ISSN: 2302-920X

Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud

Vol 20.1 Agustus 2017: 162-168

Penerjemahan Majas Personifikasi Dalam Novel Sekai No Chuushin De Ai Wo Sakebu Karya Katayama Kyoichi

Ni Luh Jessica Pratiwi

Prodi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Unud

[email: [email protected]]

Abstract

This researchʼs titled is “The Translation of Personification in Sekai no Chuushin de Ai wo Sakebu by Katayama Kyoichi”. The objective of this research is to know the types of personification and the translation strategies. This research used the types of personification teory by Tsutomu (2005) and the translation strategies by Larson (1998). Result of this research show that there are four types of personification in Sekai no Chuushin de Ai wo Sakebu Novel by Katayama Kyoichi such as meishiku gijinhou, doushiku gijinhou, keiyoushiku gijinhou, and fukushiku gijinhou. Moreover, the translation strategy personification translation are used in three strategies.

Key words : personification, types of personification, translation strategy

  • 1.    Latar Belakang

Gaya bahasa (majas) merupakan cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pemakai bahasa (Keraf, 1985:113). Untuk menikmati keindahan majas dalam sebuah karya sastra khususnya berupa novel, alangkah lebih baiknya apabila terlebih menerjemahkan novel tersebut ke dalam bahasa sasaran. Melalui penerjemahan tersebut, pembaca akan mampu menikmati dan memahami maksud yang ingin disampaikan penulis.

Penerjemahan tersebut merupakan suatu upaya mengganti teks bahasa sumber dengan teks yang sepadan dalam

bahasa sasaran (Machali, 2000:4). Penerjemahan majas dari teks bahasa sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (BSa) bukanlah hal yang mudah, banyak hal yang harus diperhatikan penerjemah agar hasil penerjemahannya memiliki kesepadanan makna.

Penggunaan majas personifikasi dalam sebuah karya sastra bertujuan untuk menambah estetika dalam suatu ungkapan dan untuk meningkatkan kesan beserta pengaruhnya terhadap pembaca.Untuk tetap mempertahankan unsur keindahan dalam suatu majas, sebaiknya penerjemah tetap menerjemahkan majas dari Bsu menjadi majas pula pada Bsa. Penerjemah harus

mampu menemukan kata yang sepadan dalam bahasa sasaran sehingga mampu memberikan pemahaman kepada pembaca.

Pada penelitian ini dikaji mengenai jenis-jenis majas personifikasi beserta strategi      penerjemahan      majas

personifikasi. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini menggunakan pendapat dari Tsutomu (2005) untuk menganalisis jenis-jenis majas personifikasi yang terdapat dalam novel Sekai no Chuushin de Ai wo Sakebu. Untuk menganalisis strategi penerjemahan yang digunakan pada penerjemahan majas personifikasi digunakan pendapat dari Larson (1998).

  • 2.    Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, masalah yang dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

  • 1.    Bagaimanakah   jenis-jenis majas

personifikasi BSu ke BSa dalam novel Sekai no Chuushin de Ai wo Sakebu dan terjemahannya pada novel Ku Teriakkan Cinta pada Dunia karya Katayama Kyoichi?

  • 2.    Bagaimanakah strategi-strategi penerjemahan majas personifikasi dalam novel Sekai no Chuushin de Ai wo Sakebu dan terjemahannya pada

novel Ku Teriakkan Cinta pada Dunia karya Katayama Kyoichi?

  • 3.    Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperkaya khasanah penelitian mengenai penerjemahan dan menambah wawasan     pembaca     mengenai

penerjemahan dari bahasa Jepang ke bahasa Indonesia. Secara khusus tujuan penelitian ini yaitu memahami jenis-jenis majas personifikasi dan strategi penerjemahan yang digunakan dalam novel Sekai no Chuushin de Ai wo Sakebu (SNCDAWS) dan terjemahannya yang berjudul Ku Teriakkan Cinta pada Dunia (KTCPD).

  • 4.    Metode Penelitian

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan metode simak dan teknik catat. Pada tahap analisis data digunakan metode padan translasional, yaitu metode analisis yang tahap penentuannya adalah bahasa lain (Sudaryanto, 1993:15). Selanjutnya, pada tahap penyajian analisis data menggunakan metode informal yaitu, perumusan dengan katakata biasa (Sudaryanto, 1993:145). Hasil analisis        disajikan        dengan

menguraikannya dalam kata-kata dan kalimat untuk memberikan deskripsi

yang jelas mengenai hasil analisis data yang telah dilakukan.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua teori yaitu, untuk menganalisis     jenis-jenis     majas

personifikasi digunakan pendapat dari Tsutomu (2005) dan menganalisis strategi      penerjemahan      majas

menggunakan pendapat dari Larson (1998).

  • 5.    Hasil dan Pembahasan

Pada novel Sekai no Chuushin de Ai wo Sakebu karya Katayama Kyoichi ditemukan empat jenis majas personifikasi serta menggunakan tiga strategi dalam menerjemahkan majas personifikasi.

  • 5.1    名詞句擬人法 Meishiku Gijinhou

Personifikasi Frase Kata Benda’

Pada novel Sekai no Chuushin de Ai wo Sakebu ditemukan empat data meishiku gijinhou dan digunakan dua strategi dalam penerjemahannya. Berikut merupakan salah satu analisis data meishiku gijinhou.

  • (1)    hana no akachan

BSu : Sude ni juuendama kurai no hana no akachan wo takusan tsuketeiru (SNCDAWS, 2006:16)

BSa : Dan dihiasi dengan banyak anakan bunga sebesar koin 10 yen.

(KTCPD, 2015:14)

Berdasarkan paparan data (1), terdapat frasa yang menyatakan adanya meishiku gijinhou yaitu pada frasa ʻhana no akachanʼ yang dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan sebagai bayi bunga. Pada data (1) kata ʻhanaʼ yang merupakan jenis kata benda dan mempunyai arti ‘bunga’ diibaratkan memiliki bayi atau anak layaknya manusia yang ditunjukkan dengan penggunaan kata ʻakachanʼ yang apabila diklasifikasikan sesuai kelas katanya juga merupakan kata benda. Sehingga contoh data tersebut termasuk ke dalam jenis personifikasi meishiku gijinhou.

Strategi penerjemahan yang digunakan dalam menerjemahkan data (1) adalah strategi penerjemahan majas personifikasi BSu menjadi bentuk nonfiguratif BSa. Hal tersebut dapat dilihat dari frasa ʻhana no akachanʼ yang memiliki arti ‘bayi bunga’ diterjemahkan menjadi ‘anakan bunga’ pada bahasa sasaran. Frasa ‘anakan bunga’ termasuk jenis kata biasa yang tidak memiliki unsur figuratif. Kata ‘anakan’ berasal dari kata dasar ‘anak’ dan diimbuhkan sufiks-an. Kata ‘anakan’ secara harfiah mempunyai arti tunas yang tumbuh dari akar, biji maupun umbi (Alwi, 2005:43).

  • 5.2 動詞句擬人法 Doushiku Gijinhou

Personifikasi Frase Kata Kerja’

Pada novel Sekai no Chuushin de Ai wo Sakebu ditemukan 51 data doushiku gijinhou dan digunakan tiga strategi dalam penerjemahannya. Berikut merupakan salah satu analisis data doushiku gijinhou.

  • (2)    Kotsuzui ga namakete

BSu : Daitai Aki no kotsuzui ga namakete, chanto hakkekkyuu wo tsukuranaikara, koiu koto ni narun da

(SNCDAWS, 2006:132)

BSa : Lagipula ini karena sumsum tulang belakangmu malas dan nggak memproduksi sel darah putih dengan baik.

(KTCPD, 2015:135)

Berdasarkan dengan paparan data (2), ditunjukkan adanya penggunaan majas personifikasi jenis doushiku gijinhou. Kata kerja yang digunakan pada data tersebut adalah kata kerja yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kata kerja ʻnamakeruʼ mempunyai arti ‘malas’. Hal tersebut menyatakan seolah-olah sumsung tulang belakang yang termasuk benda mati mempunyai sifat malas seperti yang dimiliki oleh manusia.

Pada data (2) majas personifikasi BSu diterjemahkan menjadi majas personifikasi pula pada BSa. Majas

personifikasi pada data (2) yaitu ʻdaitai Aki       no       kotsuzui       ga

namakete,….ʼ.diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘Lagipula ini karena sumsum tulang belakangmu malas,..’. Majas personifikasi pada BSu diterjemahkan penulis tetap menjadi majas personifikasi pada BSa.

  • (3)    Hikui zassou ga tobidashiteiru.

BSu : Sore ga ima dewa boro-boro ni kudake, wareme kara se no hikui zassou ga tobidashiteiru.

(SNCDAWS, 2006:183)

BSa : Sekarang beton sudah pecah dan dari retakannya keluar rumput liar pendek.

(KTCPD, 2015:135)

Pada data (3) terdapat penggunaan majas personifikasi pada frasa ʻWareme kara se no hikui zassou ga tobidashiteiru.ʼ     yang     apabila

diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa Indonesia berarti ‘Dari retakannya meloncat keluar rumput liar pendek.’. Majas personifikasi pada data (3) tergolong ke dalam jenis personifikasi doushiku gijinhou. Hal tersebut dapat dilihat dari penggunaan verba ʻtobidashiteiruʼ yang memiliki arti ‘meloncat, melompat keluar, terbang keluar’. Pada frasa tersebut

penulis mengibaratkan sebuah rumput seolah-olah memiliki anggota gerak sehingga mampu melakukan tindakan seperti ‘meloncat’ layaknya seorang manusia.

Strategi penerjemahan pada data (3) yaitu penerjemahan majas personifikasi BSu menjadi bentuk nonfiguratif pada BSa. Verba tobidashiteiruʼ yang memiliki arti ‘meloncat atau melompat keluar’, pada BSa diterjemahkan menjadi ‘keluar’ sehingga majas personifikasi pada BSu tidak menjadi majas personifikasi pula pada BSa.

5.3 形容詞句擬人法 Keiyoushiku

Gijinhou ‘Personifikasi Frase Kata Sifat’

Pada novel Sekai no Chuushin de Ai wo Sakebu ditemukan tiga data keiyoushiku gijinhou dan digunakan satu strategi dalam penerjemahannya. Berikut merupakan salah satu analisis data keiyoushiku gijinhou.

  • (4)    Shinu koto wa mugoi.

BSu : Washira no sekai de hito ga shinu koto wa mugoi koto da naa.

(SNCDAWS, 2006:198)

BSa : Kematian di dunia kita itu kejam.

(KTCPD, 2015:205)

Data (4) menunjukkan adanya personifikasi jenis keiyoushiku gijinhou. Hal tersebut dapat dilihat dari kata ‘shinu koto‘ yang berarti ‘kematian’ dibandingkan dengan kata sifat ‘mugoi’ yang mempunyai arti ‘sikap yang kejam dan tanpa belas kasihan’. Pada data (4) penulis mengibaratkan kematian tersebut mempunyai karakter kejam seperti seorang manusia. Maka dari itu, data (4) termasuk ke dalam jenis personifikasi keiyoushiku gijinhou karena menggunakan kata sifat dalam perbandingannya.

Pada data (4) strategi penerjemahan yang digunakan penulis ialah strategi penerjemahan majas personifikasi BSu menjadi majas personifikasi pada BSa. Hasil terjemahan pada BSu dan BSa pada data (4) tetap mempertahankan unsur personifikasi.

  • 5.4副詞句擬人法 Fukushiku Gijinhou

‘Personifikasi Frase Kata

Keterangan’

Pada novel Sekai no Chuushin de Ai wo Sakebu ditemukan dua data fukushiku gijinhou dan digunakan dua strategi pula dalam penerjemahannya. Berikut merupakan salah satu analisis data fukushiku gijinhou.

  • (5)    Taiyou ha umi no hou kara nasakeyoushanaku teritsuketekuru.

BSu : Kaisuiyokuba no shima no minami gawa nanode, taiyou ha umi     no     hou     kara

nasakeyoushanaku teritsuketekuru.

(SNCDAWS, 2006:104)

BSa : Tempat pemandian laut ada disisi selatan, jadi matahari menyinari tanpa ampun dari arah laut.

(KTCPD, 2015:108)

Pada data (5) ditunjukkan adanya penggunaan majas personifikasi jenis fukushiku gijinhou. Hal tersebut dapat dilihat dari penggunaan kata ‘Taiyouʼ yang mempunyai arti ‘matahari’ dibandingkan dengan menggunakan kata ‘Nasakeyoushanakuʼ yang merupakan bentuk negatif dari kata benda ʻNasakeyoushaʼ dan mempunyai makna rasa simpati atau rasa perhatian kepada orang lain. Jadi kata ‘Nasakeyoushanakuʼ memiliki arti ‘sikap tanpa kemurahan hati atau kasih sayang’. Pada data (5) kata nasakeyoushanaku menduduki kelas kata sebagai kata keterangan atau fukushi     sehingga     data     (5)

diklasifikasikan menjadi personifikasi jenis fukushiku gijinhou. Melalui data (5) penulis mengibaratkan matahari mempunyai sifat tanpa kemurahan hati

atau kasih sayang seolah-olah seperti manusia. Padahal maksud yang ingin diungkapkan oleh penulis sebenarnya ialah matahari bersinar dengan sangat terik.

Pada data (5) majas personifikasi pada BSu diterjemahkan menjadi majas hiperbola pada BSa. Frasa ‘taiyou ha umi no hou kara nasakeyoushanaku teritsuketekuruʼ diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ‘matahari menyinari tanpa ampun dari arah laut’. Kata ‘nasakeyoushanakuʼ diterjemahkan menjadi ‘tanpa ampun’ sehingga membuat kalimat pada data (5) memiliki kesan kalimat yang melebih-lebihkan. Hal tersebut membuat majas personifikasi pada BSu menjadi bukan majas personifikasi melainkan menjadi majas hiperbola pada BSa.

  • 6.    Simpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada novel Sekai no Chuushin de Ai wo Sakebu dan terjemahannya pada novel Ku Teriakkan Cinta pada Dunia dapat disimpulkan bahwa terdapat empat jenis majas personifikasi yaitu meishiku gijinhou, doushiku gijinhou, keiyoushiku gijinhou, dan fukushiku gijinhou. Jenis majas personifikasi yang paling banyak ditemukan ialah jenis

doushiku gijinhou yang berjumlah 51 data. Hal tersebut dikarenakan apabila menggunakan kata kerja dalam mengumpamkan benda mati, benda tersebut terlihat lebih bernyawa dan seolah-olah mampu melakukan tindakan layaknya seperti yang dilakukan manusia.

Pada novel Sekai no Chuushin de Ai wo Sakebu, sebagian besar data diterjemahkan menjadi bentuk figuratif ke dalam bahasa sasaran. Penerjemahan majas personifikasi BSu menjadi bentuk figuratif pada BSa dilakukan dengan menggunakan dua strategi yaitu strategi penerjemahan personifikasi BSu menjadi personifikasi BSa dan strategi penerjemahan personifikasi BSu menjadi majas hiperbola BSa. Strategi penerjemahan yang paling banyak digunakan dalam menerjemahkan majas personifikasi pada novel Sekai no Chuushin de Ai wo Sakebu ialah strategi penerjemahan personifikasi BSu menjadi personifikasi BSa. Hal tersebut dikarenakan     keindahan     majas

personifikasi akan mampu dinikmati oleh pembaca apabila diterjemahkan menjadi personifikasi pula pada bahasa sasaran. Selain diterjemahkan menjadi bentuk figuratif, beberapa data majas

personifikasi diterjemahkan menjadi bentuk nonfiguratif pada bahasa sasaran.

  • 7.    Daftar Pustaka

Alwi, Hasan dkk. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Keraf, Gorys.1985. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.

Kyoichi, Katayama.2006. Sekai no Chuushin de Ai wo Sakebu. Japan: Shogakukan.

Larson, Mildred L.1998. Meaning-based Translation. Larham: University Press of America Inc.

Machali, Rochayah.2000. Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: Ex Grasindo.

Tsutomu, Sakamoto.2005. Gijinhou mata ha Gibutsuhou dalam http://catalog.lib.kyushu-u.ac.jp/handle/2324/4981/KJ00004 192599.pdf

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik     Analisis     Bahasa.

Yogyakarta:    Duta Wacana

University Press.

168