ISSN: 2302-920X

Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud

Vol 16.2 Agustus 2016: 181-188

TEKS TUTUR CANDRABHERAWA: ANALISIS STRUKTUR DAN FUNGSI

Ni Nyoman Ayu Puspita Dewi1*, I Wayan Suteja2, I Nyoman Darsana3 [123]Program Studi Sastra Bali Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana 1[puspita1710@gmail.com] 2[wyn_Suteja@yahoo.com]

3[Darsananyoman22@gmail.com]

*

Corresponding Author

Abstract

The study about Tutur Candrabherawa is aimed at analyzing the structure and the function. The theory used in this study was structural and function theory by Teew, Damono, and Ratna. The methods used were reading, noting technique with translating technique, qualitative method descriptive analytic technique, and informal method, educative inductive technique.

The results of this study showed the structure and function found in the text. Forma structure included figurative language. meanwhile narative structure included incident, plot, characters and characterization, setting, theme, and moral values. the functions contained in the text were tattwa function(philosophy), kewiraan/ksatria function, and kawisean (magic) function from the characters Yudisthira and Candrabherawa.

Key words: Text, Tutur, structure, function.

  • 1)    Latar Belakang

Bali dikenal sebagai salah satu penyimpanan naskah-naskah kuna warisan nenek moyang yang memiliki nilai-nilai luhur budaya. Bali bukan hanya sebagai penyimpanan naskah-naskah kuna melainkan lebih dari itu. Karya-karya sastra yang bernilai luhur itu tetap hidup dan berkembang sampai sekarang, seperti karya-karya sastra Jawa Kuna dan Tengahan yang dulunya diciptakan oleh pujangga pada zaman keemasan kerajaan Hindu di Jawa. Pada saat ini sebagian besar karya sastra dilestarikan dalam bentuk naskah salinan dan menjadi koleksi dari beberapa perpustakaan umum dan perpustakaan lontar di Bali.

Tutur sebagai salah satu kesusastraan Bali tradisional memiliki arti yang sangat luas. Dalam kamus bahasa Bali-Indonesia karya I Wayan Warna dan kawan-kawan, kata tutur dibedakan atas dua pengertian: pertama, tutur berarti

tatwa (filsafat atau cerita), kedua, tutur berarti nasihat atau peringatan. Dari pengertian yang kedua, lalu timbul istilah pitutur, tuturina yang berarti dinasehati (1978: 614). Karya sastra jenis tutur banyak mengandung nila-nilai luhur yang sangat erat kaitannya dengan adat istiadat, hukum adat, acara keagamaan dan kehidupan sosial lainnya. Naskah-naskah jenis tutur ini, isinya ternyata tidak berkaitan dengan ajaran filsafat tentang agama termasuk uraian tentang kosmos, tetapi juga memuat tentang penjelasan-penjelasan pengetahuan tertentu, seperti pengetahuan pengobatan atau penyembuhan. Naskah-naskah ini kebanyakan memakai bahasa Jawa Kuna dan ada juga yang memakai bahasa Bali. Berdasarkan klasifikasi naskah-naskah lontar yang terdapat di Gedong Kirtya, tutur tergolong ke dalam jenis wariga (Agastia,1994: 6).

  • 2)    Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam bentuk pertanyaan, a) Struktur apa sajakah yang membangun teks Tutur Candrabherawa ? b) Fungsi apa sajakah yang terdapat di dalam teks Tutur Candrabherawa ?

  • 3)    Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan sasaran yang ingin dicapai dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini akan digunakan dua tujuan yang akan dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum penelitian terhadap teks Tutur Candrabherawa bertujuan untuk memberikan pemahaman dan informasi kepada masyarakat tentang pengembangan dan pelestarian khazanah budaya dalam bentuk sastra klasik yang berjenis tutur. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat mempunyai suatu ketertarikan untuk lebih memahami karya ini sehingga keberadaannya tidak hanya sebagai benda mati yang tidak bermakna. Selain itu analisis ini juga berusaha melihat sejauh mana sebuah karya khususnya yang berjenis tutur mempunyai fungsi bagi masyarakat sehingga masyarakat senantiasa menjadikan karya sastra tersebut sebagai pedoman

dalam menjalankan aktivitas baik dalm lingkungan pribadi maupun dalam lingkungan masyarakat. Adapun Tujuan khusus dari penelitian terhadap teks Tutur Candrabherawa antara lain : a) Mendeskripsikan struktur dari teks Tutur Candrabherawa. b) Mendeskripsikan fungsi yang terkandung dalam teks Tutur Candrabherawa.

  • 4)    Metode Penelitian

Dalam penelitian ini metode dan teknik yang digunakan, yaitu (1) tahap penyediaan data, (2) tahap pengolahan data, dan (3) tahap penyajian hasil analisis data. Pada tahap penyediaan data dipergunakan metode membaca. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu (1) teknik pencatatan, dan (2) teknik terjemahan. Pada tahap pengolahan data, metode yang digunakan, yaitu metode kualitatif dan ditunjang dengan deskriptif analitik. Pada tahap penyajian hasil analisis data digunakan metode informal, yang dibantu dengan teknik deduktif dan induktif

  • 5)    Hasil dan Pembahasan

  • A.    Struktur Teks Tutu Candrabherawa

Analisis struktur adalah tahap penelitian sastra yang sulit dihindari, analisis struktur karya sastra akan diteliti dari manapun juga merupakan tugas prioritas pekerjaan pendahuluan. Apabila dilihat dari tujuannya, analisis struktur bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984: 135).

  • (1)    Struktur Forma (Bentuk) Teks Tutur Candrabherawa

Karya sastra yang dibangun atas sistem itu pun tidak lepas dari konsep bentuk. Bentuk-bentuk tersebut dibedakan menjadi bentuk terikat yaitu puisi dan bentuk bebas yakni prosa. Pembahasan mengenai stuktur forma yang terdapat pada teks

Tutur Candraberawa yaitu gaya bahasa. Gaya bahasa yang terdapat didalam Teks Tutur Candrabherawa yaitu: gaya bahasa perbandingan, pertentangan dan pertautan.

  • (2)    Struktur Naratif Teks Tutur Candrabherawa

    (a)    Insiden

Insiden sebagai peristiwa hanya dapat diterima dengan suatu kesan tertentu, bila cara melukiskannya dapat diterima atau ditangkap kesannya secara wajar, seperti sungguh-sungguh terjadi atau sungguh-sungguh ada, ada dengan sendirinya logis (Sukada, 1987: 59). Dalam teks Tutur Candrabherawa terdapat enam insiden, insiden pertama ketika Pandawa empat bersaudara diutus oleh Yang Mulia Hastina, mengunjungi desa-desa yang belum mengikuti karma sanyasa. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut:

Tan wuwusěn, sāmpun pagantya-gantya ning tahun, akwéh sāmpun sampūrṇa, pratéka ning swakarma Tri Kāya Pariśuddha, Muwah sang catur Pāṇḍawa, inutus dé Śrī Hastinapati, manglwadi kang paradéśa, ikang wwang turung matūténg karma sanyāṣa, dénya kātūr ring Śrī Mahārāja, sang amutěréng Hastina Nāgara, ( Tutur Candrabherawa, halaman 1b ).

Terjemahannya:

Tidak diceritakan, tahun sudah berulang berganti, sudah banyak yang sempurna pelaksanaan kegiatan Tri Kāya Pariśuddha. Dan Pāṇḍawa, empat bersaudara di utus oleh Yang Mulia Raja Hastina, mengunjungi desa-desa yang belum mengikuti karma sanyāsa. Oleh mereka itu hal itu agar disampaikan kepada Śri Mahārāja, pengendali negara Hastina.

Kutipan di atas merupakan awal atau insiden pertama yang mengakibatkan terjadinya perang antara Raja Yudhistira dan Raja Candrabherawa.

  • (b)    Alur

Alur merupakan urutan peristiwa di dalam cerita rekaan yang secara sadar disusun secara selogis mungkin, sehingga urutan tersebut merupakan rangkaian sebab-akibat (Teeuw, 1984: 120). Dalam Teks Tutur Candrabherawa alur yang digunakan adalah alur lurus peristiwa disusun dari awal, tengah dan akhir. Tahapan plot ini dibagi menjadi lima tahapan yaitu (1) tahap Situation, (2) tahap Generating Circumstances, (3) tahap Rising Action, (4) tahap Climax, dan (5) tahap Denouement (Tasrif dalam Nurgiyantoro, 1995: 149-150).

  • (c)    Tokoh dan penokohan

Tokoh merupakan pelaku-pelaku yang melahirkan peristiwa atau penyebab terjadinya peristiwa. Tokoh-tokoh dihadirkan dengan maksud menghidupkan cerita. Dalam Teks Tutur Candrabherawa terdapat tokoh utama, tokoh skunder dan tokoh pelengkap. Yang menjadi tokoh utama dalam tutur ini adalah Candrabherawa. Tokoh skunder yaitu, Patih Brahma, Patih Wisnu, Raja Yudhistira, Raja krsna, dan Sang Bhimasena. Tokoh pelengkap (komplementer) yaitu, Dyah Ratna Sasangka, Arjuna, Nakula, Sahadewa, Patih Kiratha, Mantri Iswara, Mantri Maheswara, Mantri Rudra, Mantri Mahadewa, Mantri Sangkara, Mantri Sambu, Mantri Caturlokapala, Patih Witaraga, Patih Mangkubhumi,, Patih Dewantaka, dan Dewi Bhanurasmi.

  • (d)    Latar

Latar adalah lingkunagn tempat dan waktu terjadinya peristiwa. Terdapat tiga latar dalam Teks Tutur Candrabherawa diantaranya latar tempat yaitu, Di sebuah negeri di sebelah timur laut (Negeri Dewantara), Di bawah pohon bungur (taru wungu), Di Keraton (Jero kadhatwan), Di Gunung Kailasa (Kelasa), Di Hastinapura, Di Alam Siwa (Siwaloka). Latar waktu yaitu, Tujuh Hari Lagi (saptang diwasa). Latar sosial yaitu, latar sosial Kerajaan Hastinapura, latar soaial Kerajaan Dewantara. (e) Tema

Tema merupakan pokok pikiran ataupun dasar cerita yang dipercakapkan atau dipakai dasar mengarang. Ttema yang terkandung di dalam teks Tutur Candrabherawa yaitu, Penyatuan Siwa-Buddha. . Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut:

Mawuwus Śrī Dharmātmaja; "Auṁ Bapa Śrī Candrabhérawa, haywa kita sangśaya, ri pangahan ta bapa, mami aminta putrīn ta, maka sādhana panūtan ing Śiwa Boddha ri kita, padha tan wěnang wiyoga, padha wěnang surup sinurupan, yaya pasanggama ning Ātma lawan Déwa, himpěr patěmwa ning manah lawan panon, kadi rahina wěngi kalingaya. (Tutur Candrabherawa, halaman 29b).

Terjemahannya:

Berkatalah Raja Yudhīṣṭira; "Daulat ayahanda Raja Candrabhérawa, janganlah ayahanda khawatir, terhadap sangkaan ayahanda, aku meminta putrimu, sebagai sarana panutan ajaran Śiwa Buddha pada ayahanda, sama-sama tidak bisa dipisahkan, sama-sama bisa saling mengisi, bagaikan bersatunya Ātma dengan Déwa, ibarat

menyatunya pikiran-pikiran dengan pandangan, bagaikan siang dan malam hakikatnya.

(f ) Amanat

Amanat merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca lewat cerita, yaitu berupa makna yang terkandung di dalam sebuah karya satra. Amanat yang terkandung dalam Tutur Candrabherawa adalah kesetiaan seorang raja terhadap keyakinannya, dan rasa bertanggung jawab terhadap kedamaian dunia. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan pengawasan yang dilakukan oleh raja Hastinapura, atas ajaran Hindu yang dianut di wilayah kekuasaannya.

  • B.    Fungsi Teks Tutur Candrabherawa

Ttutur merupakan salah satu karya sastra yang memiliki fungsi-fungsi dalam lingkungan masyarakat sosial Bali. Teks Tutur Candrabherawa dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu, fungsi tutur yang bersumber dari tokoh Yudhistira dan fungsi tutur yang bersumber dari tokoh Candrabherawa. (1)Fungsi tutur yang bersumber dari tokoh Yudhistira terdiri dari, (a) Fungsi ajaran tattwa (filsafat). Tattwa merupakan istilah filsafat yang didasarkan atas tujuan yang hendak dicapai oleh filsafat itu, yakni suatu kebenaran sejati yang hakiki dan tertinggi (Sudharta,1985: 4). Dalam Teks Tutur Candrabherawa, terdapat kepercayaan dari Panca Srada tersebut. Hal itu dapat dilihat pada ajaran atau agama yang dianut oleh tokoh Raja Yudhistira, Krsna, beserta dengan adik-adiknya. Mereka menganut ajaran Karma Sanyasa atau beragama Hindu. Di dalam agama Hindu tentu sangat percaya dengan adanya Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sanghyang Widhi Wasa. (b) Fungsi ajaran kewiraan/kesatriaan. Tugas utama seorang ksatria adalah menegakkan kebenaran, bertanggung jawab, lugas, cekatan, pelopor, memperhatikan keselamatan dan keamanan, keadilan selalu siap berkorban untuk tegaknya kebenaran dan keadilan. Dalam Teks Tutur Candrabherawa juga terdapat tokoh yang memiliki sifat yang

dimiliki oleh seorang kesatria, diantaranya adalah tokoh Yudhistira, Candrabherawa, Krsna, Bhima, Arjuna, Nakula dan Sahadewa. Sifat-sifat kesatria dari semua tokoh ini juga dapat dilihat pada cerita Mahabharata. (c) Fungsi ajaran kawisesan (magis). Magis menurut Kamus Besar bahasa Indonesia adalah bersifat magi; berkaitan dengan hal atau perbuatan magi. Perbuatan magis tersebut dapat dilihat ketika Raja Yudhistira akan memulai pertempurannya dengan Raja Candrabherawa. Ia memasang ajaran Sang Hyang Astalingga, lengkap dengan Mudra dan aksaranya semua. (2) Fungsi tutur yang bersumber dari tokoh Candrabherawa. (a) Fungsi tattwa (filsafat). Jelasnya yang dimaksud dengan isi kepercayaan kepada Tuhan itu adalah ajaran ke-Tuhan-an suatu agama itu sendiri yaitu bagaimana agama itu mempercayai atau memandang keberadaan Tuhan-Nya. Hal tersebut juga dapat dilihat pada keyakinan yang dianut oleh Raja Candrabherawa. Raja Candrabherawa menganut ajaran Yoga Sanyasa yang memuja Sang Hyang Adibuddha. (b) Fungsi ajaran kewiraan/kesatria. Dalam tutur yang bersumber dari tokoh Candrabherawa ini, terdapat seorang tokoh yang sangat kuat dan memiliki kesaktian yang sangat tinggi, yaitu Raja Candrabherawa itu sendiri. (c) Fungsi ajaran kawisesan (magis). Dalam Teks Tutur Candrabherawa ini setidaknya terdapat tokoh yang mempelajari atau mempraktekkan suatu kekuatan supranatural. Tokoh tersebut adalah Raja Yudhistira dan Raja Candrabherawa, yang pertama yaitu pada saat Raja Candrabherawa berpesan kepada para mentri yang ada di Kerajaan Dewantara. Ia menjelaskan pengetahuan tentang mikrokosmos dan kedudukan sapta patala dalam diri yang akan menjadikan diri menjadi agung dan bercahaya gaib.

  • (6 ) Simpulan

Dalam Teks Tutur Candrabherawa, terdapat struktur forma yaitu gaya bahasa. Gaya bahasa di dalam tutur ini adalah gaya bahasa perbandingan, pertentangan dan gaya bahasa pertautan. Dalam Teks Tutur Candrabherawa juga memiliki struktur naratif yaitu, enam insiden, alur yang terdapat dalam Teks Tutur Candrabherawa menggunakan alur maju. Dalam Teks Tutur Candrabherawa terdapat 23 tokoh. Latar

yang terdapat dalam Teks Tutur Candrabherawa ini yaitu, latar tempat, latar waktu dan latar sosial. Tema Teks Tutur Candrabherawa adalah penyatuan Siwa-Buddha. Amanat yang terdapat dalam Tutur Candrabherawa adalah kesetiaan seorang raja terhadap keyakinannya, dan rasa bertanggung jawab terhadap kedamaian dunia. Teks Tutur Candrabherawa berfungsi sebagai ajaran tattwa (filsafat), ajaran kewiraan/kesatria. ajaran kawisesan (magis), dari masing-masing tutur yang bersumber dari Yudhistira dan Candrabherawa.

  • 7)    Daftar Pustaka

Agastia, IBG. 1994. Kesusastraan Hindu Indonesia. Denpasar : Yayasan Dharma Sastra.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Sudharta, Tjok Rai. 1985. Filsafat Ketuhanan dan Yadnya Dalam Pustaka Suci Dalam Puspanjali Persembahan untuk Prof. Dr. Ida Bagus Mantra, Jiwa Atmaja (ed). Denpasar: CV. Kayumas.

Sukada, I Made. 1987. Beberapa Aspek Tentang sastra. Denpasar: Penerbit Kayumas dan Yayasan Ilmu dan seni Lesiba.

Teeuw. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Jakarta : Pustaka Jaya.

Warna, I Wayan.1978. Kamus Bahasa Indonesia. Denpasar: Dinas pengajaran Propinsi Daerah Tingkat I Bali.

188