ISSN: 2302-920X

Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud

Vol 17.2 Nopember 2016: 8 - 13

Kritik Politik Dalam Antologi Puisi Manusia Istana Karya Radhar Panca Dahana: Analisis Dan Bentuk Isi

A.A Istri Dian Anastasia P. M1*, I Ketut Sudewa2, I G.A.A Mas Triadnyani3 123Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana 1[[email protected]] 2[[email protected]] 3[[email protected]]

*

Corresponding Author

Abstract

Undergraduate thesis entitled "Political Criticism in Poetry Anthology of Manusia Istana by Radhar Panca Dahana: Analysis of Form and Content" was motivated by theme selection of political criticism that contains aspects of the form and content of the poem. The theme was related to Radhar Panca Dahana’s background as a lecturer of Sociology at Indonesia University. There were two problems formulated, namely: the form and contents of the 15 poems of poetry anthology Manusia Istana by Radhar Panca Dahana. The purpose of this study was to determine the form and contents of the 15 poems of poetry anthology Manusia Istana.

This study carried out literature and descriptive analytic method. The technique used was collecting, recording, interpreting and sampling techniques. The analysis was done by conducting several steps. First, analyzing the creative process of Radhar Panca Dahana’s work. Second, analyzing of the form and content of the poetry anthology Manusia Istana. Aspect of form consists of diction, sound, imagery and figurative language. Aspect of content consists of themes and messages. Both aspects were applied in analyzing all 15 poems by Radhar Panca Dahana.

Analysis of the 15 poems of poetry anthology Manusia Istana by Radhar Panca Dahana shows that the form and content of poem are important in expressing political critique. The use of diction, sound, imagery and figurative language to convey the poet is able to make the reader imagine and contemplate about the political situation in Indonesia.

Keywords: poetry, form, contents

  • 1.    Latar Belakang

Karya sastra memiliki peran yang penting dalam masyarakat, karena karya sastra merupakan refleksi atau cerminan kondisi sosial masyarakat yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu genre karya sastra yang merupakan hasil ekspresi kepribadian pengarang adalah puisi. Puisi merupakan karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan dan diberikan irama indah oleh penyair.

Setiap penyair memiliki ciri khas dalam proses menciptakan puisi. Ciri tersebut dapat diamati melalui bentuk dan isi puisi. Bentuk berkaitan dengan bahasa, bahasa

tidak dapat dilepaskan dari sastra karena bahasa merupakan media utama karya sastra. Bentuk dan isi puisi merupakan elemen yang biasanya terdapat dalam sebuah puisi. Menurut Sayuti (1985:19) bentuk adalah unsur formal, sedangkan makna atau isi adalah unsur kualitas. Banyak antologi puisi yang terbit pada tahun 2015-2016. Salah satunya adalah antologi puisi Manusia Istana (2015) karya Radhar Panca Dahana.

Alasan antologi puisi Manusia Istana menjadi objek penelitian ada dua. Pertama, antologi puisi Manusia Istana merupakan antologi puisi kelima sekaligus terbaru dari Radhar Panca Dahana yang mengungkapkan kesewenang-wenangan penguasa. Antologi ini penting diteliti mengingat kondisi masyarakat yang digambarkannya. Kedua, Radhar Panca Dahana adalah pengarang yang sering menerima penghargaan sehingga mencerminkan kualitasnya sebagai penyair.

Manusia Istana adalah antologi puisi karya Radhar Panca Dahana diterbitkan oleh PT Bentang Pustaka tahun 2015. Radhar Panca Dahana adalah dosen sosiologi di Universitas Indonesia. Ia juga dikenal sebagai budayawan yang aktif menulis karya sastra dengan bentuk dan isi yang tajam dan sesuai dengan lingkungannya sehingga tulisannya mendapatkan perhatian di berbagai media cetak. Judul antologi Manusia Istana merupakan simbol yang mengacu pada istilah istana sebagai sebuah sistem pemerintahan atau parlemen. Menurut Radhar Panca Dahana bahwa makna di balik judul Manusia Istana ialah sebagai suatu refleksi.

Antologi puisi Manusia Istana terdiri atas tiga puluh satu sajak, namun yang dipilih untuk diteliti lima belas sajak dengan tiga alasan. Pertama, lima belas sajak bertemakan kritik politik dari aspek bentuk, yaitu diksi, bunyi, citraan, dan bahasa kiasan yang digunakan oleh penyair khas sehingga memunculkan efek estetis. Kedua, dari aspek isi atau makna, yaitu kritik bidang politik. Kritik bidang politik menjadi penting diteliti, karena kesewenang-wenangan yang terjadi diakibatkan oleh penguasa mengambil tindakan bukan untuk rakyat melainkan untuk pribadi atau sekelompok politik. Ketiga, sepanjang data yang ditemukan, baik di internet maupun di lembaga penelitian lainnya belum ada yang meneliti ke-15 sajak dalam antologi puisi Manusia Istana.

  • 2.    Pokok Permasalahan

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu (1) bentuk ke-15 sajak dalam antologi puisi Manusia Istana karya Radhar Panca Dahana. (2) isi atau makna ke-15 sajak dalam antologi puisi Manusia Istana karya Radhar Panca Dahana.

  • 3.    Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap karya sastra, khususnya puisi. Memberikan informasi kepada pembaca yang ingin meneliti karya sastra yang berbentuk puisi. Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk ke-15 sajak dalammantologi puisi Manusia Istana karya Radhar Panca Dahana dan untuk mengetahui isi atau makna ke-15 sajak yang terdapat dalam antologi puisi Manusia Istana karya Radhar Panca Dahana.

  • 4.    Metode Penelitian

Metode dan teknik penelitian ini terbagi atas tiga, yaitu (1) metode dan teknik pengumpulan data berupa metode studi kepustakaan dengan teknik lanjutan yang berupa teknik catat, dan purposive sampling. (2) metode dan teknik pengolahan data berupa metode formal dan metode deskriptif analitik, serta dilanjutkan dengan teknik interpretasi. (3) metode dan teknik hasil analisis data menggunakan metode deskriptif. Teknik penyajian hasil analisis data disajikan dalam bentuk beberapa bab skripsi.

  • 5.    Hasil dan Pembahasan

Penelitian ini memfokuskan pada aspek bentuk dan isi. Aspek bentuk meliputi diksi, unsur bunyi, citraan, dan bahasa kiasan sedangkan aspek isi meliputi tema dan amanat. Fananie (2001:100) mengungkapkan bahwa diksi (pilihan kata) adalah hal yang esensial dalam struktur puisi, karena kata merupakan wahana ekspresi utama. Setiap

kata akan mempunyai beberapa fungsi, baik fungsi makna, fungsi bunyi, maupun fungsi pengungkapan nilai estetika bentuk lainnya. Oleh karena itu, ketepatan pemilihan kata tidak hanya sekadar bagaimana suatu makna bisa diungkapkan, melainkan apakah kata yang dipilih benar-benar mampu mengungkapkan satu ekspresi. Untuk menghadirkan pesan-pesan tertentu, maka pilihan kata mengandung makna konotatif dan simbol.

Lima belas sajak karya Radhar Panca Dahana yang terangkum dalam antologi puisi Manusia Istana penting diteliti dari aspek bentuk dan isi sajak. Puisi yang dipakai sebagai objek penelitian merupakan sajak yang memiliki kesamaan tema, yaitu kritik bidang politik. Lima belas sajak dalam antologi puisi Manusia Istana memiliki latar peristiwa politik, latar yang banyak digunakan adalah mimbar. Ada delapan sajak yang mempunyai kesamaan latar peristiwa politik di mimbar, yaitu sajak “ Kopiah Sang Jenderal”, “Kampanye Hari Ke-5”, “ Demonkrasi Pagi Ini”, “Massa Tak Bermasa”, “Lidah Tak Bertakhta”, “Pejuang, Konon Kabarnya”, “Sejilid Komik Kritik-Politik”, dan “Reformati”. Hal ini dikarenakan mimbar adalah tempat untuk menuangkan pikiran dan aspirasi.

Aspek bentuk yang dianalisis adalah diksi, unsur bunyi, citraan, dan bahasa kiasan. Diksi yang terdapat dalam antologi Manusia Istana terdiri atas blank symbol dan natural symbol. Unsur bunyi, meliputi: asonansi, aliterasi, rima dalam, rima akhir, dan anafora. Asonansi yang banyak ditemukan adalah asonansi bunyi a, i, dan u. Aliterasi yang digunakan adalah bunyi l, s, t, p, h, j, r, k, m, dan b merupakan persamaan bunyi konsonan yang menimbulkan keindahan saat diucapkan. Rima dalam ditemukan adalah bunyi bu, ti, pa, me, se, pe, ma, ru, ur, ka, tu, ja ,ra, ak, ta, ha, lu, dan sa. Rima akhir ialah bunyi an, ah, ng, am, ak, uk, uh, ar, it, at, nya, ap, ra, ir,dan ik. Aliterasi, rima dalam, dan rima akhir berfungsi memberi efek keindahan dalam pengucapan setiap sajak.

Anafora pada ke-15 sajak di dalam antologi puisi Manusia Istana berjumlah tiga puluh kata. Kata-kata berulang yang ditemukan, yaitu benar, di, jadi, kita, bukan, tak, satu, tidak, anak jelata, bila, mereka, jadilah, biar, yang, bersama, merdeka, semua, demi, dengan, para, di mana, dua-tiga, cuma, pesta, aku, tanpa, juga, sebatas, oleh, dan

satu. Ada dua puluh lima citraan pendengaran, dua puluh enam citraan penglihatan, tujuh citraan perabaan, dan dua citraan penciuman.

Dari empat citraan tersebut citraan pendengaran dan penglihatan adalah citraan yang paling abstrak. Bahasa kiasan yang ditemukan adalah metafora, personifikasi, sinestesia, paradoks, simile, dan hiperbola. Terdapat dua puluh satu bahasa kiasan personifikasi, tiga puluh tiga bahasa kiasan metafora, Sembilan bahasa kiasan sinestesia, dua belas bahasa kiasan paradoks, delapan bahasa kiasan simile, dan lima bahasa kiasan hiperbola. Di antara bahasa kiasan tersebut, bahasa kiasan metafora dominan digunakaan oleh penyair. Hal ini menandakan penyair lebih menyukai menggunakan ungkapan perbandingan secara langsung yang bersifat implisit atau tersembunyi di balik ungkapan harfiahnya.

Aspek isi yang dianalisis adalah tema dan amanat. tema yang banyak diungkapkan pada ke-15 sajak dalam antologi puisi Manusia Istana adalah sistem pemerintahaan di Indonesia. Amanat yang ingin disampaikan ialah pesan berkaitan dengan kesewenang-wenangan pemerintah sehingga ke depannya pemerintah mampu memperbaiki kinerjanya.

Dari lima belas sajak tersebut, terdapat kesamaan amanat, yaitu tujuh sajak dengan amanat tergiur kekuasaan dalam sajak “Kopiah Sang Jenderal”, “Kamar 608, Hotel M”, “Dari Harga Selembar Uang Dunia”, “Demonkrasi Pagi Ini”, “Lidah Tak Bertakhta”, “Pejuang, Konon Kabarnya”, dan “Sepetak Sawah Di Istana”. Satu sajak dengan amanat rahasia, yaitu sajak “Di Toilet Istana”. Enam sajak dengan amanat adanya perubahan dalam sajak “ Parlemen Gerutu”, “Massa Tak Bermasa”, “Sejilid Komik Kritik-Politik”, dan “Reformati”. Sajak “Kampanye Hari Ke-5” memiliki amanat janji palsu.

  • 6.    Simpulan

Antologi puisi Manusia Istana karya Radhar Panca Dahana menggambarkan

keadaan sosial di Indonesia. Namun, lebih dominan pada kritik politiknya. Sajak-sajak

yang disuguhkan mengandung nilai estetis, meliputi bentuk dan isi sajak. Bentuk sajak, meliputi diksi, bunyi, citraan, dan bahasa kiasan. Isi sajak, meliputi tema dan amanat.

  • 7.    Daftar Pustaka

Atmazaki. 1993. Analisis Sajak. Bandung: Angkasa Bandung.

Dahana, Radhar Panca. 2015. Manusia Istana. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka

Fananie, Zainuddin. 2002. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1990. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.