Teks Geguritan Darmakaya: Analisis Struktur Dan Fungsi
on
ISSN: 2302-920X
Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud
Vol 16.1 Juli 2016: 167 – 172
Teks Geguritan Darmakaya: Analisis Struktur Dan Fungsi
Kadek Rika Aripawan1*, I Wayan Suardiana2, I Ketut Ngurah Sulibra3 123Program StudiSastra Bali FakultasSastradanBudayaUniversitasUdayana 1[[email protected]] 2[[email protected]]
3
*
Corresponding Author
Abstract
Research on DarmakayaGeguritan text is about the analysis of the structure and function. This analysis has the objective to describe the structure and functions contained in the text GeguritanDarmakaya.
This study uses the theory of structural and function. Structural theory based on the theory of Teeuw and Luxemburg, the function is used from theory Damono, Methods and techniques used is divided into three stages, namely (1) the stage of the provision of data by using the method of literature study and the technique used is the technique of recording, and assisted with translation techniques (2) the stage of data analysis, using qualitative methods and techniques used is descriptive and analytical techniques, and (3) the stage of data analysis using formal methods informally assisted with deductive and inductive techniques.
Disclosure of text structure GeguritanDarmakaya structure forms include; code language and literature, style and variety of language and narrative structure includes; incident, plot, character and characterization, setting, theme and mandate. Functions contained therein, is the function of affirmation, negation function and aesthetic function.
Keywords: structure and function
(1) LatarBelakang
Geguritan merupakan salah satu karya sastra tradisional yang ada di Bali, kata geguritan dalam Kamus Bali–Indonesia (1990: 254) berasal dari kata ‘gurit’ yang berarti gubah, karang, sadur. Geguritan merupakan suatu karya sastra Bali tradisional yang dibentuk oleh beberapa pupuh. Setiap pupuh diikat oleh padalingsa yaitu banyaknya baris dalam tiap bait (pada), banyaknya suku kata dalam setiap baris (carik), dan bunyi akhir tiap baris (Agastia, 1980: 17). Geguritan Darmakaya dari segi bentuk dibangun oleh empat jenis pupuh, yaitu; pupuh ginada, pupuh sinom, pupuh ginanti, pupuh durma.
Adapun naskah yang dijadikan objek kajian dalam penelitian ini yakni Geguritan Darmakaya. Naskah Geguritan Darmakaya ini digolongkan kedalam jenis
tutur, yaitu dharma pitutur. Menurut Kamus Bali Indonesia (1990: 757) menyebutkan tutur berarti nasihat. Disebut sebagai tutur karena didalam Geguritan Darmakaya terdapat nasihat–nasihat yang disampaikan seorang Rsi (brahmana) kepada seorang pemuda yang bernama Darmakaya, agar kalau dia ingin menjadi seorang dukun (balian) harus mematuhi norma–norma yang ada di masyarakat dan harus mau menolong semua orang tanpa melihat latar belakangnya dan menolong dengan iklas, serta selalu berprilaku sesuai dengan ajaran sastra dan agama.
(2 ) PokokPermasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas, maka adapun masalah yang dirumuskan ke dalam sebuah pertanyaan (1) elemen-elemen apakah yang membangun atau membentuk struktur Geguritan Darmakaya?, (2) Fungsi apa sajakah yang terdapat dalam Geguritan Darmakaya?
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian yang terdapat dalam “Geguritan Darmakaya” ini, dapat dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari penilitian ini adalah guna memberikan informasi kepada masyarakat luas yang ada di Bali, kelak berguna menjadi suatu karya sastra yang belum pernah diketahui oleh masyarakat Bali, menjadi sebuah karya sastra yang bias dikenal oleh masyarakat luas dan berguna dalam kehidupan sehari–hari sebagai sumbangan yang bermanfaat bagi perkembangan sastra pada masa yang akan datang. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk memahami kedudukan teks Geguritan Darmakaya dalam naskah kesusastraan Bali dan mengungkap secara mendalam struktur yang membentuk Geguritan Darmakaya yang meliputi struktur formal dan struktur naratifnya. Di samping itu, penelitian ini juga bertujuan untuk dapat mengetahui bagaimana fungsi, dari Geguritan Darmakaya.
Dalam penelitian ini metode dan teknik yang digunakan, yaitu (1) tahap penyediaan data, (2) tahapanalisis data, dan (3) tahap penyajian hasil analisis data. Pada
tahap penyediaan data dipergunakan metode studi kepustakaan.Teknik yang digunakan dalam penelitianini, yaitu (1) teknik pencatatan, dan (2) teknik terjemahan. Pada tahap pengolahan data, metode yang digunakan, yaitu metode kualitatif dan ditunjang dengan deskriptif analitik. Pada tahap penyajian hasil analisis data digunakan metode formal informal, yang dibantu dengan teknik deduktif dan induktif
Secara etimologi forma berasal dari bahasa latin yang berarti bentuk atau wujud (Ratna, 2009; 49). Struktur bentuk merupakan suatu tahapan dalam penelitian yang sangat penting dan sulit dihindari yaitu penelitian struktur. Teori struktur bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karyas astra yang bersama–sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984: 135).Pembahasan mengenai struktur forma pada Geguritan Darmakaya meliputi: kode bahasa dan sastra, ragam bahasa, serta gaya bahasa yang bertujuan untuk memberikan gambaran ciri khusus yang terdapatdalamkaryasastrageguritan.
Insiden ialah kejadian atau peristiwa yang terkandung dalam cerita besar atau kecil. Secara keseluruhan insiden-insiden ini menjadi kerangka yang membangunatau membentuk struktur cerita. (Sukada, 1987: 58-59). Terdapat empat belas insiden dalam Dalam GD insiden yang ada tidak terlalu banyak, karena GD berisikan tentang sebuah gegguritan yang isinya tutur. Insiden yang terdapat dalam GD terjadi pada saat Darmakaya memperkenalkan dirinya, lalu dia datang menemui seorang Pandita untuk menuntut ilmu kepada seorang Pandita, guna mempelajari tentang sastra, kekawin, usadha, dan ilmu tentang cara menjadi seorang dukun.
(2)Alur
Alur merupakan rangkaian peristiwa yang terjalin secara berkesinambungan yang membangun sebuah cerita.Dalam Teks Geguritan Darmakaya alur yang
digunakan adalah alur lurus peristiwa disusun dari awal, tengah dan akhir. Tahapan plot ini dibagi menjadi lima tahapan yaitu (1) tahap Situation, (2) tahap Generating Circumstances, (3) tahap Rising Action, (4) tahap Climax, dan (5) tahap Denouement (Tasrif dalam Nurgiyantoro, 1995: 149).
(3)Tokoh dan penokohan
Aminudin (dalam Siswanto, 2008: 142) mengemukakan bahwa tokoh merupakan pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita, sedangkan cara pangarang menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut penokohan. Pendapat tersebut menunjukan bahwa antara tokoh dan penokohan sesungguhnya adalah dua hal yang berbeda. Tokoh yang terdapat dalam Geguritan Darmakayatidak memiliki banyak tokoh, hanya terdapat 2 tokoh dalam Geguritan Darmakaya. Tokoh utama dalam Geguritan Darmakaya, yaitu Darmakaya. Tokoh Sekunder yang terdapat dalam Geguritan Darmakaya Sang Pandita, tokoh sekunder yang dimaksud adalah tokoh-tokoh yang memiliki kaitan dengan tokoh utama dan yang memiliki pengaruh besar dalam cerita Geguritan Darmakaya.
Tarigan (1984: 157) mengemukaan bahwa latar atau seting adalah lingkungan fisik tempat kejadiaan berlangsung.Latar mencakup tempat,waktu, serta kondisi-kondisi psikologi dari semua yang terlihat dalam kejadian tersebut.Dalam Geguritan Darmakaya,pengarangtidak menyebutkan dengan jelas latar dari cerita ini, baik itu latar tempat, waktu dan suasana.
(5)Tema
Tema merupakan ide pokok sebuah cerita dan merupakan hal yang terpenting dalam cerita sebagai tujuan yang ingin dicapai dan disampaikan pengarang kepada pembaca lewat karyanya. Tema yang digunakan dalam GD adalah “pendidikan”. Tema ini diperoleh dari penggambaran peristiwa dari bagian awal sampai dengan akhir yang memberitahukan kisah perjalanan pemuda yang ingin menjadi seorang ahli spiritual atau dukun.
(6 )Amanat
Dalam kamus istilah sastra (zaidan, 2004: 27) amanat adalah pesan pengarang kepada pembaca baik tersurat maupun tersirat yang disampaikan melalui karyanya. Sedangkan dalam kasus istilah sastra (Sudjiman, 1986: 5) amanat adalah pesan
pengarang kepada pembaca atau pendengarannya lewat karyanya. Kridalaksana (2008: 13) dengan istilah luas menyatakan, bahwa amanat adalah keseluruhan makna atau isi suatu wacana; konsep dan perasaan yang hendak disampaikan pembicara untuk dimengerti dan diterima pendengar.Amanat yang terdapat dalam Geguritan Darmakaya,adalah seorang pemuda bernama Darmakaya yang mempunyai keinginan yang baik, ingin menolong sesama, menolong orang-orang sakit dengan tulus iklas. Disamping itu tokoh Darmakaya juga mengamalkan bagaimana seharusnya kewajiban murid terhadap gurunya
-
b. Fungsi Teks Geguritan Darmakaya
Perananan utama karya sastra adalah penertiban dan sekaligus pemberdayaan aspek-aspek rohaniah dengan cara menampilkan kualitas etis dan esteris, isi dan bentuk, sarana dan pesan (Ratna, 2005: 503). Berdasarkan pendapat tersebut, maka geguritan sebagai salah satu karya sastra tradisional Bali memiliki fungsi-fungsi dalam lingkungan masyarakat sosial Bali. Teks Geguritan Darmakaya dapat dipandang sebagai karya sastra yang dapat berfungsi (1) memiliki fungsi afirmasi (a) Afirmasi yaitu menetapkan norma sosial budaya yang ada waktu tertentu (Teeuw, 1982: 20). Artinya, mengenai aturan-aturan yang berlaku di masyarakat saat ini, berupa tindakan yang boleh dan tidak boleh kita lakukan di dalam kehidupan masyarakat yang berbudaya. Jadi, dengan mematuhi peraturan-peraturan ini, maka kehidupan kita bermasyarakat pun akan damai. Dalam Teks Geguritan Darmakaya fungsi afirmasi yang ada tata cara menjadi seorang dukun dan budhakecapi sebagai dasar etika.(b) Fungsi negasi. Negasi yaitu pemberontakan terhadap norma yang berlaku (Teeuw, 1982: 20). Artinya, peraturan-peraturan yang sudah ditetapkan yang berlaku pada masa sekarang ini tidak dipatuhi atau dilanggar,
-
(2) Fungsi Estetika, dalam Geguritan Darmakaya terdapat fungsi estetika yang digunakan sebagai media hiburan dimana fungsi sastra digunakan untuk menyenangkan
hati pembaca. Geguritan Darmakaya memiliki nilai seni yang lebih jika karya ini telah dilantunkan atau dinyanyikan. Dalam melantunkan setiap pada dalam Geguritan Darmakaya tentunya dilakukan oleh seorang pengwacen (pembaca teks) dan seorang paneges (penerjemah). Pada saat pembaca teks dengan cara melagukannya, seorang pengwacen akan selalu berinteraksi dengan panegesnya. Interaksi tersebut tampak ketika seorang pengwacen dalam melagukan teks tidak akan melagukan teksnya secara sekaligus selesai satu pada, namun akan dilagukan dengan beberapa kali pemenggalan disesuaikan dengan makna pada teks (biasanya dilagukan perpalet). Hal ini bertujuan untuk memberikan ruang bagi peneges untuk masuk menerjemahkan apa yang telah dilakukan oleh pengwacen. Secara lebih singkat, pengwaen pertama melantunkan teks kemudian diterjemahkan oleh paneges kemudian dilanjutkan kembali oleh pengwacen dengan paneges. Keduanya masuk secara bergantian untuk mengekspresikan teks geguritan. Ketika Geguritan Darmakaya dinyanyikan, maka akan tampak nilai keindahannya. Sehingga secara tidak langsung karya ini memiliki fungsi estetika yang tinggi jika dilihat dari sisi lantunan irama dalam kegiatan madharmagita. Lantunan irama masing-masing pupuh mampu membangkitkan rasa senang dan sedih.
Geguritan Darmakaya merupakan salah satu karya sastra Bali klasik, yang berbentuk puisi narasi. Geguritan Darmakaya memiliki bentuk geguritan tetapi dari segi isi berisakan tentang nasihai-nasihat yang baik (dharma pitutur). Geguritan Darmakaya memiliki struktur bentuk yang mengulas bentuk atau kemasan dalam menampilkan karya sastra itu sendiri. Kajian mengenai struktur bentuk difokuskan pada analisis yang meliputi konvensi masing-masing pupuh pembangunan Geguritan Darmakaya, gaya bahasa yang ditampilkan serta ragam bahasa yang digunakan dalam GD. Dalam GD bahasa yang digunakan Bahsa Kawi Bali, tetapi terdapat juga Bahasa Bali Alus, Bahasa Bali Madia dan Bahsa Bali Kasar. Gaya bahasa yang paling dominan yang terdapat dalam GD, yaitu gaya bahasa perbandingan.
Struktur naratif yang terdapat dalamGD meliputi insiden, alur, tokoh dan penokohan, latar, tema dan amanat. Semua unsur tesebut terjalin dalam satu kesatuan cerita yang bulat dan utuh, hanya saja pada latar pengarang tidak menyebutkan dengan
jelas latar yang terdapat dalam GD tidakmenggunakanbanyak tokoh, hanya menggunakan dua orang tokoh. Hubungan kedua tokoh adalah murid dan guru, dengan menampilkan Darmakaya sebagai tokoh utama. Dilihat dari perwatakan kedua tokoh yang ditampilkan, sifat kedua tokoh berbeda bila ditinjau dari segi psikologi. Sedangkan memiliki persamaan dari segi fisik (menyangkut jenis kelamin tokoh).
Analisis fungsi yang terdapat dalam GD dibagi menjadi tiga bagian yaitu fungsi afirmasi, fungsi negasi dan fungsi estetika. Dalam analisis fungsi afirmasi membahas tentang tata cara menjadi seorang dukun dan budhakecapi sebagai murid yang harus berbakti kepada guru. Fungsi estetika membahas tentang keindahan suatu karya sastra tradisional, dengan cara menyanyikan karyasa stratradisional tersebut. Dalam GD keindahannya sudah dapat terlihat, jika pupuh-pupuh yang terdapat dalam GD dinyanyikan dengan irama yang benar.
Damono, Sapardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa DEPDIKBUD.
Luxemburg, Jan Van, Mieke Baldan Willem G. Weststeijin. 1984. Pengantar Ilmu Sastra (Terjemahan oleh Dick Hartoko dari judul asli Inleding in de Literatur wetenschap). Jakarta: PT Gramedia.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah mada University Press.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakata: Pustaka Pelajar
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Teeuw, A. 1984.Sastra dan Ilmu Sastra (Pengantar Teori Sastra).Jakarta: Pustaka Jaya.
Warna, I Wayan.1978.Kamus Bali Indonesia. Denpasar: DinasPengajaranPropinsi
Daerah Tingkat I Bali
Wellek, Rena & Austin Warren. 1989.Teori Kesusastraan.Jakarta:PT, Gramedia
173
Discussion and feedback