Adaptasi Mahasiswa Asal Karangasem Dalam Memilih Hunian Di Kota Denpasar (Studi Kasus Mahasiswa Rantaun Asal Karangasem)
on
ISSN: 2302-920X
Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud
Vol 17.3 Desember 2016: 66 - 72
Adaptasi Mahasiswa Asal Karangasem Dalam Memilih Hunian Di Kota Denpasar (Studi Kasus Mahasiswa Rantaun Asal Karangasem)
I Made Arya Sugiawan1*, Industri Ginting Suka2, Bambang D.P.3 123Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana 1[aryasugiawan22@gmail.com] 2[gintingsuka55@gmail.com]
3
3[bdharwiyantoputro@yahoo.com]
*
Corresponding Author
Abstract
For students or new students who are being migrated to another city to pursue science, would definitely look for a place to stay for shelter. Place of residence or dwelling kos is the first thing that is needed and wanted before they continue their studies. With the residence, the students will have a new environment with a different atmosphere from their place of origin. In order to facilitate the process of adaptation of students from Karangasem, predominantly residential boarding students chose the same with students from other Karangasem. But on the other hand, it also requires the students to adapt and adjust your lifestyle to be able to socialize with fellow boarders from other region
Key Word : Adaptation, Student, and Life Style
Mahasiswa yang merantau akan membutuhkan tempat tinggal, terlebih lagi jika mereka pergi ke Negara atau ke daerah lain yang sama sekali belum pernah mereka jalani. Mahasiswa secara sederhana dapat didefinisikan sebagai sekelompok masyarakat yang mengenyam pendidikan formal tingkat tinggi. Menurut Walgito (2010: 23) mahasiswa diartikan sebagai pelajar yang menimba ilmu pengetahuan tinggi, di mana pada tingkat ini mereka dianggap memiliki kematangan fisik dan perkembangan pemikiran yang luas, sehingga dengan nilai lebih tersebut mereka dapat memiliki kesadaran untuk menentukan sikap dirinya serta mampu bertanggungjawab terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam wacana ilmiah.
Khususnya di Provinsi Bali, Kota Denpasar sebagai ibu kota Provinsi Bali menjadi salah satu tujuan utama lokasi pendidikan. Mahasiswa yang menuntut ilmu di universitas atau perguruan tinggi di Kota Denpasar berasal dari berbagai daerah. Salah
satunya yakni Daerah Karangasem. Menurut Atmaja (2010: 213) karakteristik merupakan ciri atau karateristik yang secara alamiah melekat pada diri seseorang yang meliputi umur, jenis kelamin, ras/suku, pengetahuan, agama/ kepercayaan dan sebagainya. Karakteristik orang Karangasem pada umumnya kaya akan budaya dan mempertahankan tradisi. Bahasa dan tutur katanya sedikit berbeda dengan daerah lain yang ada di Bali misalnya Singaraja, Tabanan, dan Gianyar. Masyarakat yang berasal dari Karangasem sangat mudah bergaul dengan masyarakat dari daerah lain.
Bagi mahasiswa atau mahasiswa yang sedang merantau ke kota lain untuk menempuh ilmu, pasti akan mencari tempat tinggal untuk berlindung. Tempat tinggal atau hunian kos adalah hal pertama yang dibutuhkan dan dicari sebelum mereka melanjutkan studi mereka. Poloma (2004: 15) menyatakan kawasan perkotaan
merupakan kontributor terbesar dalam pembangunan perekonomian nasional, kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan ekonomi, teknologi, informasi, dan inovasi. Adanya kelengkapan jaringan tranportasi dan komunikasi serta adanya sistem produksi barang secara khusus, memberikan peluang masyakat untuk meningkatkan kegiatan dalam bidang sosial ekonomi yang terbuka lebar di daerah perkotaan.
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan tersebut, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:
-
1. Faktor apa yang menyebabkan mahasiswa asal Karangasem memilih hunian kos yang didominasi oleh mahasiswa yang juga berasal dari Karangasem ?
-
2. Bagaimanakah strategi adaptasi mahasiswa asal Karangasem terhadap lingkungan serta implikasinya ?
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
-
1. Untuk mengetahui faktor penyebab mahasiswa asal Karangasem memilih hunian kos yang di dominasi oleh mahasiwa yang juga berasal dari Karangasem.
-
2. Untuk mengetahui strategi adaptasi mahasiswa asal Karangasem terhadap
lingkungan serta implikasinya
Sesuai dengan topik yang dikaji, penelitian ini berfokus di Jalan Kembang Matahari 55 Banjar Ketapian Kaja, Kelurahan Sumerta, Kecamatan Denpasar Timur Kota Denpasar. Adapun jenis penelitian yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dalam upaya memperoleh data yang lebih mendalam. Data yang diperoleh melalui Data dikumpulkan dengan metode observasi partisipasi, wawancara, serta studi kepustakaan. Teknik observasi partisipasi merupakan upaya peneliti untuk mengamati situasi di lokasi penelitian secara jelas dan nyata, tanpa ada yang ditutup-tutupi sehingga data yang diperoleh oleh peneliti sesuai dengan fakta realitas di lapangan yang benar-benar terjadi. Teknik wawancara merupakan pengumpulan data dengan menanyakan sesuatu kepada seorang informan dengan cara bercakap-cakap secara tatap muka. Teknik kepustakaan digunakan untuk mengetahui atau memperoleh data yang berkaitan dengan teori yang mendukung penelitian. Data yang dikumpul dianalisis dengan pendekatan deskriptif interpretatif yakni penjelasan mendalam dengan penafsiran atau pemaknaan terhadap gejala yang diteliti.
-
5. Adaptasi Mahasiswa Asal Karangasem Dalam Memilih Hunian Kos di Kota Denpasar
-
5.1 Faktor Penyebab Pemilihan Hunian Kos
-
Proses interaksi sosial didasarkan pada adanya berbagai kebutuhan, oleh karena kebutuhan tersebut terwujud di dalam tingkah laku manusia apabila berhubungan dengan sesamanya (Soekanto, 1988: 14). Berinteraksi juga merupakan salah satu faktor pendorong remaja asal Karangasem untuk memilih hunian kos, entah itu ajakan teman, ajakan pacar ataupun berbagai macam alasan lainnya. Bahkan ada beberapa di antara mereka yang sebelumnya tidak pernah pergi ke daerah lain akhirnya memutuskan untuk merantau ke kota untuk melanjutkan studinya.
Salah satu faktor penyebab dalam pemilihan hunian kos dengan sesama remaja asal Karangasem adalah pengaruh dari teman sebayanya. Hal ini bertujuan untuk mempermudah kelangsungan hidup mereka satu sama lain. Saat mereka menyelesaikan pendidikan SMA dan melanjutkan ke jenjang perkuliahan, mereka memikirkan
Universitas apa yang akan mereka cari dan juga memikirkan hunian kos yang akan mereka tempati. Selain dari pengaruh teman sebaya, salah satu pengaruh pemilihan hunian kos adalah ajakan dari pacar. Hal ini sangat sering ditemukan terjadi di masyarakat, di mana sepasang kekasih tinggal dalam satu hunian kos. Seiring berjalannya waktu, globalisasi telah mempengaruhi gaya hidup masyarakat terutama masyarakat ibukota atau kota metropolitan (Piliang, 2010: 131).
Saran dari orang tua juga mempengaruhi mahasiswa dalam menentukan hunian kos, di mana setiap orang tua menginginkan hal yang terbaik untuk anaknya. Pola asuh merupakan suatu sistem atau cara pendidikan, pembinaan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain. (Taty Krisnawaty, 2012: 46). Setiap orang tua akan memikirkan tempat hunian kos untuk buah hatinya, banyak yang di pertimbangkan orang tua untuk memilihkan hunian dalam menempuh pendidikan di bangku kuliah antara lain: lingkungaan hunian kos, jarak hunian kos dari kampus, fasilitas dan harga tentunya. Saat mahasiswa asal Karangasem memilih hunian kos di Denpasar mereka tidak harus melibatkan orang lain, karena bagi mahasiswa yang memiliki sikap rasa ingin mandiri akan menentukan pilihanya sendiri dan berani mengambil resiko yang dia pilih. Tentunya hal ini akan berdampak baik bagi kelangsungan hidup mahasiswa tersebut selain belajar mandiri mereka juga akan lebih percaya diri dalam menentukan sesutau hal. Menurut Kartono (1985: 21) kemandirian seseorang terlihat pada waktu orang tersebut menghadapi masalah.
Pengaruh gaya hidup modern yang dipengaruhi oleh budaya barat menjadi hal yang keren di kalangan mahasiswa, seperti pemilihan hunian kos yang memiliki fasilitas lengkap . Tidak lupa juga gaya berpakaian yang modis tetap menjadi yang utama bagi mereka. Perlu diketahui bahwa konsumerisme menurut Steven Miles (dalam Soedjatmiko, 2008: 9) merupakan suatu pola pikir atau tindakan di mana orang membeli barang bukan karena dia membutuhkan barang melainkan karena tindakan membeli itu sendiri memberikan kepuasan kepadanya. Dengan kata lain, konsumerisme sebagai wujud pemuasan kebutuhan identitas dan makna, serta memiliki fungsi sosial dan ekonomis.
Bahasa memiliki fungsi umum sebagai alat komunikasi yang dipakai oleh satu individu dengan individu lain untuk berinteraksi. Gambaran fenomena ini dapat dilihat pada mahasiswa asal Karangasem dalam melakukan proses adaptasi dengan mahasiswa asal daerah lain. Selain bahasa gaya hidup adalah cara hidup individu yang di identifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam hidupnya (ketertarikan) dan apa yang mereka pikirkan tentang dunia sekitarnya. Aktivitas gaya hidup yang sering dilakukan mahasiswa asal Karangasem yaitu nonkrong, main playstation, olahraga, dugem, dan main game kartu.
Kebiasaan nongkrong para mahasiswa akhirnya membentuk suatu komunitas yang memiliki tujuan serta ikatan naluri yang sama untuk melakukan aktivitasnya bersama-sama. Nongkrong sebagai wujud dari berinteraksinya sekelompok individu di suatu tempat untuk mengisi waktu luang mereka entah itu hanya sekedar duduk-duduk santai, makan, minum, merokok hingga minum-minuman beralkohol. Tidak jarang perilaku nongkrong akan berkelanjutan dan menjadi suatu kebiasaan yang sebagian besar dilakukan oleh para remaja atau mahasiswa, tidak terkecuali mahasiswa penghuni kos. Aktivitas yang lain yang di lakukan yaitu PES merupakan game yang di gandrungi oleh kalangan mahasiswa, karena game PES merupakan game yang di adaptasi dari olahraga sepak bola sehingga untuk memainkanya cukup gampang dan hanya memakai logika bagi orang yang mengerti tentang olahraga sepak bola ini. Selain bermain playstation untuk beradapatasi yang dilakukan mahasiswa penghuni kos juga melakukan aktivitas berolahraga bersama, dan di malam hari mereka biasanya pergi dugem ke club malam untuntk party.
Sebagai remaja tentunya mereka akan update terhadap apapun yang menjadi perkembangan trend dan juga IPTEK seperti style fashion, gadget, gaya rambut, bahasa pergaulan, tattoo dan masih banyak lagi gaya hidup lainnya. Inilah yang menyebabkan perilaku dugem muncul tanpa disadari oleh pelakunya. Dugem menjadi labelling dari berbagai pihak untuk mempertahankan citra mereka di masyarakat.
Implikasi dari pola adaptasi menimbulkan gaya hidup konsumerisme yang telah mempengaruhi ideologi mahasiswa di luar dari perilakunya yang lain seperti kebutuhan 70
merawat diri ke salon mahal, makan makanan fast food, pergi ke mall, dugem , gadget terbaru, yang sedang trend dan juga fashion terkini dengan harga yang fantastis. Demi keinginan akan citra anak gaul jaman sekarang, segala hal yang identik dengan mahal, kebarat-baratan serta pengonsumsian hal baru secara masal, membuat para remaja ini tidak mampu mengartikan apa sebenarnya mereka lakukan dan apa yang mereka dapatkan. Padahal segala kebutuhan gengsi ini mampu mereka dapatkan dengan harga atau tempat lain yang lebih terjangkau, persis seperti barang atau hal yang mereka butuhkan dan akhirnya mereka terjerumus ke dalam pergaulan bebas.
Berdasarkan uraian pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Berinteraksi merupakan salah satu faktor pendorong remaja asal Karangasem untuk memilih hunian kos, entah itu ajakan teman, ajakan pacar ataupun berbagai macam alasan lainnya. Bahkan ada beberapa di antara mereka yang sebelumnya tidak pernah pergi ke daerah lain akhirnya memutuskan untuk merantau ke kota untuk melanjutkan studinya. Salah satu faktor penyebab dalam pemilihan hunian kos dengan sesama remaja asal Karangasem adalah pengaruh dari teman sebayanya, ajakan pacar, dan saran dari orang tua. Selain pengaruh dari luar, mahasiswa asal Karangasem memilih hunian kost di Denpasar juga dipengaruhi oleh rasa ingin mandiri menentukan pilihannya sendiri dan berani mengambil resiko yang dia pilih. Pengaruh gaya hidup modern yang dipengaruhi oleh budaya barat menjadi hal yang populer di kalangan mahasiswa, seperti pemilihan hunian kos yang memiliki fasilitas lengkap .
Mahasiswa asal Karangasem yang telah merantau memiliki strategi adaptasi yang di lakukan guna menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Salah satu adaptasi yang dilakukan adalah adaptasi bahasa. Mahasiswa asal Karangasem yang berinteraksi dengan mahasiswa dari daerah lain dalam percakapan sehari- harinya masih pmenggunakan logat atau dialek Bali secara keseluruhan, tapi terkadang mereka juga memakai bahasa daerahnya untuk bercengkrama satu sama lain, dimana mereka saling bertukar kosa kata satu sama lain yang dapat ,memerperkaya pengetahuan mereka tentang bahasa daerah masing-masing. Kemudian adapatasi berikutnya adalah adaptasi gaya hidup. Adaptasi gaya hidup yang dilakukan berupa nongkrong, main playstation, olahraga, dugem, dan main spirit (judi kartu). Berbagai adaptasi yang dilakukan 71
tersebut menimbulkan implikasi pada mahasiswa asal Karangasem, yakni perilaku konsumerisme dan kecenderungan terjerumus kedalam pergaulan bebas .
Ahmadi, Abu. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta
Atmadja, Bawa. 2010. AJEG BALI “Gerakan, Identitas Kultural, dan Globalisasi”. Yogyakarta: LKis Printing Cemerlang
Kartono, Kartini. 1986. Kenakalan Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Poloma, Margaret M. 2004. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Sarwono, Sarlito W. 2003. Psikologi Remaja. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Soedjatmiko, Haryanto. 2008. Saya Berbelanja, Maka Saya Ada: Ketika Konsumsi dan
Design Menjadi Gaya Hidup Konsumerisme. Yogyakarta: Jalasutra
Soekanto, Soerjono. 2004. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Sutrisno, Mudji & Putranto, Hendar. 2005. Teori – Teori Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius
Walgito, Bimo. 2010. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : CV. Andi Offset
72
Discussion and feedback