.
Strategi ini dilakukan dengan cara memadankan istilah dalam dalam bahasa sumber ke bahasa sasaran dengan proporsi makna yang berbeda, namun memiliki dampak yang mirip. Berikut data yang menggunakan strategi ini.
-
(2) TSu: 参拝者 (Sanpaisha)
TSa: Peziarah
Istilah ‘peziarah’ dalam bahasa sasaran mengacu pada orang yang berkunjung ke tempat keramat seperti makam, dan lainnya (Alwi dkk, 2005:1136). Sedangkan istilah sanpaisha merujuk kepada orang yang berkunjung ke kuil Shinto dan Buddha (Umesao, 1995:893). Sanpaisha tidak memiliki padanan langsung dalam bahasa sasaran. Untuk
memudahkan pembaca memahami istilah tersebut, penerjemah mencari padanan katanya dalam bahasa Indonesia yang merupakan istilah khas dalam budaya Indonesia. Tidak terjadi pergeseran makna dalam menerjemahkan istilah sanpaisha menjadi ‘peziarah’. Hal tersebut dapat diketahui dari analisis komponen makna pada tabel 2.
Tabel 2: Analisis Komponen Makna Sanpaisha dan Jalan Peziarah
No |
Komponen Makna |
参拝者 |
Peziarah |
1 |
Manusia |
+ |
+ |
2 |
Pergi berkunjung |
+ |
+ |
3 |
Tempat tujuannya adalah kuil |
+ |
± |
4 |
Bertujuan untuk sembahyang |
+ |
+ |
Hampir seluruh komponen makna yang dimiliki oleh istilah sanpaisha dimiliki juga oleh terjemahannya yaitu ‘peziarah’. Komponen makna “tempat tujuannya adalah kuil” pada istilah ‘peziarah’ ditandai dengan tanda plus minus (±) karena dalam budaya bahasa sasaran, tempat tujuan seseorang yang pergi berziarah belum tentu sebuah kuil, bisa saja tempat-tempat keramat seperti makam, dan sebagainya.
Strategi ini sangat umum digunakan khususnya jika berkaitan dengan item kultural yang spesifik. Berikut merupakan data yang menggunakan strategi ini.
-
(3) TSu: 神楽 (Kagura)
TSa: Kagura
Kagura merupakan jenis tarian yang ditarikan oleh seorang miko (gadis suci). Tujuan ditarikannya tarian kagura adalah untuk menghibur, menenangkan dan memohon kebaikan dari dewa kuil (Bocking, 1997:92-93). Tarian kagura ada sejak zaman dahulu, dan hingga saat ini masih tetap dilakukan di kuil Shinto (Roberts, 2010:65). Istilah kagura tidak memiliki padanan yang tepat dalam bahasa sasaran (Indonesia). Oleh karena itu, penerjemah memilih menggunakan strategi penerjemahan dengan menggunakan kata pinjaman (loan words).
Strategi ini cenderung digunakan ketika istilah dalam bahasa sumber mempunyai padanan dalam bahasa sasaran, namun terdapat perbedaan bentuk. Berikut merupakan data yang menggunakan strategi ini.
-
(4) TSu: 鳥居 (Torii)
TSa: Gerbang Kuil
Torii dan ‘gerbang kuil’ memiliki makna yang sama. Kedua istilah tersebut merujuk pada gerbang yang terletak di depan kuil dan juga tempat-tempat yang dianggap sakral bagi kepercayaan Shinto (Roberts, 2010:117). Untuk memudahkan pemahaman pembaca, penerjemah memparafrasekan istilah torii menjadi ‘gerbang kuil’. Terjadi pergeseran makna dalam proses penerjemahan istilah torii. Hal tersebut dapat diketahui dari analisis komponen makna pada tabel 3.
Tabel 3: Analisis Komponen Makna Torii dan Gerbang Kuil
No |
Komponen Makna |
鳥居 |
Gerbang Kuil |
1 |
Gerbang |
+ |
+ |
2 |
Digunakan sebagai pintu masuk |
+ |
+ |
3 |
Dibangun untuk menandai daerah kuil |
+ |
+ |
4 |
Dibangun pada tempat yang dianggap sakral seperti gunung dan danau |
+ |
- |
Komponen makna yang menjadi pembeda kedua istilah tersebut yaitu “dibangun pada tempat yang dianggap sakral seperti gunung dan danau”. Komponen tersebut ditandai dengan tanda minus (-) pada istilah ‘gerbang kuil’ karena istilah tersebut secara semantis merupakan gerbang pintu masuk yang terletak di kuil, tidak dibangun di tempat lain selain kuil. Oleh karena itu, dalam proses menerjemahkan istilah torii menjadi gerbang kuil terjadi pergeseran makna.
Jika istilah yang digunakan dalam bahasa sumber tidak dapat dipadankan dengan cara memparafrasekan dengan kata yang berhubungan, cara lain yang dapat digunakan adalah dengan memparafrasekan dengan menggunakan kata yang tidak berhubungan. Berikut merupakan data yang menggunakan strategi ini.
-
(5) TSu: 拝み屋さん (Ogamiyasan)
TSa: Pengusir Setan
Ogamiyasan merujuk pada orang yang mempunyai kekuatan spiritual yang digunakan untuk menyembuhkan seseorang (Bocking, 1997:102). Dalam bahasa sasaran, istilah ogamiyasan diterjemahkan menjadi ‘pengusir setan’ dengan menggunakan strategi penggunaan parafrase kata yang tidak berkaitan. Terjadi pergeran makna dalam menerjemahkan istilah ogamiyasan menjadi ‘pengusir setan’. Hal tersebut dapat diketahui melalui analisis komponen makna pada tabel 4.
Tabel 4: Analisis Komponen Makna Ogamiyasan dan Pengusir Setan
No |
Komponen Makna |
拝み屋さん |
Pengusir Setan |
1 |
Bertugas sebagai penyembuh |
+ |
- |
2 |
Dilakukan secara spiritual |
+ |
± |
3 |
Metodenya bergantung pada kepercayaan terhadap dewa |
+ |
± |
Komponen makna “bertugas sebagai penyembuh” ditandai dengan tanda minus (-) yang berarti komponen tersebut tidak dimiliki oleh ‘pengusir setan’. Terdapat perbedaan konsep antara ogamiyasan dalam bahasa sumber dan juga ‘pengusir setan’ dalam bahasa sasaran. Istilah ogamiyasan merujuk pada orang yang memiliki kekuatan spritual untuk dapat menyembuhkan seseorang. Sedangkan istilah ‘pengusir setan’ merujuk pada orang yang dapat mengusir makhluk jahat (Alwi dkk, 2005:1113). Oleh karena itu penerjemahan istilah ogamiyasan menjadi ‘pengusir setan’ mengalami pergeseran makna.
Penggunaan strategi penerjemahan dengan melesapkan kata dapat digunakan ketika istilah dalam bahasa sumber tidak terlalu penting, dan tidak mengurangi isi pesan penting yang ingin disampaikan. Berikut ini merupakan data yang menggunakan strategi penerjemahan dengan melesapkan kata.
(6) |
TSu: ここ |
は |
社 |
の |
本殿 |
奈々生さま |
の |
Koko |
wa |
yashiro |
no |
honden |
Nanami-sama |
no | |
Di sini |
SUB |
kuil |
GEN |
kuil utama |
Nanami |
GEN |
お部屋 です。 oheya desu. kamar KOP
TSa: Ini di kuil utama, kamar nona Nanami.
Dalam teks sumber terdapat istilah yashiro, namun dalam terjemahan teks sasarannya istilah tersebut dihilangkan. Dalam bahasa sumber, yashiro berarti ‘kuil shinto’. Dalam konteks kalimat teks sumber, kata honden sudah merujuk pada istilah kuil itu sendiri. Menurut Umesao (1995), honden merupakan kuil utama tempat dewa bersemayam. Yashiro dan honden sama-sama merujuk pada istilah ‘kuil’. Hanya saja honden memiliki arti yang lebih khusus, yaitu kuil utama. Oleh karena itu, agar tidak terjadi penerjemahan ganda istilah yashiro dalam teks sasaran dilesapkan.
Ditemukan enam strategi penerjemahan yang digunakan untuk menerjemahkan istilah religi dalam komik Kamisama Hajimemashita volume 1-7. Strategi yang paling banyak digunakan adalah menerjemahkan dengan menggunakan parafrase kata yang berhubungan, sedangkan strategi yang paling sedikit digunakan adalah menerjemahkan dengan menggunakan parafrase kata yang tidak berhubungan dan menerjemahkan dengan melesapkan kata. Pemilihan strategi penerjemahan yang dilakukan oleh penerjemah dapat menyebabkan terjadinya pergeseran makna.
Alwi, Hasan dkk. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Baker, Mona. 1992. In Other Words: A Coursebook on Translation. New York: Routledge.
Bell, Roger T. 1993. Translation and Translating: Theory and Practice. New York: Longman.
Bocking, Brian. 1997. A Popular Dictionary of Shinto. London: Routledge.
Dhammananda, Sri. 2007. Keyakinan Umat Buddha. Jakarta: Karaniya.
Djajasudarma, Fatimah. 2010. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan
Kajian. Jakarta: Refika Aditama
Julietta, Suzuki. 2008. Kamisama Hajimemashita Daiikkan-Dainanakan. Tokyo: Hakusensha.
Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antropologi II: Pokok-pokok Etnografi. Jakarta: Rineka Cipta.
Roberts, Jeremy. 2010. Japanese Mythology A to Z. New York: Chelsea House.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisa Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Umesao, Tadao. 1995. Nihongo Daijiten. Tokyo: Kodansha.
281
Discussion and feedback