ISSN: 2302-920X

Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud

Vol 17.1 Oktober 2016: 153 - 161

Geguritan Linggapeta; Analisis Struktur Dan Fungsi

Made Yuliatni1*, Ni Made Suryati2, Luh Putu Puspawati3 123Program Studi Sastra Bali Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana 1[yulia_maniez95@yahoo.com] 2[suryati.jirnaya@yahoo.com] 3[puspawati1960@yahoo.co.id]

Corresponding Author

Abstract

Research on Linggapeta Geguritan is about the analysis of the structure and function. This analysis has the objective to describe the structure and functions contained in the Geguritan Linggapeta.

This study uses a structural theory and the theory of functions. Based on the structural theory and Nurgiyantoro Teeuw theory, the theory of functions used Damono theory and Ratna. The methods and techniques used are divided into three stages, namely (1) the methods and techniques used method of providing data reading and recording techniques, which assisted with translation techniques; (2) the method and the data teknikanalisis used qualitative methods and techniques of descriptive analysis; and (3) the methods and data analysis used teknikhasil informal formal methods aided by deductive and inductive techniques.

Disclosures concerning the basic structure Linggapeta Geguritan structure forms including; code language and literature, style and variety of language. Narrative structure include: (1) the incident, there were nine incidents, (2) the groove, the groove forward Geguritan Linggapeta used, (3) character and characterization are divided into tigayaitu; the main character, a character secondary, and figures complementary, (4) the background, in Geguritan Linggapeta used backlight time, the background of the place, and background ambience, (5) the theme contained in Geguritan Linggapeta is karma phala and loyalty, and (6) the mandate. Functions contained in the Geguritan Linggapeta namely: religious function, education function, and aesthetic functions.

Key words: Geguritan, structure, and function

  • 1.    Latar Belakang

Karya sastra Bali merupakan bagian dari kebudayaan daerah yang merupakan akar dari kebudayaan nasional. Keberadaan karya sastra dapat memperkaya warisan budaya bangsa yang terkenal dengan kebhinekaannya. Karya sastra Bali, secara garis besar

dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu karya sastra Bali Purwa (tradisional) dan karya sastra Bali Anyar (modern). Sastra Bali Purwa adalah warisan sastra Bali yang mengandung nilai-nilai tradisional masyarakat pendukungnya. Dilihat dari segi isi, sastra Bali Purwa mencerminkan kehidupan masyarakat Bali tradisional, sedangkan sastra Bali Anyar sebagai cerminan dinamika sosial dalam kehidupan masyarakat Bali modern (Granoka, 1981: 1). Adapun karya sastra yang termasuk ke dalam sastra Bali Purwa adalah geguritan, gancaran, tutur, kidung, kekawin, peparikan, paribasa dll.

Sehubungan dengan uraian tersebut, maka yang diangkat sebagai objek penelitianm adalah “Geguritan Linggapeta”. Geguritan Linggapeta menggunakan satu jenis pupuh saja yaitu pupuh Ginada. Beberapa keunikan dan kekhasan yang terdapat dalam Geguritan Linggapeta membuat ketertarikan tersendiri untuk menganalisis geguritan ini lebih mendalam terutama pada segi struktur dan fungsi. Dilihat dari judul geguritan ini yaitu “Linggapeta” yang berarti “dasar perkataan” yang berkaitan dengan fitnahan (Rajapisuna) dari seorang gadis yang bernama Ni Ketut Layang yang meneyebabkan I Linggapeta meninggal. Karena kesetiaan I Linggapeta terhadap raja serta kesetiaan dirinya terhadap keluarganya dan prilakunya yang baik maka ia mendapatkan surga. Ketertarikan untuk menggunakan objek ini dijadikan bahan penelitian, karena di dalam teks Geguritan Linggapeta mengandung ajaran agama yang dijadikan pedoman dalam hidup di dunia.

  • 2.    Pokok Permasalahan

  • 1)    Unsur-unsur apakah yang membangun struktur Geguritan Linggapeta?

  • 2)    Fungsi apa sajakah yang terdapat dalam Geguritan Linggapeta?

  • 3.    Tujuan Penelitian

  • (1)    Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk membina, melestarikan, dan mengembangkan karya-karya sastra tradisional sebagai warisan budaya bangsa dalam upaya pelestarian dan pengembangan kebudayaan nasional melalui pengembangan kebudayaan daerah. Selain itu, untuk menambah khazanah di bidang sastra, khususnya sastra Bali tradisional.

  • (2)    Tujuan Khusus

Tujuan khusus berkaitan erat dengan masalah dan isi pembahasan dalam penelitian. Secara khusus penelitian ini bertujuan:

  • a)    Untuk mengetahui struktur bentuk dan struktur naratif yang membangun Geguritan Linggapeta.

  • b)    Untuk mendeskripsikan fungsi apa saja yang terkandung dalam Geguritan Linggapeta.

  • 4.    Metode Penelitian

Metode dan teknik dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, antara lain : (1) Metode dan Teknik Penyediaan Data, (2) Metode dan Teknik Analisis Data, (3) Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data.

  • 1)    Metode dan Teknik Penyediaan Data

Metode yang digunakan dalam tahap pengumpulan data geguritan ini adalah metode membaca berulang-ulang (heuristik) secara cermat terhadap naskah yang dijadikan objek penelitian, mengingat data yang tahapan dikumpulkan berupa naskah lontar. Pada tahapan ini dalam menetapkan naskah yang akan dianalisis yaitu mendaftar semua naskah yang ditemukan di lembaga-lembaga formal. Dalam menerapkan metode membaca, tentunya didukung oleh teknik pencatatan. Teknik pencatatan dilakukan untuk menghindari terjadinya data yang terlupakan karena keterbatasan dalam mengingat.

Penelitian ini juga dilengkapi dengan teknik terjemahan atau translitasi. Teknik tejemahan dilakukan dengan mengalihbahasakan Geguritan Linggapeta yang menggunakan bahasa Bali Kepara ke dalam bahasa Indonesia. Dalm hal ini terjemahan 155

dilakukan secara harafiah dan idiomatis. Terjemahan harfiah adalah terjemahan yang dilakukan dengan cara menerjemahkan kata demi kata tanpa mengubah atau menambahkan isi dari teks sumber. Sedangkan terjemahan idiomatis adalah terjemahan yang dilakukan dengan cara menerjemahkan sesuai dengan konteks, agar terjemahan tidak terkesan kaku dan mudah dipahami.

  • 2)    Metode dan Teknik Analisis Data

Pada tahapan analisis data, metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya. Metode kualitatif dianggap sebagai multimetode sebab penelitian pada gilirannya melibatkan sejumlah besar gejala sosial yang relevan (Ratna, 2009: 47).

Dalam tahapan ini didukung dengan teknik deskriptif analatik. Secara etimologi deskripsi dan analisis berarti menguraikan. Meskipun demikian, analisis tidak semata-mata menguraikan melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya (Ratna, 2009: 53). Teks Geguritan Linggapeta dideskripsikan sehinggadapat diketahui unsur-unsur yang terkandung di dalamnya kemudian dilanjutkan dengan melakukan analisis sesuai dengan permasalahan yang akan dikaji.

  • 3)    Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Setelah data diolah dengan maksimal, maka tahapan dilanjutkan pada penyajian hasil analisis. Pada tahapan ini metode yang digunakan adalah metode formal dan metode informal. Menurut Sudaryanto (1993: 145) metode formal adalah cara-cara penyajian dengan memanfaatkan tanda dan lambang, sedangkan metode informal yaitu cara penyajian melalui uraian kata-kata biasa. Metode formal dalam penelitian ini digunakan untuk menuliskan lambang bentuk dan lambang bunyi sehingga memudahkan sistematika penyajian padalingsa pupuh. Dalam penyajian ini juga digunakan lambang (/) untuk pemenggalan baris dan lambang (//) untuk menandai akhir baris. Metode informal digunakan untuk menyajikan hasil analisis data dengan kata-kata atau kalimat biasa dalam bahasa Indonesia. Di samping itu, dalam tahapan ini dibantu pula dengan teknik tabulasi, yaitu dengan menggunakan tabel untuk menggambarkan secara konkret setiap pupuh dalam Geguritan Linggapeta. Metode informal digunakan untuk menyajikan hasil analisis data dengan kalimat-kalimat berbahasa Indonesia.

Teknik yang digunakan pada tahapan ini dengan cara berfikir deduktif dan induktif. Teknik deduktif adalah teknik penyajian dengan mengemukakan hal-hal yang bersifat umum terlebih dahulu, kemudian hal-hal yang bersifat khusus sebagai penjelasnya. Teknik induktif adalah teknik penyajian dengan mengemukakan hal-hal yang bersifat khusus terlebih dahulu, kemudian hal-hal yang bersifat umum (Hadi, 1982: 44).

  • 5.    Hasil dan Pembahasan

  • a.    Struktur Forma Geguritan Linggapeta

Secara etimologi forma berasal dari bahasa latin yang berarti bentuk atau wujud (Ratna, 2009; 49). Struktur forma merupakan suatu tahapan dalam penelitian yang sangat penting dan sulit dihindari yaitu penelitian struktur. Pembahasan mengenai struktur forma pada Geguritan Linggapeta meliputi: kode bahasa dan sastra, ragam bahasa, serta gaya bahasa yang bertujuan untuk memberikan gambaran ciri khusus yang terdapat dalam karya sastra geguritan. Pembahasan mengenai struktur forma pada Geguritan Linggapeta meliputi: kode bahasa dan sastra, ragam bahasa, serta gaya bahasa yang bertujuan untuk memberikan gambaran ciri khusus yang terdapat dalam karya sastra geguritan.

  • b.    Struktur Naratif Geguritan Linggapeta

    (1)    Insiden

Insiden ialah kejadian atau peristiwa yang terkandung dalam cerita besar atau kecil. Secara keseluruhan insiden-insiden ini menjadi kerangka yang membangun atau membentuk struktur cerita (Sukada, 1987: 58-59). Terdapat sembilan insiden dalam Dalam Geguritan Linggapeta. Dimulai dari insiden pertama, cerita bergerak kearah pengenalan tokoh utama yaitu I Linggapeta. Sampai pada insiden terakhir I Linggapeta mendapatkan surga karena perbuatan baik yang dilakukannya semasa hidupnya.

  • (2)    Alur

Alur merupakan rangkaian peristiwa yang terjalin secara berkesinambungan yang membangun sebuah cerita. Dalam Geguritan Linggapeta alur yang digunakan adalah alur lurus peristiwa disusun dari awal, tengah dan akhir. Tahapan plot ini dibagi menjadi lima tahapan yaitu (1) tahap Situation, (2) tahap Generating Circumstances, (3)

tahap Rising Action, (4) tahap Climax, dan (5) tahap Denouement (Tasrif dalam Nurgiyantoro, 1995: 149).

  • (3)    Tokoh dan Penokohan

Aminudin (dalam Siswanto, 2008:  142) mengemukakan bahwa tokoh

merupakan pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita, sedangkan cara pangarang menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut penokohan. Pendapat tersebut menunjukan bahwa antara tokoh dan penokohan sesungguhnya adalah dua hal yang berbeda. Tokoh dan penokohan pada Geguritan Linggapeta secara umum dapat dibedakan menjadi tiga yaitu tokoh utama, tokoh sekunder, dan tokoh komplementer atau pelengkap. Pengarang juga menggambarkan tokoh dalam Geguritan Linggapeta dalam tiga dimensi pokok, yaitu fisiologis, psikologis, dan sosiologis yang khas.

  • (4)    Latar

Tarigan (1984: 157) mengemukaan bahwa latar atau seting adalah lingkungan fisik tempat kejadiaan berlangsung. Latar pada Geguritan Linggapeta mencakup tiga unsur yaitu latar waktu, latar tempat, dan latar suasana. Unsur waktu pada Geguritan Linggapeta yaitu waktu sore, saat purnama, dan berkaitan dengan peristiwa dalam kurun waktu yang tidak jelas. Latar tempat yang melatari Geguritan Linggapeta yaitu di pasar, di Bancingah, di Beratan, di sungai, di Tegal Malakang, di Bale Mas, di Banjar Sekar, dan di Taman Bagendra. Sedangkan latar suasana yang digunakan dalam Geguritan Linggapeta yaitu suasana sedih, terheran, marah, kebingungan, dan suasana senang.

  • (5)    Tema

Tema merupakan ide pokok sebuah cerita dan merupakan hal yang terpenting dalam cerita sebagai tujuan yang ingin dicapai dan disampaikan pengarang kepada pembaca lewat karyanya. Tema yang digunakan dalam Geguritan Linggapeta adalah “Karma Phala” dan “kesetiaan”.

  • (6)    Amanat

Dalam kamus istilah sastra (Sudjiman, 1986: 5) amanat adalah pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca atau pendengarnya lewat karyanya. Kridalaksana (2008:  13) dengan lebih luas menyatakan, bahwa amanat adalah

keseluruhan makna atau isi suatu wacana; konsep dan perasaan yang hendak disampaikan pembicara untuk dimengerti dan diterima pendengar. Pada intinya pesan-pesan yang terkandung dalam Geguritan Linggapeta adalah pengarang menyampaikan bagaimana kebaikan akan selalu mengalahkan kejahatan, karena perbuatan yang baik akan mendapatkan phala yang baik begitu juga sebaliknya yaitu perbuatan jahat akan mendapatkan phala yang buruk pula. Selain itu pengarang juga menyampaikan arti dari sebuah kesetiaan. Kesetiaan itu bukan hanya kesetiaan terhadap pasangan tetapi juga kesetiaan terhadap keluarga maupun terhadap seseorang yang kita hormati seperti seorang abdi setia dengan rajanya.

  • (b) Fungsi Geguritan Linggapeta

Perananan utama karya sastra adalah penertiban dan sekaligus pemberdayaan aspek-aspek rohaniah dengan cara menampilkan kualitas etis dan esteris, isi dan bentuk, sarana dan pesan (Ratna, 2005: 503). Berdasarkan pendapat tersebut, maka geguritan sebagai salah satu karya sastra tradisional Bali memiliki fungsi-fungsi dalam lingkungan masyarakat sosial Bali. Geguritan Linggapeta dapat dipandang sebagai karya sastra yang dapat berfungsi sebagai media penyebar ajaran agama khususnya Agama Hindu melalui media cerita. Dalam Geguritan Linggapeta terkandung beberapa ajaran Agama Hindu yaitu Tattwa dan Susila/Etika. Tattwa atau filsafat, erat kaitannya dengan ajaran kepercayaan dalam umat Hindu yang dikenal dengan Panca Sradha.

Fungsi pendidikan yang terkandung dalam Geguritan Linggapeta ditunjukkan dengan banyaknya ditemukan ajaran budi pekerti. Misalnya terdapat beberapa sikap yang diungkapkan dalam Geguritan Linggapeta terkait dengan budi pekerti dalam ajaran Agama Hindu yaitu, pengendalian diri, teguh pendirian, jujur, dan kesetiaan.

Fungsi estetika dalam Geguritan Linggapeta terlihat dalam struktur forma (bentuk) yang mendasari karya ini sebagai sebuah karya geguritan. Geguritan dibentuk oleh pupuh-pupuh dengan konvensinya masing-masing yang sangat menentukan kepiawaian seorang pengarang dalam merangkaikan kata-kata sehingga dapat memenuhi konvensi pupuh yang digunakan. Dari sisi pemilihan bahasa terdapat banyak gaya bahasa yang turut memberikan andil dalam keindahan bahasa Geguritan Linggapeta. Dalam kegiatan madharmagita Geguritan Linggapeta sekaligus dapat

berperan sebagai sarana hiburan melalui konsep melajah sambil megending, megending sambil melajah.

  • 6.    Simpulan

Geguritan Linggapeta merupakan salah satu karya sastra Bali klasik, yang berbentuk puisi narasi. Geguritan Darmakaya memiliki struktur bentuk yang mengulas bentuk atau kemasan dalam menampilkan karya sastra itu sendiri. Kajian mengenai struktur bentuk difokuskan pada analisis yang meliputi konvensi masing-masing pupuh yang membentuk Geguritan Linggapeta, gaya bahasa yang ditampilkan serta ragam bahasa yang digunakan dalam Geguritran Linggapeta. Dalam Geguritan Linggapeta bahasa yang digunakan Bahasa Bali Kepara.

Struktur naratif yang terdapat dalam Geguritan Linggapeta meliputi insiden, alur, tokoh dan penokohan, latar, tema dan amanat. Semua unsur tesebut terjalin dalam satu kesatuan cerita yang bulat dan utuh.

Analisis fungsi yang terdapat dalam Geguritan Linggapeta dibagi menjadi tiga bagian yaitu fungsi agama, fungsi pendidikan dan fungsi estetika. Dalam analisis fungsi agama membahas tentang tattwa (filsafat) dan susila (etika). Fungsi pendidikan yang terkandung dalam Geguritan Linggapeta ditunjukkan dengan banyaknya ditemukan ajaran budi pekerti. Fungsi estetika membahas tentang keindahan suatu karya sastra tradisional, dengan cara menyanyikan karyasa stratradisional tersebut. Dalam Geguritan Linggapeta keindahannya sudah dapat terlihat, jika pupuh-pupuh yang terdapat dalam Geguritan Linggapeta dinyanyikan dengan irama yang benar.

  • 7.    Daftar Pustaka

Agastia, Ida BagusGede. 1980. “Geguritan Sebuah Bentuk Karya Sastra Bali”.

(Makalah untuk Sarasehan Sastra Daerah Pesta Kesenian Bali II di Denpasar).

Granoka, Ida Wayan Oka. 1981. “Dasar-Dasar Analisis Aspek Bentuk Sastra Paletan Tembang”. Denpasar: Jurusan Sastra Bali, Fakultas Sastra Universitas Udayana.

Hadi, Sutrisno. 1982. Metodelogi Research. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: PustakaPelajar.

Sudaryanto. 1993. Metode Dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana Universiti Press.

Sudjiman, Panuti. 1986. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: PT Gramedia.

Sukada, I Made. 1987. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia. Masalah Sistematisasi, Analisis Struktur Fiksi. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa.

161