Tinggalan Tradisi Megalitik Di Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar
on
ISSN: 2302-920X
Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud
Vol 16.1 Juli 2016: 173 – 180
Tinggalan Tradisi Megalitik Di Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar
Kadek Wisnu Saputra1*, I Wayan Ardika2, Zuraidah3
123Program Studi Arkeologi Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana 1[[email protected]] 2[[email protected]] 3[[email protected]] *
Corresponding Author
Abstract
Bali is one island in Indonesia that holds a lot of evidence remains megalitik.Salah tradition of the evidence of the megalithic tradition in Bali is found in the village of Keramas, Blahbatuh, Gianyar. The objects are mostly stored in the form of several temples except the remains of a sarcophagus that is now stored in the Institute for Preservation of Cultural Heritage (BPCB) Bali, NTB, NTT. The first researct ini Keramas village was did by the survey team of the Archeological Research center and National Heritage Jakarta on 25 March 1976 led by Ismanto Kosasih, SA. The team initially examined the sarcophagus was found by villagers shampooing when making foundation Keramas village hall in 1975.research has the objective to determine the type, function and meaning of the remains of the megalithic tradition in the village of Keramas, Blahbatuh, Gianyar.
The theory used in this research is the theory of structural functionalism and theory of semiotics. The method used in this study, the data collection phase is done by observation, interview and literature study, then the second stage of data processing by analyzing data using morphological analysis techniques, stylistic analysis and comparative analysis.
From the analysis it can be concluded that the remains of the megalithic tradition in Keramas village is divided into several types, including simple statues, animal statues, statues patterned megalithic stone mortar, sarcophagus and menhirs. Function remains of the megalithic tradition in the village of Keramas as media homage to the ancestors is shown in statues simple Besakih, the statue of Lord-goddess in the temple Sekah, statues patterned megalithic in Pura Pasek Ngukuhin and sarcophagus found in the village of Keramas but the sarcophagus is profane or no longer functioned. Megalithic remains at Keramas village which has a function as a symbol of fertility, among others, stone mortars in Sedaan Purwa, Arca animals Bawi Siati and menhirs in Besakih is a symbol of fertility and media worship of the Goddess of Earth and Gods Wisnu.Tinggalan megalithic tradition in the village of Keramas has meaning fertility and religious significance.
(Keyword : the remains of the megalithic tradition, Keramas village, types, functions, meanings)
Peradaban prasejarah telah berlangsung jauh lebih lama dibandingkan dengan
peradaban sejarah yang telah dilalui hingga kini.Sekitar 800.000 tahun yang lalu atau
lebih, merupakan umur dari peradaban Phitencanthropus Erectusyang ditemukan di Sangiran, Jawa Tengah hingga abad ke-5 Masehi setelah ditemukannya yupa yang berinskripsi di Kalimantan Timur. Dalam rentang waktu yang panjang tersebut berbagai budaya besar telah ikut ambil bagian dalam keragaman budaya prasejarah Indonesia (Wiradnyana, 2010 : 222).
Tradisi yang berhubungan dengan pendirian bangunan megalitik sekarang ini sebagian sudah musnah dan ada yang yang masih berlangsung.Sisa-sisa bangunan dari tradisi yang sudah musnah terdapat di daerah-daerah Laos, Tonkin, Indonesia dan Pasifik sampai Polinesia. Tradisi megalitik yang masih hidup hingga kini ialah antara lain di Assam, Birma (Suku Naga, Khasi dan Ischim) dan beberapa daerah di Indonesia (Nias, Toraja, Flores dan Sumba). Usaha ke arah rekonstruksi yang wajar dalam bidang penelitian ini memperhatikan pula teori dan pendapat R. Von Heine Geldern mengenai tradisi megalitik di Asia Tenggara dan Pasifik sejak tahun 1928. Teori-teorinya menjadi dasar pendapat ilmuan-ilmuan lain mengenai beberapa masalah, seperti misalnya fungsi megalitik ternyata lebih kompleks daripada dugaan semula, penggolongan tradisi megalitik dalam dua tradisi besar, yaitu Megalitik Tua yang berusia kurang lebih 25001500 sebelum masehi dan Megalitik Muda yang berusia kira-kira millennium pertama sebelum masehi (Marwati dan Nugroho, 1993 : 205-206).
Salah satu lokasi penemuan tinggalan tradisi megalitik adalah di Desa Keramas, Blahbatuh, Gianyar yang dipilih sebagai objek penelitian. Penemuan benda-benda prasejarah di desa Keramas pertama kali diteliti oleh tim survei dari pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional Jakarta pada tanggal 25 Maret 1976 dipimpin oleh Ismanto Kosasih, SA. Tim ini awalnya meneliti sarkofagus yang ditemukan oleh masyarakat desa Keramas pada waktu membuat pondamen Balai Desa Keramas pada tahun 1975. Survei kedua di Desa Keramas dilakukan pada tahum 1977 oleh R.P.Soejono dari Pus.P./N. Jakarta dan Nyoman Purusa Mahaviranata meneliti sarkofagus yang ditemukan pada waktu menggali tanah untuk membuat batu bata (Mahaviranata, dkk, 1978/1979 : 3).
Tinggalan megalitik yang disimpan di dalam pura ditemukan di pura Besakih, Pura Pasek Ngukuhin, Pura Sekah, dan Sedaan Purwa Keramas.Pemujaan merupakan refleksi prilaku dari gagasan yang diungkapkan dalam bentuk tindakan yang melibatkan
interaksi masyarakat yang dalam prakteknya, prilaku akan memerlukan sarana dalam bentuk peralatan, meskipun sederhana. Alam, manusia dan kebudayaan di sekitar Desa Keramas merupakan faktor yang saling berkaitan dalam perkembangan tradisi megalitik di Desa Keramas, dengan demikian perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai tinggalan tradisi megalitik tersebut, sehingga masalah-masalah yang terkandung didalamnya merupakan masalah yang perlu dipecahkan antara lain masalah mengenai bentuk tinggalan megalitik, fungsi dan makna yang melatar belakangi, selain itu tinggalan megalitik Desa Keramas menunjukkan populasi yang cukup banyak.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang diatas, terdapat 2 permasalahan yang hendak diajukan dalam penelitian ini. Kedua permasalahan tersebut antara lain :
-
1. Jenis tinggalan tradisi megalitikapa saja yang ditemukan di Desa
Keramas?
-
2. Apa fungsi dan maknatinggalanmegalitik di Desa Keramas?
Tujuan umum dari penelitian ini ialah merekontruksi kebudayaan manusia masa lampau berdasarkan benda yang ditinggalkan manusia yaitu mencoba mengetahui kehidupan kebudayaan masa lampau dan proses kebudayaan yang terjadi berdasarkan temuantinggalantradisi megalitikdi Desa Keramas sehingga dapat memberikan gambaran mengenai kehidupan manusia masa lampau di wilayah tersebut. Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu untuk menjawab permasalahan yakni sebagai berikut.
-
1. Jenistinggalan tradisi megalitikapa saja yang ditemukan di Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar.
-
2. Fungsi dan makna tinggalan tradisi megalitik yang ditemukan di Desa Keramas, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar.
Pada penelitian ini, langkah awal yang dilakukan adalah melakukan studi kepustakaan yangbertujuan untuk mengumpulkan data hasil penelitian terdahulu berupa
buku-buku, laporan penelitian, artikel dan lain-lain terkait dengan penelitian yang akan dilakukan. Pada tahap pegumpulan data dilapangan dilakukan observasi guna mendapatkan data lengkap dengan mengamati objek secara cermat dan teliti, melakukan pemotretan, pendeskripsian, penggambaran dan pemotretan. Kegiatan selanjutnya adalah melakukan wawancara kepada narasumber yang dalam penelitian ini narasumber yang akan diwawancarai adalah pemangku pura serta tokoh masyarakat yang dianggap mampu memberikan informasi yang jelas. Wawancara yang digunakan adalah wawancara tanpa rencana atau tidak terstuktur untuk memudahkan peneliti dalam mengembangkan pertanyaan-pertanyaan secara langsung agar data hasil wawancara yang diperoleh dari narasumber lebih beragam dan luas.Selanjutnya, pengolahan data dilakukan dengan analisis morfologi, analisis stilistik dan analisis komparatif.
Berdasarkan jenis dan fungsinya tinggalan tradisi megalitik di Desa Keramas dapat diklasifikasikan menjadi 6 jenis, yaitu : Arca nenek moyang, arca binatang, lumpang batu, sarkofagus, dan menhir. Beberapa tinggalan tradisi megalitik Desa Keramas tersebut saat ini ditempatkan dan disucikan di 3 pura yaitu Pura Sekah, Pura Pasek Ngukuhin, Pura Besakih Keramas dan 1 di Sedaan Purwa kecuali temuan sarkofagus yang kini disimpan di kantor Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Bali, NTB dan NTT.
Arca nenek moyang di pura Pasek Ngukuhin yang berwujud perempuan dan arca nenek moyang di pura Sekah yang berwujud laki-laki dan perempuan merupakan bukti dari keberlanjutan tradisi megalitik setelah mendapat pengaruh agama Hindu. Ciri-ciri tradisi megalitik yang ditampilkan pada arca-arca di pura Pasek Ngukuhin adalah bentuk arca yang sangat kaku dan tidak proporsional sedangkan bentuk kekinian setelah dipengaruhi agama Hindu dapat dilihat pada penggunaan hiasan kepala, menggunakan kain dengan motif garis kotak-kotak, memegang benda bulatan di dada. Fungsi arca nenek moyang di pura Pasek Ngukuhin adalah sebagai simbol dari roh-roh leluhur yang telah meninggal yang berasal dari dadya/kawitan atau klan Pasek Ngukuhin, hal ini dibuktikan dari fungsi pura Pasek Ngukuhin sebagai tempat pemujaan terhadap arwah leluhur. Hal yang sama juga diperlihatkan pada arca nenek moyang
yang ditemukan di pura Sekah. Arca tersebut berwujud sepasang laki-laki dan perempuan yang dinamai arca Bhatara dan Bhatari, menggunakan hiasan kepala, gelang dan kain berbentuk garis kotak, salah satu arca memegang benda bulatan di dada, dimana dalam agama Hindu benda bulatan tersebut merupakan lambang pelepasan. Menurut penyungsung pura, arca Bhatara dan Bhatari tersebut berfungsi sebagai tempat berstananya arwah-arwah leluhur yang telah meninggal, setelah melalui serangkaian prosesi upacara kematian sedangkan arca nenek moyang berwujud perempuan dan arca binatang di pura Sekah berfungsi sebagai arca penolak bala. Selain arca nenek moyang Bhatara dan Bhatari di Pura Sekah juga ditemukan arca nenek moyang dan arca binatang yang ditempatkan di depan pintu masuk pura. Fungsi dari kedua arca tersebut sebagai arca penolak bala sebagai pelindung dari arwah-arwah nenek moyang yang telah meninggal.
Arca nenek moyang yang digambarkan dengan mata bulat besar dan melotot, hidung besar, bibir berupa goresan, tangan diletakkan di dada dengan sikap memuja, kaki kecil ditekuk ke depan, telinga besar, memiliki semacam hiasan kepala, memiliki tonjolan dada dan memperlihatkan kelamin yang ditemukan di pura Besakih merupakan wujud penggambaran manusia masa lalu terhadap kekuatan-kekuatan roh leluhur yang telah mati sebagai bentuk penghormatan. Seperti yang disebutkan oleh pemangku pura Besakih, arca-arca nenek moyang di pura tersebut merupakan bentuk imajinasi masyarakat masa lalu terhadap kekuatan supranatural yang diwujudkan dalam bentuk arca. Arca binatang Bawi Siati di pura Besakih Keramas, merupakan lambang kesuburan yang telah mendapat pengaruh Agama Hindu yang berfungsi sebagai media pemujaan terhadap Ibu Pertiwi dan Dewa Wisnu. Menhir yang ditemukan di Pura Besakih diletakkan pada Pelinggih Ibu Pertiwiberfungsi sebagai lambang kesuburan yang berkaitan dengan pertanian.
Temuan lumpang batu di Sedaan Purwa Desa Keramas merupakan lambang kesuburan.Lumpang batu di Sedaan Purwa sebagai alat untuk menumbuk hasil-hasil pertanian masyarakat desa di masa lalu.Seiring perkembangan jaman terjadi pergeseran fungsi dari lumpang batu tersebut, dari fungsi praktis menjadi fungsi magis.Hal ini dikarenakan masyarakat setempat menganggap bahwa benda-benda kuno adalah benda yang disakralkan sebagai media untuk memohon keselamatan dan kesuburan untuk
lahan pertanian bagi mereka yang berprofesi sebagai petani.Temuan yang bersifat dead monument / tidak difungsikan lagi ditunjukkan pada temuan sarkofagus di Desa Keramas, kini disimpan di Balai Pelestarian Cagar Budaya (Bali, NTB, dan NTT). Berdasarkan penggolongan sarkofagus di Bali oleh R.P Soejono menghasilkan beberapa tipe dan subtipe sarkofagus berdasarkan ukuran panjang, penampang lintang wadah/tutup dan tonjolan maka sarkofagus A dan E hasil temuan di desa Keramas termasuk dalam sarkofagus ukuran tipe kecil dengan bentuk subtipe AIIT Gaya Bona, yaitu sarkofagus berukuran kecil, wadah atau tutupnya berpenampang lintang setengah lingkaran meruncing dan bertonjolan bentuk bulat tebal.
Makna yang terkandung pada tinggalan tradisi megalitik di Desa Keramas yaitu makna kesuburan dan makna religi.Makna kesuburan diperlihatkan pada arca nenek moyang yang ditemukan di Pura Besakih dengan tonjolan alat kelamin.Selain arca nenek moyang, makna kesuburan juga diperlihatkan pada arca binatang, menhir dan lumpang batu yang berkaitan dengan kesuburan pertanian. Terkait makna religi, keberadaan tinggalan tradisi megalitik di desa Keramas berbentuk arca nenek moyang, arca binatang, lumpang batu, sarkofagus, dan menhir merupakan wujud dari konsep kepercayaan/religi manusia masa lampau akan kekuatan arwah-arwah nenek moyang yang telah meninggal, karena manusia masa lalu mengganggap bahwa kematian merupakan suatu hal yang besar dan akan lebih besar lagi apabila orang yang meninggal tersebut memiliki pengaruh kekuasaan tinggi dalam kelompok masyarakat. Untuk menjalankan konsep kepercayaan/religi tersebut maka masyarakat terdorong untuk menciptakan benda-benda yang dapat digunakan sebagai media pemujaan dalam ritual kepercayaan/religi.
Tinggalan tradisi megalitik di Desa Keramas dapat dibagi menjadi beberapa jenis, antara lain arca nenek moyang, arca binatang, lumpang batu, sarkofagus dan menhir. Dari temuan benda-benda arkeologi tersebut dapat diketahui bahwa Desa Keramas telah dihuni manusia sejak jaman prasejarah.Fungsi tinggalan tradisi megalitik di desa Keramas yang terdapat di dalam maupun di luar pura masih dikeramatkan sebagai media pemujaan, penolak bala, sebagai sebuah konsep kepercayaan/religi yang
memiliki hubungan yang kuat dengan masyarakat dan sebagai bentuk keberlanjutan tradisi megalitik yang masih hidup setelah mendapat pengaruh Hindu. Fungsi sebagai media penghormatan kepada arwah nenek moyang diperliihatkan pada arca nenek moyang di Pura Besakih.Arca binatang Bawi Siati merupakan lambang penghormatan kepada Dewi Pertiwi dan Dewa Wisnu. Arca nenek moyang perempuan dan arca binatang kera di pura Sekah berfungsi sakral sebagai penolak bala yang ditempatkan di depan pintu masuk pura. Arca nenek moyang di Pura Pasek Ngukuhin sebagai simbol penghormatan kepada leluhur dapat diketahui dari jenis pura Pasek Ngukuhin yang merupakan pura Kawitan/dadia atau pura yang berdasarkan atas garis keturunan, sehingga arca A dan B yang memiliki corak megalitik tersebut merupakan lambang nenek moyang yang telah meninnggal dari keluarga Pasek Ngukuhin. Arca Bhatara-Bhatari di pura Sekah sebagai simbol penghormatan nenek moyang ditempatkan pada pelinggih mrajapati, merupakan lambang nenek moyang yang telah meninggal setelah dilakukan proses upacara pengabenan, kemudian arwah yang meti disimbolkan dalam bentuk arca Bhatara-Bhatari. Lumpang batu di desa Keramas berfungsi magis sebagai lambang kesuburan dalam hal pertanian.Menhir di pura Besakih berfungsi sebagai lambang kesuburan dan simbol penghormatan kepada Dewi Pertiwi sebagai penguasa bumi. Artefak sarkofagus yang ditemukan di desa Keramas tidak difungsikan kembali atau bersifat (dead monument), namun perkembangan dari bentuk sarkofagus pada masa pengaruh Hindu masih dapat dilihat saat ini pada bentuk-bentuk Bendusa yang merupakan sarana tempat si mati (jenazah) yang dipakai masyarakat Hindu di Bali, dimana jenazah yang ditempatkan pada bendusa mempunyai status sosial tinggi seperti raja dan pendeta. Selain bendusa, perkembangan bentuk-bentuk hiasan kedok muka sarkofagus terlihat pada bentuk-bentuk hiasan banten tradisi Hindu Bali seperti bentuk cili, lamak, sasap, gebogan dan lain-lain yang tebuat dari janur, lontar, tepung, beras atau ketan, mentimun, jantung pisang, pelepah kelapa, kain, dan kayu sebagai sarana untuk upacara pemelaspas, upacara bayi berumur 42 hari (satu bulan tujuh hari) yang lazim disebut bulan pitung dina dan lain-lain.Tinggalan tradisi megalitik di Desa Keramas mengandung makna kesuburan yang tercermin dalam bentuk tonjolan alat kelamin dan menonjol, didukung oleh sikap jongkok dari arca nenek moyang yang ditemukan di Pura Besakih Keramas, selain itu makna kesuburan juga diperlihatkan
pada temuan lumpang batu di Sedaan Purwa yang dianggap mampu memberikan kesuburan pada bidang pertanian. Selain makna kesuburan, tinggalan tradisi Megalitik di Desa Keramas juga mengandung makna religi dimana keberadaan benda-benda tradisi megalitik di Desa Keramas merupakan wujud dari konsep religi manusia masa lampau sebelum mengenal agama dan berkembang hingga saat ini setelah munculnya agama Hindu.
Mahawiranata, Purusa, dkk. 1978/1979.Laporan Survai Keramas, No. 1 A. 1978/1979, Proyek Penelitian dan Penggalian Purbakala, Bali.
Poeponegoro, Marwati Djoened dan Notosusantu, Nugroho. 1993. Sejarah Nasional Indonesia I. Jakarta : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
Sumawati, Ni Nyoman Ayu. 1992. “Makna Simbolis Arca-Arca Bercorak Megalitik di Pura Besakih, Keramas, Blahbatuh, Gianyar”, Skripsi.Denpasar : Fakultas Sastra Universitas Udayana.
Wiradnyana, Ketut. 2010. “Pentarikhan Baru Situs Hoabinhian Dan Berbagai
Kemungkinannya”, Sangkhala, Vol.XIII, No.26., September: 222-232.
180
Discussion and feedback