ISSN: 2302-920X

Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud

Vol 16.1 Juli 2016: 283 – 290

Fungsi Upacara Tae Mata Bagi Masyarakat Desa Wudi Kecamatan Cibal Kabupaten Manggarai NTT

Viani Safitra Geong1*, Purwadi 2, A.A.Ayu Murniasih3

123Program Studi Antropologi Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana 1[[email protected]] 2[[email protected]] 3[[email protected]]

*Corresponding Author

Abstract

Tae mata ceremony is a funeral ceremony for the villagers Wudi Manggarai district . This ceremony consists of several important procession namely : haeng nai procession , Tekong mbakung , po , e woja agu latung , ici mu , u , dea ceki ,acem peti , boak , lonto walu , saung ta , a, pat puluh wie , and kelas . As the development time tae mata changing ceremony is on the procession samo lime, wero , saung ta , a, boak , and pat puluh wie . Tae Mata ceremony has a function that is part of the life cycle, the surviving family tribute to those who died, and to maintain safety for the families who are still alive . In addition to functioning. Tae Mata ceremony Mata also has a very important significance , namely : a religious meaning , the meaning of solidarity , the meaning of kinship , psychological meaning , and the meaning of education

keywords : Function , Ceremony , Tae Mata

  • 1.    Latar Belakang

Kematian merupakan sesuatu yang tidak direncanakan oleh manusia. Seorang manusia dikatakan mati ketika jiwa meninggalkan tubuh untuk tidak kembali lagi, kalau jiwa telah memutuskan hubungan dengan tubuh manusia untuk selama-lamanya, maka tubuh itu akan mati (Koentjaraningrat, 1972:235). Ketika sesseorang telah dinyatakan meninggal begitu banyak hal yang dilakukan untuk mengantar kepergiannya ke alam baka atau ke dunia yang baru, dalam konteks ini mati juga bisa dianggap sebagai suatu proses peralihan dari suatu kedudukan sosial di dunia kesuatu kedudukan sosial di dunia makhluk halus (Ghazali, 2011 : 93).

Banyak masyarakat di dunia yang percaya bahwa jiwa yang meninggalkan tubuh akan tetap hidup, begitu pula dengan masyarakat Desa Wudi. Masyarakat Desa Wudi percaya bahwa bahwa kematian itu bukan akhir dari segalanya melainkan awal dari kehidupan baru. Masyarakat Desa Wudi percaya bahwa meskipun raga dari seseorang telah mati, tetapi jiwanya akan tetap hidup, dan bisa menyaksikan semua yang dilakukan manusia, untuk itu pada saat manusia meninggal, masyarakat Desa Wudi melakukan sebuah upacara yaitu upacara Tae Mata (upacara kematian), bagi

masyarakat Manggarai pada umumnya mata (mati) merupakan suatu peristiwa meninggal dunianya seseorang atau manusia. Meninggal yang ditandai hayat dikandunng badan ( hayat didalam badan terpisah), dan merupakan tahap akhir dari perjalanan hidup manusia di dunia (Adi, 2004:167). Pada pelaksanaan upacara Tae Mata masyarakat berdoa, bersaji, berkuban, dan sebagainya. Masyarakat Desa Wudi juga percaya bahwa orang yang sudah meninggal memiliki posisi yang sangat penting yaitu sebagai penghubung antara orang yang masih hidup dengan Tuhan sang pemilik kehidupan (Deki, 201348). Dalam pelaksanaan upacara Tae Mata bukan saja para kerabat yang ikut terlibat, tetapi semua masyarakat ikut membantu dalam pelaksanaan upacara, sehingga upacara bisa berjalan dengan lancar.

Setiap tahap kehidupan manusia sejak lahir hingga meninggal selalu diistimewahkan oleh masyarakat Desa Wudi melalui upacara-upacara khusus, begitupun pada saat seorang meninggal masyarakat melepaskan kepergian seseorang dengan melakukan upacara yaitu upacara Tae Mata (upacara kematian). Namun seiring perkembangan jaman upacara-upacara tersebut mengalami perubahan, termasuk upacara Tae Mata, akan tetapi perubahan tersebut tidak mengubah semua prosesi upacara.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini guna mengetahui prosesi, fungsi, dan juga makna upacara kematian pada Masyarakat Desa Wudi Kabupaten Manggarai NTT.

  • 2.    Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka kajian ini akan difokuskan pada fungsi upacara Tae Mata bagi masyarakat Desa Wudi Kecamatan Cibal Kabupaten Manggarai NTT. Permasalahan tersebut akan coba difahami dengan menjawab pertanyaan yang diformulasikan sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimana prosesi dan perubahan upacara Tae Mata bagi masyarakat Desa Wudi Kecamatan Cibal Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur?

  • 2.    Bagaimana fungsi dan makna upacara Tae Mata bagi masyarakat Desa Wudi Kecamatan Cibal Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur?

  • 3.    Tujuan Penelitian

  • 1.    Mengetahui prosesi dan perubahan upacara Tae Mata di Desa Wudi Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur.

  • 2.    Mengungkapkan fungsi dan makna yang terkandung dalam upacara Tae Mata di Desa Wudi Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur.

  • 4.    Metode Penelitian

Sesuai dengan topik yang dikaji, penelitian ini dilakukan di DesaWudi Kecamatan Cibal Kabupaten Manggarai NTT. Penentuan informan dalam penelitian dilakukan secara purposif yakni dengan memilih orang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang memadai terkait dengan upacara Tae Mata. Penelitian ini bersifat etnografi sehingga jenis data yang digunakan adalah data kualitatif yakni data berupa tulisan yang menghasilkan data deskriptif mengenai upacara Tae Mata. Sumber data tersebut didapatkan dari data primer yang didapatkan secara langsung dari lokasi penelitian, dan juga dari data sekunder, dimana data diperoleh melalui tinggalan berupa tulisan-tulisan yang termasuk juga buku, artikel, arsip yang berisi deskripsi mengenai topik permasalahan maupun teori, konsep, pendapat dari para tokoh atau ahli.

Data yang diperoleh dikumpulkan melalui observasi partisipasi, dan teknik wawancara. Teknik observasi merupakan upaya peneliti untuk menghayati dan mendalami kehidupan masyarakat bukan saja sebagai pengamat melainkan ikut terlibat langsung dalam prosesi upacara Tae Mata. Teknik wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan kepada informan dengan bertatap muka secara langsung. Data yang terkumpul dianalisis dengan pendekatan deskriptif interpretatif yakni penjelasan mendalam dengan penafsiran atau pemaknaan terhadap gejala yang diteliti.

  • 5.    Fungsi Upacara Tae Mata bagi Masyarakat Desa Wudi Kecamatan Cibal Kabupaten Manggarai NTT.

  • a.    Prosesi dan perubahan upacara Tae Mata di Desa Wudi Kecamatan Cibal Kabupaten Manggarai NTT

Seperti upacara-upacara lain di dunia, upacara Tae Mata juga mempunyai prosesi upacara. Prosesi-prosesi upacara Tae Mata yaitu : (1) prosesi haeng nai yang berarti tanda penghembusan nafas terakhir. Pada prosesi pertama ini para kerabat mengorbankan satu hewan kurban berupa babi atau kambing. Hewan kurban akan dibunuh didepan rumah duka atau didepan jenasah. Pembunuhan hewan kurban dilakukan setelah pembacaan torok (mantra) oleh seseorang yang telah ditentukan. Pembunuhan hewan kurban dalam prosesi ini sebagai simbol bahwa pihak keluarga mendoakan dan berharap agar perjalanan menuju alam baka tidak menemui rintangan. Semua hewan yang dikurbankan dalam upacara Tae Mata diyakini masyarakat selain sebagai persembahan kepada orang yang meninggal, juga sebagai mediator antara masyarakat yang melaksanakan upacara dengan orang yang meninggal.

Hewan yang telah dibunuh akan dilihat ususnya, jika ususnya telihat berkilau maka persembahan tersebut diterima oleh roh orang yang meninggal, tetapi jika usus dari hewan tidak berkilau persembahan tersebut tidak diterima, itu bertanda bahwa ada urusan yang belum diselaikan didunia dengan para kerabat (Deki, 2013). Usus dan hati dari hewan kurban akan dibakar dan dijadikan sesajen untuk orang yang meninggal, sedangkan bagian tubuh yang lain akan dimakan oleh orang yang mengikuti upacara; (2) prosesi tekong mbakung (jaga mayat), mayat dijaga karena menurut kepercayaan masyarakat pada saat seseorang meninggal ada banyak roh-roh lain yang ikut berkumpul, apabila semua orang tertidur maka akan diajak pergi (mati) oleh roh-roh yang datang, sebagai penyangganya adalah harus ada yang bangun untuk menjaga jenasah; (3) po,e woja agu latung (menahan padi dan jagung) untuk menahan atau meminta semua usaha, jerih payah orang yang meninggal supaya ditinggal untuk para kerabat dengan mengorbankan seekor ayam; (4) ici mu,u (isi mulut) memasukan koin atau cincin kedalam mulut jenasah sebagai bekal dan balas jasah; (5) dea ceki (beras janji) beras yang dimasukan kedalam tangan jenasah sebagai perjanjian dengan orang yang meninggal prihal diadakan malam ketiga atau malam kelima; (6) acem peti (penutupan peti jenasah) prosesi penutupan peti jenasah oleh keluarga, sebelum peti ditutup para kerabat menyampaikan pesan dan permintaan maaf dihadapan jenasah; (7) tekang tanah yaitu prosesi yang dilakukan sebelum kubur digali, pada prosesi ini dikurban seekor hewan dengan tujuan supaya tidak ada rintangan seperti batu-batu besar

pada saat proses penggalian kubur; (8) prosesi boak (penguburan) sebelum jenasah dimasukan kedalam liang kubur, pastor atau romo memberkati kubur dan jenasah; (9) prosesi lonto walu, masyarakat Desa Wudi berkumpul selama tiga malam berturut-turut di rumah duka, untuk menemani dan menghibur keluarga yang berduka sebelum dilaksanakan prosesi saung ta,a; (10) prosesi saung ta,a merupakan prosesi pelepasan masa duka dimana tidak ada lagi duka dan air mata, setelah dilaksanakan prosesi ini para kerabat sudah bisa melakukan kegiatan diluar rumah untuk kembali bekerja; (11) prosesi empat puluh malam, dalam prosesi ini masyarakat Desa Wudi berkumpul untuk mendoakan supaya arwah dari orang yang meninggal bisa diterima di surga; (12) prosesi kelas merupakan prosesi kenduri yang dilaksanakan satu tahun atau dua tahun setelah kematian seseorang sesuai kesepakatan keluarga.

Seiring perkembangan jaman prosesi upacara Tae Mata mengalami perubahan, namun perubahan tersebut tidak mengubah seluruh prosesi upacara, tetapi hanya mengubah beberapa prosesi upacara saja. Prosesi upacara yang mengalami perubahan yaitu: (1) samo lime (cuci tangan) dulu ketika pulang dari rumah duka semua orang harus mencuci tangan dimata air, namun sekarang samo lime (cuci tangan) dilakukan didepan rumah duka; (2) wero (berita duka) dulu nenek moyang masyarakat Desa Wudi mengabarkan berita duka dengan berjalan kaki, dan membawa tombak atau parang sebagai lambang ada yang meninggal, sekarang berita duka bisa disamapaikan dengan menggunakan telepon atau handphone, atau melalui radio; (3) prosesi saung ta,a atau pengahabisan masa duka adalah prosesi yang dulunya selalu dilakukan pada hari kelima setelah penguburan jenasah, namun sekarang prosesi saung ta,a bisa dilakukan pada hari ketiga setelah penguburan, hal ini dibuat demi keefektifan waktu dalam bekerja, karena sebelum dilaksanakan prosesi saung ta,a para kerabat yang berduka belum bisa melakukan pekerjaan diluar rumah; (4) prosesi boak (penguburan) pada prosesi penguburan terjadi perubahan dimana penguburan yang dulunya dilakukan dengan cara sederhana yakni jenasah hanya dibungkus dengan tikar, dan dimasukan kedalam lubang yang disediakan lalu ditimbun dengan tanah, sekarang pengalami perubahan. Sebelum dikuburkan jenasah didandan dengan rapi, mengenakan jas untuk laki-laki, dan untuk yang perempuan menggunakan gaun. Kuburnyapun dibuat seindah mungkin dengan menuliskan nama orang yang meninggal diatas kuburan yang telah dibuat, selain itu

prosesi penguburan disertai doa dan pemberkatan jenasah oleh Pastor atau Romo (bagi yang beragama Katholik); (5) prosesi empat puluh malam, prosesi ini dilaksanakan untuk mendoakan keselamatan jiwa orang yang meninggal, prosesi ini dilakukan pada hari keempat puluh setelah orang meninggal. Prosesi empat puluh malam dilakukan ketika masyarakat Desa Wudi telah menerima ajaran Katholik, karena menurut kepercayaan Katholik pada hari keempat puluh Yesus naik ke surga. Oleh karena itu masyarakat juga percaya pada hari keempat puluh orang yang meninggal akan naik ke Surga, karena itu masyarakat mengadakan doa supaya orang yang meninggal diterima di surga.

  • b.    Fungsi dan makna upacara Tae Mata

Upacara Tae Mata mempunyai fungsi dan makna yang sangat penting bagi masyarakat Desa Wudi. fungsi upacara Tae Mata antaralain : (1) upacara Tae Mata merupakan bagian dari siklus hidup, pada saat seseorang meninggal masyarakat Desa wudi selalu melakukan upacara Tae Mata untuk mengantar kepergia seseorang, karena pada saat seseorang dilahirkan masyarakat Desa Wudi menyambut kedatangan seseorang dengan mengadakan upacara; (2) penghormatan keluarga yang masih hidup kepada orang yang meninggal, masyarakat Desa wudi percaya orang yang meninggal meskipun fisik atau raganya sudah mati, tetapi rohnya akan tetap hidup, untuk itu masyarakat Desa Wudi melakukan upacara Tae Mata dengan melakukan prosesi upacara Tae Mata; (3) menjaga keselamatan keluarga yang masih hidup, masyarakat Desa Wudi yakin orang yang sudah meninggal kekuatanya lebih besar dibandingkan mereka yang masih hidup, untuk itu pada upacara Tae Mata mereka meminta orang yang meninggal untuk menjaga mereka dari bahaya.

Selain memiliki fungsi upacara Tae Mata juga mempunyai makna penting yaitu: (1) makna religius, dalam upacara Tae Mata masyarakat Desa Wudi merasa masih dekat dengan orang yang meninggal, seakan-akan mereka melihat keberadaan dari orang yang meninggal, mereka percaya orang yang meninggal bisa melihat mereka, hal itu ditunjukan dengan pemberian sesajen kepada orang yang meninggal, dan pembicaraan mereka melalui torok yang diucapkan, dan melihat jawaban dari usus ayam yang dikurbankan; (2) makna kekerabatan, pada pelaksanaan upacara Tae Mata suasana kekerabatan terasa lebih akrab, karena pada saat upacara Tae Mata para kerabat

semuanya berkumpul, jika ada kerabat yang bermusuhan akan didamaikan pada upacara Tae Mata; (3) makna solidaritas, dalam pelaksanaan upacara Tae Mata bukan saja para kerabat yang ikit ambil bagian dalam upacara, tetapi para masyarakat setempat juga berperan dan ikut membantu dalam penyiapan upacara, semua itu dilakukan karena adanya rasa solider dari masyarakat setempat; (4) makna psikologis, setelah melakukan semua prosesi serta ritual dalam upacara Tae Mata masyarakat dan para kerabat merasakan ketenangan dan kepuasan batin; (5) makna pendidikan, upacara Tae Mata memberikan pendidikan kepada masyarakat terutama kepada generasi muda supaya saling tolong menolong dalam setiap situasi, serta supaya masyarakat lebih menghargai kehidupan.

  • 6.    Simpulan

Berdasarkan uraian pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa prosesi upacara Tae Mata terdiri dari beberapa prosesi upacara yaitu: prosesi haeng nai (penghembusan nafas terakhir), prosesi tekong mbakung (jaga mayat), prosesi po,e woja agu latung (menahan padi dan jagung), prosesi ici mu,u (isi mulut), prosesi dea ceki (beras janji), prosesi acem peti (menutup peti mayat), prosesi boak (penguburan), prosesi lonto walu (berkabung), prosesi saung ta,a (malam ketiga atau malam kelima), prosesi empat puluh malam, prosesi kelas (kenduri). Adapun beberapa hal yang berubah dari upacara Tae Mata antara lain adalah : samo lime, wero, saung ta,a, boak, hewan kurban, serta prosesi empat puluh malam. Dari serangkaian prosesi upacara terdapat beberapa fungsi upacara Tae Mata yaitu : upacara Tae Mata merupakan bagian dari siklus hidup, penghormatan keluarga yang masih hidup kepada orang yang meninggal, untuk menjaga keselamatan bagi keluarga yang masih hidup. Selain memiliki fungsi, upacara Tae Mata juga mempunyai makna yang sangat penting yaitu: makna religius, makna solidaritas, makna kekerabatan, makna psikologis, dan makna pendidikan.

  • 7.    Daftar Pustaka

Adi M, Nggoro, 2004, Budaya Manggarai Selayang Pandang, Jakarta : Nusa Indah

Deki Kanisius Teobaldus, 2011, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Volume 3

2013, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Volume 5

Ghazali, Adeng Muchtar, 2011, Antropologi Agama, Upaya Memahami Keragaman Kepercayaan, Keyakinan, dan Agama, Bandung : Penerbit Alfabet

Koentjaraningrat, 1972, Beberapa Pokok Antropologi Sosial

290