Teknik Dan Metode Penerjemahan Kata-Kata Bijak (Meigen No Kotoba) Dalam Komik Naruto Volume 41-60 Karya Masashi Kishimoto
on
ISSN: 2302-920X
Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud
Vol 17.1 Oktober 2016: 241 - 248
Teknik Dan Metode Penerjemahan Kata-Kata Bijak (Meigen No Kotoba) Dalam Komik Naruto Volume 41-60 Karya Masashi Kishimoto
Putu Sarhita Cindra Pratama1*, Maria Gorethy Nie Nie2, I Gede Oeinada3 123Program Studi Sastra Jepang Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana 1[sarhitacindra@gmail.com] 2[gorethy_jp@yahoo.co.id] 3[gede_oeinada@yahoo.com] *Corresponding Author
Abstract
The title of this thesis is “Translation Technique and Method of Wisdom Words (Meigen no Kotoba) in Manga Naruto Volume 41-60 by Masashi Kishimoto”. This study aims to analyze the translation technique and method that is used to translating wisdom words in manga Naruto. The theories used for analyzing are translation technique by Molina and Albir (2002) and translation method by Newmark (1998). The results of this research shows that from 63 data, there are eight technique applied, namely 32 data of literal translation, 10 data of established equivalent, 6 data of discursive creation, 5 data of amplification, 3 data of borrowing, 3 data of substitution, 3 data of reduction, 1 data of generalization. The translation method is source language oriented method.
Key words : wisdom, technique, translation
Dilihat dari sudut media yang digunakan penerjemahan terbagi menjadi dua jenis, yaitu penerjemahan tulis dan penerjemahan lisan (Tjandra,2005:1). Dalam hal penerjemahan tulis cukup banyak diadopsi karya sastra tulis Jepang, seperti Manga yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan Komik Jepang. Dalam komik atau manga biasanya sering dijumpai kata-kata yang memberikan inspirasi dan nasehat-nasehat kehidupan seperti kata-kata bijak (Meigen no Kotoba).
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, mengenai teknik dan metode penerjemahan yang diterapkan dalam menerjemahkan kata-kata bijak (Meigen no Kotoba) dari komik Naruto Volume 41-60 karya Masashi Kishimoto.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknik dan metode penerjemahan yang digunakan dalam menerjemahkan kata-kata bijak (Meigen no Kotoba) yang terdapat
dalam komik Naruto Volume 41-60 karya Masashi Kishimoto. Serta menambah wawasan para pembaca khususnya dalam bidang penerjemahan komik.
Penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu, metode simak yang diikuti dengan teknik catat (Sudaryanto, 1993:133). Pada tahap analisis digunakan metode padan translasional yaitu metode yang unsur penentunya ialah bahasa lain (Sudaryanto,1993:15). Pada tahap penyajian analisis data metode yang digunakan berupa metode formal dan informal (Sudaryanto,1993:145).
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah, teori teknik penerjemahan yang dikemukakan oleh Molina dan Albir (2002) serta teori metode penerjemahan yang dikemukakan oleh Newmark (1988).
Berdasarkan analisis data, ditemukan sebanyak delapan buah teknik dari delapan belas teknik yang ada, yang dikemukakan oleh Molina dan Albir (2002) diantaranya adalah teknik harfiah, teknik padanan lazim, teknik kreasi diskursif, teknik amplifikasi, teknik peminjaman, teknik substitusi, teknik reduksi, dan teknik generalisasi. Adapun pemaparan data yang ditemukan dalam hasil analisis ini adalah sebagai berikut :
-
a. Teknik Penerjemahan Harfiah
-
(1) TSu : 人が終わる時は死ぬ時ではない信念を亡くした時だ。
Hito ga owaru toki wa shinu toki dewanai shinnen wo nakushita toki da. (Naruto, Vol.56,2011:140)
TSa :‘Akhir manusia bukan saat mati, tapi saat dia kehilangan keyakinan’, (Naruto, Vol.42,2008:44)
Berdasarkan paparan data (1), inti kalimat pada kata-kata bijak ini terletak pada ‘shinnen wo nakushita toki da’, yang secara harfiah berarti ‘saat dia kehilangan keyakinan’. Pesan yang ingin disampaikan dari kata bijak ini adalah, kehilangan keyakinan diibaratkan seperti seorang turis yang kehilangan peta, jika seorang manusia kehilangan keyakinannya dapat dikatakan seperti kehilangan sesuatu yang menjadi pedoman hidupnya, sehingga seseorang tersebut menjadi buta arah dan mengalami suatu dilema ketika harus melangkah ke arah yang tepat dalam mengarungi suatu kehidupan. Terlihat tidak terjadinya pergeseran makna yang begitu berarti antara TSu
dan TSa. Hal ini dikarenakan penerjemah lebih menekankan pada penerjemahan kata demi kata sehingga pesan yang terdapat pada TSu tetap tersampaikan dengan baik pada TSa.
-
(2 ). TSu : 想像通りだ大きな力がおそれを生み蟠りを生んできた。
Souzou toori da ookina chikara ga osore wo umi wadakamari wo unde kita. (Naruto,Vol.52,2010:185).
TSa :‘Sesuai dengan bayanganmu kekuatan yang besar juga akan melahirkan rasa takut dan rasa iri’ (Naruto, Vol.52,2011:183).
Berdasarkan paparan data (2), dapat dilihat perbedaan ungkapan antara TSu dan TSa, yaitu ‘osore wo umi wadakamari wo unde kita’, yang secara harfiah berarti ‘melahirkan ketakutan dan melahirkan duri’, (Matsura,1994:1151). Pada istilah ‘wadakamari wo unde kita’ penerjemah mengubahnya ke dalam TSa menjadi ‘melahirkan rasa iri’ dan penggantian makna tersebut lebih terdengar lazim dalam bahasa sasaran, karena memiliki kemiripan arti. Alasan yang mendasari adalah, karena pada situs pencarian Google Indonesia istilah melahirkan rasa iri memiliki frekuensi penggunaan sebesar 443.000 kata, dibandingkan dengan menggunakan istilah yang ada pada TSu sebelumnya. Pesan yang ingin disampaikan dari kata bijak ini adalah kekuatan yang besar diibaratkan memiliki dua sisi mata pisau, yang berarti bisa berdampak ke arah positif dan negatif. Apabila tidak digunakan dengan sebagaimana mestinya maka kekuatan besar tersebut akan menimbulkan ketakutan dan rasa iri dari orang-orang sekelilingnya. Sehingga dapat disimpulkan perubahan yang terjadi ini merupakan suatu upaya yang dilakukan, agar pembaca sasaran dapat lebih mudah memahami isi pesan yang terkandung pada TSu.
-
(3.) TSu : 戦いとは双方に死を傷を痛みを伴うものだ。
Tatakai towa souhou ni shi wo kizu wo itami wo tomonau mono da. (Naruto,Vol.46,2009:116).
TSa : ‘Pertarungan itu berjalan seiring dengan kematian, luka, serta
penderitaan. (Naruto, Vol.46,2010:114).
Berdasarkan paparan data (3), dapat dilihat perbedaan makna yang sangat jelas terjadi antara TSu dan TSa, ini dilihat pada istilah ‘tatakai’ yang berasal dari kata
‘tatakau’ yang memiliki arti secara harfiah ‘memerangi, berjuang, berperang, bergumul’, (Matsura 1994:1050). Akan tetapi pada istilah ‘tatakai’ mengalami perubahan makna menjadi ‘pertarungan’ dalam TSa. Apabila dilihat dari segi makna, keduanya memiliki pengertian yang berbeda. Kata ‘pertarungan’memiliki arti berlaga, berkelahi, bertempur (berperang dan sebagainya) merupakan sebuah verba,(Sugono,dkk,2011:1407), sedangkan ‘peperangan’ merupakan sebuah nomina yang memiliki arti tempat perang berlangsung, medan perang, (Sugono,dkk,2011:1052). Pesan yang ingin disampaikan dari kata bijak ini adalah, peperangan merupakan cikal bakal dari penderitaan dan kesengsaraan, karena dampak yang ditimbulkan dari peperangan tersebut memberikan kenangan yang pahit bagi yang merasakannya, bahkan memberikan luka psikis yang sangat mendalam bagi yang kehilangan orang-orang yang dicintainya. Jadi dapat disimpulkan, bahwa penerjemah berupaya untuk mengubah terjemahan TSu pada istilah yang seharusnya memiliki arti ‘peperangan’ menjadi ‘pertarungan’ dan itu keluar dari padanan konteks TSu yang sesungguhnya.
-
(4) . TSu : 過去の痛みを知るからこそどう先へ繋げていくのが最善か を考えることができる。
Kako no itami wo shiru kara koso, dou saki e tsunagete iku no ga saizen ka wo kangaeru koto ga dekiru.(Naruto,Vol.59,2012:121)
TSa : ‘Karena mengenal derita masa lalulah, aku bisa memikirkan yang terbaik untuk masa depan’. (Naruto, Vol.59,2013:119)
Berdasarkan paparan data (4), dapat dilihat adanya perbedaan yang terjadi antara TSu dan TSa. Ini terlihat dari adanya penambahan informasi berupa istilah ‘masa depan’ yang terdapat pada TSa, hal ini bertujuan untuk memperjelas pernyataan yang dimaksudkan oleh si tokoh. Pesan yang ingin disampaikan dari kata bijak ini adalah, seseorang yang terlebih dahulu mengalami pahit getirnya kehidupan, tentu saja dapat memikirkan langkah yang terbaik untuk kehidupannya di masa yang akan datang. Dilihat secara keseluruhan, penambahan informasi ini tidak merusak ataupun mengurangi isi pesan yang terkandung pada TSu.
-
(5) . TSu : 忍が簡単に頭を下げるな忍が尊重するものは行動と力だ。
Shinobi ga kantan na atama wo sageru na, shinobi ga sonchou suru mono wa koudou to chikara da. (Naruto, Vol.49,2010:74).
TSa : ‘Shinobi tak boleh menundukkan kepala semudah itu, Shinobi Menghormati tindakan dan kekuatan’. (Naruto,Vol.49,2010:72)
Berdasarkan paparan data (5), terlihat yang menjadi inti kalimat dari kata-kata bijak ini, terdapat pada kalimat ‘shinobi ga kantan ni atama wo sageruna’, yang memiliki arti secara harfiah ‘shinobi jangan menundukkan kepala dengan mudah’. Dalam konteks ini, shinobi yang memiliki harga diri tinggi tidak boleh dengan mudah menyerahkan kehormatannya, hanya untuk mengatasnamakan kepentingan pribadinya saja. Shinobi yang bermartabat tentunya menjunjung tinggi, tindakan dan kekuatan yang didasarkan pada pemikiran yang matang dan tidak terburu-buru dalam mengambil suatu keputusan. Dalam hal ini, penerjemah tetap mempertahankan dan menerjemahkan secara apa adanya istilah budaya yang ada pada TSu yaitu ‘shinobi’ ke dalam TSa, tanpa mengubah konteks ataupun merusak makna yang ada pada istilah budaya tersebut.
-
(6) . TSu : 一度でも手をかけた人間はろくな死に方をしないものだ。
Ichido demo te wo kaketa ningen wa rokuna shinikata wo shinai mono da (Naruto, Vol.54,2010:68)
TSa : ‘Orang yang pernah membunuh temannya sendiri, takkan punya cara mati yang baik’. (Naruto, Vol.54,2010:68).
Berdasarkan paparan data (6), fokus pada kata-kata bijak ini terletak pada kata ‘te wo kaketa’. Terlihat adanya perbedaan ungkapan yang terjadi antara TSu dan TSa, ini dapat dilihat pada penerjemahan istilah ‘te wo kaketa’ yang diartikan secara harfiah ‘memasang tangan’. Pada Tsa penerjema mengubah syarat tersebut menjadi istilah ‘membunuh’. Alasan yang melatar belakangi, karena istilah ‘te wo kaketa’ yang ada pada TSu memiliki arti negatif dilihat dari situasi yang melatar belakangi konteks katakata bijak tersebut. Pesan yang ingin disampaikan dari kata bijak ini adalah jika melakukan suatu yang buruk terhadap orang lain ‘membunuh’ akan ada timbal balik yang akan diperoleh sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Dapat dilihat penerjemah berupaya untuk menerjemahkan istilah tersebut agar mendekati tujuan yang ingin disampaikan pada TSu, sehingga dengan mudah dipahami oleh pembaca.
-
(7) . TSu : 忍の人生とはどうやって生きてきたかではなく死ぬまでに何 をしたかでその価値が決まる。
Shinobi no jinsei to wa dou yatte ikite kita ka dewanaku shinu made ni nani wo shita ka de, sono kachi ga kimaru. (Naruto,Vol.42,2008:46).
TSa : ‘Kehidupan shinobi dinilai bukan dari bagaimana menjalaninya, tapi dari apa yang sudah dilakukannya.(Naruto,Vol.42,2008:44) .
Berdasarkan paparan data (7), dapat dilihat adanya pengurangan informasi yang terjadi antara TSu dan TSa. Hal ini dibuktikan dengan tidak diterjemahkannya kalimat ‘sono kachi ga kimaru’ yang secara harfiah berarti ‘itu ditentukan nilainya’. Penerjemah tidak menerjemahkan kalimat tersebut ke dalam TSa, dikarenakan pesan dan informasi yang ada pada TSu sudah tersampaikan dengan baik pada TSa. Pesan yang ingin disampaikan melalui kata bijak ini adalah kehidupan seseorang tidak hanya dilihat dari cara ia menjalani kehidupan tersebut, tetapi apa yang bisa ia lakukan terhadap hidupnya tersebut, sehingga bisa memberikan manfaat yang berguna bagi semua orang. Jadi ada atau tidaknya kalimat tersebut tidak memiliki pengaruh yang cukup berarti pada TSa.
-
(8) . TSu : けどことを成しとげるのは壁の強さと大きいさを顧みない大バカ でまちがいない。
Kedo koto wo nashi togeru no wa kabe no tsuyosa to ookisa wo kaeriminai oobaka de machigainai.(Naruto, Vol.57,2011:179)
TSa :‘Tapi untuk membereskan serta melewati semua rintangan, memang butuh orang bodoh yang penuh keyakinan.
(Naruto,Vol 57,2012:179)
Berdasarkan paparan data (8), dilihat adanya perbedaan penggunaan ungkapan yang terjadi antara TSu dan TSa. Hal ini dibuktikan dengan adanya istilah yang lebih khusus pada TSu yaitu pada kalimat ‘kabe no tsuyosa to ookisa’ yang memiliki arti secara harfiah ‘besar dan kuatnya dinding’. Di dalam bahasa Indonesia arti dari ‘besar dan kuatnya dinding’ diartikan sebagai rintangan yang harus dilalui, oleh karena itu penerjemah berusaha menjelaskan istilah tersebut secara lebih umum ke dalam TSa menjadi ‘melewati semua rintangan’. Pesan yang ingin disampaikan dari kata bijak ini
adalah diperlukan orang yang memiliki keyakinan, tekad sekuat baja dan tidak mengenal rasa putus asa untuk melewati semua kesulitan dalam mengarungi kehidupan. Jika dilihat kembali, pesan yang terkandung pada TSu tetap tersampaikan dengan baik pada TSa. Hanya saja, penerjemah menerjemahkannya ke dalam istilah yang lebih umum agar dapat dengan mudah dipahami oleh pembaca teks sasaran.
Ditemukan sebanyak dua metode penerjemahan dalam penelitian ini yaitu, 1) Metode harfiah dan Metode kata per kata berorientasi pada Bsu serta 2) Metode penerjemahan bebas, Metode Idiomatik, dan Metode Komunikatif berorientasi pada BSa. Penggabungan dari penggunaan teknik harfiah dan teknik peminjaman yang menempati urutan terbanyak, yaitu 35 data. Sedangkan yang berorientasi pada Bsa yaitu, teknik kreasi diskursif 6 data, teknik amplifikasi 5 data, teknik reduksi 3 data, teknik padanan lazim 10 data, teknik substitusi 3 data dan teknik generalisasi 1 data, yang ditotalkan menjadi 28 data. Berdasarkan pemaparan dari kuantitas data tersebut, dapat diketahui bahwa metode penerjemahan yang diterapkan dalam menerjemahkan katakata bijak ini lebih cenderung berorientasi pada BSu.
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, dalam Komik Naruto Volume 41-60 Karya Masashi Kishimoto dari 63 jumlah data keseluruhan ditemukan sebanyak 8 penggunaan teknik penerjemahan yaitu, teknik harfiah, teknik padanan lazim, teknik kreasi diskursif, teknik amplifikasi, teknik peminjaman, teknik substitusi, teknik reduksi, dan teknik generalisasi. Sedangkan pada metode penerjemahan yang digunakan lebih cenderung berorientasi pada BSu.
Kishimoto, Masashi.2008.Naruto dai yon juu ikkan kara roku juu kan.Tokyo.Shueisha Inc.
Molina, L. & Albir, A.H. 2002. Translation Technique Revisited: A Dynamic and Fungsionalist Approach. Barcelona: Universitas Autonoma de Barcelona.
Matsura ,Kenji. 1994. Kamus Bahasa Jepang- Indonesia. Kyoto : Kyoto Sangyo University Press
Newmark,P.1988. A Textbook of Translation.London: Prentice- Hall.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa, Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
Sugono,dkk.2011.Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi ke-4)
Jakarta: Balai Pustaka
Tjandra, S.N. 2005. Masalah Penerjemahan dan Terjemahan Jepang-Indonesia. Jakarta: Aksarakarya
248
Discussion and feedback