ISSN: 2302-920X

Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud

Vol 16.2 Agustus 2016: 122-129

PENERJEMAHAN MAJAS METAFORA DALAM NOVEL KAZE NO UTA WO KIKE KARYA HARUKI MURAKAMI

Ni Gusti Putu Wahyu Dianti1*, I Nyoman Rauh Artana2, Ni Made Andry Anita Dewi3

[123]Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana 1[ayudianti3993@yahoo.com] 2[rauhartana@gmail.com]

3

3[andryanitadewi@yahoo.co.jp]

*

Corresponding Author

Abstract

The objective of this research is to investigate the translation strategies used to render the metaphors into Indonesian and to identify the types of shifts found in the translation of novel “Kaze No Uta Wo Kike”. Data were collected through library research by note taking of the metaphors found in the data source.The theory by Larson (1998) was applied to analyze the meaning of metaphor. By following Catford theory (1965) about translation shifts, the types of shift were identified and analyzed. The result reveals the followings. First, all types of strategies occurred in this translation, they were translated into metaphors by keeping the metaphorical image, translated into simile, translated into non figurative meaning with or without keeping metaphorical imagery, translated into metaphor of receptor language, and translated by add the meaning explained. Second, there are three types of translation shift occurred in this translation, namely level shift, structure shift and unit shift.

Key words : translating metaphor, translation strategies, translation shift

  • 1.    Latar Belakang

Perbedaan budaya antar bangsa berpengaruh besar terhadap proses penerjemahan khususnya dalam penggunaan peribahasa yang berbeda di masing-masing negara. Newmark (1988:104) menyatakan masalah penerjemahan yang paling sulit secara khusus adalah penerjemahan metafora. Metafora bahkan sering dijuluki sebagai ekspresi yang misterius karena maknanya sulit dijelaskan, apalagi diterjemahkan. Kesulitan menerjemahkan metafora pada hakikatnya berkaitan dengan struktur metafora yang variatif dan unsur pembangunnya yang kompleks. Sebagai sebuah ungkapan, metafora sarat akan nilai-nilai budaya sehingga untuk dapat menterjemahkan ungkapan metafora penerjemah juga harus memahami nilai-nilai budaya yang terkandung didalamnya. Selain itu, ada kalanya citra dalam BSu tidak lazim dalam BSa, sehingga penerjemah harus menemukan citra pengganti yang sepadan dan lazim dalam BSa tersebut.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel karya Haruki

Murakami yang berjudul Kaze No Uta Wo Kike yang kemudian dterjemahkan ke dalam

bahasa Indonesia oleh Jonjon Johana dengan judul Dengarlah Nyanyian Angin. Jonjon Johana merupakan satu-satunya penerjemah yang khusus menterjemahkan novel-novel karya Haruki Murakami ke dalam bahasa Indonesia, sehingga penulis tertarik untuk meneliti strategi penerjemahan yang digunakan oleh Jonjon Johana serta pergeseran struktur yang terjadi khususnya dalam menterjemahkan metafora.

  • 2.    Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  • 1.    Bagaimanakah strategi penerjemahan majas metafora BSu ke BSa dalam novel Dengarlah Nyanyian Angin terjemahan dari novel Kaze No Uta o Kike karya Haruki Murakami?

  • 2.    Bagaimanakah pergeseran penerjemahan majas metafora BSu ke BSa dalam novel Dengarlah Nyanyian Angin terjemahan dari novel Kaze No Uta o Kike karya Haruki Murakami?

  • 3.    Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai penerjemahan, khususnya penerjemahan dari bahasa Jepang ke dalam bahasa Indonesia. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi penerjemahan dan prosedur penerjemahan yang terjadi dalam proses menterjemahkan novel Kaze No Uta Wo Kike karya Haruki Murakami ke dalam bahasa Indonesia dengan judul ‘Dengarlah Nyanyian Angin’ yang diterjemahkan oleh Jonjon Johana.

  • 4.    Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak dengan teknik catat. Pada tahap analisis data, metode yang digunakan adalah metode agih, yakni metode yang alat penentunya justru bagian dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto, 1993:15). Dapat diketahui bagian yang menjadi penentu adanya majas metafora dalam kalimat tersebut dengan menggunakan teknik ini. Teknik pendukungnya adalah teknik analisis yang bersifat deskriptif, merupakan teknik yang berguna untuk menjelaskan secara sederhana proses analisis data.

  • 5.    Hasil dan Pembahasan

Dalam novel Kaze No Uta Wo Kike karya Haruki Murakami ditemukan 61 data metafora yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Jonjon Johana yang dianalisis berdasarkan strategi penerjemahan dan prosedur penerjemahannya.

  • 5.1    Strategi Penerjemahan Metafora

Berdasarkan teori strategi penerjemahan metafora yang dikemukakan Larson (1998), ditemukan bahwa metafora dalam novel Kaze No Uta Wo Kike karya Haruki Murakami diterjemahkan dengan menggunakan 5 strategi.

  • 5.1.1    Penerjemahan Metafora Menjadi Metafora yang Sama

Hasil analisis menunjukkan bahwa adanya penggunaan strategi penerjemahan metafora menjadi metafora yang sama. Berikut ini merupakan contoh analisis data tersebut.

  • (1)    文明とは伝達である bunmei to wa dentatsu de aru

BSu: 「文明 とは 伝達 で ある。 実現し、

bunmei to wa  dentatsu  de aru. Jitsugenshi,

peradaban TOP  informasi KOP. realisasi,

伝達 すべき こと が 失くなった 時、

dentatsu subeki  koto ga shikkunatta toki,

Informasi seharusnya hal NOM hilang ketika, 文明 は 終わる」 bunmei wa owaru. peradaban TOP berakhir.

(Kaze No Uta Wo Kike, 2004:31)

BSa:  “Peradaban adalah informasi. Tatkala sesuatu yang semestinya

diungkapkan dan diinformasikan sudah tidak ada, maka peradaban akan berakhir.”

(Dengarlah Nyanyian Angin, 2013:21)

Kalimat pada data (1) jika diterjemahkan secara harfiah akan menjadi ‘peradaban adalah informasi’. Kalimat Bunmei to wa dentatsu de aru merupakan sebuah kalimat yang mengandunng gaya bahasa metafora. Kalimat tersebut digunakan sebagai perumpamaan bahwa peradaban tidak akan ada tanpa adanya komunikasi dan informasi. Penerjemah menerjemahkan kalimat metafora tersebut secara harfiah tanpa merubah

makna yang terkandung dalam metafora tersebut. Oleh karena makna metafora pada BSu dan BSa adalah sama, maka metafora pada data (1) ini diterjemahkan dengan menggunakan strategi penerjemahan metafora yang pertama.

  • 5.1.2 Penerjemahan Metafora Menjadi Metafora Lain Tapi Bermakna Sama

Hasil analisis menunjukkan bahwa adanya penggunaan strategi penerjemahan metafora menjadi metafora lain tapi bermakna sama. Berikut ini merupakan contoh analisis data tersebut.

  • (2)    虫酸が走る

mushizu ga hashiru

BSu: 「金持ち  面 を   してる  奴ら を

Okanemochi dzura wo shiteiru yatsura wo Orang kaya topeng AKU melakukan mereka AKU 見る と ね、 虫酸    が 走る」

Miru to ne, mushizu     ga hashiru

melihat jika SHU, panas dalam perut NOM berlari (Kaze No Uta Wo Kike, 2004:14)

BSa: “Mual rasanya saat melihat mereka dengan wajah-wajah sok kaya mereka” (Dengarlah Nyanyian Angin, 2013:7)

Frasa mushizu ga hashiru jika diterjemahkan secara harfiah berarti ‘kemarahan berlari’ sehingga tidak berterima dalam BSa. Frasa mushizu ga hashiru merupakan metafora yang bermakna ‘keadaan mual di perut yang muncul ketika merasa benci ataupun jijik terhadap sesuatu’ (Kitahara: 2011-2013). Pada data ini metafora mushizu ga hashiru diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘mual rasanya’ karena lebih mudah dipahami dalam BSa. Dalam bahasa Indonesia, kata ‘mual rasanya’ memiliki makna ‘perasaan yang hendak muntah atau merasa jijik’ (Yufid:2015). Jika dibandingkan makna diantara kedua kata tersebut, dapat disimpulkan metafora BSu dalam data ini diterjemahkan dengan menggunakan strategi penerjemahan metafora menjadi metafora lain tapi bermakna sama dalam BSa.

  • 5.1.3 Penerjemahan Metafora Menjadi Simile

Hasil analisis menunjukkan adanya penggunaan strategi pernerjemahan metafora menjadi simile. Berikut ini merupakan contoh analisis data tersebut.

  • (3)    地獄だよ

jigoku da yo

BSu:「  地獄 だ よ、 ここ は

... jigoku da yo, koko wa...

...Neraka KOP SHU, disini TOP...

(Kaze No Uta Wo Kike, 2004:53)

BSa: “Di sini seperti di neraka...”

(Dengarlah Nyanyian Angin, 2013:39)

Pada data ini metafora jigoku da yo jika diterjemahkan secara harfiah menjadi ‘neraka lho’ tetapi penerjemah menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia dengan menambahkan kata ‘seperti’ sehingga hasil terjemahan menjadi ‘seperti di neraka’. Penerjemahan metafora menjadi majas simile pada data ini memungkinkan makna yang ingin disampaikan lebih mudah dipahami dalam BSa.

  • 5.1.4 Penerjemahan Metafora Menjadi Ungkapan Non-Metaforis

Hasil analisis menunjukkan bahwa adanya penggunaan strategi penerjemahan metafora menjadi ungkapan non-metaforis. Berikut ini merupakan contoh analisis data tersebut.

  • (4)    腹が立ち始めた

hara ga tachi hajimeta

BSu:突然   腹 が 立ち 始めた」

Totsuzen hara ga tachi hajimeta Tiba-tiba perut NOM berdiri mulai-BLam

(Kaze No Uta Wo Kike, 2004: 61)

BSa: “... tiba-tiba aku mulai merasa kesal

(Dengarlah Nyanyian Angin, 2013:43)

Frasa hara ga tachi hajimeta jika diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa Indonesia berarti ‘perut mulai berdiri’ (Kitahara: 2011-2013), sehingga tidak berterima dalam BSa. Pada data ini frasa hara ga tachi hajimeta diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘mulai merasa kesal’. Jika dibandingkan makna diantara kedua frasa tersebut, dapat disimpulkan metafora BSu pada data ini diterjemahkan dengan menggunakan strategi pernerjemahan metafora menjadi ungkapan non-metaforis dalam BSa.

5.1.5 Metafora Tidak Diterjemahkan

Hasil analisis menunjukkan adanya penggunaan strategi metafora tidak diterjemahkan. Berikut ini merupakan contoh analisis data tersebut.

  • (5)    あなたのレーゾン・デートゥル anata no reezon deetoru

BSu:僕 の ペニス の こと を 「あなた ... boku no penisu no koto wo (anata ... Aku GEN penis GEN hal AKU (kamu の レーゾン・デートゥル」と 呼んだ」 no reezon       deetoru) to   yonda

GEN raison      d‘être)   KOM panggil-BLam

(Kaze No Uta Wo Kike, 2004: 95)

BSa: “PEREMPUAN ketiga yang tidur denganku menyebut penisku “raison dʻêtre kamu””

(Dengarlah Nyanyian Angin, 2013:69)

Pada data ini metafora anata no reezon detoru tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, tetapi diberikan penjelasan dalam catatan kaki yaitu ‘alasan atau tujuan keberadaan’. Dalam kamus katakana bahasa Jepang, anata no reezon deetoru memiliki makna ‘alasan keberadaan’ (Kitahara: 2011-2013).

  • 5.2    Pergeseran Bentuk Dalam Penerjemahan Metafora

Berdasarkan teori strategi penerjemahan metafora yang dikemukakan Catford (1965), ditemukan terjadinya 3 jenis pergeseran dalam penerjemahan metafora yakni sebagai berikut:

  • 5.2.1    Pergeseran Level (Level Shift)

Pergeseran level dalam penerjemahan metafora dalam novel Kaze No Uta Wo Kike adalah pergeseran level pada morfem bentuk negasi. Berikut merupakan contoh analisis data tersebut.

BSu: 一言    も 口 を きかず

hitokoto     mo kuchi wo kikazuni

sepatah kata juga mulut AKU mendengar-NEG

(Kaze No Uta Wo Kike, 2004:44)

BSa: “tak sepatah kata pun yang dia ucapkan

(Dengarlah Nyanyian Angin, 2013:32)

Pada data (1) frase hito koto mo kuchi wo kikazuni kata kikazuni merupakan konjugasi dari bentuk dasar kiku yang berarti mendengar. Dilihat dari morfologinya, data (1) dapat diuraikan menjadi hito + koto + mo + kuchi + wo + kika + zu ni. Morfem –zu (ni) merupakan bentuk negasi yang termasuk dalam jodoushi dan merupakan morfem terikat. Bentuk –zu (ni) memiliki makna ‘tak’ atau ‘tidak’. Morfem –zu (ni) dalam tataran bahasa pada BSu dipadankan dengan kata ‘tak’, sedangkan frase hito koto mo kuchi wo kiku dipadankan menjadi ‘sepatah kata yang diucapkan’ sehingga hito koto mo kuchi wo kikazuni diterjemahkan ke dalam BSa menjadi tak sepatah kata pun yang dia ucapkan.

  • 5.2.2    Pergeseran Struktur (Structure Shift)

Pergeseran struktur yang terjadi dalam penerjemahan metafora dalam novel Kaze No Uta Wo Kike dijelaskan dengan contoh analisis data berikut:

BSu: 文明 とは 伝達 である。

Bunmei to wa dentatsu de aru. Peradaban TOP informasi KOP.

(Kaze No Uta Wo Kike, 2004:31) BSa: “Peradaban adalah informasi.”

(Dengarlah Nyanyian Angin, 2013:21)

Terjadi pergeseran struktur pada penerjemahan data (3). Dalam BSu frase metafora berpola subjek-objek-predikat (S-O-P) diterjemahkan menjadi subjek-predikat-objek (S-P-O) pada BSa.

bunmei to wa dentatsu de aru           peradaban adalah informasi

S         O    P            S      P    O

  • 5.2.3    Pergeseran Unit (Unit Shift)

Pergeseran unit yang terjadi dalam penerjemahan metafora dalam novel Kaze No Uta Wo Kike dijelaskan dengan contoh analisis data berikut:

BSu: 虫酸 が 走る

mushizu ga hashiru

kemarahan GEN berlari

(Kaze No Uta Wo Kike, 2004:14) BSa: “Mual rasanya”

(Dengarlah Nyanyian Angin, 2013:7)

Metafora pada BSu mendapatkan padanan dalam BSa yaitu ‘mual rasanya’. Dalam penerjemahannya, metafora mushizu ga hashiru mengalami pergeseran unit, yaitu dari frase menjadi klausa.

mushizu ga hashir         mual rasanya

frase                     klausa

  • 6.    Simpulan

Berdasarkan hasil analisis, simpulan dari penelitian ini adalah penerjemah menggunakan kelima strategi penerjemahan yang dikemukakan oleh Larson (1998) untuk menterjemahkan metafora yang terdapat dalam sumber data. Strategi yang paling banyak digunakan adalah strategi penerjemahan yang pertama yakni menerjemahkan metafora BSu menjadi metafora yang sama dalam BSa. Berkaitan dengan prosedur penerjemahan yang terjadi dalam menterjemahkan metafora, dapat disimpulkan bahwa terjadi 3 jenis pergeseran yaitu level shift (pergeseran level), structure shift (pergeseran struktur), serta unit shift (pergeseran unit).

  • 7.    Daftar Pustaka

Catford, J.C. 1965. A Linguistic Theory of Translation. London: Oxford University Press.

Larson, Mildred L. 1998. Meaning Based Translation. New York: University Press of America.

Newmark, P. 1988. A Textbook of Translation. United Kingdom: Prentice Hall International (UK) Ltd.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Yufid. 2015. Kamus Besar Bahasa Indonesia. http://pusat bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi Kitahara, Yasuo. 2011-2013. Meikyou Kokugoshiten Dainihan, Taishuukan Shoten

129